Anda di halaman 1dari 22

10 Materi Kultum Ramadhan

   
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah DAI maka dari itu saya berikut ini saya susun 10
materi kultum Ramadhan. Semoga bermanfaat... Amin.....

KULTUM 1
Hakikat Puasa
Segala puji bagai Allah. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi terakhir, Nabi kita
Muhammad, keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang mengambil petunjuknya hingga hari
kiamat.
Saudaraku Muslim, puasa Ramadhan merupakan salah satu dari lima Rukun Islam, maka
perhatikanlah benar-benar rukun asas ini, agar dosa-dosamu yang lalu benar-benar diampuni.
Perhatian tersebut dalam bentuk:
Puasamu haruslah karena imanmu, bahwa Allah mewajibkan puasa Ramadhan. Allah swt-
telah berfirman:
“…Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu… “ (QS. Al-Baqarah: 185)
Dan sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:
“Datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan berkah, Allah azzawajalla mewajibkan kalian
berpuasa pada bulan itu.”
[HR. Ahmad dan an-Nasai. Hadits sahih]
Mengetahui dengan keyakinan bahwa puasa Ramadhan merupakan salah satu dari lima
fondasi yang Islam dibangun di atasnya. Berimanlah dengan hal itu. Mengetahui pentingnya
puasa, serta kedudukannya dalam agama Islam ini. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-
bersabda dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar -radiallahu’anhu-:
“Islam dibangun atas lima perkara: Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi
selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berhaji ke baitullah (Kakbah) dan puasa Ramadhan.”
[HR. As-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim)]
Yakinilah bahwa pada puasa Ramadhan terdapat kebaikan untukmu, karena yang
mewajibkannya adalah Allah yang mengetahui apa yang terbaik bagi makhluk-Nya.
Sebagaimana firman-Nya -ta’âla-:
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan);
dan Dia Maha Lembut lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14)
Jika berpuasa, harapkanlah pahalanya di sisi Allah. Jangan mencari sesuatu selain pahala
puasamu di sisi Rabb-mu. Jangan termasuk mereka yang berniat puasa agar terjaga dari penyakit,
mengobati sakit yang diderita, ingin mengurangi berat badan atau semata mengurangi hawa
nafsunya tanpa mengharapkan pahala dari Allah. Allah -ta’âla- telah berfirman:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu
tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS. Al-Hûd: 15-16)
Maka itu jadikan puasamu semata-mata karena wajah Allah, negeri akhirat dan tengah menaati
perintah Allah dan rasul-Nya -shalallahu alaihi wasalam- “Aku dengar dan aku taati.”
Jika engkau mengharap pahala puasamu kepada Tuhan-mu, yang tidak mengganjarnya
selain Dia sendiri, itu akan menuntutmu berpuasa sesempurna mungkin dalam menjaga niat
maupun mengharap balasan, jauh dari apa-apa yang merusak puasamu, baik yang membatalkan
maupun yang merusak kesempurnaan pahala. Jadikan pandanganmu tertumpu pada sabda
Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- :
“Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipat.
Allah -azzawajalla- berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku yang akan
mengganjarnya.”
[HR. As-Syaikhân]
Jika engkau berpuasa, wahai saudaraku Muslim, hendaknya yang ada di benak, pikiran
dan hatimu adalah menginginkan wajah Allah semata. Terdorong dengan sabda Rasulullah -
shalallahu alaihi wasalam-:
“(Allah berfirman: ) ‘Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku yang akan
mengganjarnya. Dia meninggalkan hawa nafsu dan makanannya demi aku.”
Jika engkau menjalani puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka engkau akan
mendapatkan pengampunan dosa-dosa (kecil) yang telah lalu dengan keutamaan dan rahmat
Allah. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda dalam hadits Abu Hurairah -
radiallahu’anhu-:
“Siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.”
[HR. As-Syaikhân]
Tetapi engkau harus menghindari dosa-dosa besar. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- telah
bersabda:
“Antara shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa di
antara itu semua, jika dosa besar dapat dihindari.”
[HR. Muslim dan selainnya].
KULTUM 2
Syariat dan Hakikat Shaum
 “Yaa ayyuhal ladziina aamanuu kutiba ‘alaikumush shiyaamu kamaa kutiba ‘alal ladziina min
qablikum la’allakum tattaqquun”, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
(Al Baqarah, 2 : 183)
Seruan ayat di atas khususnya ditujukan hanya bagi orang-orang yang beriman. Ini bermakna
bahwa tidak ada arti apa-apa bagi amal seseorang jika dilakukan tidak berdasar iman. Betapapun
mulianya amal perbuatan seseorang, kalau dilakukan tanpa dasar iman dengan niat semata-mata
ingin mencapai ridha Allah, maka sia-sialah amalnya itu, dia tidak menjadi amal yang shaleh di
hadapan Allah SWT.
Adapun ciri-ciri orang yang beriman cukup banyak dipaparkan dalam Al Qur’an, salah satu di 
antaranya sebagaimana dalam firman-Nya:  “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang
benar” (Al Hujuraat, 49 : 15).
Berkaitan dengan Ramadhan, ada beberapa hadits yang patut kita simak. Di antaranya dalam
sabdanya: “Jika tiba bulan suci Ramadhan maka dibukalah oleh Allah pintu-pintu surga (rahmat
Allah) dan ditutuplah rapat-rapat pintu neraka dan syaitan pun dibelenggu” (HR. Bukhari).
Maknanya, bahwa dalam bulan Ramadhan, Allah SWT memberikan peluang bagi setiap orang
yang mau melaksanakan ibadah dengan Allah membuka selebar-lebarnya jalan masuk syurga
dan seakan-akan tertutuplah baginya untuk masuk pintu neraka Jahannam.
Untuk memudahkan orang-orang memasuki pintu syurga, maka selama bulan Ramadhan Iblis
pun dibelenggu oleh Allah. Mereka tidak diberi kesempatan oleh Allah untuk menggoda manusia
agar manusia lebih mudah lagi menuju syurga. Bila syaitan selama bulan Ramadhan dibelenggu,
maka saat itu pula semoga kita bisa introspeksi diri kita, siapa sebenarnya diri kita ? Karena ada
di antara saudara kita yang melakukan perbuatan maksiat di luar bulan Ramadhan sering pula dia
berdalih menyalahkan syaitan, karena syaitanlah yang menjerumuskannya.
Dalam hadits lain, dari Abu Hurairah ra. berkata: Nabi Saw. bersabda:  “Setiap amal Bani Adam
dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Allah
berfirman: “kecuali shaum, shaum itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan memperhitungkannya”
(HR. Muslim)    Kenapa Allah SWT sampai harus menyatakan, bahwa shaum itu khusus untuk-
Ku ? Padahal semua ibadah yang kita lakukan dalam kehidupan ini semuanya hanya untuk Allah.
Memang, semua ibadah yang kita lakukan adalah untuk Allah, tapi mungkinkah seseorang itu
shalat, berzakat, menunaikan haji dan bersedekah bukan karena Allah? “Sangat mungkin”. Tapi
sangat kecil kemungkinan seseorang itu shaum bukan karena Allah.
Dalam lanjutan haditsnya, lalu Allah SWT menjanjikan bagi seseorang yang bisa mencapai
hakikat shaum, dikatakan bahwa dia akan memperoleh “dua” kebahagiaan atau kenikmatan.
Kenikmatan pertama, dia akan memperoleh kebahagiaan atau kenikmatan saat berbuka.
Kenikmatan ini bisa diperoleh seseorang yang shaum setelah dari terbit fajar hingga terbenam
matahari bisa mengendalikan hawa nafsu dari perbuatan yang tidak diridhai Allah.  Kenikmatan
kedua, orang yang bisa mencapai hakikat shaum dijanjikan Allah di akhirat kelak dia bisa
berjumpa dengan Allah.
Pada ujung hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini dinyatakan bahwa “bau mulut orang
yang sedang shaum itu di sisi Allah lebih wangi daripada minyak kasturi”. Pernyataan Allah
SWT yang seperti ini menunjukkan bahwa setiap orang yang shaum dan shaumnya baik dan
benar sesuai yang dicontohkan Rasulullah Saw, maka semua aspek kehidupannya dihargai oleh
Allah. Dari mulai ucap, sikap dan perilakunya akan bernilai di sisi Allah SWT. Kenapa bisa
disimpulkan demikian ? Karena bau mulut seorang yang sedang shaum saja bernilai.
Dalam hadits lain dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Bukhori, Rasulullah Saw
menyatakan, “Barang siapa yang tidak bisa menahan diri dari ucapan-ucapan yang keji atau
melakukan perbuatan yang keji, maka tidak ada kepentingan bagi Allah dia menahan diri dari
lapar dan dahaga”. Syariat shaum di antaranya adalah menahan diri dari makan dan minum yang
halal, sebab dari yang haram seseorang sudah pasti harus “shaum” (menahan diri) seumur hidup.
Agar seseorang bisa menahan diri dari yang haram seumur hidup, maka dilatihlah ia oleh Allah
selama bulan Ramadhan dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan bershaum dari hak
milik sendiri yang halal. Maka apa artinya shaum dari yang halal, kalau sepanjang hari
melakukan yang haram dengan mengucapkan kata-kata yang keji, misalnya.
Adakah maksud tertentu di balik perintah “Shaum” (menahan diri) untuk menikmati sesuatu
yang halal dari terbit fajar hingga terbenam matahari ? Padahal, yang akan dinikmati itu adalah
milik sendiri yang halal. Maksud dari latihan selama sebulan “Shaum” dari yang halal itu adalah
diharapkan sebelas bulan berikutnya di luar bulan Ramadhan semestinya bisa dan mampu shaum
untuk menahan diri dari yang haram. Inilah sebenarnya hakikat shaum yang dikehendaki oleh
Allah yang jika dipenuhi oleh setiap Mu’min, dipastikan ia akan mencapai derajat termulia di sisi
Allah SWT yakni Muttaqien sebagai buah dari shaumnya (Q.S. Al Baqarah, 2 : 183).
Agar kita mencapai derajat Muttaqien (Q.S. Al Hujuraat, 49 : 13) kita dituntut menunaikan amal
ibadah termasuk di dalamnya ibadah shaum dengan penuh kesungguhan sehingga kita tidak
sampai terancam oleh peringatan Rasulullah Saw yang dalam haditsnya menyatakan, “Alangkah
banyaknya orang yang melakukan ibadah shaum, mereka tidak memperoleh apa-apa dari
shaumnya kecuali lapar dan dahaga” (HR. Ahmad dan Hakim). IniIah yang mesti kita
khawatirkan, bagaimana agar jangan sampai kita masuk golongan mayoritas orang yang shaum
tapi tidak sampai kepada tujuan shaum yang menjadikan kita insan yang muttaqien.
Semoga ibadah Ramadhan kita kali ini dapat mengantarkan kita untuk dapat memenuhi kriteria-
kriteria takwa yang telah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Amin!
Wallahu a’lam bish-shawab

.
KULTUM 3
Menjadikan Shaum tak Sekadar Ritual
.
Ramadhan selalu dinanti hamba-hamba Allah yang beriman. Selama sebulan penuh, insan-insan
beriman dan bertakwa diwajibkan untuk menunaikan ibadah shaum. Shaum Ramadhan bertujuan
untuk mencetak hamba-hamba Allah SWT yang beriman dan bertakwa.
Secara bahasa shaum berarti menahan (imsak). Sedangkan secara istilah shaum berarti menahan
makan, minum, menggauli istri dan segala yang membatalkan puasa, dari terbit fajar hingga
terbenam matahari, dengan niat ibadah.
Psikiater terkemuka di Tanah Air, Prof Dr Dadang Hawari, menegaskan, inti dari shaum adalah
pengendalian diri. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, menambahkan,
shaum bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga. “Yang paling penting adalah
mengendalikan diri dari hal-hal yang dilarang,” tuturnya.
Dengan mampu mengendalikan diri, tutur dia, maka seorang Muslim dapat tercegah dari segala
perbuatan keji dan munkar. Saat ini, kata Dadang, perbuatan keji dan munkar tengah melanda
sebagian besar masyarakat Indonesia. Perbuatan keji dan munkar itu, lanjutnya, berbentuk 5M.
Pertama, madat alias narkotika. Kedua, minuman keras. Ketiga, main judi. Keempat maling
termasuk korupsi. Kelima madon atau main perempuan, prostitusi, pelacuran, dan penyimpangan
seksual lainnya. “Kalau shaum benar-benar dilaksanakan dengan baik, maka seorang Muslim
akan anti terhadap 5M tadi,” ungkapnya. Sayangnya, kata dia, pada sebagian Muslim, puasa
masih hanya jadi sebatas ritual.
“Akibatnya, puasa, ya, puasa, korupsi dan kemaksiatan tetap masih juga,” ujarnya. Mengapa hal
itu bisa terjadi? Dadang menegaskan, hal itu terjadi karena rukun Islamnya saja yang dijalankan.
“Rukun imannya di mana? Kalau, misalnya, saya beriman kepada Allah yang Maha Tunggal,
Maha Mengetahui, Maha Melihat, bagaimana saya mau korupsi. Apalagi saya percaya bahwa
malaikat di kanan-kiri, mencatat apa yang saya lakukan. Maka tidak mungkin saya melakukan
hal-hal yang keji dan munkar itu. Rukun iman ini yang kurang. Ini yang menjadi masalah kita.”
Majelis Pimpinan Badan Kerja Sama Pondok Pesantren se-Indonesia (BKSPPI), Prof KH Didin
Hafidhuddin, mengungkapkan, tujuan utama shaum bulan Ramadhan adalah mencetak manusia-
manusia yang bertakwa. Menurut dia, takwa adalah orang yang selalu berusaha meningkatkan
kualitas diri, kualitas akhlak, kualitas pengetahuan, kualitas ibadahnya kepada Allah maupun
juga kualitas kesalehan sosialnya.
Ia mengungkapkan, praktik-praktik yang dijalankan dalam ibadah shaum menggambarkan
sesuatu yang sangat luar biasa. Shaum, kata dia, meng ajarkan prinsip hidup jujur. Seorang yang
berpuasa tidak mau makan, minum, di tengah hari, walaupun itu makanan dan minuman halal,
serta tidak ada orang yang tahu. Semua itu dilakukan karena sadar bahwa Allah Maha Tahu.
Hal seperti itu sudah seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Kita jadi
tidak mau berbuat curang, korupsi, walapun tidak ada yang tahu, pengawas tidak tahu, aparat
hukum tidak tahu. Kita menyadari Allah Maha Tahu,” papar ketua umum Baznas itu. Kesadaran
semacam itu, kata dia, harus dibangun seluruh umat Muslim.
Selain itu, papar dia, ibadah puasa juga membangun empati kepada sesama, terutama kepada
orang-orang fuqara. Empati bermakna, seorang Muslim tak akan mengkonsumsi sesuatu secara
berlebih-lebihan, sementara orang lain banyak yang membutuhkan.
Ibadah shaum, tutur Kiai Didin, juga bertujuan membangun ukhuwwah. “Satu perasaan yang
diba ngun oleh ajaran Islam. Kalau sama rata nggak mung kin. Yang dibangun oleh Islam sama-
rasa,” ujarnya. Sehingga, antara sesama Muslim tumbuh ka sih sayangnya, saling mencintai,
menghormati, menghargai seperti satu tubuh yang tak dapat dipisahkan Ketua MUI Kabupaten
Bogor, Dr KH Ahmad Mukri Ajie, menambahkan, Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan
keutamaan, penuh dengan kemuliaan, antara lain dengan melaksanakan puasa Ramadhan.
Sehingga, shaum Ramadhan bisa melebur berbagai kehilapan dan dosa.
.
4 KULKULTUM
3 Hikmah penting dalam mengarungi bulan Ramadhan
Ramadhan sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia adalah
momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala …
Ramadhan yang dirindukan telah menjelang.  Setiap kita mempunyai beragam cara untuk
menyambutnya. Musim kebaikan tahunan ini memang tak layak untuk dilewatkan begitu saja. 
Bahkan Rasulullah SAW sejak awal mengadakan briefing penyambutan Ramadhan di tengah-
tengah para sahabat.  Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : “ Sungguh telah datang
padamu sebuah bulan yang penuh berkah dimana diwajibkan atasmu puasa di dalamnya,
(bulan) dibukanya pintu-pintu surga, dan ditutupnya pintu-pintu neraka jahannam, dan
dibelenggunya syaitan-syaitan, Di dalamnya ada sebuah malam yang lebih mulia dari seribu
bulan. Barang siapa diharamkan dari kebaikannya, maka telah diharamkan (seluruhnya) “(HR
Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi)
Ramadhan sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia adalah
momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala. Ini mirip bulan promosi
dan besar-besaran  yang ditawarkan di pusat-pusat perbelanjaan. Kebaikan nilai pahalanya
menjadi berlipat-lipat, semua orang berburu memborongnya. Saya sering mengibaratkan
Romadhon itu : Bagaikan kita mendapat ‘hadiah’ di sebuah pusat perbelanjaan. Kita diberi
kesempatan untuk mengambil semua barang belanja di dalamnya, namun hanya dalam waktu
beberapa saat saja !  Allah SWT menggambarkannya dalam Al-Qur’an : ” (yaitu) dalam
beberapa hari yang tertentu” ( QS Al-Baqarah 184)
Semua kita, jika diberi kesempatan ‘gratisan’ semacam itu, pasti segera meloncat lalu berlari
menuju rak-rak belanjaan untuk segera mengambil barang-barang, dari yang termahal hingga
termurah. Nyaris tanpa henti hingga waktunya selesai. Lelah berkeringat bukan masalah. Apa
yang dalam pikiran kita adalah ini kesempatan berharga.. Sekali lengah atau berhenti bisa berarti
kerugian yang tak terbayangkan.  Apa makna dari gambaran di atas ? Satu arti yang harus kita
pahami dan kita catat dengan baik adalah ; bahwa Ramadhan memang benar-benar berbeda.
Perlu interaksi, konsentrasi dan energi yang berbeda pula dalam menyikapinya. Jangan sekali-
sekali menyamakan  Ramadhan dengan sebelas bulan yang lainnya. Berbeda dan sungguh
berbeda, bahkan mulai dari cara kita menyambutnya. Yang menyamakan siap-siap saja gulung
tikar di hari-hari pertama.
Salah satu cara kita menyambutnya adalah dengan memahami Hikmah Ramadhan. Kita bisa
sesibuk apapun dalam bulan Ramadhan, tapi tanpa menyelami hikmahnya, barangkali yang
tersisa saat Syawal menjelang hanyalah kelelahan fisik yang tak terkira. Saat musim mudik usai,
mungkin hanya suara parau sisa kebut-kebutan tilawah yang bersisa. Namun sebaliknya, dengan
mengetahui sejuta hikmah dalam Ramadhan, maka kita akan menikmati amal-amal ibadah dalam
Ramadhan dengan penuh penghayatan dan kekhusyukan. Kita menjalani paket ibadah Ramadhan
lengkap dengan lebih ringan karena memahami manfaatnya buat kita. Dan lebih hebat lagi,
setelah Ramadhan usai pun kita masih bisa merasakan hikmahnya dalam menjalani hari-hari
selanjutnya.
Mari sejenak mengambil ibarat : seorang yang minum obat-obatan dan seorang yang minum
madu atau multivitamin. Yang minum obat-obatan, biasanya sekedar ‘menggugurkan’ kewajiban
agar terbebas dari rasa sakitnya. Ia sendiri tak pernah paham khasiat apa yang terkandung dalam
obat tersebut. Yang jelas dokter mewajibkannya meminum obat tersebut secara rutin tiga kali
sehari. Maka ia meminumnya dengan setengah hati dan terbebani. Lain lagi dengan seorang yang
minum madu atau multivitamin yang sejenis. Ia tahu persis khasiat yang terkandung di
dalamnya, sebagaimana ia juga meyakini manfaat besar yang akan ia dapatkan ketika
meminumnya. Maka ia meminumnya dengan begitu ringan dan bersemangat. Contoh kedua
inilah yang ingin kita praktekkan dalam hari-hari Ramadhan kita. Kita memahami hikmah dan
‘khasiat’ ramadhan bagi diri kita, lalu menikmati dan menjalani semua amal dan aktifitas di
dalamnya dengan penuh semangat, gairah dan vitalitas !! ( ups .. mirip iklan jadinya).
Saya meyakini ada sejuta hikmah dalam Ramadhan yang mulia ini. Mari kita intip tiga di
antaranya sebagai penyemangat awal sekaligus oleh-oleh Ramadhan saat telah usai nanti :
Pertama : Ramadhan sebagai Training Keikhlasan
Puasa adalah ibadah yang melatih keikhlasan. Maka puasa Ramadhan selama sebulan adalah
training keikhlasan yang sangat efektif. Sejak awal Rasulullah SAW menjelaskan betapa ibadah
puasa benar-benar jalur langsung antara seorang dengan Tuhannya. Puasa menjadi ibadah yang
begitu mulia karena langsung dinilai oleh Allah sang Maha Mulia.  Beliau meriwayatkan firman
Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi : “ Setiap amal manusia adalah untuknya kecuali Puasa,
sesungguhnya (puasa) itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya “ ( HR Ahmad dan
Muslim).
Ibadah Puasa melatih kita untuk ikhlas dalam arti yang paling sederhana, yaitu : beramal hanya
karena Allah SWT, mengharap pahala dan keridhoan-Nya.  Betapa tidak ? Hampir semua ibadah
bisa dideteksi dengan mudah oleh semua manusia, kecuali puasa. Orang menjalankan sholat dan
zakat bisa dengan mudah  terlihat dengan mata telanjang. Apalagi ibadah haji, rasa-rasanya satu
kampung pun bisa mengetahui kalau salah satu kita menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan
puasa, yang hampir-hampir tidak bisa diketahui oleh orang lain karena kita ‘sekedar’ menahan
tidak makan minum dan berhubungan badan.
Artinya, dalam puasa kita dipaksa untuk ‘ikhlas’ menjalani itu semua hanya karena Allah SWT.
Sekiranya bukan karena ikhlas, akan sangat mudah bagi seseorang untuk mengelabui keluarga
atau teman-temannya. Ia bisa ikut sahur dan juga berbuka bersama keluarga, tapi di siang hari
mungkin saja menyantap lahan makanan di warung langganannya. Kita semua juga bisa
berakting puasa dengan mudah, tapi lihatlah : tidak pernah terbersit dalam hati kita untuk
menjalani puasa dengan modus semacam itu. Subhanallah, inilah training keikhlasan terbaik
yang pernah kita dapati. Sebulan penuh merasa di awasi dan beramal hanya karena Allah SWT.
Mari kita sedikit berangan, seandainya kaum muslimin di Indonesia bisa mengambil sedikit saja
oleh-oleh keikhlasan samacam ini untuk bulan-bulan selanjutnya, bisa kita bayangkan angka
kejahatan, korupsi dan sebagainya insya Allah akan menurun drastis. Karena mereka semua
merasa di awasi oleh Allah SWT, lalu menjalankan ketaatan dengan ikhlas sebagaimana
meninggalkan kemaksiatan juga dengan ikhlas.
Kedua : Ramadhan untuk Training Keistiqomahan
Momentum Ramadhan yang  penuh dengan berbagai amalan –dari pagi hingga malam hari- mau
tidak mau, suka tidak suka, akan membuat seorang berlatih untuk istiqomah dalam hari-hari
selanjutnya. Kita semua benar-benar menjadi orang yang sibuk dalam bulan Ramadhan. Bangun
di awal hari untuk sholat malam dan sahur, kemudian siang hari yang dihiasi tilawah dan
dakwah, belum lagi malam hari yang bercahayakan tarawih dan tadaruh. Semua kita lakukan
dalam tempo sebulan penuh terus menerus. Sebuah kebiasaan tahunan yang nyaris tidak kita
percaya bahwa kita bisa menjalaninya.  Semangat beribadah kita benar-benar dipacu saat
memulai Ramadhan. Bahkan Rasulullah SAW memberikan panduan agar melipatgandakan
semangat saat akan melepas bulan mulia tersebut. Dari Aisyah ra, ia berkata : adalah Nabi SAW
ketika masuk sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan
istrinya, dan mengikat sarungnya (HR Bukhori dan Muslim)
Bila training keistiqomahan ini kita resapi dengan baik, maka kita akan terbiasa beramal secara
terus menerus dan berkelanjutan dalam bulan yang lain. Segala halangan dan rintangan akan
teratasi dengan sempurna karena semangat istiqomah yang telah tertempa dalam dada kita. Pada
bulan berikutnya, saat lelah melanda, ada baiknya kita mengingat kembali semangat kita yang
menyala-nyala dalam bulan Ramadhan. Untuk kemudian bangkit dan melanjutkan amal dengan
penuh semangat !
Ketiga : Ramadhan sebagai Training Ihsan
Syariat kita mengajarkan untuk optimal atau ihsan dalam setiap ibadah. Tak terkecuali dengan
ibadah puasa Ramadhan. Setiap kita diminta untuk meniti hari-hari puasa dengan penuh
ketelitian. Menjaganya dari segala onak yang justru akan memporakporandakan pahala puasa
kita. Rasulullah SAW telah mengingatkan : ” Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak
mendapatkan dari puasanya kecuali hanya rasa lapar. Dan betapa banyak orang yang sholat
malam, tapi tidak mendapatkan dari sholatnya kecuali hanya begadang ” (HR Ibnu Majah)
Ini artinya, hari-hari puasa kita haruslah penuh kehati-hatian. Menjaga lisan, pandangan dan
anggota badan lainnya dari kemaksiatan. Sungguh berat, tapi tiga puluh hari latihan seharusnya
akan membuat kita melangkah lebih ringan dalam hal ihsan pada bulan-bulan selanjutnya. 
Bahkan semestinya, perilaku ihsan ini memang menjadi branding kaum muslimin dalam setiap
amalnya.
Terakhir, banyak hikmah lain yang terserak sedemikian rupa dalam titian tiga puluh hari yang
mulia ini.  Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali mengais hikmah-hikmah tersebut dari hari ke
hari Ramadhan kita, untuk kemudian menjadikannya sebagai simpanan dalam menyambut bulan-
bulan berikutnya.  Mari memulai dari keinginan tulus dalam hati untuk mensukseskan Ramadhan
tahun ini. Lalu diikuti dengan kesungguhan dalam mengisinya bahkan hingga saat hilal Syawal
menjelang. Agar kegembiraan yang dijanjikan bisa kita dapatkan. Rasulullah SAW bersabda : ”
Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka ( buka puasa dan
juga saat Idul Fitri) dan kegembiraan saat bertemu Tuhan mereka ” ( Hadits Bukhori &
Muslim ). Wallahu a’lam bisshowab.
KULTUM      5
Hal yang harus dihindari dalam Berpuasa
marilah kita berpuasa dengan benar, baik secara lahiriah (tidak makan dan minum) maupun
memuasakan hati dan pikiran kita dari hal-hal yang buruk.
Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW menyatakan, banyak orang yang berpuasa, tetapi
tidak menghasilkan apa pun dari puasanya, selain lapar dan haus. (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu
Hibban, dan Al-Hakim).
Hadis ini mengisyaratkan secara tegas bahwa hakikat shaum (puasa) itu, sesungguhnya,
bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga. Akan tetapi, puasa adalah menahan diri dari ucapan
dan perbuatan kotor yang merusak dan tidak bermanfaat. Termasuk juga kemampuan untuk
mengendalikan diri terhadap cercaan dan makian orang lain. Itulah sebagian dari pesan
Rasulullah SAW terhadap kaum Muslimin yang ingin puasanya diterima Allah SWT.
Pada umumnya, orang yang berpuasa mampu menahan diri dari makan dan minum, dari terbit
fajar sampai terbenam matahari, sehingga puasanya sah secara hukum syariah. Akan tetapi,
banyak yang tidak mampu (mungkin juga kita) mengendalikan diri dari hal-hal yang mereduksi,
bahkan merusak pahala puasa yang kita lakukan.
Pertama, ghibah, menyebarkan keburukan orang lain, tanpa bermaksud untuk memperbaikinya.
Hanya agar orang lain tahu bahwa seseorang itu memiliki aib dan keburukan yang disebarkan di
televisi dan ditulis dalam surat kabar dan majalah, lalu semua orang mengetahuinya. Penyebar
keburukan orang lain pahalanya akan mereduksi sekalipun ia melaksanakan puasa, bahkan
mungkin hilang akibat perbuatan ghibah yang dilakukannya.
Kedua, memiliki pikiran-pikiran buruk dan jahat, dan berusaha melakukannya, seperti ingin
memanfaatkan jabatan dan kedudukan untuk memperkaya diri, terus-menerus melakukan
korupsi, mengurangi takaran dan timbangan, mempersulit orang lain, dan melakukan suap-
menyuap. Jika hal itu semua dilakukan, perbuatan tersebut pun dapat mereduksi pahala puasa,
bahkan juga dapat menghilangkan pahala serta nilai-nilai puasa itu sendiri.
Ketiga, sama sekali tidak memiliki empati dan simpati terhadap penderitaan orang lain yang
sedang mengalami kelaparan atau penderitaan, miskin, dan tidak memiliki apa-apa. Orang yang
berpuasa, akan tetapi tetap berlaku kikir dan bakhil, nilai puasanya akan direduksi atau
dihilangkan oleh Allah SWT.
Oleh karena itu, marilah kita berpuasa dengan benar, baik secara lahiriah (tidak makan dan
minum) maupun memuasakan hati dan pikiran kita dari hal-hal yang buruk. Latihlah pikiran dan
hati kita untuk selalu lurus dan jernih, disertai dengan kepekaan sosial yang semakin tinggi.
Berusahalah membantu orang-orang yang sedang mengalami kesulitan hidup. Wallahu a’lam
bish-shawab.
KULTUM 6
Enam Keutamaan di Bulan Ramadhan
Ramadhan adalah bulan berkah, bulan sejuta hikmah, dan bulan kemuliaan yang lebih baik dari
seribu bulan. Pendek kata, beruntunglah orang-orang yang bertemu dengan Ramadhan dan bisa
berbuat kebajikan di dalamnya. Kemuliaan dan keberkahan Ramadhan telah disampaikan oleh
Allah dan Rasul-Nya.
“Wahai segenap manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung penuh berkah, bulan
yang di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Allah
menjadikan puasa di siang harinya sebagai kewajiban, dan qiyam di malam harinya sebagai
sunah. Barangsiapa menunaikan ibadah yang difardukan, maka pekerjaan itu setara dengan
orang mengerjakan 70 kewajiban.
Ramadhan merupakan bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga. Ramadhan
merupakan bulan santunan, bulan yang di mana Allah melapangkan rezeki setiap hamba-Nya.
Barangsiapa yang memberikan hidangan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa, maka akan
diampuni dosanya, dan dibebaskan dari belenggu neraka, serta mendapatkan pahala setimpal
dengan orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang berpuasa tersebut.” (HR
Khuzaimah).
Dari hadis di atas, ada beberapa keutamaan Ramadhan. Pertama, syahrul azhim (bulan yang
agung). Azhim adalah nama dan sifat Allah. Namun, juga digunakan untuk menunjukkan
kekaguman terhadap kebesaran dan kemuliaan sesuatu. Ramadhan mulia dan agung, karena
Allah sendiri telah mengagungkan dan memuliakannya.
Kedua, syahrul mubarak. Bulan ini penuh berkah, berdayaguna dan bermanfaat. Detik demi
detik, waktu yang berjalan pada bulan suci ini, ia bagaikan rangkaian berlian yang sangat
berharga bagi orang beriman. Karena semuanya diberkahi dan amal ibadahnya dilipatgandakan.
Ketiga, syahru shiyam. Pada bulan Ramadhan dari awal hingga akhir kita menegakkan satu dari
lima rukun (tiang) Islam yang sangat penting, yaitu shaum (puasa). Keempat, syahru nuzulil
qur’an. “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk
bagi manusia, penjelasan bagi petunjuk, dan furqan (pembeda).” (Al-Baqarah [2]: 185).
Kelima, syahrul musawwah (bulan santunan). Di bulan Ramadhan sangat dianjurkan bagi setiap
Muslim untuk saling bederma, berkasih sayang dengan sesamanya yang keadaannya jauh
memprihatinkan daripada kita.
Keenam, syahrus shabr (bulan sabar). Bulan Ramadhan melatih jiwa Muslim untuk senantiasa
sabar tidak mengeluh dan tahan uji. Sabar adalah kekuatan jiwa dari segala bentuk kelemahan
mental, spiritual, dan operasional. Orang bersabar akan bersama Allah sedangkan balasan orang-
orang yang sabar adalah surga. Semoga semua bisa memanfaatkan momentum Ramadhan ini
untuk memperbanyak ibadah kepada Allah. Amin.
KULTUM 7
Beberapa kebiasaan di bulan Ramadhan
Seperti kita ketahui bersama bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh dengan kebaikan, bulan
yang penuh dengan ampunan, bulan yang penuh berkah, bulan yang Insya Allah membawa
manusia dalam taraf keimanan yang paling tinggi.
Berbagai kebaikan yang kita kerjakan di bulan Ramadan akan mendapatkan pahala yang berlipat
ganda dari Allah? Jika kita mengerjakan ibadah sunnah, maka ganjarannya akan sama dengan
mengerjakan ibadah wajib di hari-hari lainnya. Dan bila kita mengerjakan ibadah wajib, maka
Allah akan mengganjarnya dengan pahala 700 kali lipat dari pahala di hari-hari biasa. Belum lagi
janji ampunan dari Allah bagi kita. Plus door prize malam Lailatul Qadar di 10 hari terakhir
bulan Ramadan.
Namun sayangnya banyak sekali orang yang tidak memanfaatkan bulan ini dengan sebaik-
baiknya. Ramadan hanyalah menjadi sebuah ritual menjelang lebaran, tanpa memiliki dampak
apapun bagi kondisi keimanan kita.
Berikut adalah kesalahan-kesalahan umum dalam memaknai Bulan Ramadan:

1. Uang belanja bertambah.

Salah satu hikmah puasa adalah agar kita bisa berempati dengan kesusahan yang dirasakan oleh
kaum fakir miskin. Bagaimana lapar dan dahaganya kaum fakir dan miskin. Beruntungnya, kita
masih yakin kapan kita akan makan, kita hanya menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar
hingga terbenam matahari. Setelah itu kita masih bisa makan sepuasnya, sedangkan bagi kaum
fakir miskin mungkin mereka harus berpuasa tanpa tahu kapan mereka memiliki uang untuk
membeli makanan pengganjal perut.
Dengan merasakan empati yang sama seperti yang dirasakan oleh fakir miskin, maka kita akan
lebih mensyukuri hidup kita. Kita menjadi lebih peduli untuk berbagi dengan sesama.
Jika jumlah waktu makan kita dibatasi, logikanya anggaran belanja makanan kita pun
berkurang. Namun yang terjadi malah, anggaran belanja selama bulan Ramadhan malah
berlipat ganda. Mengapa ini bisa terjadi?
Sebagian besar dari kita menganggap ibadah puasa kita harus diganjar dengan aneka makanan
istimewa setelah seharian penuh menahan lapar dan dahaga. Saat berbuka puasa dan makan
sahur, meja makan kita akan dipenuhi dengan aneka makanan dan minuman yang tidak biasa
disajikan di hari biasa. Tak jarang malah terkadang sangat berlebihan dan terlalu diada-adakan.
Alhasil anggaran belanja pun meningkat drastis. Subhanallah!
Perintah puasa mengajarkan kesederhanaan. Sudah sepatutnyalah kita berlaku sederhana. Tidak
perlu berlebihan.
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan……..” (QS al-A’raaf: 31-32).
”Sesungguhnya orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat
ingkar kepada Tuhan.” (Surah al-Isra’, ayat 27).
2. Berpuasa tetapi tidak shalat.

Banyak sekali orang yang menjalankan perintah puasa, tetapi mangkir dalam ibadah shalat.
Alasan untuk mangkir dari shalat pun beragam, ada yang karena tertidur ada yang karena terlalu
asyik kongkow-kongkow bersama teman dalam rangka buka bersama. Percuma saja menahan
lapar dari terbit fajar hingga terbenam matahari kalau tidak shalat. Bukankah shalat itu tiang
agama. Bahkan shalat adalah rukun Islam kedua sebelum puasa. Amal yang pertama kali dihisab
pada hari kiamat adalah shalat.
“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah
shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan.
Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat
wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut
memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat
wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan
lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh
Al Albani dalam Misykatul Masyobih no. 1330)

3. Menghabiskan waktu berpuasa dengan tidur, menonton TV, mengobrol, atau


membaca bacaan-bacaan yang tidak Islami.

Sering kita mendengar bahwa tidurnya orang puasa merupakan ibadah. Hadits ini diriwayatkan
oleh perawi yang bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi.
Namun belakangan diketahui bahwa Sulaiman bin Amr ini termasuk ke dalam daftar para
pendusta, di mana pekerjaannya adalah pemalsu hadits.
Beberapa ahli hadits seperti Al Imam Bukhari, Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah,
Yahya bin Ma’in, Yazid bin Harun, bahkan Imam Ibnu Hibban juga ikut mengomentari,
Sulaiman bin AmrAn-Nakha’i adalah orang Baghdad yang secara lahiriyah merupakan orang
shalih, sayangnya dia memalsu hadits. Keterangan ini bisa kita dapat di dalam kitab Al-Majruhin
minal muhadditsin wadhdhu’afa wal-matrukin. Juga bisa kita dapati di dalam kitab Mizanul
I’tidal.
Rasanya keterangan tegas dari para ahli hadits senior tentang kepalsuan hadits ini sudah cukup
lengkap, maka kita tidak perlu lagi ragu-ragu untuk segera membuang ungkapan ini dari dalil-
dalil kita. Dan tidak benar bahwa tidurnya orang puasa itu merupakan ibadah.
Oleh karena itu, tindakan sebagian saudara kita untuk banyak-banyak tidur di tengah hari bulan
Ramadhan dengan alasan bahwa tidur itu ibadah, jelas-jelas tidak ada dasarnya. Apalagi
mengingat Rasulullah SAW pun tidak pernah mencontohkan untuk menghabiskan waktu siang
hari untuk tidur.
Kalau pun ada istilah qailulah, maka prakteknya Rasulullah SAW hanya sejenak memejamkan
mata. Dan yang namanya sejenak, paling-paling hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Tidak
berjam-jam sampai meninggalkan tugas dan pekerjaan. Itupun karena Rasulullah kelelahan
semalam suntuk bergadang untuk bermunajat kepada Allah.
Sekalipun program acara yang dibesut bertajuk Ramadhan, namun tetap saja tayangannya
tak jauh dari parade banci, banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik dan
tekanan psikis, dan hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami
Beberapa orang menghabiskan waktu dengan menonton televisi seharian sambil menunggu
maghrib. Padahal tidak semua stasiun TV mengisi bulan Ramadhan dengan tayangan positif dan
belum semua stasiun TV menjadikan Ramadhan sebagai bulan mulia dengan memperbanyak
tayangan positif. Sekalipun program acara yang dibesut bertajuk Ramadhan, namun tetap saja
tayangannya tak jauh dari parade banci, banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik
dan tekanan psikis, dan hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami.
Hanya sedikit stasiun televisi yang berusaha mengisi Ramadhan dengan tayangan positif dan
produktif, baik dari nilai keagamaan maupun nilai sosial. Salah satunya adalah Metro TV. Semua
tayangan khusus Ramadhannya memiliki nilai-nilai yang mampu meningkatkan kualitas
keimanan dan ketaqwaan seseorang. Dari Tafsir Al Misbah, Sukses Syariah, Inspirasi Ramadan,
Ensiklopedi Islam, dan lain sebagainya.
Ada baiknya bila kita merasa lelah setelah seharian mengaji dan berzikir, kita menyegarkan
pikiran dengan menonton tayangan Ramadhan yang memiliki nilai positif. Bukan sinetron
picisan yang mengumbar kekerasan dan kedengkian, atau banyolan khas para banci, atau malah
gosip-gosip para pesohor negeri.
Menahan lapar dan dahaga lebih mudah dibandingkan menahan diri untuk banyak bicara. Ada
baiknya mulut kita juga berpuasa dari dari perkataan-perkataan yang tidak penting yang dapat
memancing dosa lebih jauh. Banyak bicara membuat lidah kita mudah tergelincir untuk berdusta,
atau membicarakan orang lain.
Lalu bagaimana dengan sebagian orang pencinta buku yang menghabiskan waktu dengan
membaca buku?
Membaca buku adalah baik. Namun ada baiknya buku-buku yang dibaca adalah buku-buku
Islami yang dapat meningkatkan Iman dan Takwa kita. Sungguh ironis, bila berpuasa namun
membaca novel porno tetap jalan.
Kita tidak ingin hanya menahan lapar dan dahaga seharian penuh tanpa mendapat pahala dari
Allah bukan?

4. Ngabuburit di mal tanpa maksud dan tujuan yang jelas.

Daripada menghabiskan waktu di mal untuk window shopping atau kongkow-kongkow lebih
baik di masjid mengkhatamkan bacaan Al Quran atau memperbanyak ibadah sunnah. Kita tidak
perlu capek, atau tergoda untuk membatalkan puasa. Mata kita tidak perlu melihat hal-hal yang
buruk atau mengurangi pahala puasa. Dan yang terpenting, kita tidak perlu menghabiskan uang
untuk hal-hal yang tidak penting.

5. Sibuk road show dari bukber yang satu ke yang lain, atau sahur keliling.

Sesekali menghadiri acara buka bersama dengan maksud untuk bersilaturahmi adalah juga
bagian dari hikmah berpuasa. Namun kalau kita malah disibukkan dengan jadwal buka bersama
yang padat hingga kita melalaikan shalat. Itu namanya celaka…
Saya tidak ingin melarang para pembaca sekalian untuk menghindari reuni yang bertajuk ‘Acara
Buka Bersama’. Saya hanya mencoba mengingatkan, jangan sampai kegiatan buka bersama yang
sebenarnya tujuannya baik malah menjadi ajang maksiat.
Bila orang-orang berkumpul biasanya, lidah begitu lincahnya berkata-kata membicarakan orang
lain (ghibah). Semakin asyik mengobrol sambil menikmati hidangan berbuka puasa membuat
kita malah melalaikan ibadah wajib, yakni shalat Maghrib.
6. Mudik menjadi alasan untuk tidak berpuasa dan shalat.

Menjama’ shalat dibolehkan bila seseorang berada dalam keadaan safar (perjalanan). Namun
para ulama menetapkan bahwa sebuah safar itu minimal harus menempuh jarak tertentu dan ke
luar kota. Di masa Rasulullah SAW, jarak itu adalah 2 marhalah. Satu marhalah adalah jarak
yang umumnya ditempuh oleh orang berjalan kaki atau naik kuda selamasatu hari. Jadi jarak 2
marhalah adalah jarak yang ditempuh dalam 2 hari perjalanan.
Di zaman sekarang ini, ketika jarak itu dikonversikan, para ulama mendapatkan hasil bahwa
jarak 2 marhalah itu adalah 89 km atau tepatnya 88, 704 km. Maka tidak semua perjalanan bisa
membolehkan shalat jama’, hanya yang jaraknya minimal 88, 704 km saja yang membolehkan.
Bila jaraknya kurang dari itu, belum dibenarkan untuk menjama’.
Ritual tahunan mudik seringkali menjadi pembenaran orang-orang untuk tidak berpuasa dan
shalat. Alasannya karena mereka adalah musafir. Memang benar Allah memberikan keringanan
bagi mereka yang sedang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa dan menggabungkan/meringkas
bilangan rakaat shalat bila telah mencapai jarak 88,704 km.
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: “Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian
mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan.” (HR at Tabrani dan ad-
Daruqutni)
“Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar shalat dan buka puasa pada perjalanan
yang menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh.”
Dan perjalanan yang mendapatkan rukhsoh adalah perjalanan yang bukan untuk maksiat. Ulama
kita menyebutkan:
“Rukhsoh (keringanan) tidak diperoleh jika bermaksiat.”
Dan hal ini, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah:173)
Padahal musim mudik biasanya ada pada 10 hari terakhir Ramadhan dimana Allah melimpahkan
bonus pahala yang berlipat ganda. Sayang sekali bukan kalau anda menyia-nyiakannya?

7. Sibuk memperbaharui pakaian, rumah, mobil, dan lain-lain tanpa berminat


untuk memperbaharui Iman-Islam.

Sebagian besar dari kita mementingkan hal-hal duniawi untuk menyambut hari yang Fitri. Bagi
mereka pakaian baru serba putih, sepatu baru, cat rumah baru, dan lain-lain sebagainya adalah
salah satu cara pengejawantahan arti kembali suci.
Idul Fitri juga diartikan dengan kembali ke fitrah (awal kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan
seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah setelah sebulan penuh di ’gojlok’ di bulan
Ramadhan. Menjadi manusia baru yang lebih baik. Jangan sampai berakhir Ramadhan, berakhir
pula tadarus, amal, shalat dan ibadah-ibadah lainnya.
Ada baiknya hal-hal tersebut diatas kita renungkan secara mendalam, sebab 30 hari di bulan
Ramadhan merupakan hari-hari yang penuh dengan berbagai bonus dari Allah swt, sehingga
sangat merugi jika disia-siakan. Di sisi lain begitu banyak alternatif kegiatan positif lainnya yang
bisa dijadikan aktivitas yang bermakna ibadah tatkala ramadhan.
KULTUM 8
Inilah Bonus Ramadhan!
Watak manusia memang mencintai materi (QS Ali Imran: 14). Walaupun kesenangan materi
adalah palsu dan menipu  (QS Ali Imran: 185, al-Hadid: 20)). Dan, jika dia tenggelam dalam
kemateriannya maka posisinya bisa lebih rendah dari binatang. (QS al A’raf 179).
Memang, manusia harus seimbang antara materi dan rohani. Namun, orang yang bisa
melepaskan diri dari kekuasaan kemateriannya, akan naik ke derajat malaikat. Saat orang
berpuasa, berusaha untuk meninggalkan kemateriannya dan menuju alam malakut. Sehingga,
Allah menyanjungnya dalam hadis Qudsi yang artinya:  “Setiap amalan anak cucu Adam adalah
baginya kecuali puasa. Puasa adalah milik-Ku dan Aku akan langsung membalasnya. Puasa
adalah perisai, jika salah seorang berpuasa jangan berkata kotor dan jangan bertengkar. Bila
dihina seorang atau diajak duel, hendaknya menjawab: aku sedang puasa …” (HR Bukhari,
Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Itulah bonus bagi orang yang puasa Ramadhan. Agar manusia yang materialis ini bisa tawazun
(seimbang), Allah memberi motivasi dengan berbagai cara. Sebagai makhluk ekonom, ia tertarik
dengan segala bentuk transaksi yang menguntungkan. Untuk itu, Alquran banyak menggunakan
istilah ekonomi, seperti istilah transaksi (as-Shaf: 10), rugi dan timbangan (ar-Rahman: 9), dan
lainnya.
Supaya umat Islam di bulan Ramadhan mencapai puncak dalam ibadah maka Allah menyediakan
beragam bonus. Rasulullah SAW bersabda, “Umatku diberi lima keistimewaan pada bulan
Ramadhan yang tidak diberikan kepada umat sebelum mereka:  Bau mulutnya orang-orang puasa
lebih wangi di sisi Allah dibandingkan bau minyak kasturi, setiap hari malaikat memintakan
ampunan bagi mereka saat berpuasa sampai berbuka, Allah menghiasi surga untuk mereka
kemudian berfirman, “Hamba-hamba-Ku yang saleh tengah melepaskan beban dan kesulitan
maka berhiaslah, setan-setan dibelenggu sehingga tidak bisa menggoda dan orang-orang puasa
diampuni dosa-dosa mereka pada malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR Ahmad, al-Bazzar, al-
Baihaqi).
Selain itu, pada malam pertama Ramadhan setan dibelenggu, pintu surga dibuka, pintu neraka
ditutup, dan penyeru dari langi memanggil, “Wahai pencari kebaikan, songsonglah dan wahai
pencari kejahatan berhentilah! Dan, Allah membebaskan banyak manusia dari neraka setiap
malam Ramadhan.”
Orang yang berpuasa diberi keistimewan dengan dua kebahagiaan, yakni kebahagiaan saat
berbuka dan saat bertemu dengan Allah di surga. Di surga ada pintu yang disiapkan untuk orang
puasa, yaitu pintu ar-rayyan. Bila para shoimin di dunia telah masuk, semua pintu ditutup dan
tidak ada yang masuk lagi selain mereka.
Lebih dari itu, di bulan suci ini, Allah menyediakan satu malam yang lebih baik dari seribu
bulan, yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Barang siapa yang tidak mendapat kebaikan
malam itu sungguh dia termasuk orang celaka. Demikian besar bonus yang disediakan Allah
pada setiap Ramadhan. Tidak cukupkah bagi kita untuk bermujahadah dalam beribadah demi
menyongsong keutamaannya? Boleh jadi di antara kita, ada yang tidak bertemu kembali dengan
bonus-bonus RAMADHAN.
KULTUM 9
Sempurnakan Ramadhan dengan Iktikaf
Ramadhan tinggal beberapahari lagi. Sudahkah kita jadikan momentum istimewa ini sebagai
media untuk benar-benar meraih predikat taqwa? Hari terakhir Ramadhan bukanlah saat untuk
semata-mata mempersiapkan Lebaran, bekerja kian giat agar bisa belanja pakaian dan makanan,
sampai-sampai meninggalkan ibadah iktikaf.
Bagi orang yang benar-benar merasa terpanggil oleh Allah SWT, tentu ia akan jadikan
Ramadhan ini benar-benar berarti dalam hidupnya. Ia akan berusaha semaksimal mungkin
meraih keridaan Allah SWT. Satu upaya yang harus dilakukan dengan penuh keimanan dan
penuh semangat di bulan suci ini ialah iktikaf, terkhusus pada sepuluh hari terakhir. Di
penghujung ayat tentang Ramadhan (QS 2: 187), Allah menyebut tentang iktikaf. Ini
mengindikasikan bahwa iktikaf adalah hal penting untuk diutamakan seorang Muslim di bulan
Ramadhan.
Selain itu, Rasulullah SAW tidak pernah melewatkan momentum Ramadhan untuk iktikaf.
Bahkan, pada tahun di mana Beliau meninggalkan umatnya untuk selamalamanya. “Nabi dahulu
iktikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, hingga Beliau diwafatkan Allah SWT,
kemudian istri-istrinya iktikaf setelahnya.” (HR Bukhari).
Secara bahasa iktikaf berarti menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada
padanya, baik hal itu berupa kebajikan maupun keburukan.
Sementara secara istilah iktikaf bermakna menetapnya seorang Muslim di dalam masjid untuk
melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.
Secara historis, iktikaf dalam praktiknya juga dilakukan oleh Nabi dan umat sebelum Rasulullah
SAW. Kisah ini terdapat dalam firman-Nya: “Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan
Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk, dan
yang sujud.” (QS 2: 125).
Iktikaf akan membantu seorang Muslim mencapai derajat takwa dengan lebih sempurna. Sebab,
dengan iktikaf, dia akan senantiasa terdorong untuk melakukan ibadahibadah dengan penuh
kekhusyukan. Situasi demikian tentu akan mendorong terjadinya peningkatan kualitas iman dan
takwa.
Orang yang iktikaf akan terbantu untuk melakukan shalat berjamaah tepat waktu, shalat tarawih,
shalat tahajud, shalat sunah, membaca Alquran, tafakur, zikir, dan beragam bentuk ibadah
lainnya. Dengan cara demikian, insya Allah orang yang beriktikaf akan terbantu untuk
mendapatkan malam lailatul qadar.
Iktikaf tidak saja mendorong kesa daran untuk melakukan ba nyak ibadah, tetapi juga kesadaran
untuk mencintai masjid. Kecintaan kepada masjid adalah salah satu ciri seorang yang ber iman
kepada Allah dan hari akhir.
Allah berfirman, Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat,
dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang
diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS 9: 18).
Jadi, marilah kita laksanakan iktikaf dengan penuh kesungguhan.
.
KULTUM 10
Keutamaan 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang agung, bulan yang selalu dijadikan momentum untuk
meningkatkan kebaikan, ketakwaan serta menjadi ladang amal bagi orang-orang yang shaleh dan
beriman kepada Allah SwT.
Tidak terasa, Ramadhan tahun ini sudah mendekati akhir karena telah telah memasuki 10 hari
terakhir. Sebagian ulama kita membagi fase bulan Ramadhan dengan tiga bagian. Fase pertama,
yaitu 10 hari pertama adalah sebagai fase rahmat, 10 hari kedua atau pertengahan adalah fase
maghfiroh, serta fase ketiga atau 10 hari terakhir adalah fase pembebasan dari api neraka. Maka
saat ini kita berada dalam fase ketiga, yaitu fase pembebasan dari api neraka. Sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Salman al- farisi, “Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat,
pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”
Rasulullah Muhammad Saw, yang merupakan manusia terpilih dan suri tauladan terbaik bagi
kita, jika Ramadhan memasuki 10 hari terakhir, maka beliau semakin memaksimalkan diri dalam
beribadah. Beliau menghidupkan malam harinya untuk mendekatkan diri kepada Allah SwT,
bahkan beliau membangunkan keluarganya agar turut beribadah. Dari Aisyah r.a., ia
menceritakan tentang keadaan Nabi Saw ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan,
“Beliau jika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang,
menghidupakn malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari).
Rasulullah Saw sangat memerhatikan 10 hari terakhir bulan Ramadhan karena di dalamnya
begitu banyak keutamaan yang bisa didapatkan pada waktu-waktu tersebut. Beberapa di
antaranya: Pertama, sebagaimana sudah lazim kita pahami bahwa sepuluh hari terakhir pada
bulan Ramadhan adalah turunnya lailatul qadr. Malam yang sangat dinantikan untuk didapatkan
oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan pengharapan
ridha Allah SwT, karena pada malam tersebut siapa saja yang beribadah kepada Allah SwT
dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah SwT maka nilai ibadahnya sama dengan
bernilai ibadah selama 1000 bulan yang juga berarti sama dengan 83 tahun 4 bulan. Sebagaimana
firman Allah SwT dalam surat Al-Qadr ayat 3: “Lailatul Qdr itu lebih baik dari seribu bulan.”
(QS. Al-Qadr: 3).
Tentunya dengan mendapatkan lailatul qadr adalah suatu hal yang sangat membahagiakan bagi
orang yang beriman yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan kepada Allah
SwT. oleh karenanya, pada hari 10 terakhir ini tidak sedikit dari kaum muslimin yang melakukan
i’tikaf di masjid agar rangkaian ibadah yang dilaksanakan, shalat malam, tadarus Al-Qur’an,
berdzikir dan amalan-amalan lainnya dapat dilaksanakan dengan khusyuk, tentunya dengan
tujuan lailatul qadr dapat diraih. Pada malam tersebut keberkahan Allah swT melimpah ruah,
banyaknya malaikat yang turun pada malam tersebut, termasuk Jibril a.s. Allah SwT berfirman:
“Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar.” (QS. Al-Qadr; 5).
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw juga menyebutkan tentang keutamaan melakukan
qiyamullail di malam tersebut. Beliau bersabda. “Barangsiapa melakukan shalat malam pada
lailatul qadr karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan kedua adalah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan merupakan pamungkas bulan
ini, sehingga hendaknya setiap insan manusia yang beriman kepada Allah SwT mengakhiri
Ramadhan dengan kebaikan, yaitu dengan berupaya dengan semaksimal mungkin mengerahkan
segala daya dan upayanya untuk meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.
Karena amal perbuatan itu tergantung pada penutupnya atau akhirnya.
Rasullah Saw bersabda: “Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku adalah penghujungnya. Dan
jadikan sebaik-baik amalku adalah pamungkasnya. Dan jadikan sebaik-baik hariku adalah hari
di mana saya berjumpa dengan-Mu kelak.”
Dengan demikian mari kita maksimalkan sisa-sisa bulan Ramadhan ini dengan meningkatkan
amaliyah ibadah kita kepada Allah SwT dengan qiyamullail (menghidupkan malam) pada bulan
Ramadhan, khususnya pada malam-malam penghujung bulkan ini. Semoga kita mendapatkan
segala limpahan kemuliaan dari Allah SwT. Amiiiin……

Itulah 10 materi kultum yang dapat saya sajikan. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca
sekalian. dan saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam
pembuatan materi kultum ini...........

Wa afu minkum. wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Segala puji hanyalah bagi Allah semata, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada
nabi junjungan kita : Muhammad SAW, yang senantiasa kita harap syafaatnya pada hari kiamat
kelak. Begitu pula kepada para sahabat dan keluarga beliau yang mulia, serta seluruh pengikut
risalahnya hingga akhir nanti.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….


Sesungguhnya bulan Ramadhan yang mulia ini akan terasa begitu singkat. Hari-harinya akan
berlalu begitu cepat, meninggalkan kita penuh penyesalan jika tidak segera tersadar untuk
mengisinya dengan berbagai kebaikan. Isyarat begitu dalam tentang hari-hari Ramadhan kita
dapatkan setelah ayat perintah kewajiban berpuasa, dimana Allah SWT berfirman  :" Hai orang-
orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu “ (QS Baqoroh
183-184)

Hanya beberapa hari tertentu saja, karena ia tidak akan lebih dari 29 atau 30 hari. Karenanya,
tanpa mengetahui seluk beluk dan keutamaan ragam amal dalam Ramadhan, bisa jadi Ramadhan
yang singkat akan benar-benar berlalu begitu saja, nyaris tanpa amal dan kenangan yang berarti.
Naudzubillah tsumma naudzu billah ….

Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….


Setidaknya ada lima kunci sukses Ramadhan, yang jika kita menjalankannya dengan baik , insya
Allah akan menjadikan Ramadhan kita lebih berharga, lebih terasa, dan lebih berkah insya Allah.
Dengan lima hal tersebut, kita bisa meniti hari-hari Ramadhan dengan dipenuhi amal yang baik
dan disyariatkan. Adapun lima hal tersebut adalah :

Pertama : Menghayati Hikmah dan Manfaat Puasa bagi Kita


Jika seorang memahami maksud, hikmah dan manfaat dari apa yang dilakukan, maka tentulah ia
akan menjalankannya dengan ringan dan senang hati. Maka begitu pula seorang yang berpuasa,
ketika ia benar-benar mampu menghayati hikmah puasa, maka ibadah yang terlihat berat ini akan
dijalani dengan penuh kekhusyukan dan hati yang ringan. Diantara hikmah puasa antara lain
adalah : Menjadi madrasah ketakwaan dalam diri kita, sebagaimana isyarat Al-Quran ketika
berbicara kewajiban puasa, yaitu la’allakum tattaqun .. agar supaya engkau bertakwa. Hikmah
puasa yang lain adalah menggugurkan dosa-dosa kita yang terdahulu, sebagaimana disebutkan
dalam banyak riwayat seputar keutamaan ibadah puasa Ramadhan.  Hikmah puasa berikutnya
tentu saja menjadikan kemuliaan tersendiri bagi yang menjalaninya saat hari kiamat nanti.
Jangankan amal ibadahnya, bahkan bau mulut orang yang berpuasa pun menjadi tanda
kemuliaan tersendiri di akhirat nanti. Subhanallah,
Rasulullah SAW bersabda :
ِ ‫يح ْال ِمس‬ ْ
‫ْك‬ ِ ‫وف فَ ِم الصَّاِئ ِم َأطيَبُ ِع ْن َد هللاِ تَ َعالَى ِم ْن ِر‬
ُ ُ‫لَ ُخل‬
“ Sungguh bau mulut orang yang berpuasa, lebih wangi di sisi Allah SWT dari aroma kesturi “
(HR Bukhori).
Dengan memahami hikmah puasa yang begitu besar dan mulia bagi diri kita, maka insya Allah
membuat kita lebih semangat dalam menjalani hari-hari Ramadhan kita.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….


Adapun langkah sukses Ramadhan yang Kedua adalah  : Mengetahui fiqh dan aturan-aturan
dalam Ibadah Puasa.  Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda :“seorang faqih (ahli ilmu
agama) lebih ditakuti syetan dari pada seribu ahli ibadah (tanpa ilmu) “. (HR Ibnu Majah).
Hadits diatas menegaskan kepada kita tentang urgensinya beribadah dengan ilmu. Bahkan salah
satu syarat diterimanya ibadah adalah ittiba atau sesaui aturan dan sunnah Rasulullah SAW. 
Dalam kaitannya dengan puasa, sungguh ibadah ini mempunyai kekhususan dalam aturan
fiqhnya yang berbeda dengan lainnya. Para ulama pun menjadikan bab puasa sebagai
pembahasan khusus dalam kitab fiqhnya. Kita perlu mengkaji ulang, bertanya dan mempelajari
apa-apa yang belum sepenuhnya kita yakini atau kita ketahui. Agar kita mampu menjalani ibadah
ini dengan baik tanpa keraguan sedikitpun. Hal yang penting kita ketahui utamanya tentang apa-
apa yang dibolehkan, apa-apa yang membatalkan, siapa saja yang boleh berbuka dan apa
konsekuensinya. Mari kita sempatkan dalam hari-hari  ini untuk kembali mengkaji fiqh seputar
puasa. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah ilmu ibadah yang mulia. 

Langkah Ketiga : Menjaga Puasa kita agar tetap utuh pahalanya


Yang dimaksud menjaga puasa kita adalah upaya untuk menjadikan pahala puasa kita utuh. Dua
cara yang harus kita lakukan dalam kaitannya dengan hal ini, yaitu menjalani sunnah-sunnah
puasa, serta menjauhi hal-hal yang bisa mengurangi pahala dan hikmah puasa. Adapun sunnah-
sunnah puasa, antara lain adalah mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka. Sunnah yang
sederhana ini adalah bagian dari kemudahan dan keindahan syariat Islam. Kita diminta
mengakhirkan sahur, sebagai persiapan untuk menjalani puasa seharian. Begitu pula kita diminta
menyegerakan berbuka, sebagai kebutuhan fitrah manusia yang harus diperhatikan. Sunnah
puasa lainnya adalah dengan berdoa sebelum dan saat berbuka, serta berbuka dengan seteguk air.
Semoga sunnah yang sederhana ini bisa kita lakukan untuk mengoptimalkan pahala puasa kita.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….


Menjaga puasa juga dengan menjauhi segala sikap dan tindakan yang akan mengurangi
keberkahan puasa kita, seperti : marah tiada guna, emosional, berdusta dalam perkataan, ghibah,
maupun kemaksiatan secara umum. Hal-hal semacam di atas, selain dilarang secara umum bagi
seorang muslim, juga akan mempengaruhi kualitas puasanya di hadapan Allah SWT. Jauh-jauh
hari Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita :
‫ْس لَهُ ِم ْن قِيَا ِم ِه ِإالَّ ال َّسهَ ُر‬ ُ ‫صيَا ِم ِه ِإالَّ ْالجُو‬
َ ‫ َورُبَّ قَاِئ ٍم لَي‬، ‫ع‬ ِ ‫ْس لَهُ ِم ْن‬
َ ‫صاِئ ٍم لَي‬
َ َّ‫رُب‬.
Betapa Banyak Orang berpuasa tapi tidak mendapat (pahala) apa-apa dari puasanya kecuali
hanya lapar, dan betapa banyak orang yang sholat malam (tarawih) tapi tidak mendapatkan apa-
apa selain begadang saja (HR An-NAsai)

Mari kita mengambil pelajaran dari hadits di atas, untuk kemudian meniti hari-hari ramadhan
kita dengan penuh kehati-hatian dan perhitungan. Siapapun kita tidak akan pernah rela jika hanya
mendapat lapar dahaga saja di bulan mulia ini.

Keempat : Menghias Puasa kita dengan Ragam Amal yang disyariatkan dalam Ramadhan
Sesungguhnya ibadah dalam bulan Ramadhan bukan hanya puasa saja. Tetapi banyak ragam
ibadah yang juga disyariatkan dalam bulan penuh berkah ini. Mari kita menghias Ramadhan
dengan ibadah-ibadah mulia tersebut, agar ramadhan sebagai madrasah ketakwaan benar-benar
hadir dalam hidup kita. Rasulullah SAW telah memberikan contoh pada kita bagaimana beliau
menghias hati-hati Ramadhannya dengan : Tadarus Tilawah, memperbanyak sedekah, sholat
tarawih, memberi hidangan berbuka, bahkan juga I’tikaf di masjid pada sepuluh hari yang
terakhir. Jika kita ingin merasakan Ramadhan yang berbeda dan begitu bermakna, tentu menjadi
penting bagi kita untuk menghias Ramadhan kita dengan amal ibadah tersebut. Keberkahan
Ramadhan akan begitu terasa paripurna dalam hati kita. Amin Allahumma Amiin …

Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….


Langkah sukses yang terakhir atau kelima adalah :  Mempertahankan atau menjaga semua amal
dengan istiqomah hingga akhir Ramadhan.
Bulan ramdhan dipenuhi banyak amalan yang sungguh akan melelahkan sebagian besar orang.
Karenanya kita sering menjadi saksi bagaimana kaum muslimin ‘berguguran’ dalam perlombaan
Ramadhan ini sebelum mencapai garis finishnya. Sholat tarawih di masjid mulai menyusut
sedikit demi sedikit seiring berlalunya hari-hari awal Ramadhan. Karenanya, merupakan hal
yang tidak bisa dibantah adalah jika kesuksesan Ramadhan bergantung dari keistiqomahan kita
menjalani semua kebaikan di dalamnya hingga akhir Ramadhan tiba. Syariat kita yang indah pun
seolah memberikan motivasi di ujung ramadhan, agar kita bertambah semangat dalam beribadah,
yaitu dengan menurunkan malam lailatul qadar yang mulia. Rasulullah SAW pun menjalankan
I’tikaf untuk menutup bulan keberkahan ini. Beliau juga bersungguh-sungguh di penghujung
Ramadhan. Ibunda Aisyah menceritakan kepada kita :
ُ‫ان النَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم ِإ َذا َد َخ َل ْال َع ْش ُر َش َّد ِمْئ َز َرهُ َوَأحْ يَا لَ ْيلَهُ َوَأ ْيقَظَ َأ ْهلَه‬
َ ‫َك‬
adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam,
membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya (HR Bukhori dan Muslim

Akhirnya, marilah kita berusaha menjalankan lima kunci sukses Ramadhan di atas, agar usaha
kita mendapatkan keberkahan dan kesuksesan Ramadhan benar-benar terarah dengan baik dan
optimal. Semoga Allah SWT memudahkan dan memberikan kekuatan kepada kita …
Allahumma sholli ala muhammad wa ‘ala aalihi wa ashabihi ajmain ..

Anda mungkin juga menyukai