Anda di halaman 1dari 13

KONSEP

TUNARUNGU
Mulina Cabatay 21129251022
Thalia Ayu Rini 22129251006
Muh. Rijal 22129251003
PENGERTIAN
ANAK TUNARUNGU
Secara umum anak tunarungu dapat diartikan anak yang
tidak dapat mendengar. Tidak dapat mendengar tersebut
dapat dimungkinkan kurang dengar atau tidak mendengar
sama sekali.

Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak


pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak
menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, anak
tersebut berbicara tanpa suara atau dengan suara yang
kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak
berbicara sama sekali, anak tersebut hanya berisyarat
(Atmaja, 2017).
“Deafness” atau Ketulian berarti gangguan pendengaran yang
sangat parah sehingga anak mengalami gangguan
pendengaran memproses informasi linguistik melalui
pendengaran, dengan atau tanpa amplifikasi, [dan] yang
berdampak buruk pada kinerja pendidikan anak (IDEA, 2004).

“Hearing Loss” atau “Hard of Hearing” berarti kehilangan


pendengaran, baik permanen maupun berfluktuasi, yang
secara negatif mempengaruhi kinerja pendidikan anak tetapi
tidak termasuk dalam definisi ketulian dalam IDEA (IDEA,
2004).
PENYEBAB TERJADINYA
TUNARUNGU
Secara umum penyebab ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir
(prenatal), ketika lahir (natal), dan sesudah lahir (postnatal).

Faktor-faktor penyebab ketunarunguan dapat dikelompokkan sebagai


berikut.
1. Faktor dalam Diri Anak
a. Keturunan dari salah satu atau kedua orang tua
b. Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit
Campak Jerman
2. Faktor Luar Diri Anak
a. Infeksi pada saat dilahirkan
b. Meningitis atau radang selaput otak
c. Otitis Media (radang telinga bagian tengah)
d. Penyakit lain atau kecelakaan yang mengakibatkan
kerusakan alat pendengaran bagian tengah
KLASIFIKASI KETUNARUNGUAN

Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat kehilangan


pendengaran yang biasanya ditunjukkan dengan satuan
desibel (dB) klasifikasi tunarungu dapat dibedakan menjadi
beberapa bagian yaitu Atmajaya (2017: 66-67):

1. Tunarungu Sangat Ringan (27 - 40 DB)


2. Tunarungu Ringan (41 - 55 DB)
3. Tunarungu Sedang (50 - 76 DB)
4. Tunarungu Berat (71 - 90 DB)
5. Tunarungu Sangat Berat (>90 DB)
KARAKTERISTIK TUNARUNGU
Karakteristik dalam segi intelegensi
kehilangan fungsi pendengaran akan memunculkan
kesulitan dalam memproses bahasa, keterbatasan dalam
perolehan informasi, dan lemahnya daya abstraksi anak
sehingga prestasi yang sifatnya verbal cenderung rendah.

karakteristik dalam segi bahasa dan bicara


memiliki kosakata yang terbatas, kesulitan memahami
bahasa yang bersifat abstrak dan kompleks.

karakteristik dalam segi emosi dan sosial


terasing dalam pergaulan sehari-hari dilingkungan sosial
sehingga memunculkan rasa curiga, ketidakstabilan
emosi, dan kurangnya rasa percaya diri.
ASESMEN KETUNARUNGUAN
1. Asesmen fungsi pendengaran
2. Asesmen psikologis
3. Asesmen bahasa dan bicara (persepsi bunyi
bahasa)
4. Asesmen fungsi kognitif dan perseptual
5. Asesmen sensor motorik
TUJUAN ASESMEN PENDENGARAN
1. Penjaringan dan identifikasi
2. Menentukan dan mengevaluasi program dan strategi
pengajaran
3. Menentukan tingkatan kinerja saat ini dan kebutuhan
pelayanan pendidikan
4. Menentukan klasifikasi dan program penempatan
5. Pengembangan rencana pengajaran individual
6. Upaya rehabilitasi dan habilitasi
PRINSIP KHUSUS PEMBELAJARAN
ANAK TUNARUNGU
Menurut Sukadari (2019), prinsip khusus pembelajaran anak tunarungu ada tiga yaitu
sebagai berikut:

1. Prinsip Keterarahan Wajah


Pada pembelajaran dengan prinsip keterarahan wajah, anak tunarungu
berkomunikasi dengan cara melihat bibir (lip reading) dan guru memberikan
pembelajaran secara face to face.

2. Prinsip Keterarahan Suara


Guru hendaknya berbicara dengan artikulasi yang jelas dan suara yang cukup
keras agar anak dapat mengkonsentrasikan sisa pendengarannya ke arah
sumber bunyi dan merasakan getaran suara.

3. Prinsip Keparagaan
Anak tunarungu cenderung memaksimalkan indra penglihatannya dalam belajar
sehingga guru sebaiknya menggunakan alat peraga atau visualisasi dalam
belajar.
KEBUTUHAN BELAJAR
ANAK TUNARUNGU
Anak tunarungu membutuhkan teknologi dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan
belajarnya (Heward dkk., 2017)

❏ Teknologi yang dapat digunakan oleh anak tunarungu adalah teknologi yang
dapat memperkuat atau menyediakan suara meliputi alat bantu dengar (ABD)
dan implan koklea.
❏ Teknologi dan dukungan yang dapat melengkapi atau mengganti suara antara
lain juru bahasa isyarat; penerjemah speech-to-text; terjemahan pada televisi,
video, dan film; dan text telephones (TTYs); teknologi komputer; dan perangkat
peringatan (alerting devices).
ALERTING DEVICES
TEXT TELEPHONES
PENDEKATAN PENDIDIKAN
ANAK TUNARUNGU
Sebagian besar program untuk siswa tunarungu menekankan salah satu dari tiga pendekatan:
pendekatan lisan/oral, komunikasi total, atau pendekatan bilingual-bikultural (Estabrooks, 2006).

1. Pendekatan lisan/oral memandang bicara sebagai hal yang penting jika siswa ingin
berfungsi dalam dunia pendengaran; pelatihan mendengar; speech reading; penggunaan
alat bantu teknologi; dan yang terpenting adalah berbicara.
2. Komunikasi total menggunakan modalitas secara keseluruhan dari spektrum bahasa,
yaitu gerak-gerik (gestures), bahasa isyarat (sign language), berbicara, membaca ujaran,
membaca, menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran.
3. Pada pendekatan dwi bahasa - bikultural, ketulian dipandang sebagai perbedaan budaya
dan bahasa, bukan kecacatan, dan bahasa isyarat digunakan sebagai bahasa pengantar.
Daftar Pustaka

Atmajaya, Jati Rinakri , (2017). Pendidikan dan Bimbingan Anak


Berkebutuhan Khusus. PT Remaja Rosdakarya

Estabrooks, W. (2006). Auditory-verbal therapy and practice.


Washington, DC: A. G. Bell.

Individuals with Disabilities Education Act (IDEA), 2004

Sukadari. (2019). Model Pendidikan Inklusi dalam Pembelajaran


Anak Berkebutuhan Khusus. Kanwa Publisher.

William L. Heward (2017). Exceptional Children An Introduction to


Special Education. Pearson Education, Inc.

Anda mungkin juga menyukai