Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENELITIAN

PERNIKAHAN DAN CALON PENGANTIN DI DESA BLUMBUNGAN

Disusun untuk memenuhi tugas UAS matakuliah Hukum Perdata Islam Indonesia
Yang diampu oleh Ibu Drs. Siti Musawwamah, M. Hum

Disusun oleh:
a.Iqbal maulana

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua
makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Pernikahan
adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt., sebagai jalan bagi makhluk-Nya
untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya.
Nikah menurut bahasa; al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul.
Beberapa penulis juga terkadang menyebut pernikahan dengan kata perkawinan.
Dalam bahasa Indonesia, “perkawinan” berasal dari kata “kawin”, yang menurut
bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan
kelamin atau bersetubuh

Pengertian-pengertian diatas dibuat hanya melihat dari satu segi saja, yaitu
kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang semula dilarang menjadi dibolehkan. Padahal setiap perbuatan
hukum itu mempunyai tujuan dan akibat ataupun pengaruhnya. Hal-hal inilah
yang menjadikan perhatian manusia pada umumnya dalam kehidupan sehari-hari,
seperti terjadinya perceraian, kurang adanya keseimbangan antara suami dan istri,
sehingga memerlukan penegasan arti perkawinan, bukan saja dari segi kebolehan
hubungan seksual tetapi juga dari segi tujuan dan akibat hukumnya

2
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

B;umbungan adalah salah satu desa yang terletak pada Kecamatan


Larangan Kabupaten Pamekasan., di sini kami menemukan salah beberapa warga/
masyarakat, dimana dalam kehidupan sehari-harinya sangatlah harmonis, tentram
dan damai. Sehingga saya penasaran untuk mengobservasi langsung.

Saya mengobservasi beberapa masyarakat tersebut, tentang perkawinan


dan bagaimana calon-calon dan permasalahan yang ada di desa blumbuungan?
Ada beberapa jawaban dari masyarakat tersebut

3
BAB III
PERKAWINAN DAN SYARATNYA

A. Perkawinan dalam Syariat Islam


1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan adalah suatu cara yang ditentukan Allah sebagai jalan manusia
untuk melestarikan keturunannya, setelah masing-masing pasangan siap
melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Tuhan
tidak ingin menjadikan manusia itu seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas
mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anarki, dan
tidak ada aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia,
Allah menetapkan hukum sesuai dengan martabat manusia. Sehingga hubungan
antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling
ridha meridhai, dengan ijab kabul dan dengan dihadiri para saksi yang
menyaksikan kalau keduanya telah saling terikat.1
Menurut Sajuti Thalib, perkawinan ialah suatu perjanjian suci kuat dan
kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang
perempua membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih mengasihi,
tentram dan bahagia. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, pengertian nikah adalah
suatu akad yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dan
wanita sedangkan menurut arti majazi (methaporic) nikah itu artinya hubungan
seksual.

2. Dasar Hukum Perkawinan


Hukum nikah (perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis
antarjenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan
tersebut.
Perkawinan, yang merupakan sunnatullah pada dasarnya adalah mubah
tergantung pada tingkat kemaslahatannya. Oleh karena itu, Imam Izzudin
Abdussalam, membagi maslahat menjadi tiga bagian, yaitu:

1
Sayyid Sabiq, Fiqhi Sunnah, (Bandung: PT. Alma‟arif: Cet. II, 1981), h. 5-6.

4
a. Maslahat yang diwajibkan oleh Allah Swt bagi hamba-Nya. Maslahat
wajib bertingkat-tingkat, terbagi kepada fadhil (utama), Afdal (paling utama) dan
mutawassith (tengah-tengah). Maslahat yang paling utama adalah maslahat yang
pada dirinya terkandung kemuliaan, dapat menghilangkan mafsadah paling buruk,
dan dapat mendatangkan kemaslahatan yang paling besar, kemaslahatan ini wajib
dikerjakan.
b. Maslahat yang disunnahkan oleh syari’ kepada hamba-Nya demi untuk
kebaikannya, tingkat maslahat paling tinggi berada sedikit di bawah tingkat
maslahat wajib paling rendah. Dalam tingkatan kebawah, maslahat sunnah akan
sampai pada tingkat maslahat yang ringan yang mendekati maslahat mubah.
c. Maslahat Mubah. Bahwa dalam perkara mubah tidak terlepas dari
kandungan nilai maslahat atau penolakan terhadap mafsadah. Imam Izzudin
berkata: “Maslahat mubah dapat dirasakan secara langsung”. Sebagian
diantaranya lebih bermamfaat dan lebih besar kemaslahatannya dari sebahagian
yang lain. Maslahat mubah ini tidak berpahala.

3. Rukun dan Syarat Sah Pernikahan


Rukun, yaitu suatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya
suatu pekerjaan (ibadah), dan suatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu,
seperti membasuh muka untuk wudu dan takbiratul ihram untuk shalat. Atau
adanya calon pengantin laki-laki/perempuan dalam perkawinan.
Syarat, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya
suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian
pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat” atau menurut Islam calon
pengantin lakilaki/ perempuan itu harus beragama Islam.
“Sah, yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat”.
pernikahan yang didalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad lain yang
memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan akad.
Adapun rukun nikah adalah:
a. Mempelai laki-laki;
b. Mempelai perempuan;
c. Wali;

5
d. Dua orang saksi;
e. Shigat ijab Kabul2
` Shigat itu hendaknya terikat dengan batasan tertentu supaya akad itu dapat
berlaku. Misalnya, dengan ucapan: “Saya nikahkan engkau dengan anak
perempuan saya”. Kemudian pihak laki-laki menjawab: “Ya saya terima”. Akad
ini sah dan berlaku. Akad yang bergantung kepada syarat atau waktu tertentu,
tidak sah.
Dari uraian diatas menjelaskan bahwa akad nikah atau perkawinan yang
tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya menjadikan perkawinan tersebut tidak
sah menurut hukum.3

4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan Menurut Hukum Islam


a. Tujuan Perkawinan
Diantara pengertian nikah yang dikemukakan fukaha ialah, dapat dipahami
bahwa nikah bertujuan menghalalkan pergaulan bebas dan menghalalkan
hubungan kelamin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang
sebelumnya tidak halal. Demikianlah maksud perkawinan yang dipahami oleh
kebanyakan orang. Dalam pandangan Islam bukanlah halalnya hubungan kelamin
itu saja yang menjadi tujuan yang tertinggi.4

b. Hikmah Perkawinan
Allah menjadikan makhluk-Nya berpasang-pasangan menjadikan manusia
laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan dan hewan betina begitupula
tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu
hidup berpasang-pasangan, hidup dua sejoli, hidup suami istri, membangun rumah
tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakan ikatan dan pertalian
yang kokoh yang tak mungkin putus dan diputuskannyalah ikatan akad nikah atau
ijab kabul perkawinan.

2
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Study Perbandingan dalam Kalangan
Ahlus-Sunnah dan Negara-Negara Islam), (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 74.
3
M.A Tihami, dan Sohari Sahrani, Fiqhi Munakahat (Kajian Fikhi Lengkap), h.8-11.
4
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Study Perbandingan dalam Kalangan
Ahlus-Sunnah dan Negara-Negara Islam), h. 107-108.

6
Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan hikmah perkawinan yaitu:
yang pertama memelihara keturunan, yang kedua menghindarkan kita dari
perzinahan, yang ketiga agar kita terbebas dari penyakit yang kotor sebagai mana
yang disebutkan diatas.5

5. Perkawinan Menurut KHI


a. Dasar- Dasar Perkawinan
Dalam buku/ kitab KHI sudah tertera bahwa dasar-dasar perkawinan telah
tercantum pada pasal 2-10 KHI.
b. Rukun dan Syarat Perkawinan
Dalam KHI terdapat pada pasal 14 yang berbunyi :
“untuk melaksanakan perkawinan harus ada” :
a. Calon Suami
b. Calon Istri
c. Dua Orang Saksi dan,
d. Ijab & Kabul
c. Hak & Kewajiban Suami Isteri
Dalam KHI terdapat pada pasal 77 & 786

5
Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari Undang-Undang No. !
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), h.31-33.
6
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Edisi Revisi 2015, (Bandung; Redaksi
Nuansa Aulia, September 2015)

7
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Data hasil wawancara
Abd. Hamid (45 Th)
Beliau mengatakan bahwa pernikahan adalah bersatunya dua orang yang
saling cinta, dengan syarat adanya ijab Kabul, mempelai dan saksi, sedangkan
pemuda yang ada di desa blumbungan kebanyakan menikah hanya modal nekat,
beliau mengatakan bahwa kebanyakan pengantin yang bahkan belum bekerja
berani menikah, atau pekerjaannya tak tetap dan berani menikah.
Kebanyakan mereka hanya modal berani dan pasrah kepada Allah, setelah
menikah pun banyak masalah muncul seperti, pihak wanita malas memasak,
melayani tidak benar. Dan prianya seakan tak mau dikekang oleh ikatan
perkawinan, jadi kalau ingin menikah hendak persiapkan diri dulu.

Khoirul firmansyah(20)
Pernikahan adalah laki-laki dan perempuan bersatu dengan adanya ijab
kobul penghulu dan saksi, juga ada lain-lain, permasalahan yang kerap timbul
dalam hubungan pernikahan hanya karna salah paham, artinya hanya kurang
komunikasikasi.

Sedangkan dengan masalah calon pengantinnya, kebanyakan dari mereka


hanya modal nekat saja, ya termasuk saya juga, tapi takbisa dikatakan hanya
modal nekat, karna ada kemantapan hati dalam memberanikan diri untuk
menikah, yasudah gitu aja soalnya saya baru menikah, jadi maih belum terlalu
pengalaman tentang masalah itu

8
Maulidina fitria(25)
Pernikahan ialah cara untuk meleestarikan keturunan, tapi dengan syarat
tertentu dan syarat itupun harus terpenuhi semua. Ya jika tak terpenuhi maka
nikahnya tak sah
Masalah dalam pernikahan kalau menurut saya pribadi, ya hanya karna
masalah keuangan, dan kurangnya waktu bersama, sebetulnya masalah itu hanya
masalah sepele tapi kalau dibiarkan akan membesar, jadi bagaimana pasangannya
sendiri harus saling pengertian.
Dan masalah calon pengantinnya, sebetulnya tak ada masalah, dari suami
saya sendiri tak ada masalah, karna dia siap lahir maupun batin. Jadi tergantung
individunya sih…. Dan lagi yam as kalo gak cepet-cepet menikah, bisa-bisa calon
anda diambil orang lain.

9
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bahwa dalam suatu keluarga jika ingin menciptakan suatu keluarga yang
sakinah, mawaddah, wa rohmah maka yang perlu di terapkan yaitu tentang aturan
dalam islam, dan juga harus ada kesiapan sebelum menjalani pernikahan, jangan
hanya modal nekat, karna pernikahan itu tak semudah membalikan telapak tangan.

Apabila terjadi masalah maka bicarakan dengan baik-baik, karna jika


terbawaemosi maka akan berdampak buruk padahubungan pernikahannya.

10
LAMPIRAN

Draf Wawancara

1. Apakah bapak tahu istilah dari perkawinan dalam Hukum Islam?


2. Menurut sepengetahuan bapak, bagaimana calon-calon pengantin yang ada
di desa blumbungan?
3. Masalah yang terjadi dalam pernikahan?

11
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid, Fiqhi Sunnah, (Bandung: PT. Alma‟arif: Cet. II, 1981)

Daly,Peunoh, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Study Perbandingan dalam


Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-Negara Islam), (Jakarta: Bulan Bintang,
2003)

Tihami, M. A dan Sohari Sahrani, Fiqhi Munakahat (Kajian Fikhi Lengkap)

Ramulyo,Moh. Idris, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari Undang-


Undang No. ! Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam).

Aulia,Tim Redaksi Nuansa, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Edisi Revisi 2015,
(Bandung; Redaksi Nuansa Aulia, September 2015)

12

Anda mungkin juga menyukai