Anda di halaman 1dari 2

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Takwa adalah sebaik-baik bekal untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat.

Oleh
karena itu, khatib mengawali khutbah yang singkat ini dengan wasiat takwa. Marilah kita semua selalu meningkatkan
ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segenap
larangan.

Hadirin rahimakumullah, Tidak lama lagi, kita akan memasuki gerbang Ramadhan 1443 H. Petang ini, setelah
terbenamnya matahari, jika hilal berhasil dilihat, maka besok, hari Sabtu kita mulai berpuasa. Sebaliknya, jika petang ini
hilal tidak berhasil dilihat karena mendung, maka hitungan bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari, dan kita memulai
puasa Ramadhan pada hari Ahad lusa.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Ibadah puasa memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ibadah-ibadah yang
lain. Di antaranya adalah seperti yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya :

“Setiap amal baik anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan balasannya adalah sepuluh kali lipat hingga
tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala berfirman (dalam hadits qudsi): “Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu milik-
Ku dan Aku langsung yang akan membalasnya, orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makanannya karena
Aku” (HR Muslim)

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa puasa adalah milik Allah. Kenapa puasa disebut secara khusus sebagai milik
Allah? Padahal semua kebaikan dan seluruh ibadah pada hakikatnya adalah milik Allah. Imam an Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim menjelaskan bahwa yang dimaksud karena puasa adalah ibadah yang jauh dari niat riya’ (melakukan
ketaatan bukan karena Allah, tapi karena ingin mendapatkan pujian dari sesama hamba). Ketika seseorang sedang
berpuasa, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah dan diri orang yang berpuasa itu sendiri. Berbeda
dengan ibadah-ibadah lain yang tampak dan bisa dilihat oleh banyak orang, ibadah puasa tidaklah tampak dan tidak
dapat ditampakkan kepada orang lain kecuali dengan ucapan dari pelakunya bahwa ia sedang berpuasa. Tidak bisa
dibedakan antara orang yang tidak makan karena diet dengan orang yang tidak makan karena berpuasa. Orang yang
sedang berpuasa, sangat mudah baginya menyelinap ke dapur untuk makan dan minum, misalkan, lalu keluar dari dapur
dan menampakkan diri seakan-akan ia masih berpuasa. Kenapa hal itu tidak ia lakukan?. Karena tujuannya bukan ingin
mendapatkan pujian dari sesama hamba. Yang dia harapkan semata-mata hanyalah ridla Alah ta’ala.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Dikatakan dalam hadits di atas bahwa Allah-lah langsung yang akan membalas
ibadah puasa. Kenapa puasa dikhususkan sebagai ibadah yang dibalas langsung oleh Allah padahal hakikatnya Allah-lah
yang membalas semua kebaikan? Jika kebaikan yang lain disebutkan pelipatgandaan pahalanya menjadi sepuluh hingga
tujuh ratus, pahala puasa adalah pengecualian. Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan, hal itu
dikarenakan begitu besarnya pahala puasa dan begitu agung keutamaannya. Hanya Allah yang tahu seberapa besar
pelipatgandaan pahala bagi orang yang berpuasa. Dengan melakukan puasa, seseorang bisa jadi dibebaskan secara total
dari siksa api neraka. Akan tetapi, meskipun ibadah puasa memiliki kekhususan tertentu, para ulama menegaskan
bahwa perbuatan yang paling utama setelah iman adalah shalat lima waktu.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriah. Mulai Nabi
diwahyukan pertama kali hingga tahun kedua hijriah, umat Islam belum diwajibkan berpuasa. Itu artinya, selama kurang
lebih 15 tahun terhitung mulai Nabi menerima wahyu yang pertama sampai tahun kedua hijriah, umat Islam belum
diwajibkan berpuasa. Nabi berdakwah di Makkah selama kurang lebih 13 tahun. Setelah itu beliau diperintah berhijrah
ke Madinah. Jadi pemberlakuan syariat Islam pada waktu itu berjalan secara bertahap dan tidak diberlakukan semuanya
dalam satu waktu yang sama. Sebelum wafatnya, Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam berpuasa Ramadhan sebanyak 9
kali Ramadhan.
Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Puasa Ramadhan termasuk ma’lûm minaddîn bidl-dlarûrah. Artinya,
hukum wajibnya puasa Ramadhan diketahui oleh semua lapisan, baik ulama maupun orang-orang awam. Karenanya,
orang yang mengingkari hukum wajibnya puasa Ramadhan, maka ia kafir, kecuali orang yang baru masuk Islam. Atau
orang muslim, tapi ia tinggal di daerah pedalaman yang jauh dari para ulama. Sedangkan orang yang tidak berpuasa
Ramadhan tanpa sabab syar’i (sebab yang dibenarkan oleh syariat), dan ia meyakini wajibnya puasa Ramadhan, maka ia
tidak kafir, tapi termasuk pelaku dosa besar (fasiq). Ia diwajibkan mengqadha (mengganti) puasa yang ia tinggalkan.

Saudara-saudaraku rahimakumullah, Sebelum kita melakukan perkara apa pun, termasuk puasa Ramadhan, maka kita
diwajibkan untuk mengetahui ilmunya. Wajib bagi kita untuk mengaji dan mempelajari syarat sah puasa, syarat wajib
puasa, rukun puasa, perkara yang membatalkan puasa dan hal-hal lain yang berkaitan dengan puasa. Imam al-Bukhari
dalam Shahih al-Bukhari menyebutkan salah satu bab dengan judul Bab al ‘Ilmi Qablaal Qaul waal ‘Amal. Hal ini
menunjukkan bahwa kita diwajibkan untuk mempelajari ilmu terkait dengan apa yang akan kita ucapkan dan apa yang
akan kita perbuat.

Menjelang Ramadhan, marilah kita mempelajari ilmu yang berkaitan dengan puasa dan berbagai ibadah yang akan kita
lakukan selama Ramadhan. Jangan sampai kita tergolong sebagai orang-orang yang disebutkan dalam sabda Baginda
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:

Maknanya: “Betapa banyak orang yang menghidupkan malam dengan ibadah tapi ia tidak mendapatkan apa-apa dari
ibadahnya kecuali begadang (tidak tidur di malam hari), dan betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak
mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR Ibnu Majah, an Nasa’i, Ibnu Hibban dan
lainnya).

Seseorang yang melakukan puasa lalu tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga, bisa jadi karena
akidahnya tidak benar, niatnya tidak benar atau tata caranya tidak benar. Akidah yang benar, niat yang benar dan tata
cara melakukan puasa dengan benar, ketiganya tidak dapat diketahui kecuali dengan belajar dan mengaji ilmu agama.

Hadirin yang dirahmati Allah, Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat
dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.

Anda mungkin juga menyukai