Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak tunarungu adalah anak yang mempunyai hambatan dalam pendengarannya,
sehingga berdampak pada kognitif, interaksi sosial danemosi anak terhadap
lingkungannya. Sehingga dalam memberikan bantuandan pendidikannya membutuhkan
pelayanan yang khusus.
Kementrian kesehatan menyebutkan bahwa jumlah peyandang cacat sesuai dengan hasil
survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 adalah 6.047.088 dan anak
tunarungu hanya sekitar 9,9%. Dilihat dari survei tersebut anak tunarungu mempunyai
presentase yang kecil dibanding kecacatan yang lainnya. Akan tetapi Anak tunarungu jug
amemerlukan perhatian yang khusus baik dalam penanganannya maupun terapinya.
Jika anak tersebut tidak mendapatkan pelayanan yang sesuaidengan hambatan dan
potensinya maka anak tersebut tidak dapat hidupmandiri dan selalu bergantung pada
orang lain.Maka untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai,kita harus
mengetahui terlebih dahulu apa faktor penyebab dan bagaimana karakteristik anak
tersebut. Jika sudah diketahui faktor penyebab dan karakteristik anak tersebut maka dapat
dilakukan terapi dan layanan penidikan yang sesuai dengan anak tersebut dan dapat
dilakukan pengembangan potensi atau bakat sesuai dengan kemampuan yangdimilikinya
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana karakteristik anak dengan hambatan pendengaran?
1.2.2 Bagaimana dampak anak dengan hambatan pendengaran?
1.2.3 Bagaimana model komunikasi anak dengan hambatan pendengaran?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui karakteristik anak dengan hambatan pendengaran.
1.3.2 Mengetahui dampak anak dengan hambatan pendengaran.
1.3.3 Mengetahui model komunikasi anak dengan hambatan pendengaran.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian Anak Dengan Hambatan Pendengaran


Menurut KBBI, tunarungu adalah istilah lain dari tuli yaitu tidak dapatmendengar karena
rusak pendengaran. Secara etimologi berasal dari kata tunadan rungu. 3una artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran.
Menurut Hallahan dan Kauffman (dalam Ahmad 2013 17) tunarungu merupakan istilah
bagi orang yang kurang dapat atau kesulitan mendengar dariyang ringan sampai yang
berat. Jadi, orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang
mampu mendengar suara
2.2.1 Klasifikasi Anak dengan hambatan pendengaran
a. Klasifikasi menurut Bothroyd tunarungu dapat diklasifikasikan berdasarkan
empat kelompok
1) Kehilangan 15 dB - 30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan.
Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal atau kemampuan
mendengar untuk bicara dan membedakan suara:suaraatau sumber bunyi
dalam taraf normal. Cara belajar menggunakan auditory dan alat bantu
dengar.
2) Kehilangan 70 db - 60 db, moderate hearing losses atauketunarunguan
sedang.
Daya tangkap terhadap suara percakapan manusia hanya sebagianatau
kemampuan mendengar dan kapasitas untuk bicara hampir normal. Cara
belajar menggunakan auditori dengan bantuan visual. Jika menggunakan alat
bentu dengar kemampuan mendengar untuk bicaranya menjadi normal.
3) Kehilangan 61 dB - 80 db, severe hearing losses atau ketunarunguan berat.
Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada atau kemampuan
mendengar dan kapasitas membedakan suara tidak ada. cara belajarnya
menggunakan visual. Jika menggunakan alat bantu dengar kemampuan
mendengar dapat menjadi normal dan kapassitas membedakan suara dapat
menjadi baik.
4) Kehilanggan 91 dB - 200 db, profound hearing losses atau ketunarunguan
sangat berat.
Daya tangkap terhadap percakapan manusia tidak ada sama sekali, kapasitas
membedakan suara bunyi dan kemampuan bicara sudahtidak ada. Cara
belajar dengan visual. Jika menggunakan alat bantu dengar kemampuan
mendengar untuk bicaranya normal, sedangkan kapasitas membedakan suara
buruk. Pada derajad ini masih mampumengenal irama dan intonasi sehingga
cara belajar dapatmenggunakan auditori dengan bantuan penglihatan.
5) Kehilangan lebih dari 120 db, total hearing losses atauketunarunguan total.
Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali (tidak
mampu mendengar). Kemampuan mendengar dan kapasitas untuk bicara
tidak ada, walaupun dengan bantuan alat dengar. Cara belajarnya hanya
mengandalkan pada alat bantudengar.

b. Berdasarkan saat terjadinya kehilangan, yaitu:

1) Tunarungu bawaan

Ketika lahir anak sudah mengalami atau menyandang tunarungu dan indera
pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi.

2) Tunarungu setelah lahir.

terjadinya tunarungu setelah anak lahir yang diakibatkan oleh kecelakaan


atau suatu penyakit.

c. Berdasarkan taraf penguasaan bahasa

1) Tuli pra bahasa (prelingually deaf)

Mereka yang menjadi tuli sebelum dikuasainya bahasa (usia 1,6 tahun)
artinya anak menyamakan tanda tertentu seperti mengamati, menunjuk,
meraih dan sebagainya, tetapi belum membentuk system lambang.

2) Tuli purna bahasa (post lingually deaf)

Mereka yang menjadi tuli setelah menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan
memahami sistem lambang yang berlaku di lingkungan.

2.2.2 Karakteristik Anak dengan hambatan Pendengaran


a. Karakteristik anak tunarungu secara umum sebagai berikut :
1) Karakteristik dari segi intelegensi
Secara kemampuan intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak
normal pada umumnya. Namun demikian secara fungsional intelegensi
mereka berada dibawah anak normal, karena mereka mengalami kesulitan
dalam memahami bahasa. Serta perkembangan intelegensi anak tunarungu
tidak sama dengan anak normal, karena anak belajar banyak dari apa yang
didengar lalu diproses dalam berfikir. Tidak semua aspek intelegensi anak
tunarungu terhambat, yangmengalami hambatan hanyalah yang bersifat
verbal,misalnya dalam menarik kesimpulan anak mengalami kesulitan
tidak sama dengan anak normal, karena anak belajar banyak dari apa yang
didengar lalu diproses dalam berfikir. Tidak semua aspek intelegensi anak
tunarungu terhambat, yang mengalami hambatan hanyalah yang bersifat
verbal,misalnya dalam menarik kesimpulan anak mengalami kesulitan.
2) Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Anak tunarungu dari segi bahasa dan bicara mengalami hambatan karena
adanyahubungan antara bahasa dan bicara dengan ketajaman
pendengaran. Sedangkan bahasa dan bicara merupakan hasil proses
peniruan dari apa yang didengar.Sehingga anak tunarungu dalam pemilihan
kosakata dan mengartikan arti kiasanmengalami kesulitan

3) Karakteristik dari segi emosi dan social

Anak tunarungu dapat melihat semua apa yang ada disekitarnya, namun
tidak dapat mendengarnya itu sebabnya anak tunarungu cenderung
memiliki emosi yang tidak stabil, mudah curiga dan merasa kurang
percaya diri. Karakteristik darisegi emosi dan social (dalam Haenudin,
2013:67 sebagai berikut

a) Egosentrisme yang melebihi anak normal

b) Memiliki perasaan takut akan lingkungan yang luas

c) Ketergantungan dengan orang laind.

d) Perhatian mereka sukar dialihkane.

e) Memiliki sifat polos dan sederhana

f) Mudah marah dan mudah tersinggung.

4) Karakteristik dari segi kepribadiannyaa.

a) Anak tuna rungu yang tidak bependidikan cenderung murung, penuh


curiga,curang, kejam (bengis), tidak simpatik, tidak dapat dipercaya,
cemburu, tidak wajar, egois, ingin membalas dendam, dan sebagianya
b) Lingkungan yang menyenangkan dan memanjakan dapat
berpengaruhterhadap ketidakmampuan dalam penyesuaian mental
maupun emosi.

c) Anak tuna rungu menunjukan kondisi yang lebih neurotik,


mengalamiketidakamanan dan berkepribadian tertutup (Introvert)

2.2. Dampak Anak dengan hambatan pendengaran

2.2.1 Dalam bidang kognitif

Pada umumnya kognitif anak tunarungu sama dengan anak normal pada
umumnya. Namun, akibat keterbatasan kemampuan berbahasanya, keterba

tasan informasi dan daya abstraksi anak sebagai dampak dari kehilanagn
pendengaran menyebabkan proses pencapaianyang lebih luas menjadi
terhambat.

2.2.2 Dalam bidang emosi

Kekurangan dalam pemahaman bahasa secara verbal menyebabkananak


tunarungu menjadi menafsirkan sesuatu secara negatif dan salah pemahaman
sehingga menyebabkan tekanan pada emosinya. Tekanan pada emosinya dapat
menyebabkan anak bertingkah laku agresif,menutup diri. Lingkungan yang
tidak mendukung juga mempengaruhiemosi anak tunarungu seperti anak
menjadi bosan, kecewa, sedih, kesepian, perasaan tidak berdaya, cemas dan
takut.

2.2.3 Dampak bidang sosial

Kehilangan pendengaran menyebabkan anak miskin dalam kebahasaanatau kosa


kata. Akibatnya anak menjadi sulit dalam hal berkomunikas idan berinteraksi
sosial dengan lingkungannya

2.3. Model komunikasi anak dengan hambatan pendengaran

2.3.1 Berkomunikasi Menggunakan Gerak Bibir

a) Tetaplah berada dalam bidang pandangnya.


Saat berkomunikasi dengan orang tunarungu, cobalah tetap memosisikan
pandangan kita sejajar dengan pandangannya. Kita boleh duduk jika dia
duduk, atau berdiri jika dia berdiri. Posisi kita harus agak lebih jauh daripada
jarak bicara normal (1-2 meter). Hal ini akan membantu memastikannya
melihat semua gestur kita.

b) Bicaralah dengan suara dan nada yang wajar.


Berbicara sewajar mungkin. Berbisik dan berteriak dapat mendistorsi gerak
bibir sehingga mempersulit orang tunarungu mengikuti kata-kata Anda.
Begitu pula, jika Anda melebih-lebihkan gerak bibir, Anda akan lebih sulit
dipahami daripada jika Anda berbicara secara wajar.
c) Lakukan kontak mata. Mata dan mimik wajah membantu
mengomunikasikan nada dan sikap obrolan. Jadi, melakukan kontak mata itu
penting. Sedapat mungkin jangan memalingkan wajah selagi berbicara.
d) Menggunakan gestur dan isyarat visual. Menyertakan gerakan fisik tertentu
akan membantu mendukung komunikasi. Boleh menunjuk (menunjuk pada
umumnya tidak dianggap kasar dalam komunitas orang tunarungu).
2.3.2 Menggunakan Bahasa Isyarat

a) menentukan bahasa isyarat yang ingin digunakan. Ada orang tunarungu


(meskipun tidak semuanya) yang berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Hampir semua negara memiliki bahasa isyarat masing-masing. Bahasa
tersebut cukup berbeda dari bahasa tutur dan biasanya tidak mengikuti sebaran
geografis yang sama (misalnya, Bahasa Isyarat British sangat berbeda dengan
Bahasa Isyarat Amerika
b) Mempelajari huruf dan angka. Jika Anda baru mempelajari bahasa isyarat,
Anda bisa memulainya dengan mempelajari huruf alfabet serta angka.
Mengetahui hal ini akan memudahkan Anda memulai berkomunikasi dalam
tingkat dasar, dan membantu Anda membiasakan diri dengan bahasa isyarat.
c) Berlatihlah menggunakan frasa umum. Mempelajari beberapa frasa penting
dapat membantu Anda berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Frasa
seperti "tolong", "terima kasih", dan "halo", dapat digunakan dalam berbagai
konteks untuk mengomunikasikan keramahan dan sikap hormat. Dalam ASL,
isyarat untuk frasa ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengisyaratkan tolong: letakkan telapak tangan Anda terbuka di
tengah dada dan putar searah jarum jam sebanyak tiga kali.

2) Untuk mengisyaratkan terima kasih: sentuhkan jari pada bibir Anda


(dengan telapak tangan terbuka). Lalu gerakkan tangan Anda ke depan dan
ke bawah ke arah lawan bicara.

3) Untuk mengisyaratkan halo: sentuhkan tangan ke dahi dengan telapak


tangan menghadap ke bawah. Lalu gerakkan menjauh dari dahi (mirip
gerakan memberi hormat)

d) Meningkatkan pemahaman pada bahasa isyarat. Jika ingin menguasai bahasa


isyarat, Perlu mempelajari tata bahasa, memahami struktur bahasa, dan
memperluas kosakatanya. Anda juga perlu terus berlatih. Bahasa isyarat, sama
seperti bahasa lain, perlu banyak dedikasi untuk menguasainya.

e) Konfirmasi bahwa lawan bicara Anda menggunakan bahasa isyarat. Perlu


diingat bahwa tidak semua orang tunarungu menggunakan bahasa isyarat.
Anda harus mengonfirmasi bahwa lawan bicara menggunakan bahasa isyarat
sebelum Anda mulai mengajak bicara. Mulailah dengan menarik perhatiannya.
Kemudian isyaratkan kata "halo". Jika lawan bicara membalas dengan bahasa
isyarat, lanjutkan apa yang ingin Anda bicarakan.

f) Hadapkan tangan dan tubuh kita ke arah plawan bicara. Saat berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat, jaga agar tangan kita tetap terlihat itu penting.
Pastikan tangan dan tubuh kita tetap menghadap ke arah lawan bicara.

2.3.3 Mengikuti Etiket Umum

Pancing perhatian orang lain sebelum berusaha berbicara atau berkomunikasi.


Melakukan kontak mata adalah cara yang bagus untuk melakukan ini. Bila
perlu, dapat menggunakan lambaian ringan dari jarak yang sopan (tidak terlalu
dekat) atau sentuhan ringan untuk mendapatkan perhatian orang tersebut.
Meskipun Anda harus penuh perhatian dan tidak boleh menyodok orang, pada
umumnya dalam komunitas orang tunarungu, sentuhan ringan pada orang yang
tidak Anda kenal untuk mendapatkan perhatiannya tidak dianggap sebagai hal
yang kasar. Bahu adalah tempat yang tepat untuk menyentuh orang yang tidak
Anda kenal akrab; gunakan beberapa tepukan ringan.

a) Susun pokok-pokok yang Anda ingin bicarakan. Setelah dia tahu topik
umumnya, akan lebih mudah baginya untuk mengikuti percakapan Anda.
Cobalah untuk tidak mengubah topik tiba-tiba tanpa jeda untuk memberi
isyarat perubahan topik. Sering-seringlah berhenti dan tanyakan apakah dia
memahami pembicaraan kita
b) Jelaskan adanya gangguan. Jika ada gangguan yang mungkin tidak
diketahui orang tunarungu, seperti dering telepon atau ketukan di pintu,
jelaskan mengapa Anda melangkah menjauh. Bila tidak, orang tunarungu
mungkin akan berpikir Anda berhenti bicara dengannya, dan hal ini bisa
dianggap tidak sopan

c) Bicaralah pada orang tersebut, bukan kepada juru bahasa. Penting bagi
Anda untuk menujukan percakapan langsung kepada orang tunarungu
tersebut bukan kepada juru bahasa (atau sesama pendengar). Juru bahasa
akan memahami cara membantu orang tunarungu memahami obrolan
Anda, maka jangan khawatirkan mereka.

d) Tawarkan ringkasan. Saat percakapan berakhir, kita boleh menawarkan


ringkasan singkat atas apa yang telah dibicarakan. Ringkasan ini mungkin
berguna bagi beberapa orang tunarungu, meskipun tidak penting bagi
orang lain. Jadi, selalu tanyakan lebih dulu.

Daftar Pustaka
Djati, Indra.2008. Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Jakarta:Departemen Pendidikan
Nasional Jakarta

Eja, Sajaah. 2005. Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran Jakarta: Depdikbud
Iriantara, Yosel.2013. Komunikasi Pendidikan. Bandung: Simbiosa
Yusup, Pawit 2009. Ilmu Informasi Komunikasi, Kepustakaan. Jakarta: Bumi Aksara
Yusup, Pawit. 2010. Komunikasi Intruksional Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai