Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN OBSERVASI DI LAPANGAN

ANALISIS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

(Mata Kuliah Bimbingan Konseling dan Anak Berkebutuhan Khusus)

Dosen Pengampu:

Dr. Halida, M.Pd

Disusun Oleh :

Nur Affni F1081221009

3 A REGULER

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah hasil observasi tentang "Anak
Autism".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penulis, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penulisan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini. Kami berharap semoga makalah yang penulis buat ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Pontianak, 21 November 2023

Nur Affni

NIM. F1081221009

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1

1. Latar Belakang........................................................................................................1

2. Rumusan Masalah..................................................................................................2

3. Tujuan Pembahasan................................................................................................3

BAB 2 KAJIAN TEORI....................................................................................................4

1. Pengertian Anak Autism.........................................................................................4

2. Ciri-Ciri Anak Autism............................................................................................5

3. Penyebab Anak Autism..........................................................................................5

4. Klasifikasi Anak Autism........................................................................................7

5. Penanganan Anak Autism......................................................................................7

BAB 3 METODE PENELITIAN......................................................................................8

BAB 4 PEMBAHASAN...................................................................................................9

1. Identitas Sekolah....................................................................................................9

2. Identitas Peserta Didik............................................................................................9

3. Identitas Pendidik...................................................................................................9

4. Hasil Dan Pembahasan..........................................................................................9

BAB 5 PENUTUP...........................................................................................................13

1. Kesimpulan...........................................................................................................13

2. Saran.....................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

LAMPIRAN DOKUMENTASI......................................................................................14

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan


anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak
luar biasa) didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan
khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna
(Hallahan dan Kauffman, 2003: 12). Anak-anak berkebutuhan khusus ini tidak
memiliki ciri-ciri perkembangan psikis ataupun fisik dengan rata-rata anak seusianya.
Namun meskipun berbeda, ada juga anak-anak berkebutuhan khusus menunjukan
ketidakmampuan emosi, mental, atau fisiknya pada lingkungan sosial. Terdapat
beberapa jenis anak berkebutuhan khusus yang seringnya kita temui yaitu tunarungu,
tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, autism, down syndrome, dan retradasi
mental (kemunduran mental).

Anak-Anak berkebutuhan khusus kerap kali kurang tangkas dan keseimbangan


dalam perihal Gerak Motorik Kasar, sedangkan dalam Gerak Motorik Halus. Anak-
anak berkebutuhan khusus kerap kurang terampil dan terkordinir dalam melaksanakan
salah satu tugas. Ada beberapa jenis penanganan anak berkebutuhan khusus yang bisa
dipraktikan baik pihak orang tua maupun pihak-pihak lainnya agar anak berkebutuhan
khusus ini dapat mengembangkan kemampuannya dalam belajar dan berinteraksi
dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Dua metode pembelajaran yang khusus
diberikan pada anak berkebutuhan khusus ini adalah metode pembelajaran dengan
berbagai aktivitas berat (untuk membantu mengoptimalkan kemampuan anak dan
perilaku anak) dan bekali anak berkebutuhan khusus dengan teknologi informasi dan
keterampilan.

Beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak


berkebutuhan khusus, seperti prinsip motivasi, prinsip latar/ kompleks, prinisp
keterarahan, prinsip hubungan sosial, prinsip individualisasi, prinsip belajar sambil
bekerja, prinsip pemecahan masalah, dan prinsip menemukan. Amin (2004: 22)
menjelaskan bahwa anak tunagrahita ringan anak yang mengalami hambatan
intelektualnya meskipun kecerdasan dan adaptasi serta sosialnya terhambat, namun
mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pengajaran

1
akademik, penyesuaian sosial dan berkembang bekerja. Slameto (2010: 54)
berpendapat bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi minat belajar, yakni
faktor jasmani, faktor psikologis dan faktor kelelahan Beberapa hal yang harus
dikuasai anak tunagrahita dalam motivasi belajar yaitu ketekunan belajar, keuletan
dalam belajar, minat/perhatian dalam belajar, tidak bosan belajar, belajar dan senang
belajar. Berdasarkan keterbatasan tersebut maka diperlukan pelayanan pendidikan
khusus untuk mengembangkan motivasi anak.

Di Indonesia, perkembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dan


pendidikan khusus lainnya, mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam dua
dasa warsa terakhir. Dengan lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No.2 tahun 1989 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No.20/ 2003,
pendidikan luar biasa tidak saja diselenggarakan melalui sistem persekolahan khusus
(SLB), namun juga dapat diselenggarakan secara inklusif di sekolah reguler pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah (Solopos, Pendidikan, Selasa 27 November
2012).

Autism adalah suatu gangguan perkembangan secara menyeluruh yang


mengakibatkan hambatan dalam kemampuan sosialisasi, komunikasi, dan juga
perilaku. Gangguan tersebut dari taraf yang ringan sampai dengan taraf yang berat.
Gejala autis ini umumnya muncul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Penyebab
autism sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menyebutkan
penyebab autism adalah adanya gangguan pada fungsi susunan syaraf pusat yang
diakibatkan karena kelainan struktur otak. Karakteristik anak autis yang sering
muncul pada anak-anak diantaranya sebagai berikut. Perkembangan terlambat,
memiliki rasa ketertarikan pada benda yang berlebihan, menolak ketika dipeluk,
memiliki kelainan sensoris, memiliki kecenderungan melakukan perilaku yang
diulang-ulang(Rahayu, 2014).

2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini adalah:
1. Apa pengertian anak autism?
2. Bagaimana stimulus dan respon dari anak autism?
3. Bagaimana penangangan anak autism?
4. Bagaimana perkembangan anak autism selama persekolahan?

2
3. Tujuan
Adapun tujuan yang akan dicapai pada makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari anak autism
2. Untuk mengetahui stimulus dan respon dari anak autism
3. Untuk mengetahui penanganan untuk anak autism
4. Untuk menjelaskan perkembangan anak autism selama persekolahan

3
BAB 2

KAJIAN TEORI

1. Pengertian Anak Autism


Kata autism berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu „aut‟
yang berarti „diri sendiri‟ dan „ism‟ yang secara tidak langsung menyatakan orientasi
atau arah atau keadaan ( state ). Sehingga autism sendiri dapat didefinisikan sebagai
kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri ( Reber, 1985 dalam
trevarthen dkk,1998 ). Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak – anak autism
gagal bertindak dengan minat pada orang lain , tetapi kehilangan beberapa penonjolan
perilaku mereka. Ini , tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia
mereka.
Autism pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh
seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner . ia menemukan sebelas anak
yang memiliki ciri – ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan
berinteraksi dengan individu lain dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar
dirinya, sehingga perilakunya seperti tampak hidup di dunia sendiri.
Autism merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang
berhubungan dengan komunikasi , interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya
tampak pada sebelum usia 3 tahun. Bahkan apabila autism infantile gejalanya sudah
ada sejak bayi. Autism juga merupakan suatu konsekuensi dalam kehidupan mental
dari kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi
–fungsi : persepsi (perceiving), intending, imajinasi (imagining), dan perasaan
(feeling). Autism juga dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran
sistematis (systematic reasoning). Dalam suatu analisis „microsociological‟ tentang
logika pemikiran mereka dan interaksi dengan yang lain (Durig, 1996,dalam trvarten,
1998), orang autism memiliki kekurangan pada “creative induction‟ atau membuat
penalaran induksi yaitu penalaran yang bergerak dari premis – premis khusus (minor)
menuju kesimpulan umum, sementara deduksi , yaitu bergerak pada kesimpulan
khusus dari premis – premis (khusus) dan abduksi yaitu peletakan premis – premis
umum pada kesimpulan khusus, kuat (trevarthen, 1998).

4
2. Ciri-Ciri Anak Autism
a. Perilaku
1) Cuek terhadap lingkungan.
2) Perilaku tak terarah; mondar mandir, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar,
lompat-lompat dan sebagainya.
3) Kelekatan terhadap benda tertentu
4) Perilaku tak terarah
5) Terpukau terhadap benda yang berputar atau benda yang bergerak (Yuwono,
2012).
b. Interaksi sosial
1) Tidak mau menjalin interaksi seperti :kontak mata, ekpresi muka, posisi tubuh
serta gerak gerik kurang setuju
2) Kesulitan dalam bermain dengan orang lain ataupun teman sebayanya.
3) Tidak empati, perilakunya hanya sebagai minat atau kesenangan
4) Kurang bisa melakukan interaksi sosial dan emosional 2 arah (Moore, 2010).
c. Komunikasi dan bahasa
1) Terlambat bicara
2) Tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara non verbal dengan bahasa tubuh
3) Meracau dengan bahasa yang tidak dapat dipahami
3. Penyebab Anak Autism
1. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus- kasus autism disebabkan oleh factor genetic.
Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autism adalah tuberous
sclerosis (17-58%) dan syndrome fragile X ( 20 – 30%). Disebut fragile X karena
secara sitogenik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan ( fragile) yang
tampak seperti patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Syndrome
fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X- linked ( X terangkai)
yaitu melalui kromosom X. pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti
penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bias digolongkon
sebagai dominan atau resesif, laki –laki dan perempuan dapat menjadi penderita
maupun pembawa sifat ( carier) (Dr. Sultan MH Faradz.
Pusponegoror,Spa(k),2003).
2. Gangguan Pada system syaraf

5
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autism memiliki kelainan
hampir pada seluruh struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah
pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di
otak kecil pada autism. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang
pertumbuhan akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang
abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan
sel purkinye mati. (Dr. Sultan MH Faradz. Pusponegoror,Spa(k),2003). Otak kecil
berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang
mengatur perhatian dan penginderaan.jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka
akan menggangggu fungsi bagian lain dari system saraf pusat, seperti misalnya
system limbic yang mengatur emosi dan perilaku.
3. Ketidakseimbangan kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autism berhubungan
makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadapa makan tertentu,
seperti bahan – bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula,
bahan pengawet, bahan pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan
tersebut, dalam tahun 2000- 2001 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120orang
anak yang memenuhi criteria gangguan autism menurut DSM IV. Rentang umur
antara 1- 10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki – laki dan 23 adalah
anak perempuan. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa anak – anak ini
mengalami gangguan metabolism yang kompleks, dan setelah dilakukan
pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak yang di periksa : 100 anak
( 83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten, dan makanan lain, 18 anak ( 15%)
alergi terhadap susu, dan makanan lain, 2 orang anak ( 1,66%0 alergi terhadapa
gluten dan makanan lain.( Dr. Melly Budiman, SpKJ, 2003). Penelitian lain
menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar
dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi
snyeri dan motivasi.
4. Kemungkinan lain
Infeksi yang terjadi sebelum dan sesudah kelahiran dapat merusak otak seperti
virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak.
Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya
sehingga tidak memliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak, atau anakk

6
tidak pernah diajak bicara sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita
autisme.

4. Klasifikasi Anak Autism


Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya.
Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi
ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS).
Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
1. Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun
tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika
dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam
berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
2. Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif,
menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung
agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3. Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke
tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua
berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap
melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang tuanya, anak autis
tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan
kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011)
5. Penanganan Anak Autism
Penanganan autism bertujuan agar perkembangan ang terlambat pada dirinya
dapat diatasi sesuai dengan perkembangan usianya. Semakin cepat mengetahui anak
mengalami autism, maka akan semakin cepat pula usaha penanganannya. Sampai saat
ini belum ada obat yang dapat memperbaiki struktur ota atau jaringan syaraf yang
kelihatannya mendasari autism. Gejala yang timbul pada anak autism sangat

7
bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual dan tergantung keadaan dan
gejala yang timbul dan harus ditangani secara holistic oleh tim ahli.
Beberapa terapi untuk anak autism adalah terapi wicara, terapi biomedik, terapi
makanan, dan terapi perilaku.

BAB 3

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan


pendekatan studi kasus. Tujuannya untuk memperoleh beberapa gambaran mengenai
karakteristik, jenis, klasifikasi, penanganan serta stimulus pada anak autism di SLB Autism
Kalbar. Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah Anak Berkebutuhan Khusus yang
bersekolah di SLB Autism Kalbar. Sampel yang diambil dengan menggunakan teknik
purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel yang didasarkan pada pertimbangan
peneliti mengenai sampel-sampel mana yang paling sesuai, bermanfaat dan dianggap dapat
mewakili suatu populasi (representatif), disini penulis mengambil 2 responden sebagai
sampel. Penelitian dilaksanakan di SLB Autism Kalbar Kec. Pontianak Timur.

Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diambil langsung oleh
si peneliti untuk mengetahui jenis penanganan anak-anak berkebutuhan khusus dengan cara
mengobservasi langsung sampel yang telah dipilih. Cara pengumpulan data menggunakan
wawancara, jadi peneliti akan mewawancarai Wali Kelas dan kepala Sekolah yang menangani
anak-anak berkebutuhan khusus di SLB Autism Kalbar.

8
BAB 4

PEMBAHASAN

1. Identitas Sekolah
nama sekolah : SLB Autism Kalbar
alamat sekolah : Gang Pendidikan, Jalan Tanjung Raya 2, Pontianak
Timur
2. Identitas peserta didik
Nama peserta didik : Raditya Vigo Pratama
Gangguan yang dialami : Autism Sedang (Hyperaktif)
3. Identitas pendidik
1) Nama guru : Najmudin, M.Pd
Jabatan : Kepala Sekolah
2) Nama guru : Ana, S.Pd
Jabatan : Wali Kelas
4. Hasil dan pembahasan
Berdasarkan observasi yang telah saya lakukan di SLB Autism Kalbar, saya
merasa tertarik untuk mengobservasi atau meneliti anak dengan kebutuhan khusus
seperti autism. Menurut saya pengetahuan tentang ciri-ciri, klasifikasi, penyebab,
serta cara penanganan yang dilakukan adalah hal yang penting untuk diketahui
karena mengingat sudah banyak SD yang menerapkan Sekolah Inklusi.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini, saya memilih salah satu peserta didik
yang memiliki kebutuhan khusus yang berupa autism bernama Raditya Vigo
Pratama atau bisa dipanggil vigo. Ketika mengobservasi Vigo saya juga
berkesempatan untuk mewawancarai Wali Kelasnya yaitu Bu Ana, dari wawancara
dengan bu Ana, terdapat beberapa hal yang saya temukan:
1. Klasifikasi anak
Vigo adalah anak yang menyandang gangguan berupa autism sedang
(hyperaktif), yang berarti dia mengalami hambatan bidang komunikasi

9
(verbal/non-verbal), bidang interaksi sosial, hambatan dalam perilaku, dalam
bidang emosi/perasaan dan juga bidang persepsi.
2. Stimulus dan respon anak
Dari wawancara yang saya lakukan dengan bu Ana, dapat diketahui
bahwa Vigo telah memberikan respon yang baik terhadap stimulus yang
diberikan oleh bu Ana. Yang awalnya dia adalah anak yang tidak bisa diam,
membuat keributan dikelas, tidak mau makan sendiri, harus dibujuk untuk
melakukan sesuatu, dan setelah beberapa waktu diberikan stimulus seperti
ketika Vigo selesai mengerjakan tugas yang diberikan makan bu Ana akan
memberikan reward dengan memutar film kesukaannya. Sekarang Vigo sudah
bisa diam di kursinya sendiri, sudah mau makan walaupun kadang disuruh
terlebih dahulu, serta bisa mengerjakan perintah-perintah sederhana seperti
mengambil botol, memasukkan buku ke dalam tas, dan lainnya. Jadi, kondisi
Vigo sudah lebih baik dibanding sebelumnya dan di kelas bu Ana tidak perlu
melakukan stimulus secara berlebihan lagi karena anak-anak dikelasnya
termasuk Vigo telah memberikan respon yang baik.
3. Penanganan untuk anak
Dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa pada penanganan untuk kasus Vigo ini tidak menggunakan terapi-terapi
khusus untuk autism karena dari yang bu Ana katakana kondisi Vigo sudah bisa
dibilang lumayan baik untuk disetarakan dengan anak normal tetapi tentu saja
perkembangannya akan lebih lambat dibanding anak normal lainnya, kondisi
Vigo ini bisa juga disebut dengan tahap akhir dari penanganan yang dilakukan
di SLB. Menurut bu Ana kondisi Vigo ini sudah lebih baik dibandingkan
sebelumnya dari yang selalu ribut, tidak bisa diam dikursinya, harus diberikan
mainan terlebih dahulu sebelum mengerjakan tugas ataupun perintah. Menjadi,
kondisi dimana dia sekarang sudah mau mengerjakan tugas yang diberikan
tanpa dibujuk, sudah mau makan sendiri dan sudah bisa mengerjakan perintah-
perintah sederhana.
Pada awalnya juga bu Ana harus memberikan pengajaran secara
individual, yang mana Vigo harus dipantau secara pribadi oleh bu Ana
mengenai hal-hal atau tugas yang dikerjakannya, karena dia pada awalnya
susah untuk fokus pada tugas yang diberikan dan malah tidak mau
mengerjakannya, tetapi sekarang bu Ana hanya perlu mengarahkan saja, serta

10
dipantau sedikit-sedikit. Pada awalnya Vigo juga mudah lupa dengan perintah
yang diberikan, karena itu bu Ana harus mengulang perintah dengan
mengeraskan suaranya sedikit agar Vigo ingat tentang perintah yang telah
diberikan.

Selain penanganan yang dilakukan oleh bu Ana, terdapat beberapa cara


penanganan yang dapat digunakan untuk mengatasi autism hiperaktif, yaitu
dengan menggunakan terapi. Adapun beberapa terapi yang dapat diterapkan
pada anak autis sebagai berikut; terapi fisik, terapi sosial, terapi Applield
Behavioral Analysis (ABA), terapi wicara, terapi okupasi, terapi
perkembangan, terapi visual, terapi biomedik, terapi bermain, terapi
perilaku, terapi makanan, terapi musik, dan terapi lainnya (Meranti, 2014).
Beberapa terapi ini baiknya dilakukan oleh orang tua atau guru
dalam menangani anak berkebutuhan khusus atau autis. Dari beberapa terapi
yang ada, kasus anak autis ringan yang tergolong hiperaktif ini, terkhusus
dilihat dari aspek komunikasi dan tingkat kefokusan anak. Salah satu terapi
yang diterapkan ialah terapi wicara, perilaku, dan terapi makanan. Terapi
tersebut ditujukan untuk meningkatkan kosa kata atau kemampuan
berbahasa pada anak, serta membatasi asupan makanan seperti kandungan
gula yang berlebihan agar mengurangi tingatan hiperaktif pada anak.

Penanganan anak tidak hanya dilakukan sebatas terapi tetapi perhatian


dari orang tua juga tidak kalah penting. Keterlibatan orang tua dalam
pengasuhan sangat membantu perkembangan anak autisme, seperti
meluangkan waktu untuk beraktivitas dengan anak, banyak kontak
dengan anak, dukungan finansial, mengasuh dan bermain dengan anak.
Keterlibatan orang tua juga berarti baik pikiran, perencanaan, perasaan,
pengasuhan atau perawatan, pengawasan, penilaian, doa,
energi,kekhawatiran kepada anak. Pada usia anak, secara alami anak-anak akan
membandingkan dirinya dengan anak lain dalam capaian akademik
ataupun dalam capaian olah raga, sebagai upaya untuk menilai kapasitas
dirinya (Wibowo &Nurlaila, 2017). Orang tua perlu memahami bahwa anak
autis dapat mencapai pertumbuhan yang baik dan optimal harus didukung
dengan penanganan yang baik dan terencana secara sistematis dan
kepercayaan diri orang tua untuk mengkonsultasikan keadaan anaknya kepada

11
dokter tumbuhkembang anak, terapis, maupun psikolog anak, sertaorang tua
harus melakukan pemantauan atas perkembangan anaknya dalam hal
apapun, orang tua yang memiliki harus tetap mengawasi asupan makan
yang diberikan untuk anaknya

4. Perkembangan anak selama persekolahan


Jadi, dari hal-hal yang telah disampaikan pada bagian stimulus-respon
serta pada bagian penanganan, dapat dilihat adanya perkembangan yang terjadi
kepada Vigo selama persekolahan, dari yang tidak bisa diam, selalu rebut
dikelas, harus dibujuk terlebih dahulu untuk makan dan mengerjakan tugas,
sekarang menjadi mau melakukan peintah-perintah sederhana, bisa diam dan
tidak rebut dikelas, mau bermain dengan teman sekelasnya, dan juga ada
kelebihan yang nampak pada Vigo yaitu cepat dalam menulis. Menurut bu Ana,
Vigo merupakan anak yang cepat menulis dikelasnya walaupun kadang harus
diperintahkan terlebih dahulu.

12
BAB 5

PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari banyak hal yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa autism
merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan
komunikasi , interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Terdapat beberapa faktor
penyebab terjadinya autism, bisa jadi disebabkan oleh faktor genetik, gangguan pada
sistem syaraf, ketidakseimbangan kimiawi, dan juga faktor lainnya. Dalam autism
juga terdapat beberapa klasifikasi yaitu berat, sedang dan ringan. Pada observasi yang
saya lakukan kegiatan stimulus dan respon antara guru dan juga siswa sudah
terlaksana dengan baik, jadi sekarang guru hanya perlu mengarahkan siswa saja. Pada
bagian penanganan, guru memberikan reward apabila siswa melaksanakan apa yang
guru suruh, guru juga memberikan pengajaran secara individual atau memantau
secara pribadi siswa yang masih tidak bisa mandiri. Jadi, dapat diketahui bahwa anak-
anak penyandang autis masih dapat diobati dan mampu menjadi anak yang normal
seperi anak-anak yang lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian dan bimbingan
penuh dari orang tua serta guru untuk dapat membantu meningkatkan perkembangan
diri anak autisme.
2. Saran
Untuk peneliti selanjutnya agar lebih mendekatkan diri kepada sampel dan
membantu-bantu guru dalam menenangkan kelas atau apapun yang sekiranya bisa
dibantu. Dan juga untuk pembaca, diharapkan untuk memberikan saran maupun
tanggapan terhadap makalah ini, agar bisa berkembang menjadi makalah yang lebih
baik dibandingkan yang sekarang, serta dapat menjadi referensi maupun ide untuk
membuat makalah yang serupa.

13
DAFTAR PUSTAKA

Novianto, Ipung. Pengaruh Motivasi Orang Tua Terhadap Minat Belajar Anak Berkebutuhan
Khusus Di SD Al-Firdaus Surakarta. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2014.

Mahmud, Muhdar. "Anak autis." Penelitian,(pp. 1â, 14.) (2010).

Pratiwi, Marlita Isti, and Dera Alfiyanti. PENGARUH BERMAIN PERAN MIKRO
TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA DAN PERSONAL SOSIAL ANAK AUTIS
DI SLB NEGERI SEMARANG. Diss. Universitas Muhammadiyah Semarang, 2018.

Rahayu, Sri Muji. "Deteksi dan intervensi dini pada anak autis." Jurnal Pendidikan Anak 3.1
(2014).

Pelangi, Garris. "Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis Ringan Usia 3, 5 Tahun (Studi
Kasus Autis Hiperaktif)." Deiksis 13.3 (2021): 214-221.

Suteja, Jaja. "Bentuk dan metode terapi terhadap anak autisme akibat bentukan perilaku
sosial." Edueksos Jurnal Pendidikan Sosial & Ekonomi 3.1 (2014).

Syaputri, Echa, and Rodia Afriza. "Peran Orang Tua Dalam Tumbuh Kembang Anak
Berkebutuhan Khusus (Autisme)." Educativo: Jurnal Pendidikan 1.2 (2022): 559-564.

LAMPIRAN DOKUMENTASI

https://drive.google.com/drive/folders/
1OnAZVhZfTDxOVsnQbMkUZGDh2FHob6Oe?usp=sharing

14
15

Anda mungkin juga menyukai