Anda di halaman 1dari 1

Gabriyella Gosal (1871001)

Tunarungu merupakan suatu keadaan dimana individu kehilangan pendengaran


yang berakibat pada ketidakmampuan dalam menangkap rangsangan, terutama
melalui indra pendengaran. Anak tunarungu mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengarkan baik sebagian atau seluruhnya. Anak
tunarungu berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang ditunjukkan dengan
satuan desibel (dB), yaitu 27 – 40 dB sangat ringan, 41 – 55 dB ringan, 56 – 76
dB sedang, 71 – 90 dB berat, dan 91 dB ke atas sangat berat.
Dua bagian penting yang mengikuti dampak terjadinya hambatan, yaitu:
1. Konsekuensi akibat gangguan pendengaran tersebut penderitanya akan
mengalami kesulitan dalam menerima segala macam rangsangan atau persitiwa
bunyi yang ada disekitarnya
2. Akibat kesulitan menerinama rangsangan bunyi terserbut konsekuensinya
penderita tunarungu akan mengalmi kesulitan pula dalam memproduksi suara
atau bunyi bahasa yang terdapat disekitarnya.
Terdapat beberapa metode terapi untuk anak tunarungu, yaitu
1 Metode Lips Reading atau Membaca Ujaran, penekanannya pada kemampuan
anak yang diharuskan bisa menangkap suara atau bunyi bahkan ungkapan dari
seseorang melalui penglihatannya.
2 Metode Oral, untuk melatih anak tunarungu agar bisa berkomunikasi secara
lisan dengan lingkungan atau orang- orang yang bisa mendengar
3 Metode Manual, cara melatih atau mengajar anak tunarungu untuk
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat, yaitu dengan ejaan jari.
4 Metode AVT (Auditory Visual Therapy), perpaduan antara penerapan suara,
bahasa bibir, dan mimik muka
Menariknya dari materi ini yaitu, konsep pembelajaran bahasa untun anak
tunarungu. Dari konsep pembelajaran bentukan pada garis dan tekstur dapat
memberikan impresi tertentu pada anak tunarungu. Bentuk bahasa lain yang dapat
menekankan gerak tubuh untuk membentuk arti tertentu. Gerak tubuh inilah yang
kemudian digunakan sebagai dasar bahasa isyarat bagi tunarungu.

Anda mungkin juga menyukai