Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Disusun Oleh :
1. Dila Olivia
2. Maya Puspitasari
3. Yola Ersi Herdia
4. Resti Robiah
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul
“Pernikahan Dalam Agama Islam”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
Pendidikan Agama dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam
semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya,
dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah PAI yang berjudul Makalah Pernikahan ini. Dan kami juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan
serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah
Pernikahan ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT,
dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Pernikahan ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..
A. Latar belakang………..………………………………………………
B. Rumusan masalah……………………………………………………
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………
A. Dasar Hukum Pernikahan…………………………………………….
B. Proses Sebelumnya Pernikahan………………………………………
C. Pengertian Pernikahan………………………………………………..
D. Pengertian Pernikahan Menurut Para Ulama…………………………
E. Syarat Sah Pernikahan..………………………………………………
F. Tujuan Dan Manfaat Pernikahan……………………………………..
G. Rukun Nikah Dalam Islam……………………………………………
H. Tata Cara Pernikahan…………………………………………………
I. Hukum Pernikahan……………………………………………………
J. Hikmah Pernikahan…………………………………………………..
BAB III PENUTUP………………………………………………..………..
A. Kesimpulan……………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu.
Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang
mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan
oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesuai
peraturan yang diwajibkan oleh Islam.
Dalam ilmu pengetahuan, perkawinan memiliki multi dimensi
diantaranya dimensi sosiologis dan psikologis. Secara sosiologis
perkawinan merupakan cara untuk melangsungkan kehidupan umat
manusia di muka bumi, karena tanpa adanya regenerasi, populasi manusia
di bumi ini akan punah. Sedangkan secara psikologis dengan adanya
perkawinan, kedua insan suami dan isteri yang semula merupakan orang
lain kemudian menjadi satu. Mereka saling memiliki, saling menjaga,
saling membutuhkan, dan tentu saja saling mencintai dan saling
menyayangi, sehingga terwujud keluarga yang harmonis.
Pernikahan menurut syariat Islam, mempunyai beberapa aspek,
diantaranya aspek ibadah, hukum dan sosial. Dari aspek ibadah,
melaksanakan pernikahan berarti melaksanakan sebagian dari ibadah,
yang berarti pula menyempurnakan sebagian dari agama. Dari aspek
hukum, pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam merupakan suatu
perjanjian yang kuat, yang di dalamnya mengandung suatu komitmen
bersama dan menuntut adanya penunaian hak dan kewajiban bagi
keduanya. Sementara dari aspek sosial, pernikahan bertujuan membentuk
keluarga yang diliputi rasa saling cinta dan rasa kasih sayang anggota
keluarga, yang pada gilirannya terwujud sebuah komunitas masyarakat
yang marhamah, di bawah naungan Allah Swt yang baldatun tayyibatun
warabbun ghafur.
Tujuan menikah dalam Islam memiliki arti begitu dalam bagi Allah
SWT dan Nabi-Nya. Sebuah pernikahan bukan hanya menyatukan dua
hati dan menyangkut suatu kesatuan yang luhur dalam berumah tangga
saja. Melainkan ada tujuan menikah dalam Islam yang seharusnya
dipahami orang muslim.

B. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa Hukum Pernikahan Dalam Islam?
2. Bagaimana Proses Sebelumnya Pernikahan?
3. Apa Pengertian Pernikahan?
4. Apa Saja Pengertian Pernikahan Menurut Para Ulama?
5. Apa Saja Rukun dan Syarat-Syarat Pernikahan?
6. Apa Tujuan Pernikahan?
7. Apa Saja Tata Cara Pernikahan?
8. Apa saja hikmah pernikahan?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dasar hukum pernikahan.
2. Untuk mengetahui pengertian dari pernikahan.
3. Untuk mengetahui tujuan dan hikmah pernikahan.
4. Untuk mengetahui syarat dan rukun pernikahan
5. Untuk mengetahui tata cara pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Pernikahan


Dasar disyariatkannya perkawinan terdapat firman Allah dalam Al-
Qur’an, diantaranya Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
َ ِ‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َوا جًا لِّتَ ْس ُكنُ ۤوْ ا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗ اِ َّن فِ ْي ٰذل‬
ٰ ‫ك اَل‬ َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖۤه اَ ْن َخل‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬
ٍ ‫ٰي‬
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir." (QS. Ar-Rum 30: Ayat 21)
Berdasarkan ayat diatas, bahwa perkawinan memang mempunyai dasar
hukum yang bersumber dari firman Allah SWT yaitu Al-qur’an dan
Hadis Nabi Muhammad SAW, jelas bahwa Islam mensyariatkan adanya
perkawinan yang diriwayatkan dari Abdullah ibn Mas’ud RA yang
berbunyi:
“Dari Abdullah Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah telah bersabda kepada
kami; Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu
menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan
pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa dapat menekan
hawa nafsu” (Muttafaqun ‘Alaih)
Sebagai umat yang menjalankan perintah Allah dan Rasulnya, maka
menurut adanya kepatuhan, rasa cinta dan keimanan kepada Allah dan
Rasulnya.
B. Proses Sebelumnya Pernikahan
1. Ta'aruf ( Mengenal )
Ta’aruf antar lawan jenis merupakan sebuah proses perkenalan antara
dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangka tahap pencarian
kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan
pernikahan. Hal tersebut dilakukan untuk menemukan kecocokan antara
kedua individu, sebelum menuju kepada tahapan selanjutnya, yaitu
khitbah (lamaran).
Taaruf hukumnya adalah diperbolehkan, selama berada dalam tata cara
yang sesuai dengan syariat dalam agama Islam. Latar belakang dari
adanya proses taaruf, yaitu untuk memudahkan pihak lelaki dan
perempuan terutama yang sudah mampu menikah supaya saling
mengetahui atau mengenal adanya kecocokan antara kedua belah pihak
melalui media yang diperbolehkan menurut Islam.
Untuk menuju ke jenjang suatu perkawinan di dalam Islam dikenal
proses ta'aruf (mengenal) dan khitbah (peminangan). Dalam Agama Islam
sebelum dilangsungkannya perkawinan adanya proses ta'aruf dan khitbah
dapat memberikan suatu solusi tersendiri bagi masyarakat. Sebuah upaya
pencegahan apabila dikemudian hari terjadinya pembatalan perkawinan,
erat kaitannya dengan pemenuhan syarat dan rukun perkawinan.
Mengingat banyak sekali kasus pembatalan perkawinan yang beralasan
kesalahpahaman. Alasan-alasan pembatalan perkawinan yang sering kali
diajukan di pengadilan mengenai salah sangka antara kedua belah pihak
dikarenakan kurang mengenalnya antar calon mempelai sehingga tidak
terpenuhinya syarat-syarat perkawinan.
Jadi intinya, bahwa dilaksanakannya ta'aruf adalah untuk menghindari
terjadinya pembatalan perkawinan. Jika dilaksanakan ta'aruf terlebih
dahulu pihak lelaki maupun perempuan akan saling mengetahui identitas,
latar belakang nya bagaimana, status masing-masing, dan lainnya.
2. Khitbah ( Peminangan )
Kata Khitbah adalah bahasa Arab yang secara sederhana diartikan
sebagai penyampaian kehendak untuk melangsungkan ikatan perkawinan.
Meminang, maksudnya seorang laki-laki meminta kepada seorang
perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang sudah umum
berlaku di tengah-tengah masyarakat. Meminang termasuk usaha
pendahuluan dalam rangka perkawinan. Allah SWT menggariskan agar
masing-masing pasangan yang mau kawin, lebih dulu saling mengenal
sebelum dilakukan aqad nikahnya. sehingga pelaksanaan perkawinannya
nanti benar-benar berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas.
Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili. Khitbah berarti menyampaikan
keinginan untuk menikah dengan seorang perempuan tertentu, dengan
memberitahukan hal itu kepada perempuan tersebut atau keluarga atau
walinya.

C. Pengertian Pernikahan
Pernikahan merupakan jalinan yang sakral. Untuk itu, syariat
membahas tentang perkawinan dengan rinci menurut pandangan Islam.
Secara bahasa, 'nikah' dalam buku Menikah untuk Bahagia oleh Gus
Arifin, berasal dari kata 'an-nikah' yang semakna dengan 'tazawwaja'
artinya mengawini, menikahi, atau melaksanakan akad. Nikah juga
dimaknai 'al-wath'u' yang berarti bersetubuh atau berhubungan seksual.
Adapun, pengertian nikah berdasar istilah syariat adalah perjanjian
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk menghalalkan istimta'
(hubungan badan) antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahramnya.
D. Pengertian Pernikahan Menurut Para Ulama
Pengertian pernikahan dalam Islam ini kemudian lebih diperjelas oleh beberapa ahli
ulama yang biasa dikenal dengan empat mazhab fiqih, yaitu:
1. Imam Maliki
Menurut Imam Maliki, pernikahan adalah sebuah akad yang kemudian
menjadikan hubungan seksual seorang perempuan yang bukan mahram, budak
serta majusi menjadi halal dengan shighat.
2. Imam Hanafi
Menurut Imam Hanafi pernikahan adalah seseorang memperoleh hak untuk
melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan. Dalam hal ini,
perempuan yang dimaksud ialah seseorang yang hukumnya tak ada halangan
sesuai dengan syar’i untuk dinikahi.
3. Imam Syafi’i
Menurut Imam Syafi'i, pernikahan adalah akad yang membolehkan hubungan
seksual dengan lafadz nikah, tazwij ataupun lafadz lain dengan makna serupa.
4. Imam Hambali
Menurut Imam Hambali, pernikahan merupakan proses terjadinya akad
perkawinan. Nantinya, akan memperoleh suatu pengakuan dalam lafadz nikah
ataupun kata lain yang memiliki sinonim.
Pada dasarnya, semua pengertian pernikahan yang telah disampaikan oleh keempat
imam tersebut memiliki kandungan makna yang hampir sama. Adapun kesamaan
yang dimaksud adalah mengubah hubungan di antara laki-laki serta perempuan yang
sebelumnya tidak halal menjadi halal dengan akad atau sighat.
E. Syarat Sah Pernikahan
1. Calon Pengantin Beragama Islam
Syarat sah pernikahan pertama adalah calon pengantin, baik itu laki-laki
atau perempuan harus beragama Islam. Apabila salah satu calon mempelai
belum beragama Islam, maka pernikahan tidak akan sah. Oleh sebab itu, jika
salah satu calon mempelai belum beragama Islam, ia harus beragama Islam
terlebih dahulu.
2. Mengetahui Wali Akad Nikah Bagi Perempuan
Wali akad dalam proses pernikahan ini harus ada karena jika berarti
pernikahan menjadi tidak sah. Dalam agama Islam, untuk memilih wali sudah
ada aturannya, sehingga tidak boleh sembarangan memilih wali akad nikah.
Ayah kandung adalah wali nikah utama bagi mempelai perempuan. Jika, ayah
kandung dari perempuan sudah meninggal dunia, maka calon pengantin
perempuan dapat diwalikan oleh kakek, saudara laki-laki seayah seibu, ,
paman, dan seterusnya yang sesuai dengan urutan nasab.
Wali akad nikah tidak boleh seoang perempuan dan harus seorang laki-laki.
Hal ini sesuai dengan hadist:
"Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW bahwa
perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap perempuan
dan tidak boleh menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu
Majah).
Apabila dari keturunan nasab tidak ada yang bisa menjadi wali, maka bisa
digantikan dengan wali hakim sebagai syarat sah pernikahan.
3. Bukan Mahram
Pernikahan akan dinyatakan tidak sah, jika kedua mempelai merupakan
mahram. Dengan kata lain, pernikahan dapat dilakukan dengan bukan
mahram. Dalam hal ini, bukan mahram merupakan tanda bahwa pernikahan
dapat dilakukan karena tidak ada penghalangya.
Selain itu, bagi calon mempelai harus mencari jejak dari pasangannya, apakah
semasa kecil diberikan oleh ASI dari ibu yang sama atau tidak. Jika, diberikan
oleh ASI dari ibu yang sama maka hal itu termasuk ke dalam mahram,
sehingga pernikahan tidak bisa dilakukan.
4. Sedang Tidak Melakukan Ibadah Haji atau Ihram
Para ulama melarang jika sedang melaksanakan ibadah haji atau ihram
untuk melakukan pernikahan. Para ulama menyatakan hal ini berdasarkan
seorang ulama bermazhab Syafi’I yang terkandung di dalam kitab Fathul
Qarib al-Mujib. Di dalam kitab itu disebut bahwa salah satu larangan haji
adalah tidak boleh melaksanakan akad nikah atau wali dalam pernikahan:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang ketika ihram) yaitu akad
nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya
maupun bagi orang lain (menjadi wali).”
Selain itu, pernikahan tidak boleh dilakukan saat sedang melaksanakan haji
juga terdapat di hadist Bukhari:
"Rasulullah bersabda bahwa seorang yang sedang ber-ihram tidak boleh
menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah."
5. Dilakukan Atas Dasar Cinta bukan Karena Paksaan
Terjadinya pernikahan harus didasari atas dasar cinta bukan atas dasar
paksaan. Apabila pernikahan terjadi karena adanya paksaan, maka pernikahan
itu bisa saja dinyatakan tidak sah. Dengan kata lain, suatu proses pernikahan
harus berdasarkan keinginan dari calon pengantin laki-laki atau calon
pengantin perempuan.

F. Tujuan dan Manfaat Pernikahan


➢ Tujuan Pernikahan Salah Satunya Melaksanakan Perintah Allah
Dalam Islam, tujuan pertama atau tujuan utama dari pernikahan adalah
melaksanakan perintah Allah. Dengan melaksanakan perintah Allah, maka
umat Muslim akan mendapatkan pahala sekaligus kebahagiaan. Kebahagiaan
ini menyangkut semua hal termasuk rezeki, sehingga bagi Umat Muslim yang
sudah menikah tak perlu khawatir tentang rezeki. Tujuan pernikahan untuk
melaksanakan perintah Allah terkandung di dalam Al-Quran Surah
An-NurAl-Qur.
➢ Menurut Imam Al-Ghazali manfaat pernikahan itu di antaranya mendapatkan
anak sholeh, meredam syahwat, mengatur rumah, memperbanyak anggota
keluarga dan memperoleh pahala berjuang menafkahi mereka.
G. Rukun Nikah Dalam Islam
Di dalam Islam, rukun pernikahan terdiri dari 5, yaitu:
➢ Adanya Calon Pengantin
➢ Adanya Wali
➢ Dihadiri Dua Orang Saksi
➢ Diucapkan Ijab
➢ Diucapkan Qabul dari pengantin Laki-Laki.

H. Tata Cara Pernikahan


1. Khitbah (Meminang)
Jika ada seorang muslim yang akan melangsungkan pernikahan tentu perlu
mengisyaratkan untuk khitbah atau meminang terlebih dahulu. Selain itu, dalam
islam juga melarang meminang perempuan yang sudah dipinang oleh orang lain.
2. Akad Nikah
Sebelum melakukan akad nikah perlu untuk diadakan khutbah terlebih dahulu,
atau sering disebut sebagau khutbatun nikah. Beberapa syarat satu ini harus
dipenuhi dalam akad yaitu adanya keberadaan kedua calon mempelai, ijab qabul,
mahar, wali, dan para saksi.
3. Walimah
Walimatul ‘ursy memiliki hukum yang wajib dan baiknya untuk dilakukan
sesederhana mungkin. Selain itu pada walimah ini ada baiknya untuk mengundang
orang yang membutuhkan dibandingkan oleh orang mampu lainnya.

I. Hukum Pernikahan
1. Wajib menikah
Hukum nikah yang pertama adalah wajib. Kewajiban nikah diperuntukkan bagi
orang yang memiliki kemampuan untuk menikah dan punya keinginan kuat untuk
menyalurkan gairah seksualnya (tidak bisa ditahan-tahan lagi) sehingga
dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam kemaksiatan. Kemampuan menikah
maksudnya mampu untuk memberikan nafkah, yang terdiri dari mahar, sandang,
pangan dan papan. Jika seseorang berada pada posisi ini, maka ia wajib menikah
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Sunah menikah
Hukum nikah yang kedua adalah sunah. Kesunahan nikah diperuntukkan bagi
orang yang memiliki kemampuan untuk menikah, mau, dan punya keinginan
untuk menyalurkan gairah seksualitas, namun tidak sampai pada taraf
dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam kemaksiatan. Jika seseorang berada pada
posisi ini, maka ia disunahkan untuk segera menikah
3. Lebih baik ditinggalkan
Hukum nikah yang ketiga adalah lebih baik ditinggalkan. Hukum ini berlaku
bagi orang yang berkeinginan untuk menyalurkan gairah seksualitas namun tidak
memiliki kemampuan untuk menafkahi. Orang yang berada pada posisi ini
sebaiknya menunda keinginan menikah hingga ia mampu. Adapun gairah
seksualitasnya bisa dikurangi dengan berpuasa atau berolahraga dengan rutin.
4. Makruh menikah
Yang keempat adalah makruh. Hukum ini berlaku bagi seseorang yang memang
tidak menginginkan nikah, entah karena perwatakannya demikian, ataupun karena
suatu penyakit. Pada saat yang sama, ia juga tidak memiliki kemampuan untuk
menafkahi istri dan keluarganya. Jika dipaksakan menikah, dikhawatirkan ia tidak
dapat menunaikan hak dan kewajibannya dalam pernikahan atau bahkan malah
dapat merugikan pasangannya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Haram menikah
Yang kelima adalah haram. Keharaman nikah berlaku bagi orang yang menikah
dengan tujuan menyakiti atau tujuan-tujuan lain yang melanggar ketentuan agama.
Misalnya, jika ada orang yang berkeinginan kuat (berniat) untuk menyakiti dan
menyiksa pasangan dalam pernikahan, maka ia diharamkan untuk menikah
J. Hikmah pernikahan
Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi Tuntutan Fitrah
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan rasa tertarik kepada lawan
jenisnya. Laki-laki tertarik dengan wanita, begitu pun sebaliknya. Ketertarikan
ini merupakan fitrah yang telah Allah tetapkan kepada manusia. Oleh karena
itu, pernikahan disyari’atkan dalam Islam dengan tujuan memenuhi fitrah
tersebut. Islam tidak menghalangi dan menutupi keinginan ini, bahkan
melarang kehidupan umat Muslim yang menolak pernikahan ataupun
bertahallul (membujang)
2. Menghindari Perusakan Moral
Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya
adalah fitrah untuk berhubungan seksual. Namun, fitrah ini akan berakibat
negatif jika tidak diberi batasan yang dibenarkan dalam syariat. Nafsunya akan
berusaha untuk memenuhi fitrah tersebut dengan berbagai cara yang dilarang
agama. Hal ini bisa menimbulkan perusakan moral dan perilaku menyimpang
lainnya seperti perzinaan, kumpul kebo, dan lain-lain.
3. Mewujudkan Ketenangan Jiwa
Salah satu hikmah pernikahan yang terpenting adalah ketenangan jiwa
karena terciptanya perasaan-perasaan cinta dan kasih. Dengan melakukan
perkawinan, manusia akan mendapatkan kepuasan jasmaniah dan rohaniah
berupa kasih sayang, ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup.
4. Menyambung Keturunan
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, beriman dan
bertakwa. Anak yang cerdas secara emosional dan intelektual juga dibutuhkan
untuk melanjutkan syiar agama yang dibawa orangtuanya.Dengan menikah,
semua hal itu dapat terwujud. Sehingga keturunan dan generasi Islam yang
unggul pun dapat terus ada dan berkelanjutan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ta'aruf dalam Al-Qur'an maksudnya adalah saling mengenal kepribadian.
latarbelakang sosial, budaya, pendidikan, keluarga, maupun agama. Ta'aruf yang
paling didahulukan atas yang lainnya adalah agama. Karena hanya agama lah
yang akan mampu melanggengkan perkawinan. Sementara kekayaan, keturunan,
kedudukan dan ketampanan akan pudar dan suatu saat akan hilang. Adapun
khitbah dalam Al-Qur'an, itu dilakukan setelah calon suami isteri sudah
merasakan adanya kecocokan melalui proses ta'aruf.
Khitbah (peminangan) bisa disampaikan dengan sindiran atau dengan ungkapan
yang jelas, Khitbah disampaikan secara sindiran kepada janda yang masih dalam
masa iddah, jika sudah habis masa iddah maka dapat disampaikan secara
terang-terangan. Khusus untuk wanita yang masih perawan tidak ada tuntutan
dalam al-Qur'an untuk menyampaikan secara sindiran. Berdasarkan hal tersebut
dapat dipahami berarti jika wanita itu perawan maka boleh melakukan khitbah
secara terang-terangan. Namun setelah Khitbah dilaksanakan, syari'at tetap tidak
membolehkan berkhalwat tanpa disertai orang lain atau mahram.
Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci
yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan
menjadi hubungan yang halal. Mereka akan mengikat janji untuk menyatakan
bahwa sudah siap untuk membangun rumah tangga.

B. Saran
1. Dengan adanya pernikahan diharapkan dapat membentuk keluarga yang
sakinah mawaddah, dan warahmah dunia dan akhirat.
2. Pernikahan menjadi wadah bagi pendidikan dan pembentukan manusia baru
yang kedepannya di harapkan mempunyai kehidupan dan masa depan yang
lebih baik.
3. Dengan adanya kepala keluarga yang memimpin bahtera rumah tangga
kehidupan diharapkan lebih bermakna suami-suami dan istri-istri di akhir
zaman ini memiliki semangat yang tinggi di jalan Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai