Anda di halaman 1dari 8

JURNAL PSIKO EDUKASI ۩ Jurnal Pendidikan, Psikologi, dan Konseling

Vol. 20 Issue 1, 2022, hlm. 45-52; DOI: 10.25170/psikoedukasi.v20i1.3423


ISSN: 1412-9310; e-ISSN: 2716-2184

Diterima 31/03/2022; Direvisi 30/04/2022; Dipublikasi 31/05/2022

ASESMEN DAN INTERVENSI PENDIDIKAN BAGI SISWA DENGAN


HAMBATAN PENDENGARAN
GREGORIUS BAMBANG NUGROHO*
Fakultas Pendidikan dan Bahasa, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Abstrak

Anak hambatan pendengaran adalah anak yang mengalami kehilangan kemampuan dengar yang
meliputi seluruh gradasi, baik ringan, sedang maupun berat, dan walaupun diberikan alat bantu mendengar
tetap memerlukan layanan pendidikan khusus. Dasar dari layanan pendidikan bagi anak dengan hambatan
pendengaran adalah asesmen fungsi pendengaran dan asesmen pendukung lainnya. Dampak dari hambatan
pendengaran adalah terjadinya kemiskinan bahasa dan bicara, yang berdampak pula pada aspek
perkembangan lainnya. Hal ini disebabkan karena anak tidak mendengar bahasa sejak usia dini. Untuk
mengatasi terhambatnya perkembangan bahasa tersebut, maka sangat diperlukan adanya intervensi edukatif
berupa program bimbingan orangtua agar orangtua dapat memenuhi kebutuhan khusus anak akibat dari
hambatan pendengarannya, pengembangan aspek sosial dan emosi, serta pemberian latihan kemampuan
mendengar melalui program Pengembangan Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama. Proses pemerolehan dan
penguasaan bahasa menggunakan strategi dan prosedur secara alami seperti yang terjadi pada anak
mendengar pada umumnya dalam lingkungan bahasa.

Kata-kata kunci: Hambatan pendengaran, asesmen fungsi pendengaran, intervensi edukatif

Abstract

Children with hearing loss are ones who lose their listening ability at all levels from mild,
moderate and severe, and even they are supported with hearing devices they need special educational
care. The basic elements for conducting education program for children with hearing loss are the
assessments of hearing organ functions and other supporting tests. The effects of hearing loss are
having low literacy skills and poor speaking ability that affect the other dimensions of the children
development. It happens because they have not been able to listen since they are babies. In order to
move barriers in a way they learn languages, the educational interventions in form of parental
guidance program are needed. The program is designed for the parents to fulfil their children special
needs as a consequence of the hearing loss, develop the children social and emotional aspects, and to
provide exercises to improve their hearing ability through Communication Development of Sound
Perception and Rhythm Program. The language acquiring and mastering in this program are applied
based on the strategy and natural process as it happens to normal children when they are in their
language environment.

Key words: Children with hearing loss, hearing function assessment, educational intervention

______________________________________________________

*
Penulis Korespodensi.
Email: bambang.nugroho@atmajaya.ac.id*
Asesmen dan Intervensi Pendidikan bagi Siswa dengan Hambatan Pendengaran (Gregorius Bambang) 46

PENDAHULUAN sehingga membantu anak hambatan


mendengar untuk berkembang secara optimal.
Bagi individu yang memiliki pancaindera
secara sempurna, akan mengalami kesulitan Pengertian Anak Hambatan Pendengaran
untuk memahami akibat yang ditimbulkan Anak dengan hambatan pendengaran atau
hilangnya fungsi secara menyeluruh pada sering diistilahkan dengan sebutan tunarungu
salah satu indera. Dibandingkan dengan anak atau ketunarunguan, seringkali menimbulkan
yang mempunyai penyimpangan lainnya, pengertian seseorang pada suatu individu
anak yang mempunyai hambatan pendengaran yang tidak dapat mendengar, yang akhirnya
cenderung dilihat anak yang paling ringan disertai dengan ketidakmampuan dalam
penyimpangannya. Hal ini dikarenakan anak berbicara yaitu bisu, gagu dan seolah-olah
dengan hambatan pendengaran secara lahiriah sebagai anak yang bodoh (debil, idiot).
tidak menampakkan kelainan, sedangkan Ketunarunguan merupakan hambatan
berbeda ketika seorang bertemu dengan anak inderawi atau sensoris, yang seringkali tidak
yang mempunyai hambatan penglihatan atau nampak, jika tidak dalam situasi sedang
anak dengan hambatan fisik motorik, akan berkomunikasi atau berbicara. Dalam
segera menimbulkan rasa iba atau simpatik. kaitannya dengan keadaan ini, Myklebust
Pandangan yang salah tersebut, dapat menjadi seperti yang diutarakan oleh Marck
masalah tersendiri, karena berpengaruh Marschark (1993), secara lebih luas
terhadap cara-cara penanganan dan perlakuan menggambarkan bahwa ketunarunguan
lingkungan terhadap anak dengan hambatan merupakan suatu kecacatan inderawi yang
pendengaran, yang kurang didasarkan pada membatasi dunianya. Dunia tunarungu
pengertian yang benar mengenai dampak terbatas karena adanya hambatan dalam
hambatan pendengaran terhadap bahasa, yang membatasi pengalamannya
perkembangan anak, terutama perkembangan berinteraksi dengan lingkungannya. Karena
bahasa dan bicara yang sangat berpengaruh pengalaman secara keseluruhan berkurang,
terhadap kemampuan komunikasi dan maka terjadilah ketidakseimbangan proses
interaksi sosial. Dalam artikel ini, penulis psikologis pada umumnya. Berkurangnnya
menguraikan pemahaman berkaitan dengan salah satu indera ini juga mengubah integrasi
anak hambatan pendengaran, asesmen yang dan fungsi indera-indera lainnya (Krechtmer,
diperlukan dan bagaimana memberikan 2009).
penanganan pendidikan secara tepat,
47 JURNAL PSIKO EDUKASI Vol. 20 Issue 1, 2022 (45-52)

Pengertian hambatan pendengaran dapat dalam mekanisme syaraf pendengaran.


ditinjau berdasarkan lokasi kerusakan organ Selanjutnya Boothroyd memberi batasan
pendengaran (location of damage/site of berdasarkan tingkat kemampuan anak dalam
lesion), faktor penyebab terjadinya hambatan memanfaatkan sisa pendenagarannya dengan
pendengaran, usia saat terjadinya hambatan atau tanpa bantuan amplifikasi penguatan
pendengaran maupun tingkat kehilangan dengan alat bantu mendengar, yaitu 1) Kurang
kemampuan dengar dalam deciBell (dB) dengar (Hard of Hearing) adalah mereka yang
sebagai satuan ukuran bunyi. Boothroyd mengalami hambatan dengar, namum masih
(1990) menggunakan istilah Hearing dapat menggunakannya sebagai sarana
Impairment untuk mengakomodir pada segala modalitas utama untuk menyimak suara
gangguan dalam daya dengar, terlepas dari cakapan seseorang dan mengembangkan
sifat, faktor penyebab maupun tingkat kemampuan bicaranya. 2) Tuli (Deaf), adalah
kehilangan kemampuan dengar sesorang. mereka yang pendengarannya sudah tidak
Maka hambatan pendengaran dibagi menjadi dapat digunakan sebagai sarana utama untuk
dua klasifikasi, yaitu pertama, kelompok yang mengembangkan kemampuan bicara, namun
mengalami kehilangan kemampuan dengar masih dapat difungsikan sebagai bantuan
(hearing loss) untuk menunjuk pada segala pendukung pada indera lain seperti
hambatan dalam deteksi bunyi. Hambatan ini penglihatan maupun perabaan. 3) Tuli total
dinyatakan dalam besaran berapa deciBell (Totally Deaf), yaitu mereka yang sudah sama
ambang pendengaran seorang anak perlu sekali tidak memiliki kemampuan dengar,
diperkuat di atas ambang pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk
seorang anak yang memiliki pendengaran menyimak atau mempersepsi bunyi dan
normal. Berdasarkan tingkat penguatan bunyi mengembangkan kemampuan bicaranya.
yang diperlukan agar seorang anak hambatan Sedangkan Van Uden (dalam Lani
pendengaran dapat mendeteksi bunyi. Maka Bunawan & Maria Yuwati, 2000),
mereka dapat dikelompokkan dalam berbagai mengklasifikasikan anak hambatan
tingkatan dari hambatan pendengaran ringan pendengaran berdasarkan saat terjadinya
sampai total. Kedua, kelompok yang hambatan pendengaran yang dikaitkan dengan
mengalami hambatan dalam proses taraf penguasaan bahasa seorang anak,
pendengaran (Auditory Processing Disorder), pertama, tuli prabahasa (Prelingually Deaf)
yaitu anak yang mengalami hambatan dalam yaitu mereka yang mengalami hambatan
menafsirkan bunyi karena adanya hambatan pendengaran sebelum dikuasainya suatu
Asesmen dan Intervensi Pendidikan bagi Siswa dengan Hambatan Pendengaran (Gregorius Bambang) 48

bahasa. Anak baru menggunakan tanda atau data yang berkaitan dengan hambatan
tertentu seperti mengamati, menunjuk, pendengaran melalui pengetesan,
meraih, memegang benda dan mulai pengamatan, dan wawancara sebagai dasar
memahami lambang yang digunakan orang dalam mengambil suatu keputusan yang
lain sebagai tanda namun belum membentuk berkaitan dengan pendidikan bagi anak
suatu sistem lambang. Dan kedua, tuli purna hambatan pendengaran (Kretsmer, 2009).
bahasa (Postlingually Deaf), yaitu mereka Tujuan dilaksanakannya asesmen fungsi
yang mengalami hambatan pendengaran pendengaran yang paling mendasar adalah
setelah menguasai suatu bahasa, telah untuk mengetahui tingkat kehilangan
menerapkan dan memahami sistem lambang kemampuan dengar anak setelah diidentifikasi
yang berlaku di lingkungannya. Van Uden bahwa anak tersebut mengalami hambatan
(dalam Lani Bunawan, 2000) mengutamakan pendengaran, sehingga sesegera mungkin
pengembangan metode pengajaran bahasa mendapat pelayanan intervensi sesuai dengan
Metode Maternal Reflektif bagi anak yang kebutuhan khususnya.
masuk dalam kelompok tuli prabahasa. Dalam pelaksanaannya, asesmen fungsi
Dari uraian tersebut di atas, penulis pendengaran tersebut dapat dilakukan secara
menyimpulkan bahwa anak hambatan obyektif maupun secara subyektif
pendengaran adalah anak yang mengalami (Vermeulen, 1995). Asesmen fungsi
kehilangan kemampuan dengar baik ringan, pendengaran secara obyektif dilakukan oleh
sedang maupun berat dan walaupun diberikan seorang profesional, seperti dokter THT atau
alat bantu dengar tetap membutuhkan layanan seorang audiolog. Jenis-jenis asesmen fungsi
pendidikan khusus. pendengaran secara obyektif antara lain tes
BERA (Brain Evoke Respons Audiometry),
Asesmen Anak dengan Hambatan Tymphanometer, Otoacustic Emision.
Pendengaran
Sedangkan asesmen fungsi pendengaran
Untuk mengetahui tingkat kemampuan
subyektif, dapat dilakukan oleh siapapun dan
dengar pada anak dengan hambatan
dapat dilakukan dengan menggunakan
pendengaran diperlukan adanya asesmen
peralatan sederhana sekalipun, karena
fungsi pendengaran. Adapun yang dimaksud
terutama berfungsi untuk mengenali secara
dengan asesmen fungsi pendengaran yaitu
dini terhadap ada dan tidaknya hambatan
suatu proses kegiatan pengukuran untuk
pendengaran pada anak tersebut. Beberapa
mengumpulkan berbagai macam informasi
contoh asesmen fungsi pendengaran secara
49 JURNAL PSIKO EDUKASI Vol. 20 Issue 1, 2022 (45-52)

subyektif, antara lain ; BOA (Behavioral maupun berbicara, yang berdampak pada
Observation Audiometry), Puppet Show kemampuan dalam berbagai aspek yang lain
Audiometry, Free Field Test dan Audiometer (Boothroyd, 1990). Hal ini disebabkan karena
Nada Murni Asesmen. fungsi pendengaran kemiskinan bahasa yang diakibatkan anak
tersebut sebagai dasar awal untuk tidak mendengar Bahasa sejak dini. Maka
memberikan intervensi dini. tindakan intervensi seyogyanya merupakan
Asesmen fungsi pendengaran dapat suatu keharusan yang harus dilakukan, baik
bersifaf kuantitatif, yaitu untuk mengetahui ditinjau dari segi etik, moral, humaniora
berapa deciBell anak mengalami kehilangan maupun ekonomis. Boothroyd (2002)
kemampuan dengar, dan dapat bersifat mengemukakan bahwa tujuan jangka pendek
kualitatif yaitu untuk mengetahui jenis suatu tindakan intervensi adalah untuk
ketunarunguannya, termasuk tunarungu mengurangi hambatan primer yaitu
konduktif, perseptif atau campuran. Menurut ketunarunguan anak dan mencegah
Van Uden (dalam Vermeulen,1995), di berkembangnya masalah sekunder yakni
samping asesmen fungsi pendengaran, anak kemiskinan bahasa yang berdampak pada
dengan hambatan pendengaran perlu aspek perkembangan yang lain, serta
mendapatkan asesmen pendukung, yaitu menjamin terpenuhinya kebutuhan khsusus
asesmen bahasa dan bicara, asesmen sosial peserta didik tunarungu, kendati adanya
emosional, asesmen ketajaman penglihatan hambatan. Sedangkan tujuan jangka panjang
maupun asesmen fisik motorik. Hal ini dilakukannya intervensi dini adalah agar
dikarenakan anak hambatan pendengaran peserta didik tunarungu tumbuh dan
sebagian besar juga mengalami hambatan- berkembang secara optimal, sehingga mampu
hambatan penyerta. Hasil dari kegiatan menghadapi berbagai macam tantangan hidup
asesmen, digunakan sebagai dasar untuk di kemudian hari dalam hidup bermasyarakat.
memberikan intervensi pendidikan sejak usia Agar tujuan itu dapat tercapai, maka jenis
dini bagi anak dengan hambatan pendengaran. penanganan yang dapat diadakan adalah
penanganan dalam bidang medik, bidang
Intervensi Pendidikan untuk Anak prostetik, dan yang paling penting setelah
Hambatan Pendengaran
kedua bentuk intervensi dilakukan adalah
Ketunarunguan berdampak pada
diselenggarakannya intervensi yang bersifat
hambatan perkembangan anak yang sangat
edukatif dengan dimasukkannya anak
kompleks, baik pada kemampuan berbahasa
tunarungu dalam proses pendidikan usia dini
Asesmen dan Intervensi Pendidikan bagi Siswa dengan Hambatan Pendengaran (Gregorius Bambang) 50

khusus untuk anak tunarungu (Des Power, dapat memenuhi kebutuhan khusus anaknya,
1995). Maka dapat dikatakan bahwa tujuan yang meliputi ; kegiatan konseling, terutama
diselenggarakannya intervensi sejak usia dini pada fase awal bila orangtua masih
menurut Boothroyd adalah untuk pertama, mengalami kesulitan dalam menerima
memaksimalkan pencegahan dampak keadaan anak, pemberian informasi tentang
ketunarunguan, artinya adalah dengan seluk beluk ketunarunguan, pembinaan dalam
memberikan kemampuan berkomunikasi dan teknik cara-cara tertentu : seperti
berbahasa secara optimal dapat memfungsikan dan merawat alat bantu
mencegah/mengurangi dampak yang lain dengar, merangsang dan mengembangkan
misalnya : kognitif, sosial, emosi dan lain- keterampilan anak dalam bidang
lain, kedua memanfaatkan usia peka dalam berkomunikasi atau berbicara, serta
perkembangan anak, dan ketiga untuk pengembangan aspek kognitif. Kedua,
mempertahankan sinkroni dalam pengembangan bidang sosial emosional anak
perkembangan, artinya adalah seorang anak hambatan pendengaran usia dini, pemberian
akan berkembang sekaligus dalam pelbagai informasi pada orangtua untuk memahami
bidang yang paralel, namun saling terkait dampak ketunarunguan dan bagaimana cara
sehingga ada sinkroni dalam perkembangan. mengatasinya, sehingga akan berpengaruh
Menurut Boothroyd, berhasil tidaknya positif dalam membangun sikap sosial
penanganan peserta didik dengan hambatan emosional anak. Dan ketiga, pemberian
pendengaran tergantung dari berbagai faktor, latihan kemampuan mendengar melalui
yaitu : faktor orangtua, makin mereka dapat program Pengembangan Komunikasi Persepsi
menyesuaikan perilaku anak guna memenuhi Bunyi dan Irama. Sebelum melaksanakan
kebutuhan khususnya, makin besar pembinaan dalam persepsi bunyi dan irama,
kemungkinan akan berhasil. Di samping itu maka langkah pertama adalah upaya
juga pendekatan komunikasi dan pendekatan “mengurangi” tingkat kehilangan kemampuan
penguasaan bahasa yang diterapkan dengar anak melalui kegiatan pemilihan alat
merupakan salah satu faktor yang juga ikut bantu mendengar yang cocok sesuai
ambil peranan (Myklebust, 1990). kehilangan kemampuan pendengaran anak.
Program intervensi bagi anak dengan Menurut Van Uden (dalam Lani
hambatan pendengaran antara lain mencakup Bunawan, 2000) mengatakan bahwa anak
bidang-bidang sebagai berikut : Pertama, hambatan pendengaran segera mungkin
program bimbingan orangtua, agar orangtua proses penguasaan bahasa perlu dimulai
51 JURNAL PSIKO EDUKASI Vol. 20 Issue 1, 2022 (45-52)

dengan menerapkan prosedur yang wajar PENUTUP


seperti terjadi pada anak mendengar. Prosedur
yang wajar guna mengembangkan Seorang ahli mengatakan bahwa
kemampuan berbahasa adalah melalui kemiskinan (deprivation) yang paling
percakapan. Percakapan sejak usia dini mendasar yang dialami oleh anak hambatan
dengan anak hambatan pendengaran yang pendengaran sejak lahir, bukan kehilangan
belum memiliki kemampuan berbahasa dan akan rangsangan bunyi melainkan kemiskinan
komunikasi, mencontoh percakapan seorang akan bahasa (Kathryn P. Meadow, 1990).
ibu dengan bayinya yang mendengar. Maka para ahli melakukan berbagai penelitian
Intervensi bagi anak hambatan pendengaran untuk mengembangkan berbagai model atau
merupakan pintu gerbang sebagai upaya pendekatan agar anak dengan hambatan
penguasaan bahasa bagi anak hambatan pendengaran mampu untuk berbahasa dan
pendengaran. Penguasaan bahasa tersebut berkomunikasi. Belum semua pendidik
merupakan dasar untuk mencapai kompetensi memahami dampak dari hambatan
yang lain. Maka intervensi dini yang pendengaran tersebut, dan bagaimana
didahului melalui proses deteksi dini dengan implikasinya terhadap Pendidikan.
berbagai asesmen, merupakan suatu prioritas Penanganan Pendidikan yang berfokus pada
dalam perjalanan layanan pendidikan khusus kebutuhan khusus secara tepat bagi anak
bagi anak hambatan pendengaran. dengan hambatan pendengaran, akan
membawa anak mampu berkembang dan
mandiri. Dengan konsep pendidikan
pendidikan bagi anak hambatan pendengaran
yang benar, akan membawa anak hambatan
pendengaran ke masa depan yang cerah dan
membahagiakan.
Asesmen dan Intervensi Pendidikan bagi Siswa dengan Hambatan Pendengaran (Gregorius Bambang) 52

DAFTAR PUSTAKA Myklebust, H. R (1990). The Psychology of


Deafness, Sensory Deprivation,
Atay, I. (1985). Theories and Models of Learning and Adjusment. New York:
Human Development: Their Grune & Stration, Inc.
Implications for the Education of Nababan, S. U. S. (1993). Metodologi
Deaf Adolescent. Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT.
Boothroyd, A. (1990). Hearing Impairments Gramedia Pustaka Utama.
in Young Children. Englewood Power, D. J. & Hollingshead, A. (1995).
Cliffs, N. J: Prentice Hall, Inc. Aspect of Communication
Bunawan. L. & Yuwati, C. M. (2000), Curriculum for Hearing Impaired
Penguasaan Bahasa Anak Pupils. Report of the 2nd National
Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Workshop on Language Curriculum
Rama. Development for hearing Impaired
Kretschmer. (2009). Communication and Pupils. Brisbane: Brisbane College
language development, Australian of Advance Education.
Journal of Education of the Deaf. Quigley, S. P. & Paul, P. V. (1994). Language
Kusche, A. C. (1995). Cognition, and Deafness. San Diego: College
IInformation Processing and Hills Press.
Reading Achievements in the Deaf Slobin, D. I. (1993). Psycholinguistic.
Population: Implications for Glenview, Illinois: Scott, Foreman
Learning and Hemispheric and Company.
Lateralization. Vermeulen. (1995). Pengajaran Wicara Anak
Marschark, M. (1993). Psychological Tunarungu, Kursus Guru SLB B
Development of Deaf Children. New Pangudi Luhur Jakarta. Jakarta:
York: Oxford University Press. Pangudi Luhur.
Meadow. (1990). Psychology of Deafness for
Rehabilitation Counselors,
Personality and Social Development
of Deaf Persons. Brain Bolson (ed.).
Baltimore: Baltimore University
Park Press.

Anda mungkin juga menyukai