Anak yang mengalami kelainan pendengaran akan menangunggung konsekuensi yang sangat kompleks, terutama berkaitan dengan masalah kejiwaannya. Penderita sering kali dihinggapi rasa keguncangan sebagai akibat tidak mampu mengontrol lingkungannya. Hal tersebut semakin tidak menguntungkan bagi penderita tunarungu yang harus berjuang dalam meniti tugas perkembangannya. Penderita akan mengalami berbagai hambatan dalam meniti pekembangannya, terutama pada aspek bahasa, kecerdasan, dan penyesuaian sosial, sebab untuk mengembangkan potensi anak tunarungu secara optimal praktis memerlukan layanan atau bantuan secara khusus. Proses internalisasi suara pada penderita mengalami masalah sebab organ pendengaran di bagian luar, tengah dalam yang menghubungkan ke saraf pendengaran sebagai organ terakhir dari rangkaian proses pendengaran mengalami gangguan. Akibat terganggunya organ tersebut berpengaruh terhadap kepekaan penerima suara. Variasa kepekaan menerima suara berupa kepekaan suara nada rendah dan tinggi. Ada dua bagian penting yang mengikuti dampak terjadinya hambatan, yaitu: 1. Konsekuensi akibat gangguan pendengaran atau tunarungu tersebut bahwa penderitanya akan mengalami kesulitan dalam menerima segala macam rangsangan atau persitiwa bunyi yang ada disekitarnya 2. Akibat kesulitan menerinam rangsangan bunyi terserbut konsekuensinya penderita tunarungu akan mengalmi kesulitan pula dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang terdapat disekitarnya Sebagaimana yang diketahui peranan bahasa, bicara, pedengaran dalam konteks komunikasi kehidupan sehari-hari merupakan 3 serangkai potensi manusia yang mampu menjembatani proses komunikasi sebab ketiga unsur tersebut dalam proses komunikasi masing-masing dapat pengontrol efektif dan ada tidaknya sebuah komunikasi. B. Intervensi anak tunarungu Intervensi pada anak berkebutuhan khusus banyak hal yang harus di mengerti, yaitu pada gangguan pendengaran yang terjadi pada anak perlu dilakukan deteksi seawal mungkin mengingat peranan pendengaran dalam proses perkembanan bicara sangatlah penting. Fungsi pendengaran dan juga perkembangan bicara sudah termasuk ke dalam program evaluasi perkembangan anak secara umum yang biasa dilakukan mulai dari tingkatan Posyandu oleh profesi di bidang kesehatan. Pada anak berkebutuhan khusus tunarungu, gangguan pendengaran dapat dikurangi dengan memanfaatkan sisa pendengaran dan menggunakan alat bantu dengar meskipun hasilnya tidak sempurna. Selain itu, anak tunarungu juga perlu mendapatkan terapi wicara untuk memperbaiki gangguan berbahasa sehingga anak tunarungu bisa menjadi produktif dan dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Terapi wicara diberikan kepada anak tunarungu atau mereka yang mengalami gangguan komunikasi termasuk yang mengalami gangguan berbicara, berbahasa, serta gangguan menelan. Terani wicara juga dapat bermanfaat untuk membangun kembali kognisi serta produktivitas anak tunarungu. Adapun beberapa metode terapi wicara untuk anak berkebutuhan khusus dengan gangguan pendengaran, di antaranya sebagai berikut: 1. Metode Lips Reading atau Membaca Ujaran Metode tersebut penekanannya terdapat pada kemampuan anak yang diharuskan bisa menangkap suara atau bunyi bahkan ungkapan dari seseorang melalui penglihatannya. Dengan kata lain, anak tunarungu harus bisa membaca gerakan bibir lawan bicaranya. 2. Metode Oral Metode oral ini adalah untuk melatih anak tunarungu agar bisa berkomunikasi secara lisan dengan lingkungan atau orang- orang yang bisa mendengar. Caranya, yaitu dengan melibatkan anak tunarungu untuk berbicara secara lisan di hadapan orang atau masyarakat dalam setiap kesempatan. 3. Metode Manual Terapi wicara dengan metode manual ini adalah cara melatih atau mengajar anak tunarungu untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat, yaitu dengan ejaan jari. 4. Metode AVT (Auditory Visual Therapy) Metode auditory visual therapy ini adalah perpaduan antara penerapan suara, bahasa bibir, dan mimik muka. Tujuannya adalah dengan suara yang kita diharapkan bisa mengoptimalkan sisa pendengaran anak, dan dengan membaca mimik muka serta bahasa bibir diharapkan anak dapat dengan mudah memahami atau lebih mengerti setiap kata yang diucapkan secara visual. Akan tetapi, dalam terapi wicara ini juga ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut, a. Alat artikulasi anak untuk mengetahui apakah terdapat kecacatan atau tidak, b. Pembentukan vokal dan konsonan. c. Mengetahui tingkat kekurangan pendengaran anak. Ringan, sedang, berat atau bahkan sangat berat. d. Tingkat kelainan anak Jika anak mengalami beberapa kelainan yang telah disebutkan di atas, maka mereka perlu mendapatkan perhatian khusus, karena hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap penanganan awal atau konsep awal seperti apa yang akan diberikan kepada anak tunarungu. Sekarang ini tentunya sudah banyak berbagai macam modifikasi terapi untuk anak berkebutuhan khusus yang lebih modern dan juga lebih detail, tetapi pada dasarnya semua metode terapi tersebut bergantung pada cara penanganan yang dilakukan terhadap anak. Hendaknya anak tunarungu dilatih untuk berbicara sedini mungkin dengan orang normal agar mereka merasa terbiasa dan organ artikulasi mereka dapat terlatih sejak dini. Akan tetapi, masih ada beberapa metode intervensi serta terapi- terapi untuk anak-anak berkebutuhan khusus anak tunarungu, awalnya tidak banyak yang mengetahui apa itu Auditory Verbal Therapy. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi pengobatan bagi penyandang difabel di Indonesia, istilah AVT atau Auditory Verbal Therapy mulai diperkenalkan sebagai metode baru untuk menangani anak difabel khususnya tunarungu. Auditory Verbal Therapy (AVT) adalah sebuah metode terapi untuk mengajarkan anak dengan gangguan pendengaran atau tunarungu agar mampu mendengar dan berbicara dengan menggunakan alat bantu difabel, seperti misalnya alat bantu dengar (ABD), FM System, maupun Cochlear Implant (CI). Auditory Verbal Therapy (AVT) sebagai salah satu program terapi yang mamu mendorong anak-anak tunarungu untuk mampu mendengar dan berbicara dengan normal. Pada proses Auditory Verbal Therapy, ana tunarungu mengajar untuk bisa mengoptimalkan kemampuan pendengarannya sehingga lambat laun anak difabel ini akan mendengarkan suara dari berbagai sumber informasi. Terapi tunarungu ini pertama kali diperkenalkan pada pertengahan abad ke-20 berdasarkan hasil survei di lapangan yang menyebutkan bahwasanya 99% penyandang tunarungu bahkan dengan gangguan pendengaran paling berat sekalipun masih memiliki sisa kemampuan untuk mendengar. Hanya ada sekitar 1% saja tunarungu yang benar- benar tidak bisa mendengar. Di sinilah peran Auditory Verbal Therapy (AVT) bekerja untuk memberikan stimulasi atau rangsangan kepada anak tunarungu untuk mengoptimalkan sisa pendengaran yang ada dengan bantuan alat bantu dengar. Selain mengajarkan anak difabel untuk bisa mengoptimalkan fungsi pendengarannya dengan alat bantu, metode Auditory Verbal Therapy (AVT) ini juga merangsang anak untuk belajar berbicara ketika sang anak bisa mendengar dengan baik, maka tidak langsung anak difabel juga bisa belajar banyak hal baru agar bisa berkomunikasi secara layaknya anak-anak normal lainnya. Namun, sampai saat ini masih banyak orang tua yang lebih memilih metode terapi lainnya, seperti misalnya gerak bibir atau bahasa isyarat dibandingkan metode Auditory Verbal Therapy (AVT) ini. Hal ini karena sebagian orang tua masih bersedia untuk membeli alat bantu dengar bagi putra-putri istimewanya. C. Mengenal Konsep Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus tunarungu dalam konsep segi bahasa ada beberapa bagian, yaitu sebagai berikut. 1. Bagian 1 Mengenal Konsep Bahasa Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa bahasa yang digunakan oleh anak tunarungu adalah bahasa isyarat yang menitikberatkan pada indra penglihatan dan gerak tubuh untuk menegaskan kata atau kalimat yang ingin mereka sampaikan. Seperti halnya dengan anak lain yang tidak berkebutuhan khusus, pengenalan konsep bahasa yang tepat bagi anak tunarungu juga harus dimulai sejak usia dini dan sangat bergantung pada peran aktif orang tua dalam perkembangan bahasanya. Selain hal tersebut, dalam mengenalkan konsep bahasa harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak dalam memahami sebuah gambar. Berikut ini adalah daftar usia belajar dan pengenalan konsep bahasa yang tepat sesuai dengan perkembangan usianya. a. Usia 0-6 tahun Selain itu, dalam mengenalkan konsep bahasa juga harus Konsep belajar yang tepat untuk anak tunarungu pada usia ini adalah dengan menitikberatkan pada pengenalan bahasa isyarat angka dan huruf dan tidak memfokuskan pada pemahaman konsep kata-kata. Tahapan pengenalan konsep bahasa pada usia ini lebih menekankan pada mengenalkan bentukan-bentukan huruf dan angka tersebut. b. Usia 6 - 10 tahun Pada usia ini anak sudah mulai dikenalkan pada konsep kata-kata dasar yang menggunakan gambar tunggal yang merepresentasikan satu kata. c. Usia 10 - 12 tahun Pada tahapan ini, anak tunarungu sudah dianggap mampu untuk mengenali bentuk-bentuk gambar dan mampu untuk menceritakan objek tersebut dengan menggunakan kalimat. sederhana. Penekanan berbahasa pada anak tunarungu usia adalah pada produksi kalimat dengan menggunakan suunan bahasa Indonesia yang benar, yaitu dengan struktur SPOK (Subije Predikat Objek Keterangan). d. Usia 12 - 16 tahun Sering kali anak tunarungu pada usia ini sudah belajar berbahasa melalui pengalamannya sendiri sehingga pada usia remaja ini mereka sudah mempunyai perbendaharaan kosakata yang cukup banyak dan sudah mampu untuk memahami kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf dengan baik karena hal itu harus terus dioptimalkan kemampuan anak tersebut. e. Usia 16 tahun ke atas Konsep berbahasa pada anak tunarungu usia ini sudah berkembang dengan pesat dan penambahan hanya perlu ditekankan pada kalimat-kalimat kiasan yang bisa didapat dari interaksi dengan orang lain yang tidak mengalami. Perkembangan keterampilan berbahasa pada usia ini sangat bergantung pada keaktifan anak tunarungu dalam berkomunikasi dengan orang lain. 2. Bagian 2 Mengenal Konsep Bahasa Jika pada bagian pertama kita telah membahas tentang pengenalan konsep bahasa yang tepat bagi anak tunarungu berdasarkan perkembangan usianya yang harus kita ketahui berdasarkan usia karena awal yang harus dimengerti bagaimana konsep perkembangan anak tunarungu. Sebelum membahas lebih lanjut, ada pentingnya bagi kita untuk mengetahui tentang bahasa bagi anak tunarungu itu sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar kita sebagai orang tua ataupun prndamping dapat menentukan metode pengenalan bahasa yang tepat bagi anak tunarungu. Secara linguistik definisi bahasa secara umum adalah sistem komunikasi yang digunakan manusia dalam kelompok-kelompok atau komunitas tertentu berdasarkan simbol yang dipelajari melalui organ bicara dan pendengaran yang diolah secara acak untuk menghasilkan arti tertentu. Mengacu pada definisi di atas dan kaitannya dengan bahasa pada kondisi tunarungu, maka kita tidak dapat merujuk pada bahasa yang menekankan pada organ bicara dan pendengaran. Dalam berbahasa telah diketahui bersama bahwa tidak dapat membatasi bahasa hanya pada penggunaan organ bicara dan pendengaran saja. Sebelumnya manusia pun sudah mengenal bentuk bahasa lain yang menekankan gerak tubuh untuk membentuk arti tertentu. Gerak tubuh inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar bahasa isyarat bagi tunarungu. Pada dasarnya bahasa isyarat yang diberlakukan berbeda-beda untuk setiap negara. Bahasa isyarat yang herlakukan adalah SIBI atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Beberapa kaidah yang digunakan adalah sebagai berikut. a. Dalam pengembangannya bahasa isyarat harus mudah untuk digunakan dan dipelajari oleh guru, siswa dan orang tuanya juga masyarakat secara umum. b. Pengembangan bahasa isyarat harus mewakili tata bahasa yang digunakan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. c. Dalam mengembangkan bahasa isyarat, kemampuan dan perkembangan kejiwaan siswa harus menjadi pertimbangan. d. Pengembangan bahasa isyarat harus berdasar pada kata isyarat yang paling banyak digunakan oleh tunarungu. e. Bahasa isyarat tersebut harus sesuai dengan sistem budaya dan sosial yang ada di Indonesia. f. Bahasa isyarat harus mempunyai pembeda arti yang jelas antartiap katanya. Selain itu, isyarat juga tidak baku dalam artian bahwa kata tersebut memungkinkan untuk dikembangkan di waktua depan tanpa mengubah arti. g. Dalam pengembangan bahasa isyarat bagi siswa tetap senantiaca mengacu pada perkembangan metodologi pengajaran, pengetahuan juga perkembangan bahasa siswa itu sendiri. Penting bagi kita untuk mengetahui dasar kaidah yang digunakan untuk pengembangan bahasa isyarat. Setelah mengetahui kaidah bahasa isyarat yang telah dijabarkan di atas, diharapkan dapat memberi kontribusi dalam membantu pengenalan konsep yang tepat bagi anak tuna rungu. 3. Bagian 3 Mengenal Konsep Bahasa Pada bagian ketiga ini ada dua pembahasan mengenai pengenalan konsep bahasa yang tepat bagi anak tunarungu. Kita telah bersama-sama mengetahui bahwa yang dimaksud dengan anak tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran ataupun mereka yang tidak mampu menangkap rangsangan melalui organ pendengaran mereka. Permasalahan paling besar bagi kondisi tunarungu adalah untuk membantu mereka memahami dan menambah perbendaharaan kata. Cara yang paling efektif untuk mengenalkan dan menambah perbendaharaan kata bagi anak tunarungu adalah dengan memaksimalkan organ penglihatan mereka, yaitu melalui bentuk dan gambar. Namun, hal tersebut juga menjadi permasalahan baru, yaitu bagaimana mengubah satu kata dalam bentuk gambar dan bagaimana memilih bentuk-bentuk yang dapat mewakili sebuah kata dengan tepat. Dua hal utama yang harus menjadi pertimbangan adalah bahwa bentuk yang akan dipilih untuk mewakili sebuah kata harus sesuai dengan ciri dan karakteristik budaya di mana anak tunarungu tersebut tinggal. Dua hal tersebut sangat berguna untuk mempermudah anak mengenali bentuk kata yang dimaksud dengan tepat. Ada beberapa unsur yang harus dipertimbangkan untuk mengenalkan bentuk visual secara tepat kepada anak tunarungu. Unsur vang harus diperhatikan adalah bentuk, garis, tekstur, dan warna, a. Garis Menurut pengertiannya garis adalah kumpulan titik-titik dan mempunyai jenis yang bermacam-macam yaitu: garis vertikal, garis horizontal, garis lengkung, garis zig zag dan garis lingkar. Bentukan pada garis dapat memberikan impresi tertentu pada anak tunarungu. Misalnya, ketika garis dibuat secara tipis, maka hal ini akan menimbulkan kesan halus dan lembut. Demikian juga sebaliknya, ketika garis dibuat secara tebal, maka hal ini akan menimbulkan kesan sifat yang kuat dan keras. Melalui garis, kita dapat membantu mengenalkan berbagai ekspresi manusia dan sifat-sifatnya. b. Bentuk Definisi bentuk sendiri adalah suatu konsep simbol yang terbentuk dari hubungan antara garis-garis atau merupakan gabungan dan garis-garis dengan konsep yang lain. Contoh sederhana yang dapat menggambarkan definisi bentuk tersebut adalah kumpulan garis-garis yang membentuk mobil. c. Warna Fungsi warna pada pengenalan konsep bahasa isyarat bagi anak tunarungu berfungsi untuk memberikan pemisahan dan penekanan dan dapat juga menciptakan emosi pada objek tersebut d. Tekstur Tekstur digunakan untuk membantu memberikan penekanan pada bentuk kasar dan halus. Fungsi tekstur sendiri dapat juga untuk memberi penekanan pada objek tertentu sama dengan fungsi warna. 4. Bagian 4 Mengenal Konsep Bahasa Setelah Bagian 1, 2, 3 sebelumnya telah membahas mengenai pengenalan konsep bahasa yang tepat bagi anak tunarungu, selanjutnya kita akan membahas tentang batasan yang juga harus diketahui untuk pengenalan kata bagi anak tunarungu. Jika pada bahasan yang lalu kita juga telah membahas cara yang paling efektif untuk mengenalkan bahasa isyarat pada anak tunarungu adalah dengan mengubah kata tersebut menjadi gambar, kali ini yang akan kita bahas adalah batasan atau aturan jika kita ingin menerjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa gambar. Batasan tersebut, antara lain a. Pertama, jika kita ingin mengubah kata dalam bahasa Indonesia menjadi bahasa gambar, maka kata tersebut harus berupa kata benda atau kata kerja tertentu yang mempunyai ciri khusus atau dapat diidentikkan dengan bentuk tertentu. Misalnya, seperti kata benda kelinci dapat diubah menjadi bahasa gambar dengan menunjukkan ciri khusus hewan tersebut. Kata kerja menulis dapat langsung ditunjukkan arti kata tersebut dalam gambar. b. Batas kedua yang perlu diperhatikan banyak kata dalam bahasa Indonesia yang menggunakan imbuhan, sisipan, dan awalan, misalnya kata menggambar atau memakai. Agar kata tersebut tidak membingungkan bagi anak tunarungu, maka awalan, sisipan atau imbuhan pada sebuah kata tidak digunakan. Pengenalan kata bagi anak tunarungu hanya menggunakan kata dasarnya saja seperti kata gambar dan pakai. c. Batasan ketiga, pada dasarnya semua kata benda dalam bahasa Indonesia dapat langsung digambarkan sesuai dengan makna katanya. Namun, ada pula beberapa kata benda yang tidak ada bentuknya, tetapi tetap dapat digambarkan sesuai dengan makna katanya, terutama untuk kata-kata yang berhubungan dengan ekspresi. Contoh dari kata tersebut adalah yang berkaitan dengan ekspresi manusia, seperti marah, atau sedih. Kata-kata tersebut dapat digambarkan dengan langsung meng-ekspresikan (menggunakan mimik wajah) kata yang dimaksud. Contoh kedua adalah kata-kata yang berkaitan dengan keterangan waktu, misalnya pagi, siang, dan malam. Cara untuk menggambarkan kata tersebut adalah dengan menggunakan warna, seperti warna gelap untuk malam hari dan warna terang untuk siang hari. Dapat juga dengan menambahkan ciri benda-benda yang ada dalam waktu-waktu tersebut (bintang pada malam hari dan matahari pada siang hari), sedangkan untuk kata-kata yang berkaitan dengan sifat-sifat struk seperti keras, halus, dapat digambarkan dengan menggunakan teknik tebal dan tipis pada gambar. d. Batasan yang keempat, yaitu dalam bahasa Indonesia terdapat juga kata-kata yang sulit untuk digambarkan dalam bentuk tertentu,seperti kata-kata yang tidak berbentuk, contohnya Tuhan atau kata yang tidak berbentuk namun dapat dirasakan dengan indra, misalnya: bau-bauan dan udara. Ada juga kata konotasi, seperti "panjang tangan" atau "tangan besi". Untuk kata-kata dalam bahasa Indonesia yang termasuk dalam kriteria tersebut perlu menggunakan gambar- gambar tambahan yang berfungsi untuk memperjelas makna dari kata-kata tersebut.