Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang
meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut
menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya
para tasawuf. Bukti diatas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari
makna hidup yang final. Kemudian pada urutannya agama yang diyakininya merupakan
sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosial dan kembali kepada konsep
hubungan agama dengan masyarakat, dimana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada
tingkatan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnya tidak bersifat antagonis.
Membicarakan peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah
tentu hubungannya erat, memiliki aspekaspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari citacita
agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan grup sosial,
perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara semua unsur asing agama
diwarnainya. Yang lainnya juga menyangkut organisasi dan fungsi lembaga agama sehingga
agama dan masyarakat itu berwujud kolektivitas ekspresi nilainilai kemanusiaan, yang
mempunyai seperangkat arti mencakup perilaku sebagai pegangan individu dengan
kepercayaan dan taat kepada agamanya. Agama sebagai suatu sistem mencakup individu dan
masyarakat, seperti adanya emosi keagamaan, keyakinan terhadap sifat faham, ritual, serta
umat atau kesatuan sosial yang terkait agamanya. Agama dan masyarakat dapat pula
diwujudkan dalam sistem simbol yang memantapkan peranan dan motivasi manusianya,
kemudian terstrukturnya mengenai hukum dan ketentuan yang berlaku umum, seperti
banyaknya pendapat agama tentang kehidupan dunia seperti masalah keluarga, bernegara,
konsumsi, produksi, hari libur, prinsip waris, dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah
“Agama Dan Masyarakat”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka
dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Dasar Pembentukan Keluarga dalam Islam
2. Tungan, Pernikahan, dan Perceraian
3. Mawarits
4. Pembentukan Masyarakat Islam

1
C. Maksud dan Tujuan
1. Agar lebih mengetahui definisi pengertian Agama dan Masyarakat

2. Agar bisa lebih memahami perlakuan agama dalam masyrakat

3. Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah
dan tugas Pendidikan Agama

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DASAR PEMBENTUKAN KELUARGA ISLAM

Dasar pembentukan rumah tangga bahagia yang Islami sbb :


1. Adanya kesamaan agama antara calon suami istri untuk mewujudkan kehormatan dalam
lingkungan keluarga.
2. Adanya keseimbangan/keserasian antara calon suami istri.
3. Adanya kemampuan calon suami istri (al ba'ah).

Rosulullah SAW bersabda :"Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah mampu
(Alba'ah) memikul beban keluarga, hendaklah ia kawin, itu akan lebih dapat menundukkan
pandangan dan lebih dapat mampu menjaga kehormatan.Barang siapa yang belum mampu,
hendaklah berpuasa. sesungguhnya berpuasa itu akan menjadi benteng yang menjaganya
(dari perbuatan zina)". (HR. Bukhori dan Muslim).

Rumah tangga bahagia adalah rumah tangga yang berkualitas dan agar mendapatkan rahmat
Allah SWT, maka ada lima aspek pokok kehidupan yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Terwujudnya suasana kehidupan yang Islami, antara lain dengan melaksanakan:


 Membiasakan membaca, menulis Al Qur'an dan memahami isinya secara rutin.
 Membudayakan Sholat berjamaah dalam berkeluarga.
 Melaksanakan amalan ubudiyah yaumiyah (ibadah harian) dalam keluarga, misalkan do'a-
do'a, ucapan basmalah (Bismillahhirrohmaanirrohim) setiap mulai pekerjaan dan ucapan
hamdalah (alhamdulillah) setiap selesai pekerjaan serta mengucapkan salam.

2. Terlaksananya pendidikan dalam keluarga, seperti yang dituntunkan oleh Lukman Al Hakim
kepada putranya (QS. Lukman : 12-19) antara lain :
 Pendidikan ke Esaan Tuhan (Tauhid).
 Pendidikan pengetahuan dan keilmuan.
 Pendidikan akhlaq.

3
 Pendidikan ketrampilan.
 Pendidikan kemandirian.

3. Terwujudnya kesehatan keluarga dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :


 Kebersihan rumah dan lingkungan.
 Olah raga keluarga yang rutin.
 Kebersihan, kesehatan dan gizi keluarga (empat sehat lima sempurna enam halal).

4. Terwujudnya ekonomi keluarga yang sehat, antara lain :


 Mengusahakan memiliki yang halal dan baik.
 Mengendalikan keuangan keluarga, hemat dan tidak kikir.
 Membiasakan menabung.
 Memanfaatkan perkarangan dan atau home industri (industri rumah tangga) untuk menunjang
ekonomi keluarga.

5. Terwujudnya hubungan keluarga yang selaras, serasi, seimbang dengan jalan antara lain :
 Membina sopan santun, etika dan akhlaq sesuai dengan kedudukan masing-masing isi
keluarga.
 Menciptakan suasana keakraban antara anggota keluarga, seperti waktu-waktu sesudah
Sholat berjama'ah, waktu makan bersama dan waktu rekreasi.
 Menciptakan suasana keterbukaan, rasa saling memiliki dan rasa tanggung jawab satu sama
lain diantara anggota keluarga.
 Menumbuhkan rasa saling menghargai, saling menghormati, saling memaafkan kesalahan
satu sama lain diantara anggota keluarga.
 Melaksanakan kehidupan bertengga, berteman dan bermasyarakat, sesuai ajaran Islam.

Rosulullah SAW bersabda : "Apabila Allah menghendaki rumah tangga bahagia, maka
diberikan kecenderungan mempelajari ilmu agama, yang muda menghormati yang tua, serasi
(harmonis) dalam kehidupan, hemat dan hidup sederhana, melihat (mengawasi) cacat
(kekurangan) mereka, dan kemudian melakukan taubat/minta maaf. Dan jika Allah
menghendaki sebaliknya, maka ditinggalkannya mereka dalam kesesatan." (HR. Dailami).
Rosulullah bersabda :

4
"Bahwa kebahagiaan keluarga dapat tercapai apabila terpenuhi empat perkara : yaitu
keserasian antara suami istri, mempunyai anak yang terdidik, bergaul dengan orang yang
sholeh, dan memiliki ketrampilan yang dapat menambah penghasilan." (HR. Dailami).

B. Pengertian dan Syarat Khitbah


Khitbah atau yang dikenal dengan istilah meminang berarti seorang laki-laki yang datang
meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum
berlaku dalam masyarakat tersebut. Selanjutnya jika pihak wanita menerima lamaran pihak
lelaki maka pasangan tersebut dinyatakan telah bertunangan. Setelah bertunangan biasanya
pasangan akan mengurus persiapan menikah di KUA (baca menikah di KUA dengan wna)
Dalam melaksanakan khitbah atau lamaran ada dua syarat yang harus dipenuhi yakni :

1. Syarat mustahsinah
Syarat mustahsinah adalah syarat yang menganjurkan pihak laki-laki untuk meneliti dahulu
wanita yang akan dipinang atau dikhitbahnya. Syarat ini termasuk syarat yang tidak wajib
dilakukan sebelum meminang seseorang. Khitbah seseorang tetap sah meskipun tanpa
memenuhi syarat mustahsinah. Bagi seorang lelaki ia perlu melihat dulu sifat dan seperti apa
penampilan wanita yang akan dipinang apakah memenuhi kriteria calon istri yang baik (baca
juga kriteria calon suami yang baik) dan sesuai dengan anjuran Rasulullah dalam hadits berikut
ini :

Wanita dikawin karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena
agamanya, maka akan memelihara tanganmu”.(HR Abu Hurairah)

Berdasarkan hadits tersebut maka hendaknya pria memperhatikan agama sang wanita,
keturunan, kedudukan wanita ( apakah sesuai dengan dirinya), sifat kasih sayang dan lemah
lembut, serta jasmani dan rohani yang sehat.

2.Syarat lazimah
Yang dimaksud syarat lazimah adalah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan
dilakukan dan jika tidak dilakukan maka pinangannya atau tunangannya tidak sah. Syarat
lazimah meliputi

5
 Wanita yang dipinang tidak sedang dalam pinangan laki-laki lain sebagaimana yang
dijelaskan dalam hadits berikut ini
 Janganlah seseorang dari kamu meminang (wanita) yang dipinang saudaranya,
sehingga peminang sebelumnya meninggal-kannya atau telah mengizinkannya.” (HR
Abu Hurairah)

 Wanita yang sedang berada dalam iddah talak raj’i (baca hukum talak dalam
pernikahan). Wanita yang sedang dalam talak raj’i masih rujuk dengan suaminya dan
dianjurkan untuk tidak dipinang sebelum masa iddahnya habis dan tidak memutuskan
untuk berislah atau berbaikan dengan mantan suaminya. Sebagaimana firman Allah
SWT dalam surat Al Baqarah ayat 228
 Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228)

 Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dan dalam masa iddah atau yang menjalanai
idah talak ba’in (baca perbedaan talak satu, dua dan tiga) boleh dipinang dengan
sindiran atau kinayah . Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al qur’an surat
Al baqarah ayat 235
 Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanitawanita itu dengan sindiran atau kamu
Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan
(kepada mereka) Perkataan yang ma’ruf”. (Al-Baqarah:235)

6
Hukum Tunangan dalam Islam
Menurut sebagian besar ulama, tunangan dikategorikan sebagai pendahuluan atau
persiapan sebelum menikah dan melakukan khitbah atau pinangan yang mengikat seorang
wanita sebelum menikah hukumnya adalah mubah (boleh), selama syarat khitbah dipenuhi.
Tunangan atau khitbah diperbolehkan dalam islam karena tujuan peminangan atau tunangan
hanyalah sekedar mengetahui kerelaan dari pihak wanita yang dipinang sekaligus sebagai janji
bahwa sang pria akan menikahi wanita tersebut. Sebagaimana hadits berikut ini :

Jika di antara kalian hendak meminang seorang wanita, dan mampu untuk melihat darinya
apa-apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah.”(HR.Imam Ahmad dan
Abu Dawud)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa islam mengizinkan laki-laki untuk melakukan pinangan
kepada seorang wanita dan mengikatnya dengan tali pertunangan namun jika hal ini sesuai
syariat islam. Setelah melaksanakan pertunangan sang wanita tetap belum halal bagi sang pria
dan keduanya tidak diperbolehkan untuk saling melihat, berkumpul bersama atau melakukan
hal-hal yang dilarang yang dapat menjerumuskan dalam perbuatan zina (baca Zina dalam
islam). Hal ini sesuai dengan hukum kompilasi islam pasal 11 tentang akibat hukum dari
khitbah atau tunangan yang menyebutkan bahwa :

1. Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan
hubungan peminangan.
2. Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik
sesuai dengan tuntunan agar dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan
dan saling menghargai

Hukum memberikan hadiah pertunangan


Saat bertunangan kita sering mendengar istilah tukar cincin, lalu bagaimanakah hukumnya
dalam islam? Sebenarnya kebiasaan tukar cincin bisa jadi hanyalah kebiasaan namun seorang
laki-laki diperbolehkan memberi hadiah atau cinderamata kepada tunangannya atau yang
disebut dengan istilah urf. Jika dikemudian hari pihak pria membatalkan pertunangan atau

7
pinangannya maka ia tidak dibenarkan untuk mengambil kembali hadiah tersebut.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa

Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesutau kepada orang lain kemudian memintanya
kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya” (HR. Ahmad al-irba’ati wa shohihu al-
Tirmidzi wa ibnu hibban wa al-Hakim)

Hukum membatalkan pertunangan


Tunangan atau pinangan hanyalah janji seorang pria yang akan menikahi seorang wanita dan
merupakan langkah awal dalam mempersiapkan suatu pernikahan. Berdsarakan hal tersebut
maka sebenarnya pertunangan bisa diputuskan atau dibatalkan oleh salah satu pihak misalnya
jika terjadi konflik dalam keluarga.

meskipun demikian jika tunangan dibatalkan oleh pihak perempuan ada baiknya mahar yang
telah diberikan oleh sang pria dikembalikan. Meskipun demikian seorang pria yang sudah
berjanji pada seorang wanita sebaiknya memenuhi janjinya tersebut karena bukankah seorang
muslim harus memenuhi janjinya sebagaimana yang disebutkan dalam Alqur’an surat Al isra
ayat 34
”Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”.

Demikianlah penjelasan tentang hukum dan hal-hal yang terkait dengan tunangan dalam islam.
Sebaiknya sebelum menikah kita mengetahui terlebih dahulu kriteria calon pasangan yang baik
dan cara memilih pendamping hidup dalam islam misalnya dengan cara ta’aruf bukan dengan
pacaran (baca pacaran dalam islam). Jika anda tidak kunjung mendapatkan jodoh (baca
penyebab terhalangnya jodoh) maka janganlah berputus asa (baca bahaya putus asa) karena
bisa menyebabkan hati menjadi gelisah (baca penyebab hati gelisah) tetaplah bersabar dan
berdoa pada Allah agar dikaruniai jodoh yang baik.

8
C.Pernikahan
Pernikahan adalah anjuran Allah SWT bagi manusia untuk mempertahankan keberadaannya
dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai dan menurut kaidah norma
agama. Laki-laki dan perempuan memiliki fitrah yang saling membutuhkan satu sama lain.
Pernikahan dilangsungkan untuk mencapai tujuan hidup manusia dan mempertahankan
kelangsungan jenisnya.

Pengertian Nikah
Pernikaan adalah salah satu ibadah yang paling utama dalam pergaulan masyarakatagama islam
dan masyarakat. Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun rumah
tanggadan melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan untuk
meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturahmi diantara
manusia. Secara etimologi bahasa Indonesia pernikahan berasal dari kata nikah, yang
kemudian diberi imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.

Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai perjanjian antara
laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Pernikahan dalam islam juga berkaitan
dengan pengertian mahram (baca muhrim dalam islam) dan wanita yang haram dinikahi.

1. Pengertian menurut etimologi


Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan disebut denganberasal dari kata an-nikh
dan azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di atas, menaiki, dan
bersenggema atau bersetubuh. Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah Adh-dhammu,
yang memiliki arti merangkum, menyatukan dan mengumpulkan serta sikap yang
ramah. adapun pernikahan yang berasalh dari kata aljam’u yang berarti menghimpun
atau mengumpulkan. Pernikahan dalam istilah ilmu fiqih disebut ( ‫) زواج‬, ( ‫) نكاح‬
keduanya berasal dari bahasa arab. Nikah dalam bahasa arab mempunyai dua arti yaitu
( ‫ ) والضم الوطء‬baik arti secara hakiki ( ‫ ) الضم‬yakni menindih atau berhimpit serta arti
dalam kiasan ( ‫ ) الوطء‬yakni perjanjian atau bersetubuh.

9
2. Pengertian Menurut Istilah

Adapun makna tentang pernikahan secara istilah masing-masing ulama fikih memiliki
pendapatnya sendiri antara lain :

1. Ulama Hanafiyah mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat


pernikahan menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan perempuan
termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan atau
kenikmatan.
2. Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan
menggunakan lafal ‫ ُح حاكَكنِن‬, atau ‫ كَ ز كَ وا ُح ج‬, yang memiliki arti pernikahan
menyebabkan pasangan mendapatkan kesenanagn.
3. Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau
perjanjian yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga yang
dibayar.
4. Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan
menggunakan lafal ‫ان ْن ن كَ كا ُح ح‬
ِ atau ‫ كَ ْن ِن و ْن ُح ج‬yang artinya pernikahan membuat
laki-laki dan perempuan dapat memiliki kepuasan satu sama lain.
5. Saleh Al Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan antara
laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang
lain dan untuk membentuk keluaga yang saleh dan membangun masyarakat yang bersih
6. Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah,
menjelaskan bahwa nikah adalah akad yang berakibat pasangan laki-laki dan wanita
menjadi halal dalam melakukan bersenggema serta adanya hak dan kewajiban diantara
keduanya.

10
Hukum Pernikahan
Dalam agama islam pernikahan memiliki hukum yang disesuaikan dengan kondisi atau
situasi orang yang akan menikah. Berikut hukum pernikahan menurut islam

 Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan untuk meinkah dan jika tidak menikah ia
bisa tergelincir perbuatan zina (baca zina dalam islam)
 Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menikah namun jika
tidak menikah ia tidak akan tergelincir perbuatan zina
 Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menahan diri dari zina
tapi ia memiliki keinginan yang kuat untuk menikah
 Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun ia memiliki kemampuan untuk menikah
dan mampu menghindarkan diri dari zina, ia hanya menikah untuk kesenangan semata
 Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan jika
menikah ia akan menelantarkan istrinya atau tidak dapat memenuhi kewajiban suami
terhadap istri dan sebaliknya istri tidak dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suaminya.
Pernikahan juga haram hukumnya apabila menikahi mahram atau pernikahan sedarah.

Rukun dan Syarat Pernikahan


Pernikahan dalam islam memiliki beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi agar
pernikahan tersebut sah hukumnya di mata agama baik menikah secara resmi maupun nikah
siri. Berikut ini adalah syarat-syarat akad nikah dan rukun yang harus dipenuhi dalam sebuah
pernikahan misalnya nikah tanpa walimaupun ijab kabul hukumnya tidak sah.

a) Rukun Nikah
Rukun pernikahan adalah sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan pernikahan, mencakup :

 Calon mempelai laki-laki dan perempuan


 Wali dari pihak mempelai perempuan
 Dua orang saksi
 Ijab kabul yang sighat nikah yang di ucapkan oleh wali pihak perempuan dan dijawab
oleh calon mempelai laki-laki.

11
b) Syarat Nikah
Adapun syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah:

1. Calon suami dengan syarat-syarat berikut ini :


 Beragama Islam
 Berjenis kelamin Laki-laki
 Ada orangnya atau jelas identitasnya
 Setuju untuk menikah
 Tidak memiliki halangan untuk menikah

2. Calon istri dengan syarat-syarat:


 Beragama Islam ( ada yang menyebutkan mempelai wanita boleh beraga nasrani
maupun yahudi)
 Berjenis kelamin Perempuan
 Ada orangnya atau jelas identitasnya
 Setuju untuk menikah
 Tidak terhalang untuk menikah

3. Wali nikah dengan syarat-syarat wali nikah sebagai berikut (baca juga urutan
wali nikah)
 Laki-laki
 Dewasa
 Mempunyai hak perwalian atas mempelai wanita
 Adil
 Beragama Islam
 Berakal Sehat
 Tidak sedang berihram haji atau umrah

4. Saksi nikah dalam perkawinan harus memenuhi beberapa syarat berikut ini :
 Minimal terdiri dari dua orang laki-laki
 Hadir dalam proses ijab qabul
 mengerti maksud akad nikah

12
 beragama islam
 Adil
 Dewasa

5. Ijab qobul dengan syarat-syarat, harus memenuhi syarat berikut ini :


 Dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti kedua belah pihak baik oleh pelaku
akad dan penerima aqad dan saksi. Ucapan akad nikah juga haruslah jelas dan dapat
didengar oleh para saksi.

Fikih pernikahan atau munakahat adalah salah satu ilmu yang mesti dipelajari dan diketahui
umat islam pada umumnya agar pernikahan dapat berjalan sesuai dengan tuntunan syariat
agama dan menghindarkan hal-hal yang dapat membatalkan pernikahan.

Hikmah Pernikahan

 Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat
perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.
 Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
 Memelihara kesucian diri
 Melaksanakan tuntutan syariat
 Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
 Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang
sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan
memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral.
Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak
terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak
 Mewujudkan kerjasama dan tanggung jawab
 Dapat mengeratkan silaturahim

13
D. Perceraian Dalam Islam
Perceraian atau talak yang dikenal juga dengan istilah gugat cerai adalah pemutusan
hubungan suami-istri dari hubungan pernikahan atau perkawinan yang sah menurut syariah
Islam dan/atau sah menurut syariah dan negara. Perceraian adalah hal yang menyedihkan dan
memiliki implikasi sosial yang tidak kecil terutama bagi pasangan yang sudah memiliki
keturunan. Oleh karena itu, sebisa mungkin ia dihindari. Namun Islam memberi jalan keluar
apabila ia dapat menjadi jalan atau solusi terbaik bagi keduanya.

DEFINISI CERAI TALAK

Dalam syariah cerai atau talak adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya
hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.

HUKUM CERAI ATAU TALAK

Hukum talak/perceraian itu beragam bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah.
Rinciannya sbb:

TALAK ITU WAJIB APABILA:

1. Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi


2. Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk
perdamaian rumahtangga mereka
3. Apabila pihak pengadilan berpendapat bahawa talak adalah lebih baik

Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami

PERCERAIAN ITU HARAM APABILA:

1. Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas.


2. Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi.
3. Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada
menuntut harta pusakanya.
4. Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut
berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih.

14
PERCERAIAN.....ITU.....HUKUMNYA.....SUNNAH.....APABILA:

1. Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya


2. Isterinya tidak menjaga martabat dirinya.

CERAI HUKUMNYA MAKRUH APABILA:


Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan
mempunyai pengetahuan agama.

CERAI HUKUMNYA MUBAH APABILA:


Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus
haidnya.

RUKUN PERCERAIAN/TALAK
Ada 2 faktor dalam perceraian yaitu suami dan istri. Masing-masing ada syarat sahnya
perceraian.

Rukun Talak bagi Suami


 Berakal sehat
 Baligh
 Dengan kemauan sendiri

Rukun Talak bagi Isteri


 Akad nikah sah
 Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

JENIS PERCERAIAN ADA 2 (DUA)


Ditinjau dari pelaku perceraian, maka perceraian itu ada dua macam yaitu (a) cerai talak
oleh suami kepada istri dan (b) gugat cerai oleh istri kepada suami.

15
A. GUGAT CERAI OLEH SUAMI
Yaitu perceraian yang dilakukan oleh suami kepada istri. Ini adalah
perceraian/talak yang paling umum. Status perceraian tipe ini terjadi tanpa harus
menunggu keputusan pengadilan. Begitu suami mengatakan kata-kata talak pada
istrinya, maka talak itu sudah jatuh dan terjadi. Keputusan Pengadilan Agama hanyalah
formalitas.

Talak atau gugat cerai yang dilakukan oleh suami terdiri dari 4 (empat) macam sbb:

Talak raj’i
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak
dua kepada isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam iddah.
Jika waktu iddah telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan
akad nikah baru.

Talak bain
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak
yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya
boleh merujuk setelah isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya
menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis iddah dengan suami
barunya.

Talak sunni
Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang
masih suci dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci.

Talak bid’i
Suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau
ketikasuci tapi sudah disetubuhi (berhubungan intim).

16
Talak taklik
Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu
sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah
penceraian atau talak.

E. Hukum Mawaris Dalam Islam


Ilmu mawaris adalah salah satu cabang ilmu yang penting dalam Islam. Ilmu yang
menyangkut pembagian waris ini memberikan ketentuan mengenai pembagian harta waris agar
dapat dapat disalurkan kepada yang berhak menerima sekaligus mencegah kemungkinan
terjadinya konflik dalam keluarga maupun perselisihan dalam pembagian harta warisan
tersebut. Dengan ilmu mawaris ini, harta akan dibagikan secara adil dan tidak ada pihak-pihak
yang merasa dirugikan (baca juga keluarga sakinah, mawadah dan warahmah).

Pengertian Mawaris
Kata mawaris berasal dari kata waris atau Al-miirats, waritsa yang berarti berpindahnya
sesuatu yakni harta yang berupa materi dari seseorang yang disebut sebagai pewaris kepada
orang lain yang disebut sebagai ahli waris. Ilmu yang mempelajari hal-hal yang menyangkut
waris disebut dengan ilmu mawaris atau dikenal juga dengan istilah fara’id (baca hukum
menuntut ilmu). Kata fara’id atau dalam bahasa arab, mafrud’ah, adalah bagian pada harta
peninggalan yang telah ditentukan kadarnya. sedangkan secara istilah mawaris atau
Warisan diartikan sebagai perpindahan harta atau kepemilikan suatu benda dari orang
meninggal dunia atau pewaris kepada ahli warisnya yang masih hidup.

Harta warisan atau harta peninggalan dalam ilmu mawaris dikenal dengan sebutan tirkah yang
artinya peninggalan. Tirkah diartikan sebagai sesuatu atau harta yang berupa
materi ditinggalkan oleh pewaris atau orang yang meninggal, dan pembagiannya harus sesuai
dengan syariat Islam.

17
Rukun Dan Syarat Waris
Adapun rukun dan syarat yang harus ada dalam ilmu mawaris ada 3 hal utama yaitu:

1. Al-Muwaris (pewaris)
Orang yang memiliki harta warisan yang telah meninggal dunia dan mewariskannya
kepada ahli warisnya. Syaratnya adalah al-muwaris benar-benar telah dinyatakan meninggal
baik secara hukum maupun medis.

2. Al-Waris (Ahli Waris)


Al waris atau ahli waris adalah orang yang dinyatakan memiliki hubungan nasab atau
kekerabatan yang merupakan hubungan darah, hubungan akibat perkawinan, atau akibat
memerdekakan budak atau hamba sahayanya. Syarat, ahli waris adalah ia dalam keadaan hidup
pada saat al-muwaris Atau orang yang memiliki harta waris meninggal dunia.

Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih berada dalam kandungan meskipun ia masih
menyerupai janin dan ia terkait nasab dengan al mawaris. Baik pria dan wanita memiliki hak
untuk memperoleh harta warisan. (baca kedudukan wanita dan peran wanita dalam islam)

3. Tirkah
Tirkah adalah harta atau hak yang berpindah dari al muwaris atau pewaris kepada ahli
warisnya. Harta tersebut dapat dikatakan tirkah apabila harta peninggalan almuwaris
yang telah dikurangi biaya perawatan, pengurusan jenazah, hutang dan wasiat yang sesuai
syariat agama islam untuk selanjutnya diberikan kepada ahli waris (baca keutamaan
bersedekah). Dari pengertian tersebut maka dapat diketahui perbedaan harta peninggalan
dengan harta warisan. Harta peninggalan adalah semua materi yang ditinggalkan oleh pewaris
yang telah meninggal dunia secara keseluruhan sedangkan harta waris atau tirkah adalah harta
peninggalan yang sesuai syara berhak diberikan kepada ahli waris setelah dikurangi hak orang
lain di dalamnya.

18
Sebab-Sebab Memperoleh Warisan
Adapun hal hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan warisan disebutkan dalam tiga
perkara berikut ini

1. Adanya hubungan kekerabatan atau hubungan nasab


Kekerabatan artinya hubungan nasab (baca arti nasab dan muhrim dalam islam) antara orang
yang Memberi warisan atau almuwaris dengan orang yang diwarisi dan hal ini disebabkan oleh
kelahiran atau hubungan darah. Kekerabatan atau hubungan darah adalah sebab yang paling
utama dalam menerima warisan karena hubungan darah tidak dapat dihilangkan. Allah swt
berfirman dalam Qur’an Surat Al Anfal

“Orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap
sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal: 75)

2. Adanya hubungan pernikahan


Hubungan pernikahan dalam hal ini adalah sebab mendapatkan warisan dan hal ini terjadi
setelah akad nikah yang sah dilakukan dan terjadi hubungan antara suami istri meskipun belum
terjadi persetubuhan (baca nikah siri).

Adapun suami istri yang melakukan pernikahan tidak sah tidak menyebabkan adanya hak waris
(baca hukum pernikahan dalam islam). Istri yang telah mendapatkan talak (baca hukum talak
dalam pernikahandan perbedaan talak satu, dua dan tiga) tidak berhak menerima warisan dari
mantan suaminya.

3. Karena wala’
Wala’ adalah sebab memperoleh warisan akibat jasa seseorang yang telah memerdekakan
seorang hamba dikemudian hari budak atau hamba sahaya tersebut menjadi kaya. Jika bekas
hamba atau budak tersebut yang dimerdekakan meninggal dunia, maka orang yang
memerdekakannya berhak mendapatkan warisan.

Ilmu mawaris penting dipelajari bagi umat islam agar harta warisan dapat diberikan sesuai
ketentuan kepada yang berhak dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat. (baca ibu tiri
dalam islam dan hak waris anak tiri dalam islam.

19
F. Pembentukan Masyarakat Islam

Masyarakat adalah sekelompok individu yang hidup dan menetap secara bersama.
Di dalam kesatuan sebuah masyarakat, terdapat sistem yang senantiasa berjalan atas dasar
konsensus masing-masing, sehingga dengan demikian diperlukan sebuah keselerasan bagi tiap-
tiap individu dalam hal menjalankan peranannya masing-masing.

Masyarakat bukanlah komunitas yang statis. Masyarakat memiliki dinamika dari waktu
ke waktu yang pada akhirnya menyimbolkan sifat dinamis bagi setiap aktor di dalamnya, dan
yang perlu diingat adalah dinamika tadi juga mampu membawa masyarakat ke dalam
malapetaka yang justru akan memecahbelahkan mereka.

Konsep Masyarakat Islami

Konsep masyarakat Islam dapat diartikan sebagai sebuah kondisi yang merujuk kepada
penerapan nilai-nilai Islam di setiap tindak tanduk individunya. Dalam hal ini berarti
masyarakat Islami adalah masyarakat yang menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai
pedoman hidup mereka dan senantiasa selalu menjaga nilai-nilai keIslaman bagi tiap-tiap
individu dalam hal menjalankan peranannya di dalam struktur masyarakat.

Umat Muslim harus meyakini bahwa setiap jengkal kehidupannya adalah wujud dari
ibadah. Ketika semua telah yakin akan hal itu, maka pada waktu itu pulalah Allah SWT
mengangkat derajat umatnya. Hal inilah yang menjadi turning point perbedaan umat Muslim
dengan umat lainnya. Bahwa hidup mereka adalah pengabdian kepada Sang Pencipta,
pengabdian yang tercermin dari aktivitas-aktivitas dalam kesehariannya guna mencari ridho
dari Allah semata. Allah telah menegaskan di dalam Al Qur’an bahwa tujuan penciptaan jin
dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT (51:56). Berangkat dari sanalah,
betapa pentingnya setiap Muslim untuk mengerti betul bahwa hidupnya adalah ibadah.

Dalam konteks masyarakat Islami, ibadah yang dilakukan dengan penuh keikhlasan
dan beorientasi pada kualitas pelaksanaan merupakan sebuah proses yang merujuk kepada
aktivitas menghapus segala bentuk dosa dan membangkitkan harapan mendapat ampunan
Allah dalam diri masyarakat tersebut.

20
Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki laki datang kepada Nabi SAW dan
bertanya “Ya Rasulullah tunjukan padaku sebuah amal yang jika kukerjakan aku masuk surga”.
Jawab beliau; “Kau menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, mendirikan shalat,
engeluarkan zakat yang diwajibkan dan berpuasa di bulan Ramadhan”. Ia berkata; “Demi
diriku yang ada di tanganNya, aku tidak akan menambah hal ini”. Ketika ia pergi, Nabi bersaba:
“Barang siapa ingin melihat laki-laki penghuni syurga, lihatlah dia”(HR Bukhari, Muslim dan
Al-Nasai).

Sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa masyarakat adalah kumpulan dari


orang banyak yang berbeda-beda tetapi menyatu dalam ikatan kerjasama, dan mematuhi
peraturan yang disepakati bersama.

Masyarakat yang ideal adalah yang meski mereka memiliki sub jati diri yang berbeda-
beda tetapi mereka menyatu dalam satu identitas masyarakat, mematuhi peraturan yang
disepakati bersama dan bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Sepintas pemikiran ini
sejalan dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi ruh terbangunnya bangsa
Indonesia. Tujuan bersama masyarakat adalah membangun kesejahteraan sosial dimana setiap
individu terlindungi hak-haknya oleh sistem sosial. Sistem sosial akan kuat jika didukung oleh
sub sistem yang menjadi pilarnya.

Harus dibedakan antara nama masyarakat Islam dan masyarakat Islami. Masyarakat
Islam adalah kumpulan masyarakat yang beragama Islam dan memberlakukan nilai-nilai Islam,
sedangkan masyarakat Islami adalah masyarakat yang didalamnya berlaku nilai-nilai Islam,
meski mereka menganut berbagai agama.

Jika suatu masyarakat terbangun sesuai dengan konsep tersebut di atas maka tatanan
masyarakat itu akan sangat indah, apa yang oleh Nabi disebut sebagai taman (bustan). Dunia
manusia (masyarakat) itu berpeluang menjadi taman yang indah (bustan) jika didukung oleh
pilar-pilar yang kuat.

21
G. Masyarakat Madani

Masyarakat Madani
Masyarakat Madai adalah istilah yang banyak digunakan oleh cendekiawan muslim
modernis Indonesia yang merujuk pada kota madinah di Jazirah Arab, yakni sebuah kota
tempat kaum muslim membangun peradaban pada masa Rasulullah SAW.

Pengertian Masyarakat Madani


Thoha Hamim, menghubungkan bahwa memang, masyarakat madani sebagai
terjemahan civil society tidak terkait dengan masyarakat tertentu, yaitu Madinah sebagai
wilayah Nabi Muhammad SAW hijarah.

Thoha Hamim menjelaskan bahwa masyarakat madani yang dihubungkan dengan Madinah
karena Madinah-lah sebagai attributive dari masyarakat madani, karena Madinah-lah Nabi
Muhammad SAW menerapkan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan, penegakan hukum,
jaminan keadilam untuk semua warga serta perlindungan terhadap kaum minoritas.

Sehingga para pemikir muslim menganggap masyarakat Madinah


sebagai prototype masyarakat ideal prosuk Islam yang bisa disandingkan dengan masyarakat
ideal dalam konsep civil society. Thoha mengatakan bahwa ajaran Islam sangat kaya dengan
nilai dan etika, yang bila diimlementasikan akan terbentuk tatanan kehidupan yang ideal.
M. Hasyim Manan memberikan pengertian masyarakat madani sebagai berikut.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan
santun, berbudaya tinggi, baik dalam pergaulan sehari-hari, dalam berbicara, dalam mencari
kebenaran, bahkan dalam mencari rezeki, mengupayakan kesejahteraan atau dalam
menerapkan hukum dan sanksi, sampai dalam menghadapi konflik dan peperangan.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan
santun, berbudaya tinggi, baik dalam menghadapi sesama manusia, atau alam lainnya, misalnya
dalam menyembelih binatang untuk dikonsumsi, dalam berburu.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradap, sopan
santun berbudaya tinggi,dan ramah dalam menghadapi lingkungannya, masyarakat yang

22
hubungan antar warganya sangat harmoni, saling menghargai kepentingan masing-masing.
Menyadari bahwa walaupun masing-masing mempunyai hak bahkan hak asasi, tetapi hak itu
dibatasi soleh hak yang dimiliki orang lain dalam kapasitas yang sama.

Karakteristik & Ciri-ciri Masyarakat Madani


Muhammad AS. Hikam memberikan ciri-ciri civil society (masyarakat madani)
mengutip dan pendpaat Tocqueville, yaitu adanya sikap warga dengan kesukarelaan
(voluntary), keswasembadaan (self generating), dan keswadayaan (self supporting),
kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma
serta nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Sedangkan Nurcholis Madjid (1999) mengutarakan ciri-ciri mendasar dari sebuah
masyarakat madani yang tetap mengacu kepada konsep masyarakat yang dibangun Nabi
Muhammad SAW di Madinah, yaitu.
 egalitarianisme (kesepadanan),
 penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi,
 keterbukaan dan partisipasi aktif seluruh masyarakat,
 penegakan hukum dan keadilan,
 toleransi dan pluralisme,
 musyawarah.
Kemudian Maulidin Al-Maula, Direktur lembaga Studi Agama dan Demokrasi (LSAD)
Surabaya, memberikan ciri utama masyarakat madani adalah sebagai berikut.

1. Kemandirian yang tinggi dari individu dan kelompok masyarakat saat berhadapan
dengan negara.
2. Adanya ruang publik yang bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik, secara aktif
dari warga negara melalui wacana praktis yang berkaitan dengan kepentingan publik.
3. Adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.
Maulidin memberikan ciri tentang masyarakat madani sebagai keindonesiaan civil
society berkiblat pada pemikiran barat seperti yang dikonsepsikan masyarakat madani sebagai
lawan negara (state).

23
Proses Menuju Masyarakat Madani
Negara Indonesia yang menganut demokrasi juga memiliki cita-cita untuk
mencapai civil society (masyarakat madani) dengan berbagai upaya. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah dengan digulirkannya otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan
kewenangan daerah untuk mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan kebutuhan nyata daerah
dan sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerahnya.
Namun untuk pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia terdapat beberapa kewenangan yang
masih merupakan kewenangan pusat, salah satunya adalah masalah yang berkaitan dengan
hubungan luar negeri.

Dengan kata lain, otonomi dihubungkan dengan civil society di Indonesia merupakan
kemandirian dalam melakukan kegiatan. Kemandirian tersebut termasuk kemandirian dalam
bidang politik, dan organisasi sosial politik seperti partai-partai politik, organisasi massa
(ormas), kelompok kepentingan, maupun kelompok penekan dengan syarat tidak bertentangan
dengan hukum, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan negara Indonesia.
Dalam mewujudkan civil society, negara memiliki kedudukan sebagai fasilitator,
artinya negara dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat memberikan hak-hak daerahnya dan
melindungi hak-hak daerahnya.

Ciri-Ciri Masyarakat Islam


Usia agama Islam sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW menjangkau lebih
1400 tahun. Kemandirian Islam beradaptasi dengan perubahan zaman, masa dan pemikiran
manusia tidak mencalarkan sifatnya malahan ia menjadi agama yang unggul dan paling cocok
dengan fitrah kemanusiaan manusia.
Namun, di kalangan umat Islam mereka menjelaskan intipati akidah melalui kehidupan
yang berbeza. Ini adalah kerana Islam telah meresapi semua kebudayaan bangsa sehingga
proses asimilasi telah meruntuhkan ketegaran budaya aslinya. Misalnya, masyarakat Islam di
negara China tidak mempraktiskan Islam seperti masyarakat Islam di Negara Arab. Begitu
juga, masyarakat Islam di Eropah mengamalkan Islam dalam kontek yang berbeza daripada
masyarakat Islam di asia khususnya Malaysia dan Indonesia. Momennya, berlaku hubungkait
di antara masyarakat ini ialah pendasaran pada sunnahtullah iaitu al-Quran dan sunnah walau
apapun...kontek...dan...suasana...masyarakatnya.

24
Masyarakat...yang...dibina...atas...akidah...Tauhid
Allah SWT mengutuskan para rasul untuk membebaskan manusia daripada syirik iaitu
menyembah Tuhan selain Allah. Tauhid menjadi intipati utama dakwah para rasul khususnya
para rasul yang tergolong sebagai Ulul Azmi. Misalnya, Nabi Ibrahim AS berdakwah kepada
kaumnya (Raja Namrud), begitu Nabi Nuh AS, Nabi Musa AS, Nabi Isa AS sehinggalah Nabi
Muhammad SAW.

Misi Rasulullah SAW di Mekah selama 13 tahun adalah membebaskan masyarakat Arab
Jahiliah daripada perbuatan syirik. Ayat-ayat Makiyyah menyeru kepada mengesakan Allah.
Dalam Surah al-Kafirun misalnya menegaskan bahawa orang-orang yang beriman amat
berbeza dengan orang kafir. Sifat utama orang beriman adalah beriman kepada Allah, para
malaikat, kitab, para rasul, hari kiamat, qodho’ dan qodar. Mereka membuang segala
perbuatan yang menyerupai orang-orang kafir. Percaya dan yakin bahawa peranan mereka
adalah sebagai hamba dan khalifah Allah dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan
rasul.

Tauhid juga bermaksud orang-orang beriman meletakkan Allah dan Rasulullah SAW sebagai
matlamat utama melebihi perkara lain. Seperti sifat Abu Bakar As-Siddiq kala dipukul kafir
Quraisy tetapi masih bertanyakan Rasulullah SAW apabila tersedar daripada pengsan. Ini
menunjukkan kasih dan cintanya kepada Rasulullah SAW melebihi dirinya sendiri.
Masyarakat Islam juga adalah masyarakat yang teguh serta sanggup menggadaikan nyawa
demi keyakinan terhadap Allah dan rasul seperti keluarga Yasir dan Sumayyah yang meningga
dunia di tangan musuh serta keteguhan Bilal bin Rabah mempertahankan akidahnya walaupun
disiksa...oleh Abu...Jahal.

Masyarakat Islam berteraskan akidah telah dimodelkan oleh para sahabat baginda SAW yang
mula – mula memeluk Islam. Mereka sanggup dimusuhi saudara kerana memilih Islam,
mereka memilih untuk hidup melarat dan miskin serta berjuang harta dan nyawa demi Islam,
pasukan Muhajirin sanggup meninggalkan kampung halaman serta keluarga yang dicintai
termasuk Zainab, Puteri sulung Rasulullah SAW. Beliau tinggalkan suaminya Abu Al- Ash
yang masih musyrik kerana menyahut seruan Allah membuka tapak baru di Madinah.

Masyarakat berteraskan akidah yang benar hanya akan menggunakan al-Quran dan sunnah

25
sebagai panduan hidup. Selain keduanya, mereka akan menolak. Bahkan prinsip akidah Islam
yang tegas tidak akan membenarkan umatnya bertoleransi dengan agama lain apatah lagi
merayakan hari-hari kebesaran mereka. Kisah-kisah pejuang Islam sepanjang zaman yang
teguh mempertahankan akidah boleh menjadi tauladan kepada umat Islam sekarang seperti
perjuangan Badiuzzaman Sa’id Nursi, Hassan al-Banna, Syed Qutb, Tok Kenali dan lain-lain.

Masyarakat Yang Benar

Kesan daripada akidah Tauhid yang mendokongi iman adalah ibadah, amal, akhlak dan sikap
yang ikhlas dan benar. Dr Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya Akhlak Muslim menjelaskan
bahawa sifat benar hanya terdapat pada orang mukmin. Firman Allah Taala bermaksud

‘Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan jadilah kamu bersama
orang-orang yang benar’ Surah at-Taubah;119”

Allah juga menyebut dalam surah al-Ahzab ayat 35 tentang sifat orang beriman bermaksud; ‘
Lelaki-lelaki yang benar dan perempuan-perempuan yang benar.’

Sebaliknya, mereka yang beriman tetapi tidak berkelakuan as-Siddiq atau benar, Allah
menyifatkan mereka sebagai al-mukazzibin (penipu). Sifat penipu atau tidak amanah termasuk
sebagai sifat munafik. Dalam surah as-Soff menyebutkan; Wahai orang-orang yang beriman
mengapa kamu mengata sesuatu yang tidak kamu laksanakan? Perbuatan tidak amanah sangat
besar dosanya ...di sisi...Allah.

Daripada diri mukmin yang benar dan bersih, akan melahirkan keluarga dan ahli masyarakat
yang baik. Tauladan ini boleh diambil daripada kisah-kisah para solihin yang telah melahirkan
generasi gemilang kerana mengamalkan Islam (bersih) dalam kehidupan. Contohnya,
Maryam, ibu Nabi Isa AS. Seorang wanita yang suci dan bersih dan mengabdikan diri kepada
Allah SWT. Keturunan seorang soleh bernama Imron, anak saudara Zakaria dan Yahya AS.
Daripada generasi anbiyai ini lahirlah Nabi Isa AS. Kisah para ulama masa kini, ibubapa
mereka adalah orang-orang yang benar dan bersih. Contoh lain, kisah Badiuzzaman Sa’id
Nursi, bapanya seorang yang warak dan hanya memberi makanan yang halal kepada anak-
anak termasuk binatang ternakannya juga dipastikan makan rumput yang halal. Manakala Ibu

26
Sa’id Nursi hanya menyusukan anak-anaknya dalam keadaan bersih dan berwudhuk . Begitu
juga para imam seperti Imam Syafie, Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ghazali, semuanya lahir
daripada kehidupan yang mengamalkan kebenaran Islam.

Masyarakat Islam juga benar dalam tindakan, percakapan dan pemikiran. Hanya bercakap
perkara-perkara yang baik dan benar. Tidak berlaku zalim seperti mengamalkan rasuah,
memakan harta anak yatim, mengabaikan tanggungjawab dan 1001 perkara yang bertentangan
dengan kebenaran.

Hadis Rasulullah SAW bermaksud; Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi
daripadanya. Justeru, masyarakat Islam yang mengambil siri tauladan Islam bermakna
menjadikan kebenaran sebagai rujukan kehidupannya. Manakala selainnya adalah kesesatan.

Masyarakat yang dikukuhkan dengan persaudaran (ukhwah)

Allah SWT menciptakan manusia daripada tubuh yang satu iaitu Nabi Adam AS. Justeru,
percaturan fitrah manusia seperti bentuk fizikal, naluri dan perasaan, kecenderungan adalah
sama sahaja. Malah, Allah telah berfirman yang bermaksud Allah tidak menilai seseorang itu
berdasarkan keturunan, bangsa, warna kulit tetapi hanya sifat taqwa. Justeru, kebersamaan
itulah yang mengikat manusia untuk tunduk kepada Allah SWT sebagai Pencipta dan Tuhan
sekalian alam.

Sesiapa yang beriman kepada Allah SWT maka ia telah disatukan dalam persaudaraan Islam.
Malah baginda SAW pernah mengatakan bahawa orang-orang beriman itu ibarat satu tubuh,
jika salah satu anggotanya sakit maka sakitlah seluruh tubuh. Tauladan dipetik daripada
peristiwa hijrah yang telah menyatukan kaum Muhajirin dan Ansar di Madinah. Umat Islam
di zaman Rasulullah SAW bersatu mempertahankan akidah. Berkongsi pemilikan harta
bahkan jiwa demi memuliakan anjuran ukhwah.

Misalnya, kisah di Medan Uhud menyaksikan tentera Islam berkorban untuk sahabat-sahabat
mereka minuman. Masing-masing menolak kerana mendahulukan sahabat. Akhirnya, semua
mereka mati syahid. Ini bertepatan dengan sabda Rasulullah SAW yang bermaksud; Tidak
masuk syurga seseorang yang membiarkan saudaranya lapar walaupun dia seorang ahli

27
ibadah.

Punca kekuatan Islam boleh tersebar ke pelusuk dunia timur dan barat adalah kesatuan diri
dan akidah. Umat Islam sujud pada kiblat yang sama, menikmati al-Quran dan Sunnah
(panduan hidup) yang sama serta rasa cinta kepada Allah dan rasul yang sama Apabila
kesatuan itu pecah, maka hancurlah kekuatan Islam, ini boleh diiktibari daripada sejarah
khalifah Islam. Tatkala umat Islam berpecah kepada firqoh (kumpulan) fahaman seperti Syiah,
Ahl Sunnah, Khawarij dan Muktazilah, musuh terutama orang munafik dan Yahudi senang
melaga-lagakan sehingga tercetusnya peperangan yang mengorbankan ramai pemimpin Islam
seperti Saidina Ali RA, Saidina Uthman RA, Saidina Hussien RA dan ramai lagi. Begitu juga
apa yang berlaku saat keruntuhan Khalifah Uthmaniyyah di Turki. Sultan Abdul Hamid II
telah diselewengkan oleh orang-orang kanannya mengakibatkan sistem khalifah Islam hancur
digantikan sistem sekular yang mengharamkan agama.

Kini, apabila kuasa barat Eropah menakluk sebahagian dunia, mereka telah memisahkan
negara-negara Islam kepada negara dan bangsa melalui dasar pecah dan perintah. Oleh itu,
wujudlah jurang perbezaan berdasarkan geografi, bahasa, warna kulit walaupun masing-
masing adalah Muslim. Malang lagi, semua mereka disatukan dengan penonjolan budaya barat
(hegemoni) yang jauh bertentangan dengan Islam. Oleh itu, umat Islam tidak lagi berasa
sensitive kepada keadaan yang berlaku di negara Islam lain kerana sikap taksub terhadap
bangsa dan negara sendiri.

Jelaslah bahwa, apabila rasa ukhwah hilang dari jiwa umat Islam, maka mereka menjadi umat
yang lemah, mundur, kecewa dan pesimis terhadap saudaranya sendiri.

Masyarakat...Yang...mementingkan...ilmu...pengetahuan

Ilmu adalah perkara pertama yang diajarkan Allah SWT kepada Nabi Adam AS. Firman Allah
SWT dalam surah al-Baqarah:31 bermaksud: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
benda seluruhnya. Daripada ayat yang berikutnya, Nabi Adam AS telah mengajarkan pula
kepada malaikat (al-Baqarah: 33). Ini membuktikan Allah SWT menaikkan taraf manusia
berbanding para makluk lain termasuk malaikat hanya dengan akal fikiran yakni ilmu

28
pengetahuan. Bahkan ketika Rasulullah SAW diangkat menjadi nabi, wahyu pertama yang
diberikan kepada baginda SAW adalah Iqra iaitu membaca. Malaikat Jibril AS sendiri yang
menjadi guru kepada Rasulullah SAW.

Manusia, secara umumnya menjadi kuat apabila menguasai ilmu pengetahuan. Tamadun-
tamadun awal manusia iaitu Yunani, Rom, Parsi, Cina dan India masyhur kerana penguasaan
ilmu pengetahuan meliputi falsafah, teknologi dan kemahiran. Bangsa Rom menjadi hebat
kerana pengetahuan mereka terhadap ilmu binaan, bangsa Parsi terkenal dengan kecerdikan
mereka di medan peperangan, bangsa Cina agung dengan budaya perniagaan, perubatan dan
teknologi (kertas), bangsa Yunani dan India pula terkenal dengan falsafah. Justeru, kala Allah
SWT memunculkan Islam, maka seiring itu jugalah Dia membentangkan ilmu pengetahuan
yang berlunaskan syariat yang semuanya terkandung dalam al-Quran dan Sunnah.

Peradaban Islam pasca negara Islam Madinah menyaksikan umat Islam paling unggul apatah
lagi ketika itu, bangsa Eropah mengalami zaman gelap. Ketika itu lahirlah tokoh-tokoh
pemikir dan ilmuan Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ibnu Baitutah, Ibnu Kathir dan
ramai lagi termasuk empat imam fikah iaitu Imam Malik, Imam Syafie, Imam Abu Hanifah
dan Imam Hanbali. Bahkan, ilmu-ilmu Islam sentiasa berkoleborasi dengan zaman sehingga
ia tidak pernah berhenti memartabatkan manusia.

Justeru, umat Islam adalah umat yang paling unggul sekiranya mereka memahami martabat
ilmu. Sebaliknya, jika mereka tidak menguasi ilmu, mereka menjadi umat yang mundur,
lemah, dan menjadi mangsa keadaan. Ia sangat bertentangan dengan apa yang dialami oleh
umat Islam di era Rasulullah SAW, para sahabat dan tabiin.

Contoh-contoh keruntuhan umat Islam akibat tidak menguasai ilmu pengetahuan boleh dilihat
pada masa kini. Umat Islam lebih banyak menjadi pengguna daripada pengeluar, lebih ramai
menjadi hamba daripada tuan, lebih rela menjadi pengikut dan pelaksana daripada ketua dan
pengusaha. Jika keadaan ini berterusan, adalah mustahil masyarakat Islam boleh bangkit
menegakkan kemasyuran tamadun Islam sebelumnya.

Perbezaan di antara orang yang berilmu dengan orang jahil itu amat ketara. Ini telah
disebutkan di dalam al-Quran.Firman Allah Taala bermaksud;
Adakah sama orang-orang yang mengetahui-ilmu- dan orang-orang yang tidak mengetahui-

29
jahil’- Surah az-Zumar; 39

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang bertoleransi

Salah satu ciri Islam adalah memudahkan umatnya. Sabda Rasulullah SAW: bermaksud;
Sesungguhnya...agama...itu...mudah.

Mudah yang dimaksudkan ialah Islam melorongkan hak yang boleh memenuhi fitrah
kemanusiaan manusia. Contohnya, Islam membenarkan perkahwinan di antara lelaki dan
wanita dengat syarat yang mudah, Islam membenarkan umatnya menjadi kaya dengan jalan
usaha yang benar. Islam memudahkan umatnya yang bermusafir bahkan seluruh hukum Islam
(yang tidak berkait dengan akidah) boleh disesuaikan mengikut keadaan zaman dan
persekitaran.

Hari ini, apabila negara-negara Islam diserapi pengaruh penjajahan terutama Barat (Eropah)
dan berlangsung lebih daripada 500 tahun, Islam masih kukuh dan meresapi jiwa penganutnya
sehingga di abad 21, Islam menjadi satu tamadun yang paling ampuh melawan tamadun Barat
yang mulai dihakis kerosakan. Malahan, umat barat mulai takut dengan budaya Islam yang
mula menyerapi warga Eropah hingga menyingkirkan budaya sekular yang menjadi pegangan
barat. Misalnya, di Belanda, filem Fitna yang dihasilkan bagi tujuan memburukkan Islam
dengan mengaitkan keganasan kepada Islam adalah interpretasi daripada kebimbangan
mereka terhadap asakan pengaruh Islam.

Justeru, umat Islam tidak boleh lagi bersikap statik dengan hanya selesa pada kebudayaan
yang ada. Sebaliknya, cuba memahami Islam dalam sudut yang luas dan syumul. Hafiz
Firdaus, seorang intelektual Islam di Malaysia menggagaskan supaya umat Islam melihat
Islam seperti menaiki sebuah kapal terbang. Di tempat yang tinggi, kita dapat melihat bucu-
bucu Islam dari berbagai sisi.

Keadaan umat Islam di negara Eropah tidak sama dengan keadaan umat Islam di Timur
Tengah atau Asia dan Eropah. Perbezaan budaya dan cara berfikir di kalangan umat Islam
yang dipisahkan dalam kala geografi ini tidak menjadikan Islam itu berpecah-pecah tetapi
lebih uniknya, ia bertoleransi dan melambangkan keistimewaan Islam yang meraikan semua

30
budaya dan bangsa.

SIFAT ORANG MUKMIN DALAM SURAH AL-MUKMINUN

Allah SWT telah menyebut dengan khusus keistimewaan sifat orang Mukmin yang
meletakkan mereka di martabat yang mulia dan beruntung dalam surah al-Mukminun ayat 1-
10 yaitu;

1. Orang yang khusyuk dalam solat


2. Orang yang menjauhkan diri daripada perbuatan yang tidak berguna (maksiat dan
lagho)
3. Orang yang menunaikan zakat
4. Orang yang menjaga...kemaluannya...kecuali...kepada...isteri
5. Orang yang memelihara...amanah,...janji...dan...tanggungjawabnya
6. Orang yang menjaga...sembahyang

31
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Hari ini umat Islam berhadapan dengan arus globalisasi yang mencerap ke seluruh dunia
Islam timur dan barat. Tidak ada kaedah yang dapat menghalang ombak kemasukannya.
Oleh itu, umat Islam mempunyai beberapa pilihan untuk menangani fenomena ini antaranya
ialah dengan bersikap dingin terhadap pengaruh global. Kelompok ini boleh melarikan diri
ke suatu penjuru yang asing daripada dunia semasa serta mempraktikkan cara Islam yang
tradisional, mandiri dan terpinggir daripada masyarakat. Kaedah sebaliknya adalah menjadi
seorang yang terbuka untuk menerima pengaruh global dan memperagakan budaya barat
sebagai norma baharu yang diakui dunia. Walaubagaimanapun, kaedah ini akan sedikit
sebanyak menyinggungkan keabsahan Islam yang diketahu amat berbeza daripada fahaman
barat –sekular-.

Namun, cara yang paling baik adalah bersikap seorang reformis yang tidak terburu-buru
untuk menolak atau menerima pengaruh global. Malahan, cuba menyesuaikan sumber
wahyu dan keunggulan akal bagi berinteraksi dengan globalisasi. Sewajarnya, masyarakat
Muslim yang mempunyai asas dan sifat yang digariskan ini tidak akan rapuh dengan apa jua
serangan ideologi semasa.

Berbekalkan keyakinan, ketundukan, kefahaman, kepercayaan dan keutuhan pada dasar


Islam; al-Quran dan Sunnah, masyarakat Islam akan menjadi lebih padu kepada dunia yang
rosak. Mereka bahkan adalah rujukan dan pedoman kepada bangsa-bangsa musyrikin yang
kosong kerohaniannya.

32

Anda mungkin juga menyukai