Anda di halaman 1dari 32

MODUL 4

PENDIDIKAN ANAK
TUNANETRA

Oleh Kelompok 4:
1.Sumiati 858817176
2.Desita Ekasari 858817406
3.Wiji Setiyawati 858817531
KEGIATAN BELAJAR I

Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Cara


Pencegahan Terjadinya Ketunanetraan
A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
TUNANETRA
 Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki
penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang
masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak mampu
menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan
biasa berukuran 12 poin dalam keadaan cahaya normal
meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas).
KONSENSUS INTERNASIONAL UNTUK
MENGGUNAKAN DUA JENIS DEFINISI SEHUBUNGAN
DENGAN KEHILANGAN PENGLIHATAN

1. Definisi Legal (definisi berdasarkan perundang-undangan)


dipergunakan oleh profesi medis yang terbagi dalam 2 aspek yang
diukur, yaitu
a. Ketajaman penglihatan (visual aucity)
b. Medan pandang (visual field)

2. Definisi edukasional (definisi untuk tujuan pendidikan) atau definisi


fungsional, yaitu yang difokuskan pada seberapa banyak sisa
penglihatan seseorang dapat bermanfaat untuk keberfungsiannya
sehari-hari.
Definisi edukasional dapat menunjukkan:
a. Metode membaca dan metode pembelajaran membaca yang mana yang
sebaiknya dipergunakan
b. Alat bantu serta bahan ajar yang sebaiknya dipergunakan
c. Kebutuhan yang berkaitan dengan orientasi dan mobilitas

Secara edukasional, seorang dikatakan tunanetra apabila untuk kegiatan


pembelajarannya dia memerlukan alat bnatu khusus, metode khusus
atau teknik-teknik tertentu sehingga dia dapat belajar tanpa
penglihatan atau dengan penglihatan yang terbatas.

Berdasarkan cara pembelajarannya, ketunanetraan dapat dibagi ke dalam


dua kelompok, yaitu buta (blind) atau tunanetra berat dan kurang awas
(low vision) atau tunanetra ringan.
B. PENYEBAB TERJADINYA
KETUNANETRAAN
Sebab ketunanetraan itu kompleks, bervariasi, dan selalu berubah-
ubah. Sebagaimana halnya dengan kecacatan lainnya, sebab-sebab
ketunanetraan :
1. Dapat bersifat genetik atau berkaitan dengan lingkungan.
2. Dapat terjadi sebelum kelahiran, pada saat kelahiran, tak
lama setelah kelahiran, dan pada masa kanak-kanak hingga masa dewasa.
3. Berbagai penyakit anak, infeksi virus, tumor otak,atau cedera
karena kecelakaan lalu lintas.

Penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah katarak, glaukoma,


kelainan refraksi, penyakit kornea, retina dan kekurangan vitamin A
(Gsianturi, 2004).
BEBERAPA KONDISI UMUM YANG DAPAT MENYEBABKAN
KETUNANETRAAN
1. Albinisme
2. Amblyopia
3. Buta Warna
4. Cedera (Trauma) dan Radiasi
5. Defisiensi Vitamin A – Xerophthalmia
6. Glaukoma
7. Katarak
8. Kelainan Mata Bawaan
9. Myopia (Penglihatan Dekat)
10. Nistagmus
(LANJUTAN) BEBERAPA KONDISI UMUM YANG
DAPAT MENYEBABKAN KETUNANETRAAN
11. Ophthalmia Neonatorum
12. Penyakit Kornea dan Pencangkokan kornea
13. Retinitis Pigmentosa (RP)
14. Retinopati Diabetika
15. Retinopathy of Prematurity
16. Sobeknya dan Lepasnya Retina
17. Strabismus
18. Trakhoma
19. Tumor
20. Uveitis
C. PENCEGAHAN TERJADINYA KETUNANETRAAN
VISION 2020 memerangi kebutaan yang dapat dihindari melalui:
1.Pencegahan dan pemberantasan penyakit
2. Pelatihan Personel
3. Memperkuat infrastruktur perawatan mata yang ada
4. Penggunaan teknologi yang tepat dan terjangkau
5. Mobilisasi sumber-sumber

WHO mempunyai tiga langkah strategi untuk memerangi kebutaan


dan kurang awas:
1.Memperkuat program kesehatan dasar mata
2. Penanganan secara efektif terhadap gangguan mata yang
dapat disembuhkan.
3. Mendirikan pusat pelayanan optik dan pelayanan bagi
penyandang tunanetra.
Strategi untuk mencegah ketunanetraan pada anak:
1. Pencegahan terjangkitnya penyakit
2.Pencegahan timbulnya komplikasi yang mengancam penglihatan serta
kehilangan penglihatan bila penyakit telah terjangkit
3.Meminimalisasi ketunanetraan yang diakibatkan oleh penyakit atau
cedera yang dialami.

Strategi lainnya dikenal dengan “perang modern” melawan faktor penyebab


ketunanetraan, yaitu prophylaxis, imunisasi, perawatan kehamilan yang
tepat, perawatan neonatal, perbaikan gizi, pendidikan masyarakat,
penyuluhan genetika, ketentuan-ketentuan yang mengatur produksi dan
pengedaran barang-barang mainan yang berbahaya, deteksi dan
intervensi dini, serta meningkatkan higiene dan perawatan kesehatan.
KEGIATAN BELAJAR 2

Dampak Ketunanetraan terhadap


Kehidupan Seorang Individu
Terdapat dua misspersepsi yang saling bertentangan di kalangan
masyarakat awam tentang keadaan yang mungkin terbentuk bila orang
kehilangan indra penglihatannya. Pertama, banyak orang percaya bahwa bila
orang kehilangan penglihatannya maka hilang pula semua persepsinya. Kedua,
indra ke-6 untuk menggantikan fungsi indra penglihatan.
Yang benar adalah orang awas dapat dengan mudah menggunakan
informasi yang diperolehnya secara visual dan mengabaikan sumber informasi
lain yang ada jika data visual awal doproses oleh otak. Akan tetapi sumber lain
itu tersedia bagi semua orang, dan hanya apabila sumber utama informasi itu
berkurang maka sumber lain itu menjadi lebih dihargai dan ketrampilan
berdasarkan informasi non visual itu semakin terasah. Jadi tidak ada indra ke-
6 sebagaimana dipersepsikan masyarakat awam.Kenyataanya adalah orang
tunanetra dapat belajar menggunakan indra-indra lain dengan cara yang
berbeda dari yang dipergunakan oleh orang awas pada umumnya sehingga
mereka dapat meningkatkan informasi yang diperolehnya untuk dapat
berfungsi secara memadai di dalam dunia awas.
A. PROSES PENGINDRAAN
Organ- organ pengindraan berfungsi memperoleh informasi
dari lingkungan dan mengirimkannya ke otak untuk
diproses, disimpan, dan ditindaklanjuti. Masing- masing
indra bertugas memperoleh informasi yang berbeda- beda.
Informasi visual seperti warna, citra bentuk diperoleh
melalui mata. Informasi auditer berupa bunyi atau suara
diperoleh melalui telinga. Informasi tactual seperti halus/
kasar diperoleh melalui permukaan kulit. Dua organ indera
lainnya yang termasuk pancaindera adalah hidung untuk
pengindraan informasi bau/ aroma, dan lidah untuk
pengindraan informasi rasa ( manis, asin dll).
B. LATIHAN KETERAMPILAN PENGINDRAAN

1. Indra Pendengaran
Indra pendengaran dapat dilatih dengan cara menutup mata selama satu hari dan tinggal
dirumah sepanjang hari, sehingga tidak ada informasi visual yang diperoleh, melainkan
hanya informasi auditer yang disengar dari lingkungan sekitar. Indra pendengaran dapat
memberikan informasi tentang kemajuan hari. Pelatihan indra pendengaran juga secara
bertahap akan membuat kita terbiasa dengan pola perilaku tetangga. Dengan dilatih,
pendengaran juga akan menjadi peka terhadap bunyi-bunyi kecil disekitar. Dari bunyinya
kita dapat memperkirakan apa yang sedang dilakukan oleh orang disekitar kita. Dengan
sedikit imaginasi dan kreativitan kita dapat memanfaatkan indra oendengaran untuk
memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara visual.
2. Indra perabaan

indra peraba juga dapat memberikan informasi non visual. Dengan


meraba kita dapat mengetahui perbedaan bentuk kemasan atau
teksturnya. membedakan bermacam-macam bahan makanan yang akan anda
masak. Anda juga dapat menggunakan indera perabaan untuk mengenali
pakaian anda. Arus udara yang menerpa wajah anda dapat
menginformasikan bahwa pintu atau jendela telah dibiarkan terbuka. Kaki
anda dapat belajar mendeteksi berbagai macam permukaan jalan/lantai.
Bagi individu tunanetra, tongkat merupakan perpanjangan fungsi indera
perabaan. Daya imaginasi dan kreativitas orang telah membantu para
tunanetra mengakses berbagai peralatan yang normalnya diakses orang
secara visual
3. Indra penciuman
Melalui indra penciuman kita dapat mengenali berbagai aroma seperti makanan, tempat-
tempat tertentu bahkan aroma orang lain yang kita kenali.

4. Sisa indra penglihatan


Sisa indera penglihatan Kondisi fisik secara keseluruhan, jenis gangguan mata yang dialami,
bentuk pengaruh cahaya terhadap mata, dan durasi baiknya penglihatan, sangat
berpengaruh terhadap seberapa baik individu yang low vision dapat menggunakan sisa
penglihatannya. Kebanyakan orang low vision dapat merespon secara baik terhadap
warna-warna kontras, dan mereka harus memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya untuk
mempermudah orientasi lingkungan, pemilihan alas benda kerja, membedakan benda-
benda yang serupa. Untuk mempertinggi kekontrasan dan meningkatkan lingkungan visual
pada umumnya, pertimbangkanlah pengaturan pencahayaan ruangan: intensitas, arah
sumber, jenis cahaya. Bagi anggota keluarga yang lain, perbaikan kondisi pencahayaan ini
dapat meningkatkan kenyamanan, tetapi bagi individu low vision lebih dari itu:
menentukan apakah dia dapat melaksanakan tugas atau tidak, mencegah terjadinya hal-
hal yang dapat membahayakan keselamatan dirinya. Pertimbangan juga harus dilakukan
untuk memodifikasi alat-alat bantu belajar/kerja agar sisa penglihatan dapat lebih
fungsional: buku bertulisan besar, kaca pembesar yang tepat, program magnifikasi.
• Visualisasi

Setelah berorientasi dengan baik dengan memanfaatkan semua indera dengan


sebaikbaiknya, individu tunanetra dapat menggambarkan lingkungannya dalam
bentuk visualisasi / peta mental. Penting untuk mengingat letak tombol lampu
agar dapat menyalakan/mematikannya pada saat yang tepat. Hal yang sama
berlaku untuk gorden jendela. Visualisasi perkakas dan barang-barang agar
mudah menemukannya bila diperlukan. Keteraturan penyimpanan barang-barang
sangat penting untuk visualisasi. Visualisasi juga penting bila individu tunanetra
bertemu dengan orang lain dan bercakap-cakap dengannya: jabatan tangan dan
suara memberi banyak informasi. Dalam bercakap-cakap, tunanetra harus tetap
melakukan "kontak mata" dan menunjukkan ekspresi wajah. Bila memasuki ruang
pertemuan, individu tunanetra perlu diberikan gambaran singkat tentang
ruangan itu, dan harus dapat membedakan antara sumber suara pengeras dan
posisi pembicara. Tunanetra perlu terus waspada terhadap pergerakan orang di
dalam ruangan itu agar visualisasinya tentang ruangan itu beserta kegiatan yang
berlangsung di dalamnya senantiasa tepat. Sedapat mungkin, individu tunanetra
perlu memaksakan ingatan visualnya agar tetap waspada juga bila sedang
berjalan atau berkendaraan ke suatu tempat.
• Ingatan Kinestetik

Ingatan kinestetik adalah ingatan tentang kesadaran gerak otot yang


dihasilkan oleh interaksi antara indra perabaan (tactile), propriosepsi dan
keseimbangan (yang dikontrol oleh sistem vestibular). Ingatan kinestetik
hanya terbentuk sesudah orang melakukan gerakan yang sama di daerah
yang sama secara berulang-ulang.
• Persepsi Obyek

Persepsi obyek (object perception) adalah kemampuan yang memungkinkan


individu tunanetra menyadari bahwa suatu benda hadir di sampingnya atau
di hadapannya meskipun dia tidak memiliki penglihatan sama sekali dan
tidak menyentuh benda itu. Kemampuan persepsi obyek terbentuk karena
tunanetra mendengar gema langkah kakinya sendiri atau bunyi lain yang
ditimbulkannya, yang dipantulkan oleh benda penghambat, atau melalui
penginderaan yang dihantarkan oleh kulitnya. Kemampuan persepsi obyek
biasanya dikembangkan oleh mereka yang buta total dan mungkin tidak
dapat dimiliki oleh mereka yang mengalami gangguan pendengaran.
Eksperimen latihan persepsi obyek. Kemampuan persepsi obyek perlu
dilatihkan kepada anak tunanetra untuk keselamatan.
Jika cara anda menuntun seorang tunanetra tidak tepat, maka orang tunanetra itu
tidak akan merasa nyaman dan anda sendiri akan merasa membawa beban yang berat.
Tetapi dengan cara yang tepat, anda berdua akan membentuk “tim tandem” yang
saling menyenangkan. Bagaimanakah cara menuntun yang baik.

Kontak Pertama
Setelah (atau sambil) mengkomunikasikan tawaran anda untuk menuntun,
sentuhkanlah punggung tangan anda ke punggung tangannya. Ini dimaksudkan agar
orang tunanetra dapat mengetahui dengan pasti bagian lengan anda yang harus
dipegangnya sebagai tumpuan tuntunan.

Cara Memegang
Bukan anda yang memegang orang tunanetra yang anda tuntun itu, melainkan dia yang
memegang lengan anda pada bagian di atas sikut, dengan empat jarinya berada di
bagian dalam dan ibu jarinya di bagian luar lengan anda. Pegangan harus cukup kokoh
tetapi seringan mungkin sehingga tidak terasa mengikat. Di sebelah kiri atau
sebelah kanan? Tergantung kesukaan dan kebiasaan.
• Posisi Pegangan
Pada saat berjalan, lengan anda harus tetap lemas. Lengannya juga lemas,
sikutnya bengkok membentuk sudut 90 derajat, berjalan di samping anda
setengah langkah di belakang. Dengan demikian, dia akan merasakan gerakan
jalan anda: cepat/lambat, naik/turun, belok/lurus, dsb.

• Jalan Sempit
Bila berjalan melalui jalan sempit seperti jalan di antara baris-baris kursi, pintu,
pematang, dsb., yang tidak cukup dilalui dua orang yang berjalan berdampingan,
tariklah lengan anda ke arah belakang punggung anda. Dia akan merespon dengan
meluruskan lengannya sehingga akan berjalan satu langkah di belakang anda.
Adalah penting bahwa lengannya tetap lurus selama berjalan seperti ini agar dia
tidak menyandung kaki anda. Bila jalan sempit itu telah terlampau, kembalikanlah
lengan anda ke posisi normal (di samping), maka dia pun akan merespon dengan
kembali ke posisi semula.

• Melewati Tangga
Berhentilah sejenak pada saat anda tiba di awal tangga. Katakan kepadanya apakah
tangga itu naik atau turun. Anda harus selalu berada satu anak tangga di depan.
Berhenti sejenak lagi pada saat anda sudah tiba di akhir tangga untuk
mengkomunikasikan kepadanya bahwa dia akan melewati anak tangga terakhir.
• Melangkahi Lubang
Anda harus selalu mengatakan kepadanya bila akan melangkahi lubang.
Berhenti sejenak sebelum melangkah, dan anda harus melangkah lebih
dulu agar dia dapat memperkirakan seberapa jauh dia harus melangkah.

• Duduk di Kursi
Untuk mempersilakannya duduk, rabakanlah tangannya ke sandaran atau
tangan kursi, maka selanjutnya dia dapat mencari sendiri tempat
duduknya. Jangan berusaha memposisikan pantatnya ke tempat duduk itu.

• Naik Ke Dalam Mobil


Bila pintu mobil tertutup, rabakanlah tangannya ke handel pintu. Bila pintu
mobil sudah terbuka, rabakanlah tangannya ke tepi atap mobil itu atau ke
tepi dindingnya bila mobil itu terlalu tinggi. Selanjutnya percayakanlah
kepadanya untuk mendapatkan tempat duduknya sendiri.
• Cara mengorientasikan seorang tunanetra
Jika ingin menunjukan suatu tempat atau benda kepada seorang tuna
netra kita harus lebih spesifik, tidak bias hanya dengan menunjukkan
arah disana atau disisni saja. Kita harus menggunakan perkiraan
misalnya 10 meter atau 10 langkah ke kanan atau menggunakan arah
jarum jam
KEGIATAN BELAJAR 3

PENDIDIKAN BAGI SISWA TUNANETRA DI SEKOLAH


UMUM DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF
Pendidikan Bagi siswa Tunanetra di Sekolah Umum dalam Setting Pendidikan Inklusif

Saat ini sebagian besar siswa Tunanetra di Indonesia belajar di sekolah khusus bagi
tunanetra yang disebut Sekolah Luar Biasa Bagian A (SLB A). Namun kini semakin banyak
siswa tunanetra yang belajar di sekolah umum dalam setting pendidikan inklusif. Menurut
peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009
Tentang Pendidikan Inklusif adalah “sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnnya.
Tujuan pendidikan bagi anak tunanetra antara lain mencakup mampu berkomunikasi
secara efektif, memiliki kompetensi sosial, mampu bekerja, dan memiliki kepribadian.

A. Kebutuhan Khusus Pendidikan Siswa Tunanetra


1. Kehilangan penglihatan dapat mengakibatkan terlambatnya perkembangan konsep yang
apabila tidak mendapat intervensi yang efektif, berdampak sangat buruk terhadap
perkembangan sosial, emosi, akademik, dan vokasional.
2. Siswa tunanetra sering harus belajar melalui media alternatif, menggunakan indra-
indra lain.
3. Siswa tunanetra sering memerlukan pengajaran individual karena pengajaran
klasikal untuk belajar ketrampilan-ketrampilan khusus mungkin tidak akan begitu
bermakna baginya.
4. Sswa tunanetra sering membutuhkan keteramoilan-keterampilan khusus serta buku
materi dan peralatan khusus untuk belajar melalui media alternativ
5. Siswa tunanetra terbatas dalam memperoleh informasi melalui belajar secara
insidental karena mereka sering tidak menyadari adanya kegiatan-kegiatan kecilyang
terjadi di dalam lingkungannya.
KEBUTUHAN KHUSUS TUNANETRA
1. Pengembangan konsep, untuk membentuk konsep
diperlukan informasi sensoris. 3 jenis konsep bagi anak
tunanetra yaitu: a. konsep tubuh, b. konsep ruang, c.
konsep lingkungan.
2. Teknik alternatif dan alat bantu belajar khusus, teknik
alternatif adalah cara khusus (baik dengan ataupun tanpa
alat bantu khusus) yang memanfaatkan indra-indra non
visual atau sisa indra penglihatan untuk melakukan suatu
kegiatan yang normalnya dilakukan dengan indra
penglihatan.
Teknik alternatif umumnya memanfaatkan indera pendengaran dan/atau
perabaan.contoh alat bantu belajar yaitu: jam tangan braile.
alat bantu timbul misalnya meteran, peta, papan catur dll. Braille adalah
sistem tulisan yang terdiri dari titik timbul yang memungkinkan orang
tunanetra membaca dengan merabanya menggunakan ujung-ujung jari.

3. keterampilan sosial/emosional
Hasil penelitian menunjukkan anak tunanetra menghadapi banyak
tantangan dalam interaksi sosial dengan teman sebayanya yang
awas.sehingga membutuhkan bantuan khusus untuk mengatasi kesulitannya
dalam memperoleh keterampilan sosial untuk menunjukkan ekspresi wajah
yang tepat, menggelengkan kepala,melambaikan tangan,dan bentuk bahasa
tubuh lainnya.
4. Keterampilan orientasi dan mobilitas.
Keterampilan mobilitas, sangat terkait dengan kemampuan orientasi,
yaitu kemampuan untuk bergerak secara leluasa didalam lingkungannya.
Untuk membantu mobilitas ,alat bantu tunanetra di Indonesia adalah
tongkat.

5. keterampilan menggunakan sisa penglihatan


Sebagian besar orang tunanetra masih memiliki sisa penglihatan yang
fungsional, dapat membaca dan menulis dengan pengaturan 3 aspek
yaitu: pencahayaan, penggunaan kacamata, dan magnifikasi.
B.STRATEGI DAN MEDIA
PEMBELAJARAN

1. Strategi pembelajaran,
a. Pengolahan pesan yaitu secara deduktif dan induktif
b. Pihak pengolah pesan, yaotu ekpositorik dan heuristik
c. Pertimbangan pengaturan guru, pembelajaran dengan
seorang guru dan beregu
d. Pertimbangan jumlah siswa, strategi pembelajaran
klasikal, kelompok kecil, dan individual
e. Interaksi guru dan siswa , tatap muka dan melalui media
2. Media Pembelajaran
Alat peraga dan alat bantu pembelajaran

C. Evaluasi Pembelajaran
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Soal yang diberikan hendaknya bentuk huruf braille
2. Objektif dalam mengevaluasi
3. Hendaknya diberi waktu lebih lama dari siswa yang
awas.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai