Anda di halaman 1dari 5

Putri nabila rahmahdani

x ipa 3

Naskah ceramah : Puasa bukan sekedar tidak makan dan minum

Ibadah puasa merupakan kewajiban di bulan Ramadhan. Dari terbitnya fajar,


hingga terbenamnya matahari, umat islam harus menahan lapar dan puasa.
Namun, makna puasa di bulan Ramadhan sebenarnya tak hanya soal
menahan lapar dan dahaga.Perlu kita ketahui bersama dan menjadi catatan
penting bahwa puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan, minum dan
hal-hal lainnya yang membatalkan puasa.Orang yang berpuasa harus pula
menjaga lisan dan anggota badan lainnya dari segala yang diharamkan oleh
Allah SWT namun bukan berarti ketika tidak sedang berpuasa boleh melakukan
hal-hal yang diharamkan tersebut.Maksudnya adalah bahwa perbuatan maksiat
itu lebih berat ancamannya bila dilakukan pada bulan yang mulia ini. Bisa jadi
seseorang yang berpuasa itu tidak mendapatkan faedah apa-apa dari puasanya
kecuali hanya merasakan haus dan lapar. Na`udzubillahi min dzalik.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa
agar mendapatkan balasan dan keutamaan-keutamaan yang telah Allah SWT
janjikan. Di antaranya:

1. Setiap muslim harus membangun ibadah puasanya di atas iman kepada Allah
dalam rangka mengharapkan ridha-Nya, bukan karena ingin dipuji atau
sekedar ikut-ikutan keluarganya atau masyarakatnya yang sedang berpuasa.

Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena


iman dan mengharap pahala dari Allah SWT, akan diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu." (Muttafaqun `alaih)

2. Menjaga anggota badannya dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT, seperti
menjaga lisannya dari dusta, ghibah, dan lain-lain.

Begitu pula menjaga matanya dari melihat orang lain yang bukan mahramnya
baik secara langsung atau tidak langsung seperti melalui gambar-gambar atau
film-film dan sebagainya.

Juga menjaga telinga, tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari bermaksiat
kepada Allah SWT.Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang tidak
meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah SWT tidak
peduli dia meninggalkan makan dan minumnya." (ShahihHR. Al-Bukhari no.
1804)

Maka semestinya orang yang berpuasa tidak mendatangi pasar, supermarket,


mal, atau tempat-tempat keramaian lainnya kecuali ada kebutuhan yang
mendesak.

Karena biasanya tempat-tempat tersebut bisa menyeretnya untuk


mendengarkan dan melihat perkara-perkara yang diharamkan Allah SWT.
Begitu pula menjauhi televisi karena tidak bisa dipungkiri lagi bahwa efek
negatifnya sangat besar baik bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak
berpuasa.

3. Bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas kejelekan yang ditujukan
kepadanya.

Rasulullah bersabda dalam hadits Abu Hurairah ra: "Puasa adalah tameng,
maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata
kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan
disakiti maka katakanlah saya sedang berpuasa." (Shahih, HR. Muslim)

Dari hadits tersebut bisa diambil pelajaran tentang wajibnya menjaga lisan.
Apabila seseorang bisa menahan diri dari membalas kejelekan maka tentunya
dia akan terjauh dari memulai menghina dan melakukan kejelekan yang
lainnya.

Sesungguhnya puasa itu akan melatih dan mendorong seorang muslim untuk
berakhlak mulia serta melatih dirinya menjadi sosok yang terbiasa menjalankan
ketaatan kepada Allah SWT.

Namun, mendapatkan hasil yang demikian tidak akan didapat kecuali dengan
menjaga puasanya dari beberapa hal yang tersebut di atas.

Puasa itu ibarat sebuah baju. Bila orang yang memakai baju itu menjaganya
dari kotoran atau sesuatu yang merusaknya, tentu baju tersebut akan menutupi
auratnya, menjaganya dari terik matahari dan udara yang dingin serta
memperindah penampilannya.

Demikian pula puasa, orang yang mengamalkannya tidak akan mendapatkan


buah serta faidahnya kecuali dengan menjaga diri dari hal-hal yang bisa
mengurangi atau bahkan menghilangkan pahalanya. Wallahu a`lam
bish-shawab.***
Dua esensi puasa :

A. Cara mendakatkan diri kepada Allah SWT

Puasa adalah salah satu cara untuk memahami bagaimana rasanya lapar agar
kita bisa bersimpati kepada orang yang kurang beruntung. Puasa untuk
merasakan simpati dan menjadi lebih murah hati mungkin merupakan hikmah
Ramadhan bagi sebagian orang.

Meskipun begitu, mereka yang hidup dalam kemiskinan juga diwajibkan untuk
berpuasa. Apakah tujuan puasa bagi mereka adalah untuk memahami sesuatu
yang sudah mereka ketahui?

Pandangan orang tentang hikmah bulan Ramadhan mungkin akan


berbeda-beda, tetapi setidaknya kita bisa menjadi pribadi yang lebih bersyukur,
bersimpati, dan tentunya menjadi dekat dengan Allah SWT.

Apakah tujuan adanya bulan Ramadhan?


Tujuan Ramadhan tidak hanya untuk merasakan orang-orang yang menderita
kemiskinan dan kelaparan sepanjang tahun. Ramadhan bahkan tidak hanya
tentang puasa, melainkan tentang kitab suci umat Islam, yaitu Al-Quran.

Ramadhan adalah bulan di mana Al-Quran pertama kali diturunkan kepada


Nabi Muhammad SAW. Di bulan inilah Rasululullah SAW melakukan apa yang
biasa dia lakukan, yaitu merenung di Gua Hira.

Dia pergi menyendiri dan menjadikannya mawas diri terhadap dunia. Dia
melihat keserakahan manusia yang memperlakukan kepada mereka yang
lemah, tamak kekuasaan, dan penyembahan berhala yang merajalela.

Nabi Muhammad SAW mencari pemahaman tentang dunianya melalui sesuatu


yang lebih besar, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Saatnya terhubung kembali dengan Al-quran


Bagi kita Ramadhan adalah momen untuk berefleksi, merenung, dan mencari
kedekatan dengan Allah SWT sebagaimana yang diperintahkan di dalam
Al-Quran. Bulan suci juga waktu yang tepat untuk memperkuat dunia
spiritualitas dengan Sang Pencipta melalui salat, doa, membaca Al-Quran, dan
kegiatan Islami lainnya.
Sedangkan puasa membuat kita merasakan kelemahan tubuh kita sendiri. Hal
demikian menyadari kita akan kebesaran Allah SWT yang meluluhkan hati
untuk terus bersyukur pada setiap apa yang Allah SWT anugerahi kepada kita.

Poin tambahan yang tak kalah mulia adalah membaca Al-Quran selama bulan
Ramadhan. Pahala akan berlipat ganda ketika melafazkan setiap huruf di
dalam kitab suci. Sebagaimana Rasululullah pernah bersabda:

"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Quran, maka ia akan mendapat satu
kebaikan dan dari satu kebaikan itu berlipat menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidak
mengatakan alif lam mim sebagai satu huruf. Akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf
dan mim satu huruf." (HR. Bukhari).

Al-Quran mengarahkan pikiran manusia untuk berhenti memikirkan segala


sesuatu yang bersifat duniawi. Hati akan luluh dan menjadi lembut kepada
sesama ciptaan Allah SWT ketika kita membacanya dengan sungguh-sungguh.

Sesungguhnya Allah SWT menyukai umat-Nya yang menunjukkan belas


kasihan, mereka yang rendah hati, mereka yang berbuat baik, dan adil. Pada
akhirnya, tidak ada tujuan yang lebih besar selain mencapai kasih sayang Allah
SWT.

B. Aktualisasi jihad terhadap hawa nafsu dan pengendalian diri

Jihad merupakan bagian dari ibadah yang tinggi nilainya. Namun Jihad yang
sebenarnya adalah yang dapat memerangi hawa nafsunya.

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam kitabnya Fadilah


Haji menuliskan hadits lain dikatakan: "Mujahid yang sebenarnya adalah
orang yang memerangi hawa nafsunya dan mengalahkannya." (At-Tasarruf).

Syekh Muhammad Zakariyya menyampaikan di dalam istilah para sufi hal itu
dinamakan jihad akbar. Rasulullah saw juga bersabda seperti itu. Allamah
Syami rah.a berkata. "Keutamaan jihad sangat banyak.

"Betapa tidak karena sesuatu yang paling dicintai manusia yakni nyawa
dikorbankan di jalan Allah SWT dan demi mendapat ridho Allah ia
menanggung segala penderitaan," katanya.

Dan yang lebih tinggi dari jihad adalah melawan hawa nafsu untuk taat kepada
Allah SWT dan menyelamatkannya dari keinginan-keinginannya. Oleh karena
itu, ketika Rasulullah SAW kembali dari suatu peperangan beliau bersabda.
"Kita kembali dari jihad yang kecil menuju jihad besar."
Dalam riwayat yang lain yang diriwayatkan oleh Jabir r.a. berapa orang yang
baru pulang dari perang datang kepada Rasulullah SAW Rasulullah SAW
bersabda. "Kedatangan kalian sangat bagus karena kalian datang dari jihad
kecil menuju jihad besar, yakni mujahadah seorang hamba terhadap nafsunya
sendiri." (At-Tasyarruf:2).

Maka dari itu, apabila mereka mencampakkan diri mereka dalam kesusahan,
maka tidak ada penentang lagi. Mencampakkan diri dalam kesusahan demi
untuk mengalahkan musuh mendatangkan pahala, bukannya malah
ditentang.

Rasulullah SAW bersabda: "Musuhmu yang paling besar adalah nafsumu sendiri
yang berada di antara dua lambungmu."

Oleh karena itu dalam mengalahkan musuh; apabila seseorang membenarkan


dirinya kelaparan, kehausan dan menampakan dirinya dalam bahaya dan
penderita, maka itu sangat disukai selama tidak menyebabkan kemunduran
dalam tugas-tugas agama lainnya yang sangat penting.

"Semoga Allah SWT juga memberikan kepada hamba yang hina ini sedikit dari
keberkahan dan pencerahan rohani manusia mulia tersebut. Dia Maha
Pemurah dan Maha Pemberi kepada siapa yang dia kehendaki," katanya.

Anda mungkin juga menyukai