Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ABK

untuk memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen pengampu : Annisa Purwani, M.Pd

Disusun oleh:
 Kiki Azkia Casmita

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)
STAI DR. KHEZ MUTTAQIEN PURWAKARTA
2018 – 2019

1
TUNA NETRA

Anak tunanetra pada dasarnya membutuhkan suatu pendidikan untuk mengembangkan


segala potensi yang ada dalam dirinya secara optimal. Meskipun dengan segala keterbatasa indra
pada dirinya, terutama pada indra penglihatannya, anak tunanetra membutuhkan latihan khusus
yang meliputi latihan membaca dan menulis huruf braille, penggunaan tongkat, orientasi dan
mobilitas, serta melakukan latihan visual atau fungsional pada penglihatan. Layanan pendidikan
bagi anak tunanetra dapat dilaksanakan melalui sistem segregasi, yaitu suatu sistem yang secara
terpisah dari anak yang masih memiliki penglihatan yang masih bagus (tidak memiliki
kecacatan) dan integrasi atau terpadu dengan normal di sekolah-sekolah umum lainnya. Tempat
pendidikan dengan sistem segregasi meliputi sekolah khusus (SLB-A), SDL-B, dan kelas jauh.
Bentuk-bentuk keterpaduan tersebut yang dapat diikuti oleh anak-anak tunanetra, yaitu melalui
sistem integrasi yang meliputi kelas biasa dengan adanya seorang guru konsultan, kelas biasa
dengan seorang guru kunjung, serta kelas biasa dengan guru-guru sumber dan kelas khusus.

Strategi proses pembelajaran untuk anak-anak penyandang tunanetra pada dasarnya


memiliki kesamaan dengan strategi pembelajaran anak-anak pada umumnya, anya saja, ketika
dalam pelaksanaannya memerlukan pembelajaran tersebut, yang dalam hal ini adalah anak
tunanetra sehingga pesan atau materi yang disampaikan dapat diterima ataupun dapat ditangkap
dengan baik dan mudah oleh anak-anak tunanetra tersebut dengan menggunakan semua sistem
indranya yang masih berfungsi dengan baik sebagai sumber pemberi informasi. Dalam suatu
pembelajaran untuk anak-anak tunanetra tersebut, terdapat beberapa prinsip yang harus untuk
diperhatikan antara lain:

1) Prinsip Individual
Prinsip Individual dalam prinsip pembelajaran untuk anak tunanetra merupakan prinsip
umum dalam pembelajaran mana pun. Dalam hal ini guru dituntut untuk dapat
memerhatikan secara detail segala perbedaan-perbedaan dalam setiap individu tersebut.
Dalam pendidikan untuk anak-anak tunarungu, perbedaan-perbedaan umum tersebut
menjadi lebih luas dan rumit. Selain perbedaan-perbedaan umum, seperti usia,
kemampuan mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya pada anak-anak tunanetra
tersebut memiliki perbedaan khusus yang terkait dengan ketunanetraan tersebut (seperti
tingkat ketunanetraan tersebut, sebab-sebab ketunanetraannya, dan lain-lainnya). Oleh
sebab itu, harus ada perbedaan layanan pendidikan antara anak Low vision dan anak-
anak buta lokal lainnya. Prinsip layanan individu tersebut jauh lebih mengisyaratkan
pada perlunya seorang guru untuk merancang strategi dan metode pembelajaran yang
sesuai dengan keadaan si anak tersebut. Inilah yang menjadi dasar adanya pendidikan
yang dilakukan secara individu agar tidak ada terjadinya ketimpangan sosial antara anak
penderita tunanetra yang satu dan lainnya yang memiliki tingkatan keparahan dan
penyebab berbeda pula. Peran guru di sini memang menjadi salah satu hal utama dan
pokok dalam metode pembelajaran ini dan menjaga agar anak-anak tersebut tidak
merasakan kerendahan dirinya yang jusru anak-anak tersebut idak merasakan

2
kerendahan dirinya yang justru akan menghambat kelancaran anak-anak tersebut dalam
belajara. Guru dalam metode ini diharapkan dapat berperan aktif dalam pendekatan
individual tersebut dengan strategi-strategi barunya untuk mendekatakan diri secara
personal terhadap anak penyandang tunanetra dengan lebih intim lagi agar bisa melihat
segala perbedaan yang ada dan bisa menyikapi secara tepat.
2) Prinsip Pengalaman Pengindraan
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk anak-anak penyandang tunanetra
harus memungkinkan anak tunanetra tersebut untuk mendapatkan pengalaman secara
nyata dari apa yang dipelajari. Dalam bahasa Bower (1986), disebut sebagai
“pengalaman pengindraan langsung “. Anak tunanetra tidak dapat belajar melalui
pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, seperti pada contoh bunga yang sedang
mekar, embun yang menetas dari dedaunan, pesawat yang sedang terbang atau seekor
semut yang sedang mengangkut makanan. Strategi pembelajaran harus memungkinkan
adanya akses langsung terhadap objek atau situasi. Anak tunanetra harus dibimbing
untuk dapat meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami situasi secara
langsung, dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini sangat erat kaitannya
dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi prinsip
pengalaman pengindraan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang mendukung
dan relevan. Oleh karena itu, anak tunarungu ini harus dapat merasakan secara langsung
apa yang terjadi di lingkungannya, seperti pada proses memasak, menanam bunga,
ataupun pada proses lainnya yang tidak membutuhkan adanya dimensi jarak dan waktu,
tetapi pada proses yang melakukan penggunaan pengalaman pengindraan secara
langsung.
3) Prinsip Totalitas
Strategi pembelajaran ini dlakukan oleh seorang guru untuk dapat memungkinkan
seorang siswanya untuk memiliki pengalaman objek secara langsung maupun pada situai
yang terjadi secara utuh. Dalam strategi ini dapat terwujud apabila sang guru dapat
mendorong anak tersebut untuk dapat melibatkan semua pengalaman pengindraanya
secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Gagasan ini juga sering disebut juga
dengan multi sensory approach dalam bahasa Bower (1986), yang artinya menggunakan
seluruh alat pengindraan tersebut yang masih memiliki fungsi yang masih baik untuk
mengenali objek secara menyeluruh untuk dapat mengenali dengan baik dan
mendapatkan gambaran secara utuh seperti apa yang ada dalam dimensi yang
sesungguhnya. Misalnya saja seorang anak tunanetra yang ingin mengenali entuk
burung. Maka, seorang anak yang memiliki keterbatasan dalam hal indra penglihatan
tersebut harus dapat melibatkan keselutuhan indra yang masih berfungsi untuk dapat
memberikan informasi yang utuh dan baik mengenai bentuk, ukuran, sifat permukaan,
dan kehangatan dari burung tersebut. Anak penyandang tunanetra tersebut juga harus
dapat mengenali suara yang menjadi ciri khas burung tersebut. Pengalaman pengenalan
anak terhadap burung tersebut anak menjadi lebih luas dan menyeluruh dibandingkan
dengan anak-anak yang hanya menggunakan satu indra dalam mengenali dan mengamati

3
burung tersebut. Itulah yang menjadi nilai tambah yang akan dimiliki oleh anak-anak
yang memiliki kebutuhan khusus dalam hal gangguan penglihatan. Hilangnya suatu
penglihatan pada salah satu dari kelima indranya, dapat membuat anak-anak tunanetra
menjadi sulit mendapatkan gambaran secara nyata dan menyeluruh mengenai objek-
objek yang tidak dapat diamati secara serentak oleh kelima indranya. Maka dari itu,
perpaduan beberapa teknik dalam penggunaannya menjadi penting untuk anak tunanetra
tersebut.
4) Prinsip Aktivitas Mandiri (Selfactivity)
Dalam Sebuah strategi pembelajaran haruslah dapat memungkinkan anak atau dapat
mendorong anak tunanetra dalam belajar secara aktif dan mandiri. Anak dapat belajar
dan menemukan sesuatu yang ingin untuk mereka pelajari. Sedangkan, guru bertugas
sebagai fasilitator yang dapat membantu anak-anak untuk belajar dan menjadikan
sebagai motivator anak-anak penyandang tunanetra yang dapat membangkitkan
keinginannya untuk tetap bertahan meski dalam setiap keterbatasannya. Prinsip ini juga
menunjukkan bahwa dalam prosess belajar itu tidak hanya sekedar mendengar dan
mencatat saja, tetapi juga ikut merasakan dan mengalaminya secara langsung. Keharusan
ini memiliki implikasi yang bagus terhadap perlunya si anak untuk dapat mengetahui,
menguasai, dan menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep yang baik.
Dalam hal isi pembelajaran, sangat penting untuk anak-anak tersebut. Akan tetapi, akan
lebih penting lagi apabila anak tersebut dapat menguasai dan mengalami secara personal
dan langsung untuk mendapatkan isi pembelajaran dengan cara mengalami dan
mengenal suatu objek secara langsung dapat membantu anak untuk dapat mengenali apa
yang selama ini anak-anak nomal lainnya alami.

Menurut fungsinya, suatu metode pembelajaran tersebut dapat dibedakan menjadi


beberapa media, yaitu media untuk menjelaskan konsep yang berupa alat peraga dan media
untuk membantu kelancaran proses pembelajaran yang berupa alat untuk proses pembelajaran.
Alat bantu yang bisa digunakan untuk membantu proses suatu pembelajaran anak tunanetra
meliputi objek atau situasi yang sebenarnya dengan cara prinsip totalitas atau situasi yang
sebenarnya, benda asli yang telah diawetkan, tiruan/model (tiga dan dua dimensi); dan Alat
bantu pembelajaran antara lain alat bantu untuk menulis huruf braille (reglet, pen, dan mesin
ketik braille), alat bantu untuk membantu dalam membaca huruf braille (papan huruf dan
optacon), alat bantu untuk berhitung (cubaritma, abacus/sempoa, speech calculator), serta alat
bantu yang bersifat audio, seperti tape recorder.

Evaluai terhadap pencapaian hasil belajar pada anak tunanetra pada dasarnya sama
dengan yang dilakukan terhadap anak yang memiliki mata normal, namun ada sedikit perbedaan
yang menyangkut materi tes/soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang
diajukan kepada anak tunanetra tidak mengandung unsur—unsur yang memerlukan persepsi
visual apabila menggunakan tes tertulis, soal hendaknya diberikan dalam huruf braille atau

4
menggunakan reader (pembaca) apabila menggunakan huruf alfabet normal yang biasanya
digunakan oleh anak-anak bermata normal.

5
TUNA RUNGU

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga
tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan
dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus.Klasifikasi :

1. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran : => diukur dengan alat audiometer Standar
ISO (International Standar Organization)
 Sangat ringan : 27 – 40 dB
 Ringan : 41 – 55 Db
 Sedang : 56 – 70 dB
 Berat : 71 – 90 dB
 Sangat Berat : 91 dB ke atas
Catt : No. 1 s/d 4 : kurang dengar

No 5 : Tuli

2. Berdasarkan saat terjadi ketunarunguan :


 Ketunarunguan Prabahasa Kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan
bicara dan bahasa berkembang.
 Ketunarunguan Pasca Bahasa Kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun
setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang.
3. Berdasarkan letak gangguan pendengaran
 Tunarungu tipe konduktif Disebabkan oleh rusaknya telinga bagian luar dan tengah yang
berfungsi sebagai alat konduksi atau penghantar getaran suara menuju telinga bagian
tengah.
 Tunarungu tipe sensorineural Terjadi kkarena rusaknya telinga bagian dalam serta sayaraf
pendengaran.
 Tunarungu tipe campuran yang merupakan gabungan tipe konduktif dan sensorik.
Kerusakan pada telinga bagian luar/tengah dan telinga bagian dalam/syaraf pendengaran.
 Berdasarkan etilogi dan asal usul ketunarunguan
 Tunarungu endogen Disebabkan oleh faktor genetik (turunan)
 Tunarungu eksogen Disebabkan oleh faktor non genetik (bukan ketuurunan).
Penyebab terjadinya ketunarunguan :

1. Penyebab terjadinya tunarungu tipe konduktif

a. Ketrusakan/gangguan pada telinga luar Tidak terbentukknya lubang telinga bagian luar
yang dibawa sejak lahir.

b. Terjadi peradangan pada lubang telinga luar

2. Kerusakan / gangguan pada telinga tengah

6
a. Ruda Paksa

ð Tekanan/benturan yang keras karena jatuh, tabrakan, tertusuk, d.l.l, menyebabkan membran
timfani (selaput gendang dengar pecah) dan lepasnya rangkaian tulang pendengaran.

b. Terjadi peradangan / infeksi pada telinga tengah (otitis media).

c. Otosclerosis

d. Tympanisclerosis

e. Anomali Congenital dari tulang pendengaran

ð Tidak terbentuknya tulang pendengaran sejak lahir.

f. Disfungsi tuba eutachius

ð Saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut akibat alergi atau
tumor.

3. Penyebab terjadi ketunarunguan tipe sensorineural :

a. Karena faktor genetik

b. Penyebab non genetik :

- Rubella Campak Jerman

ð Virus membunuh pertumbuhan sel-sel dan menyerang jaringan –haringan pada mata, telinga
dan atau organ lainnya.

- Ketidaksamaan antara Rh ibu dan anak (Rh+ dan Rh-)

- Meningitis => radang selaput otak

- Trouma akustik

ð Disebabkan oleh adanya suara bisisng dalam waktu yang lama.

Cara Pencegahan terjadinya Tunarungu

Karakteristik Anak Tunarungu

a. Karakteristik dalam bidang akademik

- Intelegensi sama dengan anak normal.

7
- Sering ditemui prestasi akademik lebih rendah dibandingkan denmgan anak mendengar
seusianya.

- Pengembangan kecerdasan dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa (ATR terlambat


bahasanya).

- ATR yang masih mendengar : bisa mengoceh

- ATR yang tidak mendengar : menggunakan isyarat /kesulitan berkomunikasi secara


verbal.

- Kesulitan komunikasi : terjadi karena kosa kata terbatas.

- Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung kiasan, sulit


mengartikan katakata abstrak, kurang menguasai irama dan gaya bahasa. Oleh karena itu
pelajarannya harus berbasis bahasa.

b. Karakteristik Sosial Emosional

1. Pergaulan yang terbatas pada sesama tenarungu

2. Sifat egosentris yang melebihi anak normal.

- Pemata => pengamatan ebih tertuju pada penglihatan

- Tunarungu hanya mampu memasukka sebagian kecil “dunia luar ke dalam dirinya,
sehingga nlebih memusatkan perhatiannya pada diri sendiri (egosentris) =>sehingga kalau ada
keingginan harus selalu dipenuhi.

3. Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan luar.

4. Perhatian mereka sukar dialihkan bila sudah menyenangi sesuatu benda atau pekerjaan
tertentu.

5. Cepat marah dan mudah tersinggung

ð Keterbatasan berbahasa lisan secara ekspresif ( bicara) meupun resptif (memahami


pembicaraan)

Jenis-jenis layanan:

1. Layanan Umum

ð Sama dengan anak pada umumnya / anak yang mendengar yaitu layanan akademikk, latihan
dan bimbingan.

2. Layanan khusus

8
ð Bertujuan untuk mengurangi dampak ketunarunguan atau melatih kemampuan yang masih
ada, yang meliputi layanan bina bicara serta layanan bina persepsi bunyi dan irama.

a. Layanan Bina Bicara

ð Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak tunarungu dalam mengungkapkan bunyi-


bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat dimengerti atau diinterpretasikan oleh orang
yang mengajak/diajak bicara. Latihan bina bicara dikenal juga dengan latihan artikulasi.

b. Layanan Bina Persepsi Bunyi dan Irama

ð Bertujuan untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa pendengaran atau
merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sisa pendengarannya.

ð Dilatih membedakan bunyi yang panjang dan pendek, bunyi yang keras dan lembut,
kata/kalimat yang panjang dan pendek, bunyi alat-alat musik, bunyi berbagai irama.

Tempat/Sistem layanan

a. Tempat khusus /sistem segresi yaitu si SLB.

b. Sekolah umum / sistem integrasi

c. Sekolah Inklusi / sistem inklusi

Metode Komunikasi

Keterbatasan utama ATR yitu terlambatnya kemampuan berbicara dan berbahasa = guru perlu
memahami metode komunikasi yang dapat dimengerti oleh tunarun.

a. Metode Oral.

ð Melalui bahsa lisan.

ð Tahapannya : `

1. Pembentukan dan latihan bicara (speech building & speech trainning).

2. Memahami ujaran (speech reading)

3. Latihan pendengaran ( hear trainning)

b. Metode membaca Ujaran

9
ð Memanfaatkan penglihatannnya untuk memahami pembicaraan orang lain melalui geark bibir
dan mimik si pembaca.

- Berhadapan muka dengan lawan bicara.

- Kelemahannya tidak senua pengucapan bunyi bahasa oleh organ ortikulasi dapat terlihat
oleh lawan bicaranya , nisalnya bilabial (p, b, m) dan dental (t, d, n)

c. Metode manual (isyarat)

ð Menggunakan bahasa isyarat dan ejaan jari (fingger spening)

d. Komunikasi Total

ð Dengan menerapkan berbagai metode dan media komunikasi seperti sistem isyarat ejaan jari,
bicara, membaca ujaran, amplifikasi 9pengerasan suara dengan menggunakan alat bantu dengar,
gesti, menggambar, menulis, serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan tunarungu secara perorangan.Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunarungu

1. Dalam berbicara jangan membelakangi anak.

2. Anak hendaknya duduk dan berada di tengah paling depan kelas sehingga memiliki
peluang untuk membaca bibir guru.

3. Bila telinga hanya satu yang tunarungu, tempatkan anak sehingga telinga yang baik berada
dekat dengan guru.

4. Perhatikan posture anak, sering anak menggelengkan kepala untuk mendengar.

5. Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, dan berbicaralah dengan anak
dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan kepala aanak.

6. Berbicara dengan volume suara biasa/tidak terlalu cepat tetapi gaeakan bibirnya harus jelas.

7. Materi pelajaran yang bersifat verbal seperti IPS dan PKN perlu dimodifikasikan atau
disederhanakan dengan bahsa yang dapat dipahami siswa tunarungu.

8. Anak tunarungu dikenal sedbagai anak yang miskin kosa kata, oleh karena itu harus sering
memberikan tambahan kosakata. Guru harus memastikan bahwa anak tunarungu memahami
dengan benar kata-kata atau istilah yang digunakan.

9. Hindarai menggunakan metode ceramah secara berlebihan, akan tetapi lebih banyak
menggunakan metode yang bersifat visual seperti demontrasi, bermainperan, dan sebagainya.

Media Pembelajaran

1. Media Visual (Media yang Utama)

10
- Gambar, grafik, bagan, diagram, objek nyata, dan sesuatu benda (misalnya mata uang,
tumbuhan), objek tiruan dari objek benda, slides.

2. Media audio : seperti program kaset untuk latihan pendengaran misalnya membedakan
suara binatang.

3. Media audio visual seperti televisi (bagi yang masish memiliki sisa pendengaran dan atau
menggunakan alat bantu dengar (hearinh aid)Evaluasi Prinsip-prinsip evaluasi bagi pembelajaran
ATR :

1. Berkesinambungan

ð Dilakukan dalam setiap satuan pelajaran (untuk memperolleh gambaran yang cermat tentang
ada tidaknya perubahan posistif pada anak).

2. Menyeluruh

3. Objektif.

4. Pedagogis.

Bahasa adalah sebagai satu sistem lambang bunyi yang bersifat abriter yang disepakati
secara sosial, yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri.

- Wujudnya bahasa lisan.

- Wujud lambangnya bahasa tulisan.

- Dpat dilambangkan dalam wujud isyarat.

11
TUNA GRAHITA

Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di
bawah rata- rata. Gejalanya tak hanya sulit berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-
tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak sempurna. Anak-anak
seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat
antibodi ke ibunya tidak mencukupi. Menurut Efendi anak tunagrahita adalah “anak yang
mengalami taraf kecerdasan yang rendah sehingga untuk meniti tugas perkembangan ia sangat
membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara khusus”.

Definisi lain yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang
dirumuskan oleh Grossman yang secara resmi digunakan AAMD (American Association of
Mental Deficiency) yaitu ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara
nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam
tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung pada masa perkembangan. Anak
tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak
tunagrahita, yaitu:

1. Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak
tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat
tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas
persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi
sesuai kebutuhan anak.
2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar
Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus
dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar
mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat
bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3. Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita
belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru
reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita
akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB
terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah
terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori
borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning
Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
5) Program sekolah di rumah

12
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan
di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di
rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan
atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
6) Pendidikan inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus,
terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan
pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for
All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak
tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing
yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru
reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada
siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak
diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan
pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan
7) Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai
kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda
seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada
perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
 Pengenalan diri
 Sensorimotor dan persepsi
 Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
 Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
 Bina diri dan kemampuan sosial

13
TUNA DAKSA

tunadaksa adalah Kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan tubuh.Kelainan atau
Kerusakan pada fisik dan kesehatan. Kelainan atau kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan
otak dan saraf tulang belakang.Klasifikasi Anak Tunadaksa

Klasifikasi Anak Tunadaksa terdiri dari :

1. Kelainan pada sistem serebral (Gangguan Sistem Serebral). Penggolongan anak


tunadaksa ini kedalam sistem serebral yang didasarkan pada letak penyebab kelahiran
yang terletak pada sistem saraf pusat. Cerebral Palsy digolongkan menjadi : Derajat
Topografi.Sosiologi kelainan gerak,
2. Penggolongan Cerebral Palsy menurut derajat peserta meliputi:Golongan ringan adalah
mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas dan dapat
membantu dirinya sendiri.Golongan sedang adalah mereka yang membutuhkan
perawatan atau latihan untuk bicara, berjalan dan mengurus dirinya sendiri.Golongan
berat, golongan ini selalu membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara dan menolong
diri sendiri.
3. Penggolongan Cerebral Palsy menurut Topografi :Monoplegia , adalah satu-satunya
anggota gerak, Al kaki kanan.Hemiplegia , Adalah lumpuh ANGGOTA gerak differences
Dan Bawah, AI Tangan Kanan Dan kesemek Kanan.Paraplegi , adalah lumpuh pada
kedua kakinya. Diplegia. adalah lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kaki kanan dan
kiri.Quadriplegi , adalah kelumpuhan seluruh anggota geraknya.
4. Penggolongan menurut Fisiologi (motorik), meliputi :Spastik,Atetoid,Ataxia,Tremor –
Kaku,Tipe Campuran,Apakah Penyebab Tunadaksa Penyebab tunadaksa dilihat saat
terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada :
 Sebab-sebab sebelum lahir antara lain : terjadi penyakit infeksi, kelainan kandungan,
kandungan radiasi, saat mengalami trauma (kecelakaan).
 Sebab-sebab pada saat kelahiran, antara lain : proses kelahiran terlalu lama, proses
kelahiran yang mengalami kesulitan, pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan.
 Sebab-sebab setelah proses kelahiran, antara lain : kecelakaan, infeksi penyakit, dan
ataksia.
Karakteristik Anak Tunadaksa Anak tunadaksa akan mengalami gangguan Psikologis yang
cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif serta memisahkan diri dari
lingkungannya.Selain itu karakteristik tersebut terdapat masalah anak tunadaksa antara lain,
gangguan taktil dan kinestatik dan gangguan emosi.Bagaimana Implementasi Pendidikan Anak
Tunadasa ?Pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa, guru memiliki peran ganda di samping
sebagai pengajar, pendidik juga sebagai pelatih. Pelayanan terapi yang diperlukan anak
tunadaksa antara lain: latihan bicara, fisioterapi, Occupational Therapy dan Hydro Therapy
.Anak tunadaksa pada dasarnya sama dengan anak normal lainnya, hanya dari aspek psikologi
sosial mereka membutuhkan rasa aman dalam bermobilisasi dalam kehidupannya.

14
Bagaimana Model Layanan Pendidikan Anak Tunadaksa ? Model layanan pendidikan bagi
anak tunadaksa dibagi pada sekolah khususdan atau sekolah terpadu atau inklusi :Sekolah
Khusus adalah bagi anak yang memiliki masalah yang lebih berat bagi intelektualnya
emosinya.Sekolah Terpadulinklusi, Sekolah Ini adalah Bagi Anak Tunadaksa yang memiliki
problema ringan dan problema penyerta dan tidak disertai oleh problema retadasimental.

15
AUTISME

Penerapan metode terapi perilaku di Pusat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif Dan

Mutiara Center Kota Surakarta, sama-sama dimulai dengan pembukaan (berupa berdoa,

salam, tos), pemberian materi terapi, penutup (berdoa, salam,tos). Metode terapi yang

digunakan di Pusat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif, menggunakan metode

ABA, play therapy dan floor time, sedangkan di Mutiara Center menggunakan metode

metode campuran atau (perpaduan dari beberapa metode seperti lovaas, compic).

Setiap anak di kedua lembaga tersebut mempunyai terget masing-masing

yang akan dicapai, baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Target tersebut nantinya

akan sama-sama dievaluasi ketika sudah diterapkan. Evaluasi di Pusat Layanan Disabilitas

dan Pendidikan Inklusif berupa buku penghubung setiap selesai keterapian (evaluasi

harian), laporan evaulasi setiap empat bulan dan enam bulan sekali. Adapun evaluasi di

Mutiara Center berupa buku penghubung setiap selesai keterapian, laporan evaluasi setiap

tiga bulan dan enam bulan sekali. Dari kedua lembaga tersebut diketahui bahwa terapi

perilaku dapat dilakukan oleh baik oleh disiplin ilmu keterapian, guru ataupun orang tua.

Namun mereka harus memiliki pengetahuan mengenai terapi perilaku, mengerti kondisi

atau kebutuhan anak, mengetahui dasar-dasar dalam terapi perilaku dan memiliki sertifikat

pelatihan tentang terapi perilaku, serta tetap ramah pada anak dengan menyampaikan kata-

kata yang singkat dan jelas.

Faktor umum yang mendukung dan menghambat penerapan terapi perilaku di Pusat

Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif adalah faktor yang mendukung terapi adalah

bila ada kesadaran orang tua dalam mengulang kembali kegiatan terapi saat berada di

rumah, namun hal tersebut menjadi menghambat apabila orang tua tidak mengulang

kembali kegiatan terapi. Selain itu, intensitas terapi yang dilakukan oleh anak dapat

16
mendukung proses terapi dan dapat menghambat bila anak jarang untuk datang terapi. Obat-

obatan yang cocok dikonsumsi anak autis dapat mendukung kegiatan terapi, namun akan

menjadi menghambat bila obat yang dikonsumsi tidak cocok untuk anak karena dapat

membuat anak menjadi agresif dan mudah marah. Faktor lain yang mendukung adalah diet

yang dilakukan anak, namun bila anak tidak melakukan diet dapat menghambat terapi.

Faktor yang mendukung dan menghambat penerapan terapi perilaku di Mutiara

Center adalah intensitas terapi yang dilakukan anak, media terapi yang kurang memadai

dapat menghambat kegiatan terapi, kemampuan anak yang cepat menangkap materi yang

diajarkan oleh terapis dapat mendukung kegiatan terapi dan dapat menghambat bila

keampuan anak lamban dalam mengerti materi yang disampaikan terapis.Kesadaranorang

tua dalam mengulang kembali kegiatan terapi saat berada di rumah dapat mendukung proses

terapi terapi perilaku.

17
ADHD

Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah adanya pola menetap dari inatensi
yang disertai hiperaktifitas dan impulsivitas, umumnya terjadi pada anak usia dini dan usia
sekolah, dan dapat menetap sampai masa remaja dan dewasa. ADHD dapat mengganggu fungsi
dasar seorang anak, permasalahan dalam hal belajar, dan kesulitan membina hubungan dengan
teman.
Kriteria diagnosis didasarkan pada Diagnostic and Statistic Manual IV (DSM- IV). Sampai
saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk menyem- buhkan anak dengan
ADHD secara total.
Berdasarkan National Institute of Mental Health serta organisasi profesi lainnya di dunia
seperti AACAP penanganan anak dengan ADHD ialah dengan pendekatan komprehensif yang
multidisiplin dan multimodal.
Penanganan rehabilitasi medik pada anak dengan ADHD
Terapi okupasiTerapi okupasi terdiri dari terapi relaksasi, terapi perilaku kognitif (cognitive
behavior therapy), terapi sensori integrasi, terapi snoezellen, dan terapi musik
Terapi relaksasi adalah terapi yang menggunakan kekuatan pikiran dan tubuh untuk
mencapai suatu perasaan rileks. Terapi relaksasi bertujuan untuk dapat mengontrol ansietas,
stres, ketakutan dan ketegangan, memperbaiki konsentrasi, meningkatkan kontrol diri,
meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri, serta meningkatkan kreativitas.18
Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang dengan mengubah
pemikiran dan persepsi terutama pola berpikirnya. Terapi perilaku berfokus untuk mengurangi
respon kebiasaan (seperti marah, takut, dan sebagainya) dengan cara mengenal situasi atau
stimulus. Terapi ini melatih kemampuan berpikir, menggunakan pendapat dan membuat
keputusan, dengan fokus memperbaiki defisit memori, konsentrasi dan atensi, persepsi, proses
belajar, membuat rencana, serta pertimbangan. Pada anak-anak, terapi ini memerlukan dukungan
penuh dari orang tua atau anggota keluarga lain. Intervensi pada terapi ini juga harus menarik
seperti menggunakan media gambar kartun, role play, menggunakan bahasa menarik sesuai
usianya, media latihan yang menyenangkan dan penuh warna. Bentuk lain dari intervensi ini
dapat juga berupa metode self recording.19
Terapi sensori integrasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan proses sensoris
dengan cara:

- Mengembangkan modulasi sensoris yang berhubungan dengan atensi dan kontrol perilaku
- Mengintegrasikan informasi sensoris untuk membentuk skema persepsi baik sebagai dasar
ketrampilan akademis, interaksi sosial dan kemandirian fungsional.
- Fokus terapi diarahkan untuk memunculkan motivasi intrinsik anak untuk bermain
interaktif dan bermakna.
Terapi sensori integrasi memberikan stimulasi sensori dan interaksi fisik untuk dapat
meningkatkan integrasi sensori dan peningkatan kemampuan belajar dan perilaku. Terapi ini
merupakan terapi modalitas yang kompleks.
Anak-anak dengan ADHD tidak beradaptasi dengan baik untuk mengubah dan tidak
berfungsi dengan baik dalam lingkungan yang sangat memberikan banyak stimulasi. Di sekolah,
mereka harus ditempatkan di barisan depan sehingga mereka dapat lebih memperhatikan guru.
Seringkali, anak dengan ADHD mendapatkan keuntungan lebih dari metode mengajar satu-

18
satu atau pengajaran dalam kelompok kecil. Rutinitas kelas harus diprediksi dan hanya satu
tugas yang diberikan kepada anak pada suatu waktu.17,18,25 Rutinitas di rumah juga harus
terstruktur dengan baik dan teratur. Keluarga harus menghindari keramaian, supermarket, dan
pusat perbelanjaan besar yang dapat memberikan terlalu banyak stimulasi bagi anak. Kelelahan
juga harus dihindari ketika anak menjadi tak terkontrol dan hiperaktivitas meningkat ketika anak
menjadi lelah.16,17 Saran dari psikiater, dokter anak dan social worker diperlukan dalam kasus-
kasus individual karena mungkin ada kebutuhan untuk penempatan sekolah khusus atau program
khusus untuk modifikasi perilaku. Anak yang cerdas juga dapat ditempatkan dalam program
sekolah normal. Obat jarang diindikasikan kecuali terdapt indikasi tertentu seperti hiperaktif
atau ketidakstabilan suasana hati

19
DIAGNOSIS KESULITAN BICARA

diagnosis merupakan sarana yang efektif untuk dijadikan sebagai dasar pengembangan
pembelajaran remedial pada mata pelajaran fisika dan pembelajaran remedial merupakan
langkah yang tepat untuk mengatasi masalah kesulitan belajar siswa sekaligus sebagai sarana
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan simpulan diatas, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang berkesulitan belajar, diharapkan
para pendidik memberikan pelayanan khusus berupa pembelajaran remedial
2. Tes diagnosis perlu dilakukan sebagai langkah awal pembelajaran remedial. Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui letak kesulitan belajar siswa dan segala factor
penyebabnya sebagai umpan balik bagi guru dan siswa dalam melaksanakan
pembelajaran remedial.

20

Anda mungkin juga menyukai