Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL SKIPSI

IMPLEMENTASI STRATEGI SPPECH THERAPY DALAM PENINGKATAN

KETERAMPILAN BERBICARA BAGI ANAK TUNA RUNGU DI SEKOLAH

DASAR LUAR BIASA

LIA ANJALI (2012903)

Diajukan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN

TAHUN AJAR 2022 /2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Bahasa penting bagi kehidupan kita. Tanpa ada bahasa, apa yang disampaikan

tidak akan bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain. Khususnya juga berkomunikasi,

manusia perlu berinteraksi antara individu yang satu dengan yang lain agar bisa saling

berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa. Manusia berkomunikasi dengan

bahasa, membutuhkan proses yang berkembang dalam tahap usia-usianya. Pada anak pun

juga demikian, perlu adanya interaksi untuk anak agar sebagai orangtua atau orang

terdekatnya bisa saling berkomunikasi dengan baik. Misalnya pada anak tunarungu yang

mengalami gangguan pada pendengaran. Anak yang memiliki hambatan atau gangguan

pendengaran juga merupakan salah satu kategori anak yang memiliki kebutuhan khusus

(Putri dan Afin: 2013)1.

Tuna rungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagai maupun

seluruhnya yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional dalam

kehidupan sehari-hari Menurut Soemantri (1996). Berdasarkan data dari Badan Pusat

Statistik tahun 2020, ada kenaikan yang cukup signifikan pada jumlah penyandang

tunarungu di Indonesia. Pada tahun 2010, jumlah penyandang tunarungu mencapai

234,2 juta jiwa. Sementara pada tahun 2020 naik menjadi 18 ribuan juta jiwa2. Dengan

jumlah masyarakat penyandang tunarungu sebanyak itu, pemerintah juga memberikan

fasilitas pendidikan bagi mereka seperti halnya pada penyandang tunanetra.

Anak tunarungu berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam bidang

pendidikan sama dengan anak-anak mendengar lainnya. Dalam Undang-undang No. 20

1
Fifi nafiaturrahmah. “ problematika anak tuna rungu dan cara mengatasinya”.vol.6,no.1(2018).1-15
2
Ibid1
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional anak atau individu berkelainan disebut

juga dengan anak atau individu yang memerlukan pendidikan khusus yang sesuai

dengan kondisi dan potensi yang dimiliki. Kelainan yang dialami akan berdampak pada

munculnya masalah dalam kemampuan berbicara dan berbahasa. Oleh karena itu,

mereka berhak mendapatkan pendidikan yang sesuai, baik pendidikan formal maupun

non-formal. Hal ini akan membantu anak tunarungu dalam mengembangkan potensi dan

kemampuan yang dimiliki serta membantu mereka agar mandiri dan tidak banyak

bergantung pada orang lain.

Keterbatasan anak tunarungu dalam memahami ucapan orang lain saat

berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh hambatan mendengar yang dimiliki anak

tunarungu. Begitu juga pada saat proses pembelajaran, anak tunarungu memiliki

kesulitan untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru. Untuk membantu

memahami ucapan gurunya anak tunarungu akan memanfaatkan sisa pendengaran dan

melihat gerakan bibir guru (oral) dan ekspresi wajah guru. Guru dalam mengajar bahasa

harus anak menerima dengan baik materi yang disampaikan serta mampu memahami

materi yang sedang dipelajari. Selain itu, untuk memastikan apakah anak paham atau

tidak akan sesuatu salah satunya dapat dilihat dengan bagaiamana ia menyampaikannya

secara lisan. Siswa tunrungu diharapkan memiliki keterampilan berbicara yang baik, hal

ini dapat dilakukan dengan banyak latihan berbicara.

Kemampuan berbicara pada anak dimulai dari tahap pengalaman dan proses

belajar yang bergantung pada stimulus dan respons. Pengalaman dan proses belajar

akan membentuk akuisisi bahasanya. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai

sesuatu yang dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan, sama halnya seperti orang

yang akan belajar mengendarai sepeda. Hal ini dikuatkan oleh teori behaviorisme yang

diungkapkan Skinner (Putri dan Afin: 2013). Teori tersebut menjelaskan bagaimana

seseorang mendapatkan stimulus berulang ulang sehingga membentuk suatu respons.

Jika stimulus semakin dikuatkan, respons pun semakin kuat muncul. Disinilah yang
membedakan anak normal dengan anak berkebutuhan khusus penyandang tunarungu.

Kemampuan anak tuna rungu berbicara sedikit lemah karena pemerolehan

bahasa mereka seperti kosakata dan kalimat yang diujarkan kurang jelas bagi mereka.

Atau bahkan mereka tidak memahami para guru dan orang tua berbicara karena

pendengaran mereka terganggu. Terganggunya pendengaran pada anak tunarungu

mengakibatkan ketidaklancaran berujar, sehingga lawan bicara kurang memahami

maksud dari anak tunarungu.

Untuk permasalahan tersebut maka dilakukannya penerapan strategi speech

Therapy (therapy bicara) kepada anak penyandang tuna rungu. Terapi bicara yaitu guru

melatih anak berbicara, menginstruksikan pengucapan kosakata dan melatih motorik

bicara anak sambil bermain. Metode yang dilakukan yaitu guru membimbing dan

mengajarkan anak dengan kasih sayang, memahami anak ketika berbicara,

mengobservasi kemunduran serta kemajuan perkembangan anak.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana proses meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa dengan

menggunakan strategi SPEECH THERAPY di SDLB

2. Bagaimana hasil peningkatan keterampilan berbicara pada siswa dengan

menggunakan strategi SPPECH THERAPY di SDLB

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan dari penelitian ini

adalah

1. untuk mengetahui proses meningkatan hasil peningkatan keterampilan berbicara

pada siswa dengan menggunakan strategi SPEECH THERAPY di SDLB.


2. Untuk mengetahui hasil peningkatan keterampilan berbicara pada siswa dengan

menggunakan strategi SPPECH THERAPY di SDLB

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bentuk kontribusi keilmuan dalam bidang

Pendidikan Luar Biasa yang berkaitan dengan penggunaan strategi SPEECH

THERAPY dalam kemampuan berbicara pada anak.

b. Menambah pengetahuan dan wawasan khususnya bagi penulis dan umumnya

bagi pembaca mengenai peningkatan keterampilan berbicara siswa tuna rungu

dengan menggunakna strategi SPPECH THERAPY.

2. Manfaat praktis

a. Bagi siswa

Penelitian ini dapat membantu siswa lebih tertarik untuk mengembangkan

keterampilan berbicara mereka menggunakan strategi SPEECH

THERAPY

b. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam

memilih strategi yang dibutuhkan siswa tunarungu, khususnya dalam

mengembangkan keterampilan berbicara agar siswa lebih percaya diri dan

lebih mudah menyampaikan ide atau gagasan serta pengucapan kata atau

kalimat menjadi lebih jelas.

c. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberi manfaat dan salah satunya

dapat menjadikan pertimbangan penggunaan startegi dalam peningkatan

keterampilan pada siswa tunarungu.


BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Kajian teori

1. Kajian teori tentang anak tunarungu

A. Pengertian Tunarungu

Istilah tunarungu diberikan bagi seseorang yang memiliki banyak

kekurangan pada indra pendengaran, mempunyai kelainan pada

pendengaran, atau bagi seseorang yang tidak memiliki

pendengaran sama sekali. Menurut Mohammad Efendi (2005:57)

“Tunarungu merupakan seseorang yang dalam proses mendengar

terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar, organ telinga

bagian tengah, dan organ bagian dalam mengalami gangguan atau

kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lainnya

yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat

menjalankan fungsinya.”.3 Sedangkan sutjihati soemantri

(2006:93) mengartikan bahwa “tunarungu sebagai suatu keadaan

kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak

dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indra

pendengarannya”

Pengertian tunarungu dikaitkan dengan layanna pendidikan

menurut Thomas J. Watson (Edja Sadjaad. : 29)4

3
Bonifasia Ayulianti, Robertus Hudin, Mikael Nardi,” METODE PEMBELAJARAN DALAM
MENGEMBANGKAN INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNARUNGU”,dalam jurnal literasi pendidikan dasar, Vol. 2,
No. 1, 2021
4
Fifi Nofiaturrahmah,problematika anak tunarungu dan cara mengatasinya, Vol. 6, jurnal iain kudus,2008
“ deaf pupils who no hearing or whose hearing is no defective that

they require education by methode used for the deaf. Pupuls where

they require education by methode used for the deaf. Pupils where

the fined as those partially deaf who have some naturally aquired

speech and language but whose hearing is so defective that they

require for their education special arrangement of facilities

thought not necesserilly all the emotional method used for

educational deaf pupil”.

Dafinisi tersebut menjelaskan bahwa tuli adalah mereka yang

tidak dapat mendengar atau indra pendengarannya tidak sempurna

sehingga memerlukan metode khusus, sedangkan anak yang

kurang dengar adalah mereka yang mampu berbicara dan

berbahasa akan tetapi pendengarannya sedikit terganggu sehingga

tidak memerlukan metode khusus seperti anak tuli.

Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan anak tunarungu adalah

seseorang yang mengalami suatu masalah dalam hal pendengaran

baik secara struktual dan ataupun fungsional, sehingga

membutuhkan metode khusus dalam pendidikannya.

B. Karakteristik anak tunarungu

Menurut sutjihati (2006), karakteristik anak yang mengalami

tunarungu adalah sebagai berikut:

a. Segi fisik

Cara berjalannya kaku dan sedikit bungkuk, gerakn matanya cepat,

agak beringas, Gerakan tangan dan kakinya cepat atau lincah,

pernafasannya pendek dan agak terganggu.


b. Segi intelegensi

Secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi

anak normal pada umumnya. Namun demikian secara fungsional

intelegensi anak tunarungu dibawah anak normal disebabkan oleh

kesulitan anak tunarungu dalam memahami Bahasa karena

terbatasnya pendengaran. Anak anak tunarungu sulit dapat

menangkap pengertian abstrak, sebab untuk dapat menangkap

pengertian yang abstrak diperlukan pemahaman yang baik akan

Bahasa lisan maupun Bahasa tulisan. Tidak semua aspek

intelegensi anak tunarungu terhambat, yang mengalami

hambatannya hanya bersifat verbal, misalnya dalam merumuskan

pengertian, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian.

c. Karakteristik emosi

Emosi anak tunarungu selalu bergejolak, disatu pihak karena

kemiskinan bahasanya dan dilain pihak karena pengaruh dari luar

yang diterimanya. Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi

pada anak tunarungu mengakibatkan perasaan terasing dari

lingkungannya. Anak tunarungu mampu melihat semua kejadian,

akan tetapi tidak mampu memahami dan mengikutinya secara

menyeluruh, sehingga menyebabkan emosi yang tidak stabil,

mudah curiga dan tidak percaya diri.

d. Karakteristik sosial

Dalam pergaulan anak tunarungu lebih cenderung mengasingkan

dari terutama denagna anak normal, ini disebabkan karena

keterbatasannya dalam komunikasi secara lisan.

e. Karakteristik Bahasa
Misikin dalam kotakasa, sulit mengungkapkan Bahasa ungkapan

yang memiliki artian kiasan, yang memiliki arti abstrak, kurang

memahami irama dan gaya Bahasa. Hal ini disebabkan adanya

ikatan yang erat anatara Bahasa dan bicara dengan ketajaman

pendengaran.

C. Pemerolehan Bahasa pada anak tunarungu

Menurut Winarsih (2010), pemerolehan bahasa diartikan sebagai

proses perkembangan alami bahasa pertama yang terjadi tanpa

disadari dan digunakan untuk keperluan komunikasi semata tanpa

kesadaran adanya kaidah bahasa. (Chaer, 2003), Pemerolehan

bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang

ketika memperoleh bahasa pertamanya atau Bahasa ibunya. Jadi,

pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama. (Kuntarto,

2017), Pemerolehan bahasa biasanya tidak menyadari adanya fakta

bahwa mereka memperoleh bahasa. (Widia), Masa pemerolehan

bahasa anak tunarungu tidak dapat dilalui seperti halnya anak yang

bisa mendengar. Jika anak sehat mampu menghubungkan

pengalaman dan lambang bahasa melalui pendengaran, pada anak

tunarungu tidak. Hal ini disebabkan karena adanya disfungsi pada

pendengarannya. Jadi, anak tunarungu memperoleh bahasanya

lebih difokuskan melalui fungsi penglihatannya. Tetapi tidak

menutup kemungkinan dengan memaksimalkan fungsi

pendengarannya, bagi siswa tunarungu yang kurang dengar. (Desy,

2009), Pemerolehan bahasa anak tunarungu yaitu memahami

ujaran melalui media membaca ujaran. Membaca ujaran

merupakan unsur atau dasar sistem bahasa batinnya. Batini anak

tunarungu terdiri dari kata-kata sebagaimana tampil pada gerak dan


corak sebagai pengganti bunyi bahasa yang berupa vokal,

konsonan, dan intonasi pada anak mendengar.5

Berlandaskan pendapat tersebut, perolehan Bahasa pada anak

tunarungu proses dimana seorang anak mendapatkan sebuah kosa

kata baru dari ibunya melalui media membaca dengan

menggunakan fungsi penglihatan dan pendengaran sang anak.

Karena keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam

fungsinya nanti.

2. Keterampilan berbicara

a. Pengertian keterampilan berbicara

Pada hakikatnya berbicara adalah kemampuan untuk menyampaikan

pesan melalui lisan dan secara umum dapat diartikan seuatu

penyampaian maksud bisa berupa gagasan, pikiran, isi hati seseorang

kepada orang lain. Menurut Henry Guntur Tarigan (2008: 16) bebicara

adalah,kemampua mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata

untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran,

gagasan, dan perasaan. Berbicara juga didefinisikan sebagai suatu alat

untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sang pendengar dan

penyimak.

Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa sering kita gunakan salah satunya

adalah untuk berkomunikasi maupun menyampaikan pesan antar dua

individu atau lebih. Selain sebagai alat komunikasi dan interaksi,

Permanarian Somad (1996:36) berpendapat bahwa “bahasa adalah alat

5
Nur khaliza, eko, ade, PEMEROLEHAN BAHASA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNARUNGU) DALAM
MEMAHAMI BAHASA, vol.2, jurnal metabasa, juni 2020, hal. 2
berfikir dan sarana utama seseorang untuk saling menyampaikan ide,

konsep dan perasaannya, serta termasuk di dalamnya kemampuan

untuk mengetahui makna kata serta aturan atau kaidah bahasa serta

penerapannya”. Ide, konsep dan perasaan tidak hanya dapat

diungkapkan dalam aspek berbicara, namun juga dapat berbentuk

tulisan, maka kemampuan menulis, membaca dan berbicara termasuk

merupakan alat komunikasi.

Dari beberapa pengertian yang telah dituliskan dapat ditarik

kesimpulan bahwa berbicara adalah kegiatan kemampuan berbahasa

untuk menyampaikan ide, pikiran, gagasan, dan isi hati kepada orang

lain untuk menjalin komunikasi dengan lingkungan sekitar.

b. Tujuan berbicara

Berkomunikasi adalah tujuan utama berbicara. Dengan berbicara kita

dapat menyampaikan pikiran secara efektif, sebaiknya pembicara

memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan (Henry

Guntur Tarigan, 2008: 16). Selain itu Henry ( 2008 : 16-17) juga

berpendapat bahwa, berbicara pada dasarnya memiliki maksud umum

yang ingin disampaikan. Ada tiga maksud umum dalam berbicara,

yaitu: a.) memberitahu dan melaporkan ( to inform), b.) menjamu dan

mrnghibur (to intertain), c.) membujuk, mendesak, mengajak serta

meyakinkan ( to persuade).6

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi – bunyi Bahasa

untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan, atau

perasaan secara lisan (brow dan yule, 2006 : 34)7

6
ibid
7
Muchlisin riyadi, “pengertian, tujuan, dan kemampuan berbicara”,kajian Pustaka,3 juni, 2013,
https://www.kajianpustaka.com/2013/06/pengertian-tujuan-dan-tes-kemampuan.html
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka

kesimpulannya bahwa tujuan berbicara yaitu : untuk

menginformasikan, menghibur, memberitahukan, dan meyakinkan

orang lain dalam rangka berkomunikasi dengan orang lain.

c. Indicator keterampilan berbicara

Kesuksesan individu saat berkomunikasi tidak lepas dari karakter

individu tersebut. Mulai dari kedewasaan hingga kedalaman dan

keluasan pengetahuan yang dipengaruhi oleh beberapa indicator,

yaitu :

A. Pelafalan : kemampuan mengucaokan konsonan dan vocal

secara benar

B. Parabahasa : mencakup nada dan jeda. Nada adalah irama

dalam berbicara, dalam berbicara terdapat empat irama yakni

rendah, sedang, tinggi, dan tinggi sekali. Sedangkan jeda,

adalah penghentian pembicaraan. Tingkatan jeda mencangkup

rendah, sedang, tinggi.

C. Kebahasaan. Aspek kebahasaan mencangkup dua aspek, yakni

pemilihan kata dan penggunaan kalimat.

D. Isi pembicaraan. Kemampuan siswa mengeksplorasi

rangsangan gambaruntuk dituturkan menjadi sebuahcerita

bermakna.

E. Kelancaran. Meliputi dua aspek yaitu penundaan dan

pengulangan

F. Bahasa tubuh8

3. Metode speech therapy

8
Marlina Eliyanti Simbolon, Tuturan dalam Pembelajaran Berbicara dengan Metode Reciprocal Teaching,
(Surabaya: Media Sahabat Cendikia, 2019), hal. 35.
a. Pengertian

Menurut Sardjono dalam (Handayani, 2007) pengertian Terapi

wicara (speech therapy) adalah pengobatan atau penyembuhan hal-

hal yang ada kekurangan atau kesalahan yang berhubungan dengan

pengekspresian de-ide atau fikiran, mengucapkan bunyi atau suara

yang mempunyai arti sebagai hasil penglihatan, pendengaran,

pengalaman melalui gerakan-gerakan mulut, bibir serta organ

bicara lain yang merupakan obyek belajar serta menarik perhatian.9

Terapi wicara difokuskan untuk membantu anak agar lebih baik

dalam menggunakan bahasa dalam berkomunikasi dengan orang

lain. Kepentingan terapi wicara terhadap pemahaman bahasa

bersifat mutlak, karena komunikasi dalam terapi wicara adalah

komunikasi verbal, pesan linguistik, dan penyampaian informas

menggunakan Bahasa

B. Kerangka penelitian

1. Tunarungu

Gangguan pendengaran atau tunarungu yang dialami

sesorang akan menimbulkan masalah, khusus pada aspek

kebahasaan dan komunikasi. Hal ini semata karena semua

informasi auditif yang ada di sekitarnya tidak dapat dipersepsi

dengan baik, akibat keterbatasan kemampuan-nya untuk

berkomunikasi dan keterbatasan per-bendaharaan bahasa yang

dimiliki, secara empirik mereka tampak bodoh, acuh tak acuh,

tidak komunikatif, dan kesulitan beradaptasi. Berangkat dari

kenyataan tersebut, idealnya sejak dini anak masuk sekolah


9
Psycology mania,”pengertian terapi wicara”, 2013,
https://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-terapi-wicara.html
seluruh waktunya diarahkan dan digunakan untuk

mengembangkan keterampilan bahasa dan komunikasi, dengan

harapan kelak mereka mampu membuka isolasi keterbatasan

tersebut. Hambatan perkembangan bahasa dan bicara anak

tunarungu, jelas merupakan masalah yang besar bagi dirinya

maupun orang lain. Bahasa dan bicara bagi manusia mempu-

nyai peranan yang sangat vital. Memang sulit untuk

membuktikan kemampuan berpikir ses-eorang tanpa aktualisasi,

baik lewat ekspresi lisan (bicara) maupun penulisan bahasa

(tulisan).10

Menurut Hallahan dan Kauffman dalam Wardani(2015),

tunarungu (hearing impairment) ialah ketidakmampuan mendengar

dari yang ringan sampai yang berat sekali yang digolongkan

kepada tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing) .

Menurut Arifin (2015) anak tunarungu adalah seorang anak

yang mengalami kerusakan pada satu atau lebih pada organ telinga

luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam

sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan

baik.

Menurut Sutjihati (2006), tunarungu adalah suatu keadaan

kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak

dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera

pendengarannya.11

10 1
Mohammad Efendi, 2Yerri Supriyanto, 3Suprijanta, ‘’ STUDI EKSPLORASI PENGEMBANGAN
MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK TUNARUNGU KELAS
RENDAH DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA”, vol.1, no.1, 20014
Tunarungu ialah suatu kedaan dimana seseorang

kehilangan pendengarannya sehingga mengakibatkan

terganggunya menangkap, merespon, rangsangan dari orang lain.

2. Jenis-jenis Tunarungu

Menurut Melinda (2013), terdapat tiga batasan dalam

mengelompokkan tunarungu berdasarkan seberapa jauh seseorang

dapat memanfaatkan sisa pendengaran dengan atau tanpa bantuan

alat bantu mendengar, yaitu sebagai berikut:

1. Kurang dengar, namun masih bisa menggunakannya sebagai

sarana/modalitas utama untuk menyimak suara cakapan

seseorang dan mengembangkan kemampuan bicara.

2. Tuli (Deaf), yaitu mereka yang pendengarannya sudah tidak

dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan

kemampuan bicara, namun masih dapat difungsikan sebagai

suplemen pada penglihatan dan perabaan.

3. Tuli total (Totally Deaf), yaitu mereka yang sudah sama sekali

tidak memiliki pendengaran sehingga tidak dapat digunakan

untuk menyimak atau mempersepsi dan mengembangkan

bicara.

Sedangkan menurut Winarsih (2007), berdasarkan tingkat

kemampuan pendengaran yang dinyatakan dalam intensitas

suara yang didengar dengan satuan dB (desibel), tunarungu

dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:

11
Riadi, Muchlisin. (2020). Tunarungu (Pengertian, Jenis, Penyebab, Karakteristik dan Proses
Komunikasi). Diakses pada 4/30/2023,https://www.kajianpustaka.com/2020/07/tunarungu.html
Kelompok I. Kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses

atau ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan

manusia normal.

Kelompok II. Kehilangan 31-60, moderate hearing losses

atau ketunarunguan atau ketunarunguan sedang; daya tangkap

terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.

Kelompok III. Kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses

atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan

manusia tidak ada.

Kelompok IV. Kehilangan 91-120 dB, profound hearing

losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap

suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

Kelompok V. Kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing

losses atau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara

cakapan manusia tidak ada sama sekali.

Masih menurut Winarsih (2007), tunarungu juga dibagi

berdasarkan tiga kriteria, yaitu saat terjadinya ketunarunguan,

berdasarkan tempat kerusakan pada organ pendengarannya dan

berdasar pada taraf penguasaan bahasa.

4. Faktor penyebab tunarungu

Kehilangan pendengaran bisa disebabkan olef factor genetic,

infeksi pada ibuseperti cacar air selama kehamilan, komplikasi

Ketika melahirkan, atau penyakit awal masa kanak – kanak seperti

gondok atau cacar air. Banyak anak sekarang dilindungi dari

kehilangan pendengaran dengan vaksinasi seperti mencegah


infeksi. Tanda – tanda masalah pendengharan adalah mengarahkan

salah satu telinga ke pembicara, menggunakan salah satu telinga

dalam percakapan, atau tidak mengalami percakapan Ketika wajah

pembicara tidak dapat dilihat indikasi lain adalah tidak mengikuti

arahan, sering kali meminta orang lain untuk mengulang apa yang

mereka katakana. Salah mengucapkan kata atau nama baru, atau

tidak mau berpartisipasi dalam diskusi kelas.12

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan

dalam mendapatkan akses bunyi-bahasa melalui indera

pendengarannya sehingga perkembangan bahasanya mengalami

hambatan, khususnya dalam perkembangan bahasa lisan.

Bahasa lisan dalam kehidupan sehari-hari merupakan alat

komunikasi yang paling banyak digunakan orang dalam melakukan

interaksi dengan orang-orang lainnya. Ini menunjukkan bahwa

dengan mepemilikiketerampilan berbahasa lisan, orang akan lebih

mudah dan lebih lancar dalam melakukan interaksi dengan orang-

orang lainnya atau dengan orang-orang di lingkungannya.

Pemerolehan keterampilan berbahasa lisan, khususnya dalam

bahasa ibu pada anak-anak umumnya (mendengar) terjadi secara

alamiah. Artinya anak-anak pada umumnya yang memiliki akses

bahasa yang baik melalui indera pendengarannya serta memiliki

kesempatan berinteraksi dengan lingkungannya, terjadilah

pemerolehan bahasa ibu secara alamiah. Ini menunjukkan bahwa,

perkembangan bahasa ibu tidak diperoleh melalui pembelajaran

secara khusus dan kenyataan menunjukkan tidak ada orangtua yang


12
Fifi Nofiaturrahmah, PROBLEMATIKA ANAK TUNARUNGU DAN CARA MENGATASINYA , Vol. 6, Nomor 1 .
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Quality/article/download/5744/3660
secara khusus mengajarkan keterampilan berbahasa ibu kepada

anaknya yang belum berbahasa. Keadaan demikian, tidak terjadi

pada anak anak yang memiliki gangguan pendengaran (tunarungu).

Perkembangan bahasa lisan anak tunarungu terhambat, karena

mereka tidak memilikiakses model atau pola bahasa yang diperoleh

melalui indera pendengarannya - tidak ada pola bahasa yang dapat

diimitasi sehingga terjadi kemandegan proses imitasi bunyi bahasa

yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya. Merujuk kepada

permasalahan yang dihadapi anak tunarungu dalam proses

perkembangan bahasanya, maka pembinaan dan pengembangan

kemampuan berbahasa untuk anak tunarungu diprioritaskan

terhadap pengembangan kemampuan berbahasayang lazim –

bahasa yang paling banyak digunakan orang-orang pada umumnya,

yaitu bahasa lisan.

Ketunarunguan bersifat gradual, yaitu merentang dari yang ringan

sampai yang berat bahkan sangat berat. Keadaan ini

mengindikasikan bahwa, tidak semua anak tunarungu dapat dibina

dan dikembangkan keterampilan berbahasa lisannya.Bagi anak

anak tunarungu yang tidak memungkinkan untuk dibina dan

dikembangkan keterampilan bahasa lisannya, maka tersedia

bahasa-bahasa alternatif lainnya, seperti: bahasa isyarat (sign

language), isyarat bahasa (sign system) dan komunikasi total.

dalam teori Sistem Komunikasi Anak Tunarungu

mendeskripsikan dan memberikan pengalaman belajar tentang

macam-masam cara komunikasi yang biasa digunakan oleh orang-


orang yang mengalami ketunarunguan. Berikut ini, bagan skema

sistem komunikasi anak tunarungu.

verbal Tulisan

Membaca ujaran

Gesti

Non - verbal
Mimic

Baku
Isyarat
Alamiyah
System komunikasi

Verbal

campuran
KOMUIKASI TOTAL

Non - verbal

Metode formal
Pendekatan

Metode okasional

MMR

Gambar.01.Bagan skema komunikasi


Dalam mengembangkan kemampuan berbahasa pada anak tunarungu, kita perlu

memahami perolehan bahasa yang terjadi pada anak mendengar dan juga yang terjadi

pada anak tunarungu. (Hernawati, 2007) mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa

anak yang mendengar berawal dari adanya pengalaman atau situasi bersama antara bayi

dan ibunya atau orang lain yang berarti dalam lingkungan terdekatnya. Melalui

pengalaman tersebut, anak ‘belajar’ menghubungkan pengalaman dan lambang bahasa

yang diperoleh melalui pendengarannya. Proses ini merupakan dasar berkembangnya

bahasa batini (inner language). Setelah itu, anak mulai memahami hubungan antara

lambang bahasa dengan benda atau kejadian yang dialaminya sehingga terbentuklah

bahasa reseptif anak. Dengan kata lain anak memahami bicara lingkungannya (bahasa

reseptif auditori). Setelah bahasa reseptif auditori ‘agak’ terbentuk, anak mulai

mengungkapkan diri melalui kata-kata sebagai awal kemampuan bahasa ekspretif auditori

atau berbicara, meskipun pada dasarnya perkembangan kearah bicara muncul lebih dini

lagi, yaitu dengan adanya masa meraba. Kemampuan itu semua berkembang melalui

pendengarannya (auditori). Setelah anak memasuki usia sekolah, penglihatannya

berperan dalam perkembangan bahasa melalui kemampuan membaca (bahasa reseptif

visual) dan menulis (bahasa ekspresif visual).

Dengan demikian tersedia tiga alternative, yaitu: isyarat, membaca, dan membaca

ujaran. Media membaca ujaran merupakan pilihan yang tepat disbanding isyarat dan

membaca. Dengan kemajuan teknologi pendengaran saat ini, maka sisa pendengarannya

dapat dioptimalkan untuk menstimulasi anak tunarungu dalam perolehan bahasa. Apabila

membaca ujaran menjadi dasar pengembangan bahasa batini anak tunarungu, kita dapat

melatih anak tunarungu untuk menghubungkan pengalaman yang diperolehnya dengan

gerak bibir dan mimik pembicara. Bagi anak kurang dengar yang menggunakan alat

bantu dengar, dapat menghubungkannya dengan lambang bunyi bahasa(lambang

auditori). Setelah itu, anak tunarungu mulai memahami hubungan antara lambang bahasa

(visual & auditori) dengan benda atau kejadian sehari-hari, sehingga terbentuklah bahasa
reseptif visual/auditori. Sama halnya seperti anak mendengar, kemampuan bahasa

ekspresif (bicara) baru dapat dikembangkan setelah memiliki kemampuan bahasa

reseptif. Selanjutnya anak tunarungu dapat mengembangkan kemampuan bahasa reseptif

visual (membaca) dan bahasa ekspresif visual (menulis). Demikian perilaku bahasa

verbal yang dapat terjadi pada anak tunarungu.

Berkomunikasi dengan model komunikasi total berarti mengorganisasikan bicara,

isyarat, ejaan, jari dan gesti untuk bahu membahu membentuk keutuhan pikiran dan

perasaan yang dimunculkan dalam keutuhan ketatabahasaan. Tata bahasa disini adalah

tata bahasa Indonesia. Dalam proses komunikasi untuk menangkap ekspresi tersebut

melalui mendengar, membaca ujaran, dan membaca isyarat. Jadi, komponen komunikasi

total adalah bicara, isyarat, ejaan jari, mendengar, membaca ujaran, dan membaca isyarat.

Bicara

Bicara adalah ekspresi bahasa secara lisan yang diproses dengan menggunakan

alat bicara (infirasi, phonasi, artikulasi, dan resonansi) yang menghasilkan bunyi-bunyi

bahasa. Bunyi-bunyi bahasa terdiri dari bunyo bahsa terkecil pembeda makna (vokal,

diftong, cluster) dan satuan gramatik yang bermakna (kata, frase, klausa dan kalimat).

Isyarat dan Sistem isyarat

Isyarat adalah setiap gerakan tertentu dari tubuh dan anggota tubuh yang memiliki

makna tertentu sehingga menjadi sebuah simbol. Contoh geleng-geleng kepala yang

bermakna tidak tahu, melambaikan tangan yang bermaka memanggil. Isyarat-isyarat

semacam ini biasa digunakan pelaku komunikasi dalam proses komunikasi. Orang

dengan kecacatan rungu wicara juga menggunakan isyarat-isyarat yang digunakan di

antara mereka dan hanya mereka yang mengerti. Isyarat-isyarat tersebut tidak memiliki

sistem tertentu. Isyarat-isyarat dalam komunikasi total disusun atau ditata dalam sebuah

sistem. Karenanya disebut sistem isyarat yang kaidah-kaidahnya berdasarkan pada sistem

atau aturan bahasa baku Bahasa Indonesia. Misalnya, setiap bunyi bahasa atau fonem
berfungsi sebagai pembeda makna, maka ketentuan ini juga digunakan dan berlaku dalam

sistem isyarat. Setiap isyarat melambangkan satu kata. Setiap isyarat mempunyai makna

konseptual dan kontekstual sebagaimana kata dalam bahas lisan.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Kolaboratif, penelitian tidakan

kelas merupakan bagian dari penelitian tindakan, Menurut menurut Suhardjono

(2008, hlm. 57), “Berdasarkan tujuan penelitian tindakan PTK merupakan salah

satu bagian dari penelitian tindakan dengan tujuan yang spesifik yang berkaitan

dengan kelas”.

Menurut Suharsimi (2008, hlm. 2) Classroom Action Research (CAR), yaitu

sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. Dikarenakan ada tiga kata

yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang dapat

diterangkan.

1. Penelitian -menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan

menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data

menarik minat dan penting bagi peneliti.

2. Tindakan –menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan

dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan

untuk peserta didik.

3. Kelas –dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam

pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang

pendidikan dan pengajaran, yang dimaksdud dengan kelas adalah sekelompok

peserta didik yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari

guru yang sama pula. Menurut pengertian pengajaran, kelas bukan wujud

ruangan, tetapi sekelompok peserta didik yang sedang belajar. Dengan demikian,

penelitian tindakan kelas dapat dilakukan tidak hanya di ruang kelas, tetapi di

mana saja tempatnya, yang penting ada sekelompok peserta didik yang sedang
belajar. Peristiwanya dapat terjadi di laboratorium, di perpustakaan, di lapangan

olahraga, di tempat kunjungan, atau di tempat lain, yaitu tempat di mana peserta

didik sedang berkerumun belajar tentang yang sama, dari seorang guru atau

fasilitator yang sama.13

Berdasarkan paparan diatas dengan mengabungkan batasan pengertian tiga kata

inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, dan (3) kelas, bahwa penelitian tindakan

kelas merupakan suatu perencanaan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah

tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara

bersamaan.

PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin yang dinyatakan dalam satu

siklus terdiri atas empat Langkah, yaitu :

a. Perencanaan ( Planning)

b. Aksi atau Tindakan ( Acting)

c. Observasi ( observing)

d. Refleksi ( reflecting)

Keempat Langkah ini dapat digambarkan sebagai berikut ;

Gambar.02. Empat Langkah dalam PTK

13
Raden Fasha Nurlidia, 2015 Implementasi Program Storytelling Untuk Meningkatkan Kemampuan
Berhitung Siswa Kelas TK B Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk merencanakan perbaikan, terlebih dahulu perlu dilakukan identifikasi

masalah, analisis, dan perumusan masalah. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan pada diri sendiri tentang pembelajaran yang dikelola. Setelah

masalah teridentifikasi, masalah perlu dianalisis dengan cara melakukan refleksi dan

menelaah berbagai dokumen terkait. Berdasarkan hasil analisis, dipilih dan dirumuskan

masalah yang paling mendesak dan mungkin dipecahkan oleh guru. Setelah masalah

dijabarkan, langkah berikutnya adalah mencari/mengembangkan cara perbaikan yang

dilakukan dengan mengkaji teori dan hasil penelitian yang relevan, berdiskusi dengan

teman sejawat dan pakar, dan menggali pengalaman sendiri. Berdasarkan ini,

dikembangkan cara perbaikan atau tindakan yang sesuai dengan kemampuan dan

komitmen guru, kemampuan siswa, sarana dan fasilitas yang tersedia, iklim belajar dan

iklim kerja di sekolah.

1. Perencanaan ( Planning )

Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan tindakan adalah :

a) Guru mempersiapkan silabus

b) Guru mempersiapkan materi pembelajaran yang sesuai dengan silabus

c) Guru mempersiapkan Lesson Plan (RPP)

d) Guru mempersiapkan instrumen yang akan digunakan dalam proses pembelajaran

(aksi)

2. Aksi (Tindakan)

Pelaksanaan Tindakan Kelas yang dilakukan sesuai dengan penelitian dalam hal ini

Meningkatkan Penguasaan Kosakata dengan Menggunakan Battleship Game adalah :

a) Guru mengingatkan kepada siswa untuk belajar dalam kelompok.


b) Guru menjelaskan sistematika belajar dalam kelompok dengan menggunakan

battleship game.

c) Guru menentukan subjek pembelajaran yang akan dipelajari.

d) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi,

maupun sistem pembelajaran yang akan dilaksnakan.

e) Guru tetap mendampingi dan mengarahkan siswa selama proses pembelajaran

berlangsung.

f) Pembelajaran ditutup dengan doa

3. Observasi ( observing )

Tahap observasi melibatkan teman sejawat sebagai observer. Observasi yang efektif

berlandaskan pada lima dasar, yaitu :

a) Harus ada perencanaan bersama antara peneliti dan observer

b) Fokus observasi harus ditetapkan sebelumnya secara bersama

c) Peneliti dan observer harus membangun kriteria observasi secara bersama

d) Observer harus memiliki pengalaman sebagai pengamat

e) Observasi akan bermanfaat apabila ada umpan balik dari hasil observasi dan

segera dilaksanakan sesuai aturan.

Dengan menggunakan lima dasar tersebut sebagai acuan observasi, diharapkan

kerjasama antar peneliti dan observer dapat memecahkan masalah yang timbul dalam

setiap siklus. Kerjasama ini juga yang nantinya akan memberikan kontribusi baik bagi

perbaikan pada setiap siklus sehingga tercapai tujuann pembelajaran yang diharapkan.

4. Refleksi (Reflecting)
Refleksi adalah renungan atau mengingat kembali apa yang sudah dilakukan.

Berdasarkan hasil refleksi guru melakukan perencanaan tindak lanjut, yang dapat berupa

revisi dari rencana lama atau merubah pola yang lama dengan pola yang baru. Kegiatan

yang terangkum selama proses observasi dicatat, dan dianalisa. 14

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), atau Classroom

Action Research. Penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian yang dilakukan untuk

mencari suatu dasar pengetahuan praktis dalam rangka memperbaiki situasi yang

dilakukan secara terbatas di dalam kelas. Wiriaatmadja (2005: 75) menyatakan “bahwa

tujuan dasar Penelitian Tindakan Kelas adalah memperbaiki praktek pembelajaran guru

di kelas”. Hal ini sejalan dengan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian untuk

memperbaiki dan/atau meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pada dasarnya Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pengkajian terhadap

permasalahan praktis yang bersifat situasional dan konstektual dengan menentukan

tindakan yang tepat dan dilaksanakan secara kolaboratif antara peneliti dengan subjek

yang diteliti, melalui prosedur-prosedur yang sudah ditentukan.

Pemilihan dan penggunaan metode PTK di dalam penelitian ini, tetap senantiasa

menempatkan sentralisasi dan otonomi profesionalisme guru di dalam proses kinerja dan

aktivitas mengajarnya. Guru yang bersangkutan akan dijadikan mitra peneliti, mudah-

mudahan dengan kehadiran peneliti di kelas membuat guru mitra menjadi percaya diri

sehingga tetap bersikap terbuka terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya.

Sebelum metode PTK dilaksanakan di kelas hendaknya terlebih dahulu didiskusikan

peran yang akan dilakukan oleh peneliti dan mitra peneliti. Suatu hal penting yang harus

dibicarakan oleh peneliti adalah jika peneliti sudah berlangsung maka mitra peneliti

bersama siswa di dalam kelas akan menjadi subyek yang diteliti dan akan menjadi

fokus pengamatan peneliti. Hal ini perlu disampaikan kepada mitra peneliti agar

14
Ahmad zaenudin, 2019, meningkatkan kemampuan vocabulary siswa menggunakan battleship games
pada siswa kelas VI sekolah dasar negeri songkok tahun ajaran 2018-2019, songkok,hal.15
penelitian dapat berjalan dengan lancar.

B. Setting penelitian

Lokasi penelitian ini adalah kelas bawah SLB Taman Winangun Kebumen. Peneliti

memilih wilayah tersebut karena SDLB Taman Winangun adalah salah satu sekolah dasar

luar biasa di kebumen yang mengajar anak anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini

diadakan selama 60 hariterhitung mulai izin penelitian secara lisan dan tertulis dengan

suratrekomendasi dari IAIN Antasari Banjarmasin. Sedangkan pelaksanaanpenelitian

atau pengumpulan data mulai tanggal 1 April 2015 sampai 30 Mei 2023. Penelitian ini

merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk

memecahkan masalah pembelajaran di kelas.Penelitian ini juga termasuk penelitian

deskriptif, sebab menggambarkanbagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan

bagaimana hasil yangdiinginkan dapat dicapai. Dalam penelitian tindakan ini

menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian tindakan

adalah praktisi (guru). Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk

memperbaiki/meningkatkanKualitas pembelajaran, Membantu guru dalam menyelesaikan

permasalahan dikelas, Mendorong guru selalu berfikir kritis terhadap apa yang mereka

lakukansehingga menemukan teori sendiri tanpa tergantung pada teori-teori mutlakdan

bersifat universal yang ditemukan oleh pakar peneliti yang sering kalitidak cocok dengan

situasi dan kondisi kelas.

Substansi perencanaan pada garis besarnya meliputi beberapa hal yang terkait dengan ; 1.

Pembuatan skenario pembelajaran, 2. Persiapan sarana pembelajaran, 3. Persiapan

instrument penelitian untuk pembelajaran, 4. Simulasi pelaksanaan tindakan.

C. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI SDLB Kutowinangun yang berjumlah 23

anak. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dan seorang kolabolator. Kolabolator dari

penelitian ini adalah seorang guru.

D. DATA DAN SUMBER

Data adalah catatan fakta-fakta atau keterangan yang akan diolah dalam kegiatan

penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang dapat

menggambarkan keberhasilan dan ketidakberhasilan penelitian. 15 Ada 2 jenis data dalam

penelitian ini, yaitu data primer dan data skunder.

a. Data skunder

Data sekunder menurut sugiyono (2018) merupakan data yang diperoleh peneliti

atau pengumpul data secara tidak langsung. Dikatakan tidak langsung karena data

diperoleh melalui perantara, yaitu bisa lewat orang lain, ataupun lewat

dokumen.16yaitu dengan study literasi. Angket.

b. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan

oleh peneliti dari orang yang bersangkutan.17yaitu, survey, dan wawancara.

Sumber data penelitian ini adalah :

1. Siswa kelas II SDLB Kutowinangun

2. Kegiatan informan

3. Kolabolator

4. Hasil tugas saat penelian

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah :


15
ibid
16
Abdhul,data skunder,1-7
17
Pahlephi, data primer, 1-5
1. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang

yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.18Teknik wawancara dalam

penelitian ini digunakan untuk menggali data tentang kesan siswa setelah

proses belajar mengajar dikelas dengan penerapan metode speech teraphy

pada pembelajaran serta untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi

siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara berstruktur,

yaitu jenis wawancara yang sebagian besar jenis-jenis pertanyaannya telah

ditentukan sebelumnya termasuk urutan yang ditanya dan materi

pertanyaannya. Namun dalam pelaksanaannya, materi pertanyaan dapat

dikembangkan pada saat berlangsung, wawancara dengan menyesuaikan pada

kondisi saat itu sehingga lebih fleksibel dan sesuai dengan jenis masalahnya19

2. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik atau cara

mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap

kegiatan yang sedang berlangsung.20 Observasi adalah suatu proses

pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional

mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun

dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.21 Observasi dilakukan

dalam kelas untuk mengamati kegiatan pembelajaran seperti tingkah laku

siswa pada saat belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas dan lain sebagainya.
18
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal.180
19
Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal.89
20
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
hal.220
21
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Prinsip, teknik, prosedur), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), hal.152
Observasi dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh observer lain yaitu guru

kelas dan teman sejawat.

3. Tes adalah suatu cara mengumpulkan data dengan memberikan tes kepada

objek yang diteliti.22 Dalam penelitian ini penulis menggunakan tes hasil

belajar, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur hasil-hasil belajar yang

dicapai siswa dalam kurun waktu tertentu. 23 Tes ini dilaksanakan dengan

tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan melihat

nilai yang diperoleh siswa melalui tes tersebut. Dalam penelitian ini tes yang

diberikan kepada siswa ada dua macam, yaitu :

a. Pre test, yaitu bentuk tes yang diberikan sebelum dimulainya proses

pengajaran. Tes ini bertujuan untuk mengetahui sampai dimana

penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang akan diajarkan.

b. Post test, yaitu tes yang diberikan pada setiap akhir program satuan

pengajaran. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

pencapaian siswa terhadap bahan pengajaran setelah melalui kegiatan

belajar. Adapun untuk instrumen tes sebagaimana terlampir.

4. Dokumentasi

Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,

gambar maupun elektronik.24 Teknik ini dilakukan dengan melihat dokumen-

dokumen resmi seperti monografi, catatan-catatan serta buku- buku yang ada.

Data dokumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain foto, struktur

organisasi sekolah, data tentang guru dan pegawai sekolah, data siswa dan

catatan bersejarah lainnya. Adapun instrumen dokumentasi tersebut

sebagaimana terlampir.
22
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1988), hal.28
23
Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan ... , hal.223
24
ibid
F. VALIDASI DATA

Validitas data atau keabsahan data merupakan kebenaran dari proses penelitian.

Validitas data dipertanggung jawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang

kuat dalam menarik kesimpulan. Strategi yang bisa digunakan untuk

meningkatkan validitas meliputi empat langkah, antara lain face validity (validitas

muka), triangulation (triangulasi), critical reflection (refleksi kritis), catalic

validity. Untuk

meningkatkan validitas penelitian tindakan kelas ini dengan meminimalkan

subjektivitas melalui triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan

keabsahan data untuk memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding. Langkah ini dapat ditempuh

dengan menggunakan berbagai sumber data untuk meningkatkan kuantitas

penilaiaan. Adapun bentuk triangulasi ada empat, yaitu triangulasi sumber,

triangulasi metode, triangulasi penyidik, dan triangulasi teori.

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan triangulasi sumber yaitu

dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh melalui hasil pengamatan dari proses pembelajaran, tes unjuk

kerja siswa, silabus, RPP, hasil wawancara, teman sejawat, dari narasumber, sudut

pandang siswa, dan sudut pandang peneliti.

G. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian dalam penelitian ini adalah

teknik analisis data interaktif. Menurut miles dan hubermen mengemukakan

bahwa “aktivitas dalam menganalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif

dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya tidak

jenuh” (sugiyono, 2006: 204). Aktifitas dalam analisis data, yaitu :

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada


hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Reduksi data dapat diartikan

sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang

tertulis dilapangan menurut Sugiyono25. Data yang diperoleh dari lapangan

jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila

diperlukan.

2. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan hasil reduksi dengan

cara menyusun secara narasi sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil

reduksi, sehingga dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Data yang sudah terorganisir ini dideskripsikan sehingga

bermakna baik dalam bentuk narasi, grafis maupun tabel. Dalam penelitian,

penyajian data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan pa yang telah dipahami. Dalam

melakukan penyajian data selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa

grafik, matrik, network dan chart.

3. Penarikan kesimpulan

Pada penarikan kesimpulan, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat

sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang valid dan konsisten

saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

25
Ahmad Rijali, “analisis data kualitatif”,jurnal uin antasari,Vol. 17 No. 33 Januari – Juni 2018.
H. INSTRUMEN PENELITIAN

Pada dasarnya meniliti adalah melakukan pengukuran, maka dari itu harus adanya alat

ukur yang sesuai dan baik. Alat ukur dalam penelitian disebut dengan instrument

penelitian. Menurut Sukmadinata mengatakan “instrument penelitian adalah berupa tes

yang bersifat mengukur, karena berisi tentang pertanyaan dan pernyataan yang alternative

jawabannya memiliki standar jawaban terntu, benar salah maupun skala jawaban’’.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa intrumen penelitian merupakan alat

ukur untuk mengukur kemampuan siswa dalam membentuk pertanyaan yang memiliki

standar sakala jawaban tertentu. Adapun Instrumen pendukung dalam Penelitian yang

dilakukan oleh peneliti adalah sebagi berikut:

a). Tes (Pre-test dan Post-test)

Instrumen untuk metode tes adalah tes atau soal tes. Soal tes terdiri dari pre test dan post

test. Soal pre test diberikan sebagai pengantar sebelum kegiatan pembelajaran dimulai

kepada materi ajar dengan tujuan untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa

mengenai bahan yang akan disajikan sedangkan soal post test diberikan pada akhir

kegiatan pembelajaran untuk mengetahui tingkat

kemampuan siswa dalam memahami materi ajar dalam kegiatan pembelajaran yang telah

dilaksanakan.

b). Instrumen non tes

1. lembar observasi

Observasi sangat mendukung data pokok yang mengungkap aktivitas siswa. Observasi

dimaksudkan untuk melakukan sebuah pengukuran secara langsung yang bertujuan

untuk mengetahui kegiatan siswa dan guru dalam kegiatan belajar dengan menggunakan

metode spheect therapy pada siswa tuna rungu di sekolah. Lembar observasi yang

digunakan yaitu lembar observasi siswa dan lembar observasi guru, adapun formatnya

sebagai berikut :
LEMBAR OBSERVASI GURU

PENERAPAN METODE DISKUSI

Nama Guru/Peneliti :-

NIP :-

Sekolah : SDLB Kutowinangun

Kelas/Semester : 2 (dua) / 2 (Dua)

Mata Pelajaran : BHS.Indonesia

Materi : menceritakan kembali sebuah cerita

Siklus : Satu

Pertemuan : Pertama

Hari, Tanggal : selasa, 21 juni 2023

Isilah dengan melingkari salah satu skor (0, 1, 2, 3, atau 4) pada tabel yang telah

disediakan!

Langkah
No Aspek yang Diamati Skor Nilai
Pembelajaran

1. Pemilihan dan 1. Guru Guru menjelaskan


0 1 2 3 4
penetapan tujuan pembelajaran

materi sesuai 2. Guru menyampaikan latar


0 1 2 3 4
belakang pembelajaran

3. Guru mempersiapkan
0 1 2 3 4
siswa untuk belajar

2. Penjelasan inti 4. Guru menjelaskan materi 0 1 2 3 4

diskusi yang sudah disiapkan


5. Guru Guru merencanakan

dan memberi bimbingan 0 1 2 3 4

pelatihan

6. Guru 0 1 2 3 4

3. Penyampaian 7. Guru Guru mengecek

Pendapat apakah siswa telah


0 1 2 3 4
berhasil melakukan tugas

dengan baik

8. Guru mengecek siswa

apakah memberi umpan 0 1 2 3 4

balik

9. Guru guru mengecek

siswa apakah bisa 0 1 2 3 4

berpartisipasi

4. Pengarahan 10. Guru menyampaikan

penyampaian arahan terhadap siswa 0 1 2 3 4

diskusi yang ingin bertanya

11. Guru memberikan arahan

kepada siswa yang ingin 0 1 2 3 4

menjawab

12. Guru menyampaikan

arahan kepada siswa yang 0 1 2 3 4

ingin menanggapi

5. Penghimpunan 13. Guru menyimpulkan


0 1 2 3 4
hasil diskusi kesimpulan

14. Guru memberikan tindak 0 1 2 3 4

lanjut kepada siswa


15. Guru Guru

mempersiapkan

kesempatan untuk 0 1 2 3 4

melakukan pelatihan

lanjutan

Jumlah Skor

(*) coret yang tidak penting

Kebumen, 2 juni 2023

Observer

LIA ANJALI

2012903
DESKPRIPTOR LEMBAR PENILAIAN OBSERVASI GURU

PENERAPAN METODE DISKUSI

1.     Pemilihan dan penetapan materi sesuai

Catatan : ....................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

................

2. Penjelasan inti diskusi

Catatan : ....................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

................

3.    Penyampaian materi

Catatan : ....................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

................

4.    Pengarahan hasil diskusi

Catatan : ....................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

................

5.    Penyampaian hasil diskusi

Catatan : ....................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................

................
2. Lembar wawancara
PEDOMAN WAWANCARA GURU
PENERAPAN METODE DISKUSI

Nama Guru/Peneliti :-
NIP :-
Sekolah : SDLB Kutowinangun
Kelas/Semester : 2 ( dua) / II( dua)
Mata Pelajaran : BHS. Indonesia
Materi : menceritakan Kembali sebuah cerita
Siklus : Satu
Pertemuan : Kedua
Hari, Tanggal : selasa, 2 juni 2023

Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas dan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya!
A. Pemilihan dan penetapan materi sesuai problem diskusi
1. Bagaimana guru memilih materi pembelajaran?
Jawab: ............................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
2. Apakah guru menetapkan materi sesuai dengan peningkatan keterampilan berbicara
anak?
Jawab: ............................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
B. Penjelasan inti diskusi
1. Dalam peningkatan berbicara anak apakah terdapat hambatan?
Jawab: ..................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
2. Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara anak setelah menggunakan terapi
berbicara?
Jawab: ..................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
C. Penyampaian Pendapat
1. Bagaimana cara guru menyampaiakan materi di kelas?
Jawab: ..................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
2. Apakah anak yang kurang dalam berbicara terdapat kemajuan?
Jawab: ..................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
D. Pengarahan penyampaian diskusi
1. Bagaiamana sikap anak di dalam kelas saat pembelajran berlangsung?
Jawab: ..................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
2. Apakah anak mulai memahami pembelajaran di kelas?
Jawab: ..................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
E. Penghimpunan hasil diskusi
1. Dalam pembelajaran, apakah terdapat anak yang sulit untuk di atasi?
Jawab: ..................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
2. Setelah pembelajaran berlangsug, apakah terdapat kemajuan dalam keterampilan
berbicara anak?
Jawab: ..................................................................................................................................
..............................................................................................................................................

I. INSTRUMEN ANGKET DAN DOKUMENTASI

ANGKET GAYA BELAJAR SISWA

Petunjuk !!!

1. Pada kuensioner ini terdapat 10 pertanyaan. Pertimbangkan dengan baik setiap

pertanyaan dan tentukan kebenarannya. Berikan jawaban yang benar benar cocok

dan sesuai dengan pilihanmy.

2. Setiap pertanyaan memiliki 4 jawaban, pertimbangkan setiap pertanyaan secara


terpisah dan tentukan kebenarannya. Jawablah sesuai dengan yang kamu alami,

jangan terpengaruh dengan jawaban temanmu.

Nama :

No absen :

Berikan tanda ceklis pada kolom yang sesuai dengan jawaban anda

Keterangan :

STS : Sangat tidak setuju

TS : tidak setuju

S : setuju

SS : Sangat setuju

NO URAIAN STS TS S SS

1 Ketika guru menjelaskan perintahnya, saya lebih memahami

2 Saya lebih suka belajar melakukan sesuatu di dalam kelas

3 Saya belajar lebih baik ketika membaca

4 Saya lebih suka mendengarkan tape recorder atau video dari pada

membaca buku

5 Bila saya sendirian, saya mendengarkan musik, bersenandung, atau

bernyanyi

6 Saya suka menulis cerita/ surat

7 Saya suka bekerja dengan tanganku atau membuat kerajinan

8 Kamarku atau kelasku tidak pernah di bersihkan

9 Saya selalu berbicara bersama teman saat pelajaran

10 Saya suka marah jika di bantu teman


LEMBAR STUDI DOKUMENTASI

Aspek/Tahapan Indikator Keterangan

Persepsi Guru Seleksi

Interpretasi

Penggalian informasi kembali

Kesiapan Guru Sikap dan Emosi

Kognitif
Perilaku

Perangkat Pembelajaran Silabus

RPP

LAS

Implementasi Kebijakan Perencanaan penyusunan RPP

RPP Merdeka Belajar Perencanaan komponen inti RPP

Perencanaan pengembangan RPP

Pelaksanaan penyusunan RPP

Pelaksanaan komponen inti RPP

Pelaksanaan pengembangan RPP

Penilaian penyusunan RPP

Penilaian komponen inti RPP

Penilaian pengembangan RPP

J. DAFTAR PUSTAKA

Fifi nafiaturrahmah. “ problematika anak tuna rungu dan cara mengatasinya”.vol.6,no.1(2018).1-15


Bonifasia Ayulianti, Robertus Hudin, Mikael Nardi,” METODE PEMBELAJARAN DALAM
MENGEMBANGKAN INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNARUNGU”,dalam jurnal literasi
pendidikan dasar, Vol. 2, No. 1, 2021

Fifi Nofiaturrahmah,problematika anak tunarungu dan cara mengatasinya, Vol. 6, jurnal iain
kudus,2008
Nur khaliza, eko, ade, PEMEROLEHAN BAHASA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(TUNARUNGU) DALAM MEMAHAMI BAHASA, vol.2, jurnal metabasa, juni 2020, hal. 2

Muchlisin riyadi, “pengertian, tujuan, dan kemampuan berbicara”,kajian Pustaka,3 juni, 2013,
https://www.kajianpustaka.com/2013/06/pengertian-tujuan-dan-tes-kemampuan.html
Marlina Eliyanti Simbolon, Tuturan dalam Pembelajaran Berbicara dengan Metode Reciprocal
Teaching, (Surabaya: Media Sahabat Cendikia, 2019), hal. 35.

Psycology mania,”pengertian terapi wicara”, 2013,


https://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-terapi-wicara.html

Mohammad Efendi, 2Yerri Supriyanto, 3Suprijanta, ‘’ STUDI EKSPLORASI PENGEMBANGAN


1

MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK TUNARUNGU


KELAS RENDAH DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA”, vol.1, no.1, 20014

Riadi, Muchlisin. (2020). Tunarungu (Pengertian, Jenis, Penyebab, Karakteristik dan Proses


Komunikasi). Diakses
pada 4/30/2023,https://www.kajianpustaka.com/2020/07/tunarungu.html
Fifi Nofiaturrahmah, PROBLEMATIKA ANAK TUNARUNGU DAN CARA
MENGATASINYA , Vol. 6, Nomor 1 .
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Quality/article/download/5744/3660

Raden Fasha Nurlidia, 2015 Implementasi Program Storytelling Untuk Meningkatkan Kemampuan
Berhitung Siswa Kelas TK B Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu

Ahmad zaenudin, 2019, meningkatkan kemampuan vocabulary siswa menggunakan battleship


games pada siswa kelas VI sekolah dasar negeri songkok tahun ajaran 2018-2019, songkok,hal.15

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),


hal.180

Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal.89

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


2009), hal.220

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Prinsip, teknik, prosedur), (Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2011), hal.152
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1988), hal.28

Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan ... , hal.223

Ahmad Rijali, “analisis data kualitatif”,jurnal uin antasari,Vol. 17 No. 33 Januari – Juni 2018.

Abdhul,data skunder,1-7

Pahlephi, data primer, 1-5

http://repository.unpas.ac.id/31001/2/BAB%20III.pdf

https://eprints.uny.ac.id/13882/4/BAB%20III.pdf

https://eprints.ums.ac.id/17042/5/BAB_III.pdf
46

Anda mungkin juga menyukai