Anda di halaman 1dari 14

Segala puji bagi Allah yang memberikan kepada kita kenikmatan yang besar,

dimana Allah memberikan kepada kita kemudahan untuk melaksanakan sebuah


ibadah yang besar, ibadah yang agung, yaitu bulan Ramadhan, bulan yang
diturunkan padanya Al-Qur’an, bulan yang sangat istimewa di sisi Allah
Subhanahu wa Ta’ala, yang diturunkan padanya Al-Qur’an, di dalamnya sebuah
malam yang lebih baik daripada 1000 bulan.

Teman teman ku sekalian,

Bulan Ramadhan Allah syariatkan kepada kita, tiada lain adalah untuk kebaikan
diri kita. Allah ingin mendidik kita dengan bulan Ramadhan. Tidak ada sekolah
yang lebih baik daripada sekolah Ramadhan, karena disanalah ditempa keimanan
kita, ditempa kesabaran kita, ditempa dengan ketaatan-ketaatan.

1. Pendidikan sabar

Ketika kita berpuasa, kita diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebuah
pendidikan agar kita bersabar dengan tiga derajatnya; yang pertama yaitu sabar
di atas ketaatan yang merupakan tingkat kesabaran yang paling tinggi. Kita
berusaha untuk menaati Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kita berpuasa,
menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa.

Yang kedua, kita dididik untuk sabar untuk meninggalkan kemaksiatan, bahkan
perkara yang mubah, yang sia-sia, yang tidak bermanfaat, sangat dianjurkan kita
untuk meninggalkannya dibulan Ramadhan tersebut. Sebagaimana Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Bukanlah puasa itu sebatas menahan diri dari makan dan minum,”
“Akan tetapi hakikat puasa itu dari perbuatan yang sia-sia dan ucapan yang tidak
baik.”

Maka ketika seseorang sabar untuk meninggalkan kemaksiatan, sungguh sesuatu


yang sangat berharga bagi hidupnya, disaat ia diberikan oleh Allah untuk
meninggalkan kemaksiatan.

Yang ketiga, kesabaran menghadapi musibah. Musibah lapar, musibah kehausan,


itu adalah merupakan musibah yang menimpa kita disaat kita berpuasa.

Maka tiga derajat kesabaran ini Allah berikan kepada kita agar menjadi suatu
bekal yang kita senantiasa pegang setelah bulan Ramadhan. Kita berusaha untuk
sabar setelah itu dengan shalat kita, dengan bacaan Al-Qur’an kita, dengan shalat
malam kita, dengan pauasa kita.

Ketika seseorang istiqamah setelah Ramadhan di atas ketaatan, sungguh dia telah
merasakan Ied yang sebenarnya. Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitab
Lathaiful Ma’arif berkata:

Yang ketiga, kesabaran menghadapi musibah. Musibah lapar, musibah kehausan,


itu adalah merupakan musibah yang menimpa kita disaat kita berpuasa.

Maka tiga derajat kesabaran ini Allah berikan kepada kita agar menjadi suatu
bekal yang kita senantiasa pegang setelah bulan Ramadhan. Kita berusaha untuk
sabar setelah itu dengan shalat kita, dengan bacaan Al-Qur’an kita, dengan shalat
malam kita, dengan pauasa kita.
Ketika seseorang istiqamah setelah Ramadhan di atas ketaatan, sungguh dia telah
merasakan Ied yang sebenarnya. Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitab
Lathaiful Ma’arif berkata

“Bukanlah hari raya itu bagi orang yang memakai pakaian baru,”

“Akan tetapi bagi orang yang ketaatannya bertambah.”

Setelah Ramadhan semakin bertambah ketaatan dia kepada Allah. Sebelum


Ramadhan mungkin ia jarang shalat tahajud, setelah Ramadhan semakin ia rajin
shalat tahajud. Sebelum Ramadhan mungkin ia kurang membaca Al-Qur’an,
kurang untuk melaksanakan shalat sunnah, tapi setelah Ramadhan semakin
bertambah ketaatan dia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Inilah saudaraku.. Tanda orang yang diterima ibadahnya oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Karena hakikat ibadah puasa adalah untuk menimbulkan ketakwaan
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukankah Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana


diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-
Baqarah[2]: 183)

Inilah tujuan yang Allah inginkan dari puasa, yaitu ketakwaan. Dimana hakikat
ketakwaan adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhkan larangan-
laranganNya.

Ummatal Islam,
Sesunguhnya tidak ada nikmat yang paling besar yang Allah berikan kepada
seorang hamba kecuali ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah
karunia terbesar yang Allah berikan kepada seorang hamba, melebihi karunia
berupa nikmat di dunia. Allah Ta’ala berfirman:

“Katakanlah: ‘dengan karunia Allah dan rahmatNya, yaitu berupa hidayah taufiq
dan demikian pula hidayah ilmu, dengan karunia Allah dan rahmatNya hendaklah
mereka bergembira, itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan berupa
kehidupan dunia.’” (QS. Yunus[10]: 58)

Teman teman ku sekalian ,

Ini adalah merupakan pendidikan pertama yang Allah ingin didik kita di atasnya,
mendidik kita tentang kesabaran. Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkan kesabaran kalian, dan
berjagalah di tapal batas, dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian
menjadi orang-orang yang beruntung.”

2. Pendidikan keikhlasan dan tauhid

Pendidikan kedua yang Allah inginkan daripada bulan Ramadhan, mendidik


keikhlasan kita, tauhid kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika kita di bulan Ramadhan, kita berusaha untuk mengikhlaskan amal ibadah
kita karena Allah. Doa kita hanya kita panjatkan kepada Allah, tawakal kita berikan
hanya kepada Allah, sujud kita, rukuk kita, bahkan semua ibadah kita hanya
ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berapa banyak, saudaraku, di bulan Ramadhan air mata yang berlinang karena
mengharapkan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala di malam Lailatul Qadar.
Berapa banyak dahi-dahi yang diletakkan di tanah dan di lantai untuk bersujud
kepada Allah Rabbul ‘Izzati wal Jalalah, untuk mengagungkan Dia sebagai satu-
satunya Raja Diraja, pencipta langit dan bumi.

Berapa banyak, saudaraku, pengharapan-pengharapan yang digantungkan kepada


Allah penciptanya? Karena ia yakin bahwasanya Allah satu-satunya Dzat yang
berhak disembah.

Sungguh itu adalah merupakan tujuan yang teragung Allah ciptakan manusia.

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu
saja (kata Allah Subhanahu wa Ta’ala).” (QS. Adz-Dzariyat[51]: 56)

Adakah yang teragung bagi seorang hamba ketika dia menghambakan dirinya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala? Demi Allah, status yang paling agung di mata
Allah dari seorang manusia adalah dia sebagai seorang hamba. Makanya Allah
Subhanahu wa Ta’ala memuji Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan
menyebut beliau sebagai hambaNya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫…ُسْبَح اَن اَّلِذ ي َأْس َر ٰى ِبَع ْبِدِه َلْياًل ِّم َن اْلَم ْس ِج ِد اْلَحَر اِم ِإَلى اْلَم ْس ِج ِد اَأْلْقَص ى اَّلِذ ي َباَر ْك َنا َح ْو َلُه‬

“Maha suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya…”

Allah menyebut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai hambaNya karena


itulah predikat yang paling tinggi bagi seorang manusia. Ketika manusia
menghambakan dirinya hanya kepada Allah, maka ia menjadi hamba yang
sempurna. Tapi ketika seorang manusia menghambakan dirinya kepada
kedudukan, menghambakan dirinya kepada uang dan jabatan, ketika seorang
hamba menghambakan dirinya kepada hawa nafsu, semua itu menjadikan
seorang manusia sampai kepada derajat yang paling rendah. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:

‫َلَقْد َخ َلْقَنا اِإْل نَس اَن ِفي َأْح َس ِن َتْقِو يٍم‬


“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling bagus.”
(QS. At-Tin[95]: 4)

“Kemudian Kami kembalikan dia ke dalam derajat yang paling rendah akibat dia
mengikuti hawa nafsunya.” (QS. At-Tin[95]: 5)

Maka Ummatal Islam, seorang hamba tidak boleh rela untuk menggambarkan
dirinya kepada hawa nafsu diri, tidak boleh ia rela untuk menghambakan dirinya
kepada harta dan kedudukannya, tapi hambakan dirinya kepada Allah Rabbul
‘Izzati wal Jalalah. Sehingga dia pun menjadi hamba-hamba yang diangkat
derajatnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidakkah Allah Subhanahu wa Ta’ala
di dalam Al-Qur’an menyebut mereka sebagai hamba-hambaNya? Allah
berfirman:

“Dan hamba-hamba Ar-Rahman…”

Siapa mereka?

“Mereka yang berjalan di muka bumi dengan penuh tawadhu’, dengan penuh rasa
rendah hati.” (QS. Al-Furqan[25]: 63)

Subhanallah.. Pelajaran yang sangat agung yang Allah inginkan dari kita, agar kita
betul-betul menjadi hamba yang benar, yang betul-betul menghambakan diri kita
dan hati kita kepada Allah, yang hati kita membesarkan Allah, mengagungkanNya.

Oleh karena itulah saudarakau, setelah selesai dari bulan Ramadhan, Allah Ta’ala
memerintahkan kita untuk bertakbir. Allah berfirman:

‫َو ِلُتْك ِم ُلوا اْلِع َّدَة َو ِلُتَك ِّبُروا َهَّللا َع َلٰى َم ا َهَداُك ْم‬

“Agar kalian menyempurnakan jumlah bilangan bulan Ramadhan dan agar kalian
membesarkan Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)
Maka kita ucapkan:

‫هللا اكبر هللا اكبر ال اله اال هللا هللا اكبر هللا اكبر وهلل الحمالحم‬

Namun tentunya saudaraku, pembesaran Allah bukan hanya di lisan, hakikatnya


adalah di hati kita. Ketika seorang hamba hanya membesarkan Allah, tidak ada
yang lebih besar di hatinya kecuali Allah, ia pasti menjadi hamba yang takut
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia pasti menjadi hamba yang tunduk kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti dia menjadi hamba yang patuh.

Semua yang diperintahkan oleh Allah maka dia akan berkata: “Sami’na wa
atha’na“, semua yang dilarang oleh Allah, dia akan berkata “Sami’na wa atha’na“.
Itulah orang-orang yang membesarkan Allah, itulah orang-orang yang berterima
kasih kepada penciptanya, itulah orang-orang yang sadar siapa dirinya, sebagai
seorang manusia yang lemah yang sangat membutuhkan kenikmatan Rabbnya,
rahmat dan kasih sayangNya.

Ummatal Islam,

Pendidikan yang sangat agung dari bulan Ramadhan. Kita senantiasa berharap
rahmat dan kasih sayang Allah, kita senantiasa berharap akan ampunan Allah. Di
bulan Ramadhan, berapa banyak hamba-hamba yang dimerdekakan oleh Allah
dari api neraka? Namun kita tidak tahu apakah kita termasuk orang-orang yang
dimerdekakan atau tidak? Kita hanya bisa berharap kepada Allah, kita hanya
memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Allah mengampuni diri-diri kita
dan memerdekakan kita dari api neraka.
Ummatal Islam,

3. Pendidikan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Pelajaran ketiga yang Allah inginkan dari sebuah pendidikan di bulan Ramadhan
ini, yaitu agar kita menjadi seorang hamba yang betul-betul memurnikan ittiba’
kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bukankah orang yang berpuasa tapi tidak sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Bukankah
orang yang membuat ibadah dan ternyata tidak sesuai dengan tuntunan
Rasulullah tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Allah Ta’ala berfirman:

‫…ۗ ُقْل ِإْن ُكْنُتْم ُتِح ُّبوَن َهَّللا َفاَّتِبُعوِني ُيْح ِبْبُك ُم ُهَّللا َو َيْغ ِفْر َلُك ْم ُذ ُنوَبُك ْم‬

“Katakan: ‘Jika kalian memang mencintai Allah, ikuti aku (yaitu Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), niscaya Allah akan mengampuni dosa kalian dan
Allah akan cintai kalian.’” (QS. Ali ‘Imran[3]: 31)

Demi Allah, saudaraku.. Tidak sempurna iman kita sampai kita menjadikan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai hakim dalam hidup kita. Allah
Ta’ala berfirman:

‫…َفاَل َو َر ِّبَك‬
“Tidak, demi Rabbmu..”

‫اَل ُيْؤ ِم ُنوَن‬

“Mereka tidak beriman.”

‫َح َّتٰى ُيَح ِّك ُم وَك ِفيَم ا َش َجَر َبْيَنُهْم‬


Sampai kapan?

“Sampai mereka menjadikan engkau (wahai Muhammad) sebagai hakim dalam


perkara yang diperselisihkan oleh mereka.”

‫ُثَّم اَل َيِج ُدوا ِفي َأنُفِس ِهْم َحَر ًجا ِّمَّم ا َقَض ْيَت‬

“Kemudian mereka tidak mendapatkan dalam hati mereka rasa berat untuk
menerima keputusanmu.”

“Kemudian ia pun taslim (menyerahkan diri kepada Allah dengan sebenar-


benarnya taslim)” (QS. An-Nisa'[4]: 65)

Saudaraku, ketika kita tahu bahwa Rasulullah memerintahkan ini, segera kita
katakan: “Sami’na wa atha’na”. Ketika kita tahu bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam melarang itu, jangan kita berkata: “Apakah ini menguntungkan
diri kita atau tidak?” Karena sesungguhnya keuntungan yang terbesar adalah
mengikuti Allah dan RasulNya.
Ini dia Rafi’ bin Khadij berkata:

‫ َو َطَو اِعَيُة ِهَّللا َو َر ُسوِلِه َأْنَفُع َلَنا‬،‫َنَهاَنا َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ْن ِكَر اِء اَأْلْر ِض َو ُهَو َناِفٌع َلَنا‬

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kami untuk meng-kiraa’ tanah


dan itu bermanfaat buat kami, akan te tapi menaati Allah dan RasulNya lebih
bermanfaat untuk kami.”

Subhanallah.. Itu keimanan, saudaraku.. Meyakini seyakin-yakinnya bahwasanya


menaati Rasulullah itulah pangkal kesuksesan dalam hidup kita, di dunia dan di
akhirat kita. Tapi siapa yang berpaling dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, jangan dia salahkan dan menyalahkan kecuali dirinya sendiri a pabila Allah
berikan kepada dia sesuatu yang dia tidak inginkan. Allah berfirman:

‫َفْلَيْح َذ ِر اَّلِذ يَن ُيَخ اِلُفوَن َع ْن َأْم ِر ِه َأن ُتِص يَبُهْم ِفْتَنٌة َأْو ُيِص يَبُهْم َع َذ اٌب َأِليٌم‬

“Hendaklah waspada orang-orang yang sengaja menyelisihi perintah Rasulullah


untuk ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An-Nur[24]: 63)

Mereka-mereka yang menyelisihi perintah Rasulullah diancam oleh Allah dengan


salah satu dari dua, dan dua-duanya pahit, saudaraku.
Allah mengatakan: “Hendaklah waspada orang-orang yang menyelisihi perintah
Rasulullah untuk ditimpa fitnah.” Apa yang dimaksud dengan fitnah? Imam
Ahmad mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fitnah di sini syirik. Sseorang
sengaja menyelisihi perintah Rasulullah kemudian Allah jadikan hatinya condong
kepada kesyirikan, condong kepada kekafiran. Na’udzubillah..

Kemudian Allah mengatakan: “Atau ditimpa adzab yang pedih.” Silahkan wahai
orang-orang yang menyelisihi dan memaksiati Rasul, silahkan pilih antara dua ini.
Ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih. Apabila kita tidak menginginkan
dua-duanya, tidak ada jalan kecuali satu jalan, yaitu menaati Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mempelajari bagaimana sunnah beliau,
menghidupkan bagaimana sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Saudaraku, cinta Rasul bukan hanya sebatas di lisan, cinta Rasul hakikatnya betul-
betul terealisasi dalam badan, dalam shalatnya, dalam ibadahnya, dalam
ucapannya, dalam pandangan matanya, banhkan dalam seluruh tingkah lakunya
dia berusaha sekuat tenaga mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
sesuai dengan kemampuannya.

Subhanallah.. Saudaraku...

Betapa agungnya orang-orang yang mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa


Sallam. Bahkan umat Islam ketika menyelisihi perintah Rasulullah, mereka akan
ditimpa kebinasaan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫ِإَّنَم ا َأْهَلَك اَّلِذ ْيَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َك ْثَر ُة َم َس اِئِلِهْم َو اْخ ِتَالُفُهْم َع َلى َأْنِبَياِئِهْم‬
“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum mereka adalah banyak
bertanya dan banyak menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihat oleh kita di perang Uhud, Rasulullah dan para sahabatnya kalah akibat
sebagian pasukan pemanah memaksiati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Rasulullah menyuruh mereka jangan turun baik menanga atau kalau. Tapi mereka
kemudian turun, akhirnya Allah berikan kepada mereka kehinaan.

Subhanallah.. Saudaraku..

Di perang Hunain, Allah Subhanahu wa Ta’ala timpakan kekalahan karena


sebagian mereka merasa ‘ujub dengan jumlah mereka yang banyak. Bukan
seluruh sahabat, tidak. Sebagian mereka mengira bahwa jumlah mereka banyak,
pada waktu pasukan kaum muslimin 12.000 orang dan pasukan kaum musyrikin
4000 orang, kemudian sebagian kaum muslimin berkata:

‫لن ُنغلب من قلة‬

“Kita tidak mungkin kalah, jumlah kita lebih besar.”


Tapi apa yang terjadi? Ketika terjadi perang Hunain, di putaran pertama kaum
muslimin kalah.

Subhanallah.. saudaraku.. Allah abadikan dalam surat At-Taubah tentang kejadian


itu untuk menjadi pelajaran bagi kita semuanya bahwasanya merasa bangga
dengan jumlah yang banyak tidak ada manfaatnya di sisi Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Kemenangan bukan dengan banyaknya jumlah, tapi dengan ketakwaan
kepada Allah, dengan mengikuti perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Tapi ketika umat Islam tidak peduli dengan perintah Allah dan RasulNya, Allah
berikan keapda mereka kehinaan dan kebinasaan.

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa menaati Allah dan RasulNya.
Semoga kita termasuk orang-orang yang diterima oleh Allah amal ibadah kita di
bulan puasa ini. Semoga kita termasuk manusia-manusia yang mendapatkan
pemerdekaan dari api neraka.

Anda mungkin juga menyukai