Anda di halaman 1dari 7

1.

Anak tuna netra memiliki keterkaitan dengan beberapa indera karena kekurangannya pada
salah satu indera penglihatan. Keterkaitan indera pendengaran dan perabaan dengan anak tuna
netra adalah karena kemampuan indera penglihatan tidak berfungsi normal, maka untuk
melakukan aktivitas sehari-hari anak tuna netra akan menggunakan indera pendengaran dan
indera peraba untuk memahami sekitarnya. Kebiasaan memakai indera pendengar dan peraba ini
akan membuat indera pendengan lebih tajam dan indera peraba lebih peka dari pada orang
normal lainnya. Hal ini merupakan salah satu bentuk adaptasi manusia untuk bertahan hidup.

Pembahasan
Sistem indera pada manusia tersusun atas alat indera berupa:

 Mata, yang berfungsi untuk fotoreseptor yang terdapat pada retina mata berupa sel batang
dan sel kerucut
 Telinga, yang berfungsi untuk fonoreseptor yang terdapat di koklea berupa organ korti
 Hidung, yang berfungsi untuk kemoreseptor yang terdapat di rongga hidung bagian atas
berupa silia sel olfaktori

 Lidah, yang berfungsi untuk kemoreseptor yang terdapat di papilla lidah berupa kuncup
pengecap
 Kulit, yang berfungsi untuk mekanoreseptor yang terdapat pada lapisan dermis kulit
berupa ujung saraf meisner, ujung saraf pacini, ujung saraf rufini, ujung saraf Krause dan
saraf tanpa selaput

Alat indera satu dengan alat indera lain saling terkoneksi dengan system saraf dan system
hormone sehingga membentuk satu system koordinasi.
Jika salah satu alat indera tidak dapat berfungsi secara normal, maka untuk dapat bertahan hidup,
manusia akan mulai menggunakan alat indera lain sehingga kepekaan alat indera yang sering
digunakan akan meningkat secara drastis.

2. Pendidikan bagi anak sangatlah krusial dan penting. Pendidikan yang baik dapat merangsang
pertumbuhan pengetahuan dan kemampuan anak sedari dini. Setiap anak perlu menerima
pendidikannya dengan baik, tak terkecuali anak tunanetra.

metode dan media pembelajaran yang cocok bagi anak-anak tunanetra.

A. Prinsip Individual
Metode pembelajaran yang perlu diterapkan oleh orangtua dalam mendidik anak tunanetra
menurut Smart (2010) perlu memperhatikan beberapa prinsip. Salah satu metodenya adalah
prinsip individual.

Prinsip individual berarti dalam mendidik anak tunanetra, tenaga pendidik maupun orangtua
perlu memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan individu anak.
Hal-hal seperti; perbedaan umum, mental, fisik, kesehatan dan tingkat ketunanetraan setiap anak
perlu diperhatikan dengan baik.

B. Prinsip pengalaman pengindraan

Beralih dari prinsip individual, prinsip berikutnya yang perlu diperhatikan ketika mendidik anak
tunanetra ialah prinsip pengindraan. Pengindraan yang dimaksudkan di sini ialah pengalaman
anak akan hal-hal yang ia pelajari.

Pengalamaan pengindraan ini mendorong anak agar lebih mudah memahami apa yang mereka
pelajari.

Guru atau orangtua perlu membangun strategi pembelajaran yang memungkinkan anak-anak
menerima pengalaman secara nyata terkait apa yang mereka pelajari.

Ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti suara atau sentuhan agar
pembelajaran yang diterima memberi pengalaman nyata.

Dengan demikian strategi pembelajaran guru harus memungkinkan adanya pengalaman langsung
siswa tunanetra terkait materi yang mereka pelajari.

C. Prinsip totalitas

Totalitas yang dimaksud di sini bukanlah berarti pembelajaran yang diberikan harus menyangkut
banyak mata pelajaran. Tetapi maksudnya ialah menggunakan seluruh fungsi indra yang masih
berfungsi pada anak tunanetra dengan baik dalam pembelajaran.

Semisal ketika anak belajar mengenai objek buah-buahan, orangtua atau guru dapat mengajak
anak untuk mengenal objek tersebut secara keseluruhan.

Mulai dari bentuk buah, sifat permukaannya, ukuran, rasa dan ciri khasnya masing-masing. Ini
membantu anak mengenali objek dengan sempurna.

D. Prinsip Aktivitas Mandiri (Selfactivity)

Prinsip terakhir yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan metode pendidikan bagi anak
tunanetra ialah, prinsip aktivitas mandiri. Ini berarti bahwa dalam melakukan kegiatan belajar
mengajar, anak-anak tunanetra haruslah aktif dan mandiri.

Dalam proses pendidikan, guru hanyalah akan bertindak sebagai fasilitator dan motivator yang
mendorong anak untuk mencari informasi dan belajar secara aktif dan mandiri.
Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses belajar yang sebaiknya dilakukan tidaklah sebatas
mendengarkan dan mencatat.

Lebih dari itu, sebaiknya proses pembelajaran dibentuk dan dilakukan agar anak terlibat dan
mengalami secara langsung.

E. Huruf braille

Beralih dari metode dan prinsip yang perlu diperhatikan selagi mendidik anak tunanetra,
sekarang kita akan membahas beberapa alat atau media yang juga dapat mendukung kegiatan
belajarnya.

Huruf braille seolah menjadi kebutuhan utama bagi para penderita tunanetra. Melalui huruf yang
ditemukan oleh Louis Braille inilah mereka dapat membaca dan memahami tulisan.

Huruf braille merupakan kumpulan titik-titik timbul yang disusun untuk menggantikan huruf
biasa. Huruf ini tersusun atas enam buah titik, dua dalam posisi vertikal, sedangkan tiga lainnya
berada dalam posisi horizontal.

Semua titik yang timbul ini dapat ditutup menggunakan satu jari sehingga memudahkan anak
dalam membaca ataupun menulis braille.

F. Kamera touch sight

Masih berhubungan dengan tulisan braille. Kali ini ada alat bernama kamera touch sight yang
berfungsi membantu tunanetra melalui penggunaannya.

Kamera ini mempunyai layar braille fleksibel yang menampilkan gambar tiga dimensi dengan
gambar timbul pada bagian permukaan.

Alat ini digunakan dengan meletakan kamera diletakkan pada kening pengguna untuk merekam
suara selama tiga detik. Ini yang menjadi petunjuk pengguna untuk mengatur foto.

G. Reglet dan stylus

Reglet merupakan alat untuk menulis braille khusus yang dapat digunakan oleh anak-anak
tunanetra. Alat tulis khusus ini digunakan untuk membuat tulisan dalam huruf braille. Reglet
sendiri biasanya dilengkapi dengan stylus atau pen.

Reglet memiliki bentuk seperti penggaris dengan 2 plat terhubung oleh engsel.

Plat bawah memiliki lubang-lubang tak tembus sebagai cetakan titik, sedangkan plat atas
berbentuk lubang-lubang tembus sebagai pengarah.
Sedangkan stylus atau pen berbentuk seperti paku kecil yang dengan ujung tajam untuk menusuk
kertas pada reglet. Terdapat juga ujung tumpul yang berfungsi untuk menghapus huruf timbul
braille jika salah menulis.

H. Optacon

Optacon merupakan istilah dari Optical-to-Tactile converter. Optacon ini merupakan alat yang
memungkinkan pembaca tunanetra untuk membaca tulisan lawas.

Alat ini dapat mengubah tulisan atau gambar menjadi getaran yang dapat dirasakan dan dibaca
oleh penggunanya.

Sebuah kamera dengan elemen photosensitive dalam Optacon membuatnya dapat mendeteksi
tulisan tertentu. Kamera ini dihubungkan ke susunan sandi raba yang sesuai dengan huruf
tertentu.

Ketika salah satu huruf yang terdeteksi oleh kamera, maka akan dihasilkan pola getaran tertentu
yang bisa dirasakan dengan meraba.

I. Papan hitung dan sempoa

Pelajaran menghitung tergolong sebagai salah satu pelajaran sulit yang perlu dihadapi anak-anak.
Maka dibuatlah beragam alat bantu hitung yang membantu anak-anak meningkatkan kemampuan
berhitungnya.

Anak tunanetra juga tentunya dapat menggunakan bantuan alat hitung melalui papan hitung dan
sempoa. Bulir-bulir yang terdapat pada sempoa memudahkan anak untuk mengikuti pelajaran
matematika.

J. Alat perekam suara

Anak-anak tunanetra lebih mengandalkan kemampuan pendengaran mereka untuk berinteraksi


dan beraktivitas sehari-harinya. Itulah mengapa alat-alat yang berkaitan dengan suara memiliki
peran penting bagi anak tunanetra.

Alat perekam suara merupakan salah satu memiliki kemampuan untuk menyimpan suara.

Kini perekam suara dapat digunakan dengan mudah melalui ponsel pintar. Melalui alat tersebut,
anak dapat belajar banyak hal. Dengan menyimpan informasi dalam bentuk suara, anak dapat
dengan mudah mengulang atau menangkap informasi yang mereka terima.
Beberapa metode dan media tersebut sangat efektif untuk mendukung pembelajaran anak
tunanetra. Ini saatnya Mama mengembangkan kemampuan tersembunyi dalam dirinya melalui
pembelajaran yang baik.

3. Sistem pendidikan di Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu sistem pendidikan Segregasi, Inklusi
dan Integrasi. Dari ketiga sistem tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Namun, Sistem pendidikan yang paling tepat digunakan untuk anak tuna rungu adalah Sistem
Pendidikan Inklusi.

Hal ini disebabkan karena dalam Pendidikan Inklusi memiliki pendekatan lanjutan dari Auditori
Verbal Terapi yang diterapkan kepada anak sedari kecil. Pembelajaran dalam sistem pendidikan
Inklusi untuk anak tuna rungu memiliki pendekatan komunikasi dengan 3 cara yaitu non verbal,
verbal, campuran dan pendekatan bahasa.

Pembahasan:

Sistem pendidikan inklusi adalah bentuk sistem pendidikan yang berfokuskan pada pemerataan
sehingga anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang setara di dalam kelas
bersama teman sebayanya. Proses pembelajaran anak tuna rungu diperlukan metode secara
khusus karena perkembangan serta pertumbuhan anak tuna rungu memiliki ciri khas yang dapat
dilihat dari segi intelegensi, emosi dan sosial serta bahasa dan bicara. Anak berkebutuhan khusus
tuna rungu terbagi dalam 5 kelompok intensitas suara yang didengar yaitu:

 Kelompok I kehilangan pendengaran 15-30 dB


 Kelompok II kehilangan pendengaran 31-60 dB
 Kelompok III kehilangan pendengaran 61-90 dB
 Kelompok IV kehilangan pendengaran 91-120 dB
 Kelompok V kehilangan pendengaran lebih dari 120 dB

4. Chronological Age dapat diartikan sebagai usia kelahiran atau usia yang dihitung sejak anak
lahir hingga sekarang.
Sedangkan Mental Age dapat diartikan sebagai perkembangan kecerdasan, kecerdasan yang
dimaksud dalam hal ini adalah rata-rata penampilan anak pada usia tertentu.

Pembahasan:

Menurut PP No. 72 Tahun 1991 Tuna Grahita adalah anak-anak dalam kelompok dibawah
normal dan/atau lebih lamban daripada anak normal, baik perkembangan sosial maupun
kecerdasannya. Tuna grahita dapat diartikan pula sebagai anak berkebutuhan khusus dengan nilai
IQ di bawah rata-rata, atau di bawah 70. Tuna grahita biasanya kurang dapat memikirkan hal-hal
kompleks dibanding dengan anak normal pada usianya.
Chronological Age dapat diartikan sebagai usia kelahiran atau usia yang dihitung sejak anak
lahir hingga sekarang. Sedangkan Mental Age dapat diartikan sebagai perkembangan
kecerdasan, kecerdasan yang dimaksud dalam hal ini adalah rata-rata penampilan anak pada usia
tertentu. Contoh seorang anak berusia (Chronological agenya) 12 tahun. Jika Mental Age-nya 7
tahun artinya perkembangan kecerdasannya kurang lebih sama dengan anak rata-rata (normal)
yang berusia 7 tahun. Mental Age seorang anak dapat diketahui dengan melakukan pengukuran
psikologis, khususnya dengan tes intelegensi. Seseorang dapat dikatakan normal jika memiliki
Mental Age yang sama atau hampir sama dengan Chronological Age-nya.
5. Tunagrahita adalah orang-orang dengan kemampuan intelektual dan kognitif yang berada di
bawah rata-rata

Penjelasan:

Skenario pembelajaran yang sederhana dari salah satu strategi tersebut yang menurut Saudara
paling tepat diterapkan pada anak tunagrahita adalah

Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lainnya dalam
memahami materi pelajaran. Kelompok belajar yang mencapai hasil belajar yang maksimal
diberikan penghargaan. Melakukan penekanan pada

a. Saling ketergantungan yang positif


b. Interaksi berhadapan
c. Tanggung jawab individu
d. Keterampilan sosial
e. Terjadi proses dalam kelompok

Anda mungkin juga menyukai