Anda di halaman 1dari 26

JAWABAN NO 1

Setiap anak yang lahir didunia memiliki potensi yang berbeda-beda, mereka akan
memiliki kecerdasan dan bakat yang berbeda antara anak satu dan anak lainnya,
sudah seharusnya sebagai orang tua atau masyarakat tidak menyamaratakan dan
membanding-bandingkan antara anak yang satu dengan yang lainnnya. Sebaliknya
kita sebagaai orang tua harus mengerti kekurangan, keterbatasan dan
keistimewaan anak sejak dini baik dari segi fisik maupun psikis. Keterbatasan
pada anak tersebut menyebabkan orangtua kurang mengerti dengan potensi yang
dimiliki anak, hampir semua orang tua menginginkan anaknya sempurna baik dari
segi fisik psikis dan akademiknya.

Sampai saat ini, masih banyak orangtua yang merasa malu apabila anak mereka
memiliki keterbatasan-keterbatsan baik fisik, psikis maupun akademik, sehingga
orang tua berusaha dan menjaga agar anaknya tidak berinteraksi dengan anak
lain ataupun masyarakat. Disamping itu banyak juga masyarakat yang anaknya
normal akan tetapi melarang anak mereka untuk bergaul dan berinteraksi dengan
anak yang memiliki keterbatasan fisik, psikis ataupun akademik. Masyarakat
umum yang belum mengerti menganggap bahwa jika anak mereka berinteraksi dengan
anak yang mempunyai keterbatasan fisik, psikis maupun akademik maka anak
mereka akan ikut tertular, itu adalah pandangan yang kurang tepat,sikap orang
tua yang demikian itu akan membuat keadaan semakin parah dan menyebabkan
potensi yang dimiliki anak tidak berkembang secara optimal.

Hal ini membuat ruang lingkup pergaulan anak yang memiliki keterbatasan fisik,
psikis maupun akademik semakin sempit dan terbatas, anak yang memiliki
keterbatasan akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat, akan dianggap tidak
mempunyai kemampuan, kecerdasan dan potensi lemah atau pendapat lainnya, anak
akan semakin dang kurang memiliki masa depan yang cerah, lebih parah lagi anak
akan dianggap sebagai anak yang hanya bisa merepotkana depanya.

Anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik, psikis ataupun akademik sering


disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Menurut Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus dijelaskan
bahwa Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami
keterbatasan/keluarbiasaan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun
emosional yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
Secara umum Anak Berkebutuhan Khusus, atau yang sering disingkat sebagai
ABKadalah suatu kondisi dimana anak memiliki karakteristik khusus yangberbeda
dengan anak pada umumnya yaitu mengalami keterbatasan/keluarbiasaan baik pada
fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional.

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157 Tahun
2014 Tentang Kurikulum Pendidikan Khusus Pasal 4 anak berkebutuhan khusus
dapat dikelompokkan menjadi:

1. Tunanetra
2. Tunarungu
3. Tunawicara
4. Tunagrahita
5. Tunadaksa
6. Tunalaras
7. Berkesulitan belajar
8. Lamban belajar
9. Autis
10. Memiliki gangguan motorik
11. Menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif
lain
12. Memiliki kelainan lain

Berikut ini adalah penjelasan dari pengelompokan anak berkebutuhan khusus.

1. Tunanetra

Dimata masyarakat umum, tunanetra atau yang lebih dikenal dengan buta adalah
seseorang yang tidak bisa melihat atau seseorang yang telah kehilangan fungsi
penglihatannya, padahal pengertian tunanetra tidak sesempit itu, karena anak
yang hanya mampu melihat dengan keterbatasan (low vision) juga disebut
tunanetra, Seperti yang didefinisikan oleh Somantri (1996:54)anak tunanetra
adalah anak yang mengalami gangguan penglihatan, baik sebagian atau menyeluruh
yang menyebabkan proses penerimaan informasi kurang optimal.

Gangguan penglihatan atau kebutaan karena kerusakan/kelainan pada mata


seseorang, menyebabkan kemampuan indera penglihatan seseorang tidak dapat
berfungsi dengan baik atau bahkan tidak dapat berfungsi sama sekali. Penyebab
kerusakan/kelainan itu bisa terjadi saat di dalam kandungan dan bisa juga
terjadi setelah lahir. Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam hal
penglihatan, maka dalam proses pembelajarannya lebih menekankan pada alat
indera yang lain yaitu indera perabaan dan pendengaran.

Karakteristik anak tunanetra menurut Somantri (2012: 66), yaitu:Dikatakan


tunanetra bila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan
tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang
awas/normal dapat dibaca pada jarak 21 meter yang diukur dengan tessnellen
card.Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra dikelompokan menjadi 2 macam,
yaitu:

1.    Buta jika anak tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar
(visusnya = 0).

2.    Low vision jika anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar,
tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu
membacaheadline pada suarat kabar.

Indra penglihatan memiliki peran yang sangat penting dalam penerimaan


informasi dan pengalaman, seseorang yang mengalami gangguan penglihatan baik
sebagian ataupun menyeluruh sama-sama mengalami hambatan dan keterbatasan
dalam pengalaman, kemampuan bergerak dalam lingkungan serta interaksi dalam
lingkungan.

2. Tunarungu

Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya rusak
atau cacat dan rungu artinya pendengaran, seseorang dapat dikatakan tunarungu
apabila ia memiliki kerusakan/kelainan pada organ pendengarannya yang
menyebabkan ia tidak dapat mendengar atau kurang mampu mendengar suara yang
seharusnya mampu didengar orang normal.

“Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang


disebabkan oleh kerusakan seluruh alat pendengaran yang mengakibatkan hambatan
dalam perkembangan bahasa sehingga memerlukan bimbingan dan pelayanan khusus”.
( Salim,1984 : 8)Dikalangan masyarakat umum, tunarungu lebih dikenal dengan
kata tuli, yaitu seseorang yang tidak mampu mendengar atau memiliki kerusakan
pada organ dengarnya. Namun istilah tuli dimasyarakat  kadang lebih sering
menuju kearah mengejek atau mencaci.
Tunarungu bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari dalam kandungan
ataupun benturan keras yang menyebabkan kerusakan pada organ pendengaran.
Klasifikasi lain dikemukakanolehStreng yang dikutipSomaddanHernawati( 1997 :
28-31 ) sebagaiberikut:

 Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang  memiliki


ciri- ciri :

1. Sukar mendengar percakapan yang lemah.


2. Menuntut sedikit perhatian  khususdari sistem sekolah tentang
kesulitannya.
3. Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan
penguasaan perbendaharaan kata.

 Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 30-40 dB yang


memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.

2. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran padajarak


normal dan  kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap
percakapan kelompok.

3. Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan


kata yang terbatas.

4. Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca,


penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi
dan perhatian dalam perkembangan perbendaharaan kata.

  Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang  


memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.

2. Perbendaharaan kata terbatas

 yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-ciri :


Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya
klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untu
kanak-anak tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang
dapat mengembangkan bahasa dan bicaradari guru kelas khusus.

 Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas.


Memiliki ciri :

Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak
mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.

3. Tunagrahita

Sebagian besar masyarakat menganggap anak-anak tunagrahita adalah anak yang


bodoh, lemot, lelet, idiot dan lain sebagainya. Anggapan itu membuat anak
tunagrahita dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Anggapan itu juga membuat
masyarakat menjauhi serta mengucilkan anak tunagrahita. Padahal anggapan yang
beredar luas dimasyarakat adalah anggapan yang tidak tepat, darisudut bahasa
atau istilah tunagrahita berasal dari kata “tuna” dan “grahita” tuna artinya
rusak atau cacat dan grahita artinya berfikir. Definisi yang diterima secara
luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan oleh Grossman
yang secara resmi digunakan AAMD (American Association of Mental
Deficiency) yaitu ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang
secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan
kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung pada
masa perkembangan. Tunagrahita adalah seseorang yang mengalami hambatan fungsi
kecerdasan intelektual dan adaptasi tingkah laku yang terjadi pada masa
perkembangannya dan juga menyebabkan kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial.

Klasifikasi anak tunagrahita menurut AAMD (American Assosiation on Mental


Deficiency) dan PP No. 72 tahun 1991 dalam Amin (1995:22-24) klasifikasi anak
tunagrahita terbagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut :

 Tunagrahita ringan

Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya dan adaptasi
sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam
bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja.
 Tunagrahita sedang

Anak tunagrahita sedang memiliki kemampuan intelektual umum dan adaptasi


perilaku di bawah tunagrahita ringan. Mereka dapat belajar keterampilan
sekolah untuk tujuan-tujuan fungsional, mencapai suatu tingkat “tanggung jawab
sosial” dan mencapai penyesuaian sebagai pekerja dengan bantuan.

 Tunagrahita berat dan sangat berat

Anak yang tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir tidak memiliki
kemampuan untuk di latih mengurus diri sendiri melakukan sosialisasi dan
bekerja. Di antara mereka (sampai batas tertentu) ada yang dapat mengurus diri
sendiri dan dapat berkomunikasi secara sederhana serta dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitarnya yang sangat terbatas.

4. Down Sindrom

Down Sindrom adalah gangguan genetika paling umum yang menyebabkan perbedaan
kemampuan belajar dan ciri-ciri fisik tertentu yang disebabkan adanya
abnormalitas perkembangan kromosom.Down Sindrom disebut juga penyakit genetik
karena gangguan kromosom dengan ciri khas wajah universal (wajah mongoloid).
Dimasyarakat sendiri, Down Sindrom lebih dikenal dengan anak seribu wajah,
bukan karena wajah anak down sindrom ada seribu, melainkan karena ada banyak
anak down sindrom dan wajah anak-anak down sindrom itu sama, down sindrom
tidak bisa disembuhkan, namun dengan dukungan, perhatian dan kasih sayang,
anak-anak dengan down sindrom bisa tumbuh dengan maksimal.

Anak-anak dengan down sindrom sangat membutuhkan bimbingan jauh melebihi anak
normal lainnya. Perkembangan mereka dalam berbagai aspek memerlukan waktu, dan
mereka akan menjalaninya bertahap, sesuai dengan kemampuan mereka.

5. Tunadaksa

Ketika kita bergaul dengan teman atau masyarakat sekitar sesekali kita akan
bertemu dengan orang yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, seperti
berjalan menggunakan bantuan kursi roda karena tidak memiliki kaki ataupun
memiliki kaki yang tidak mampu menopang berat tubuhnya, tidak dapat memegang
gelas karena bentuk tangan yang tidak normal dan lain sebagainya. Seseorang
yang seperti itu disebut dengan tunadaksa.
Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna” dan “daksa”, tuna yang berarti
rusak atau cacat dan “daksa” yang berarti tubuh. Menurut Sutjihati Somantri
tunadaksa adalah suatu keadaan yang terganggu atau rusak sebagai akibat dari
gangguan bentuk atau hambatan pada otot, sendi dan tulang dalam fungsinya yang
normal. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kecelakaan, penyakit atau juga bisa
disebabkan karena pembawaan sejak lahir.

Dimasyarakat sendiri istilah tunadaksa masih belum terlalu familiar,


masyarakat menyebut tunadaksa dengan kata cacat atau cacat tubuh. Padahal kata
cacat adalah kata yang kurang baik untuk di ucapkan, apalagi untuk anak
berkebutuhan khusus.Tunadaksa yang dialami seseorang dapat terjadi karena
bawaan dari lahir ataupun disebabkan oleh penyakit dan kecelakaan.

Klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari sistem kelainanya. Pada dasarnya


kelainan pada anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar,
yaitu (1) Kelainan pada sistem serebral (cerebral system), dan (2) kelainan
pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)

1)      Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders)

Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelompok kelainan sistem serebral


didasarkan pada letak penyebab kelainan yang terletak di dalam sistem syaraf
pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat
mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum tulang
belakang merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup manusia. Didalamnya
terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat
sensoris dan lain sebagainya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah cerebral
palsy.

2)      Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)

 Sistem otot dan rangka adalah bagian-bagian atau jaringan-jaringan yang


membentuk    gugusan otot dan rangka sehingga terjadi koordinasi yang normal
dan fungsional dalam menjalankan tugasnya.antara lain meliputi:

a). Poliomyelitis

b). Muscle dystrophy

c). Spina Bifida


3)      Kelainan tunadaksa karena bawaan (congenital deformities)

Kelainan tunadaksa atau cacat ortopedi dapat terjadi karena faktor bawaan yang
disebabkan oleh faktor endogeen (gen) dari ayah, ibu, dari kedua-duanya,
sehingga sel-sel pertama yang tumbuh menjadi bayi telah mengalami cacat,
Kelainan ini terjadi karena faktor exogen, yaitu pada awal-awal pertumbuhan
sel

6. Tunalaras

Saat di sekolah, kita pasti melihat anak yang sering melakukan pelanggaran,
baik melanggar peraturan sekolah, peraturan kelas, peraturan guru dan lain
sebagainya. Anak-anak yang melakukan pelanggaran dan sering dihukum oleh guru
akan di cap nakal oleh teman-temannya. Anak-anak tersebut bisa disebut dengan
tunalaras.

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi


dan kontrol sosial. Tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang
tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras
dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh
dari lingkungan sekitar.

1. Berkesulitan Belajar/lamban belajar

Seseorang dapat dikatakan berkesulitan belajar atau lamban belajar jika ia


memiliki IQ normal namun jika dibandingkan dengan teman sebaya ia mengalami
keterlambatan dalam proses pemahaman belajarnya.

7. Autis

Autis adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks yang gejalanya sudah
terlihat sebelum anak berusia tiga tahun. Seseorang yang mengalami autisme
memiliki gangguan dan masalah dalam berinteraksi dengan orang lain, kadang
anak autisme terlihat sangat linglung, terkucil, terasing, tidak mau melakukan
kontak mata dengan orang lain, tidak mau bermain bersama teman-temannya,
sering mengulang gerakan-gerakan secara terus menerus dan berlebihan. Akibat
gangguan ini seseorang yang mengidap gangguan autis sulit unutk belajar
berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dan menyebabkan
seolah-olah ia hidup dalam dunianya sendiri.
Menurut Yatim (2002) dalam YAI, anak autis dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu:

 Autisme persepsi: dianggap autisme yang asli kerana kelainan sudah


timbul sebelum lahir. Ketidak mampuan anak berbahasa termasuk pada
penyimpangan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga kemampuan
anak bekerjasama dengan orang lain, sehinggaanak bersikap masa bodaoh.

 Autisme reaksi: terjadi karena beberapa permasalahan yang di menimbulkan


kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/sekolah
dan sebagainya. Autisme ini akan memuncukan gerakan-gerakan tertentu
berulang – ulang, kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini
muncul pada usia lebih besar enam sampai tujuh tahun sebelum anak
memasuki tahapan berfikir logis.

 Autisme yang timbul kemudian: terjadi setelah anak agak besar,


dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal
ini akan mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan
pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat.

JAWABAN NO 2
Anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak yang mengalami
keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun
emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya.[1]
Pemerintah sendiri telah mengamanatkan hak atas pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu:
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh
perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara,
untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,
meningkatkan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara.
Kemudian lewat Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (“UU Sisdiknas”) mengamanatkan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus, yang berbunyi:
Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Selanjutnya dalam Pasal 32 UU Sisdiknas menjelaskan:
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
Adapun telah tersedia satuan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik
berkebutuhan khusus, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah
yaitu satuan pendidikan khusus seperti Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB)/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)/Sekolah Menengah
Atas Luar Biasa (SMALB).[2]
Selain pada satuan pendidikan khusus, siswa berkebutuhan khusus juga dapat
menempuh pendidikan pada sekolah terpadu. Sekolah terpadu merupakan sekolah
reguler yang menerima anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, sarana
prasarana yang sama untuk seluruh peserta didik. Sekolah terpadu saat ini lebih
dikenal dengan sekolah inklusif.[3]
Pendidikan inklusif merupakan wujud penyelenggaraan pendidikan yang tidak
memisahkan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada
umumnya dalam proses pembelajaran. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
hendaknya mampu memfasilitasi setiap anak tanpa membedakan kondisi fisik,
intelektual, sosial-emosional, linguistik atau kondisi lainnya.[4]
Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan inklusif sebagai suatu sistem yang
memungkinkan anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pendidikan
inklusif.
Pasal 2 huruf a Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa (“Permendiknas
70/2009”) menyebutkan:
Pendidikan inklusif bertujuan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental
dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 sekolah dasar, dan 1 sekolah
menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 satuan pendidikan menengah
untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif.[5]
Sehingga berdasarkan pemaparan di atas, pada prinsipnya setiap anak memilik hak
untuk mendapatkan pendidikan tidak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus.
Keberadaan sekolah yang menerapkan sistem inklusif bisa menjadi alternatif bagi
orang tua untuk menyekolahkan anaknya.
Dengan demikian, anak berkebutuhan khusus memiliki pilihan untuk bersekolah
baik di satuan pendidikan khusus maupun di sekolah reguler yang menerapkan
sistem pendidikan inklusif.
 
Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;


2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan
Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa.

JAWABAN NO 3
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau
bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan
secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. [1]
Pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga  berhak
mendapatkan pendidikan”; Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (2) yang menegaskan
“setiap warga ank a wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1)
yang menegaskan “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu”. Undang-undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan
inklusi ditengah masyarah.

Pada pendidikan dasar, kehadiran pendidikan inklusi perlu mendapat perhatian lebih. Pendidikan
inklusif sebagai layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK)
belajar  bersama anak normal (non-ABK) usia sebayanya di kelas ank ar/biasa yang terdekat
dengan tempat tinggalnya.  Menerima ABK di Sekolah Dasar terdekat merupakan mimpi yang
indah yang dirasakan orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus.

Sayangnya, SD Inklusi yang sudah “terlanjur” menerima tidak langsung dengan mudahnya
menangani anak-anak yang sekolah dengan kebutuhan khusus itu. Kurikulum harus dapat
disesuaikan dengan kelas yang heterogen dengan karakteristik ABK dan regular. Guru belum
siap untuk menangani anak-anak dikelasnya dengan karakteristik yang berbeda. Akhirnya, guru-
guru yang berhadapan langsung dengan ABK di kelas mengeluh dan sulit untuk mengajar satu
metode yang sama dan dengan perlakuakuan yang sama sehingga tujuan pembelajaran tidak
tercapai seperti yang diharapkan. Pengembangan kurikulum dapat dilakukan sebagai upaya
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dalam
pendidikan inklusi.

Pendidikan inklusi di SD belum beriiringan dengan visi pendidikan belum berdasarkan inklusi
ethos yang mengedepankan keragaman dan kesamaan hak dalam memperoleh pedidikan.
Kurikulum dan metode pengajaran yang kaku dan sulit diakses oleh ABK masih ditemukan pada
kelas inklusi. Pengintergrasian kurikulum belum dapat dilakukan oleh guru Karena kemampuan
guru yang terbatas.  Guru-guru belum mendapatkan training yang praktikal dan kebanyakan
yang diberikan sifatnya hanya sebatas sosialisasi saja. Wali kelas dan atau guru bidang studi
yang kedapatan dikelasnya ada ABK masih menunjukkan sikap “terpaksa” dalam mendampingi
ABK memahami materi.

[1] Permendiknas No. 70 tahun 2009, pasal 1


B.Isu-Isu Kritis Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar
Saat ini, pada pendidikan anak sekolah dasar makin banyak kita temui anak dengan kebutuhan
khusus (ABK).  Kelapa SD daerah Palmerah yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi oleh gugus
dan pengawas sekolah mengatakan semakin banyak ABK yang dibawa orang ke SD ini. Dari
tahun ketahun meningkat 10% jumlahnya.[1] Di daerah Tangerang Selatan ada juga SD yang
sudah mengobservasi angka ABK sejak tahun 2009 dan sudah dapat dideteksi pada Pendidikan
Usia Dini (PAUD).[2] Sekolah reguler dengan orientasi inklusif adalah lembaga yang paling
efektif  untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu
masyarakan inklusi untuk mencapai tunjuan pendidikan nasional. [3]
Berdasarkan difinisi dan turunan dari UU tentang pendidikan Inklusi anak yang tergolong ABK
adalah mereka dengan kesulitan belajar, anak lambat belajar, anak dengan ganguan autis, anak
dengan gangguan intelektual, anak dengan gangguan fisik dan motorik, anak dengan gangguan
emosi dan perilaku, anak berkelainan majemuk dan anak berbakat. [4] Pendidikan inklusif berarti
bahwa sekolah harus MENERIMA/mengakomodasi semua anak, tanpa kecuali ada perbedaaan
secara fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau kondisi lain, termasuk anak penyandang
cacat dan anak berbakat, anak jalanan, anak yang bekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa,
minoritas dan kelompok anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan. Inilah yang
dimaksud dengan one school for all”.
Indonesia menuju pendidikan inklusi secara formal dideklarasikan pada tanggal 11 agustus 2004
di Bandung, dengan harapan dapat menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan
pendidikan bagi semua anak termasuk difabel. Setiap ABK berhak memperolah pendidikan pada
semua sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat 1). ABK memiliki hak yang sama
untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya.

Sejak tahun 2001, pemerintah mulai uji coba perintisan sekolah inklusi seperti di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan 12 sekolah didaerah Gunung Kidul dan di Provinsi daerah Khusus
Ibukota Jogyakarta dengan 35 sekolah. Pada sekolah sekolah reguler yang dijadikan perintis itu
memang diuntukkan anak-anak lambat belajar dan anak-anak sulit belajar sehingga perlu
mendapat pelayanan khusus. Karena masih dalam tahap rintisan sampai sekarang belum ada
informasi yang berarti dari sekolah-sekolah tersebut.

Delapan sekolah di Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser telah menerapkan kelas inklusi
untuk anak berkebutuhan khusus (ABK), yang telah berjalan selama dua tahun belakangan ini.
Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Tanah Grogot Rusnawati saat ditemui dikantornya
menjelaskan kedelapan sekolah dasar (SD) tersebut diantaranyanya adalah SDN 014 , SDN 08,
SDN 020, SDN 07, SDN 019, SDN 05, SDN 026, SDN 024 Tanah Grogot.[5] Namun
disanyangkan pada tahun ajaran 2016/2017 SDN yang disebutkan menolak menerima ABK
dengan alas an tidak adanya guru  pembimbing khusus / guru kelas yang memiliki kompetensi
untuk menangani ABK di sekolah-sekolah tersebut.
Di Kabupaten Bantul dari total 374 SD, baru 8 SD yang sudah menerapkan pendidikan secara
inklusif. Mereka memberikan kesempatan bagi penderita cacat atau anak berkebutuhan khusus
untuk mengeyam pendidikan di sekolahnya, sepanjang IQ-nya mampu mengi kuti kegiatan
akademik. [6] Menurut Ketua Paguyuban Penyandang Cacat Indonesia Cabang Bantul,
Jayusman, jumlah penderita cacat di Bantul mencapai 9.704 orang yang terdiri dari tunanetra,
tunadaksa, tunarungu, tunawicara, dan tunagrahita. Ia berharap penderita cacat bisa mengakses
ke pendidikan formal. Masalahnya adalah sarana dan prasana belum menunjang menjadi isu
utama.
Di sekolah Inklusi (SD. Muhamadiyah di Gunung Kidul) sekolah ini punya murid 120 anak, 2
anak laki-laki diantaranya adalah Tuna Grahita, dua anak ini dimasukan oleh kedua ibunya ke
kelas I karena mau masuk SLBC lokasinya jauh dari tempat tinggalnya yang di pegunungan.
Keluarga ini tergolong keluarga miskin oleh sebab itu mereka memasukkan anak-anaknya ke SD
Muhamadiyah.[7] Perasaan mereka sangat bahagia dan bangga bahwa kenyataannya anak
mereka diterima sekolah. Satu anak tampak berdiam diri dan cuek, sedang satu lagi tampak
ceria dan gembira, bahkan ia menyukai tari dan suka musik, juga ia ramah dan bermain dengan
teman sekolahnya yang tidak cacat. Gurunya menyukai mereka, mengajar dan mendidik mereka
dengan mengunakan modifikasi kurikulum untuk matematika dan mata pelajaran lainnya,
evaluasi disesuaikan dengan kemampuan mereka. Hal yang sangat penting disini yang berkaitan
dengan guru adalah anak Tuna Grahita dapat menyesuaikan diri dengan baik, bahagia dan
senang di sekolah. Ini merupakan potret anak Tuna Grahita di tengah-tengah teman sekelas
yang sedang belajar.
Di Indonesia telah dilakukan Uji coba dibeberapa daerah sejak tahun 2001, secara formal
pendidikan inklusi dideklarasikan di Bandung tahun 2004 dengan beberapa sekolah reguler yang
mempersiapkan diri untuk implementasi pendidikan inklusi. Awal tahun 2006 ini tidak ada tanda-
tanda untuk itu, informasi tentang pendidikan inklusi tidak muncul kepada publik, isu ini
tenggelam ketika isu menarik lainnya seperti biaya operasional sekolah, sistem SKS SMA dan
lain-lain.

Pentingnya pendidikan inklusi terus menerus dikembangkan karena memiliki kelebihan dan
manfaat. Menurut Staub dan Peck (1994/1995) ada lima manfaat atau kelebihan program inklusi
yaitu:

1. Berdasarkan hasil wawancara dengan anak non ABK di sekolah menengah, hilangnya rasa
takut pada anak berkebutuhan khusus akibat sering berinteraksi dengan anak berkebutuhan
khusus.
2. Anak non ABK menjadi semakin toleran pada orang lain setelah memahami kebutuhan
individu teman ABK.
3. Banyak anak non ABK yang mengakui peningkatan selfesteem sebagai akibat pergaulannya
dengan ABK, yaitu dapat meningkatkan status mereka di kelas dan di sekolah.
4. Anak non ABK mengalami perkembangan dan komitmen pada moral pribadi dan prinsip-
prinsip etika
5. Anak non ABK yang tidak menolak ABK mengatakan bahwa mereka merasa bahagia
bersahabat dengan ABK
Dengan demikian orang tua murid yang tidak memiliki anak dengan kebutuhan khusus tidak
perlu kuatir bahwa pendidikan inklusi dapat merugikan pendidikan anaknya justru malah akan
menguntungkan.

JAWABAN NO 4

Mungkin dari sebagian sahabat sekalian masih bingung atau belum mengerti apa saja
pengertian dari Segregasi, Integrasi dan Inklusi. Apasih sebenarnya Pendidikan Segregasi,
Integrasi dan Inklusi itu? Apa keunggulan dan kelemahannya? Baiklah untuk mengetahui itu
semua, jangan akhiri membaca sampai disini saja! ^^

PENDIDIKAN SEGREGASI

1. Hakikat Pendidikan segregasi

Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus
terpisah dari sistem pendidikan anak pada umumnya. Penyelengggaraan sistem pendidikan
segregasif dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk
anak pada umumnya.

Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem
persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan
khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti SLB/A
(untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak tunagrahita),
SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain. Satuan
pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai
satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali dari
sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan,
sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya. Kelemahan dari sekolah
segregasi ini antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena
lingkungan pergaulan yang terbatas.

2. Fasilitas dan sarana Pendidikan segregasi

 Tersedia alat-alat bantu belajar yang dirancang khusus untuk siswa. Sebagai contoh
tunanetra, seperti buku-buku Braille, alat bantu hitung taktual, peta timbul, dll.
 Jumlah siswa dalam satu kelas tidak lebih dari delapan orang sehingga guru dapat
memberikan layanan individual kepada semua siswa.
 Lingkungan sosial ramah karena sebagian besar memiliki pemahaman yang tepat
mengenai disability anak.
 Lingkungan fisik aksesibel karena pada umumnya dirancang dengan
mempertimbangkan masalah mobilitas disability, dan kami mendapat latihan
keterampilan orientasi dan mobilitas, baik dari instruktur O&M maupun tutor sesama
disability.
 Dapat menemukan orang disability yang sudah berhasil yang dapat dijadikan sebagai

3. Bentuk-bentuk system pendidikan segregasi:

 Sekolah Luar Biasa


 Sekolah Dasar Luar Biasa
 Kelas Jauh/Kelas Kunjung
 Sekolah Berasrama
 Hospital School

PENDIDIKAN INTEGRASI

1. Hakikat Pendidikan Integraasi

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak dengan disabilias kurang,
belajar bersama anak pada umumnya, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan
secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Hal
ini disebabkan salah satunya karena kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli
yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak dengan disabilitas kurang atau
rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau
menerima mereka karena berbagai alasan di atas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi
disekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun
kita harus berani memulai supaya anak dengan disabilitas kurang mendapat tempat dan
penanganan yang terbaik.

Konsep pendidikan integrasi memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:

 Menempatkan anak dengan disabilitas dengan anak pada umumnya secara penuh
 Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani,
intuisi
 Mengintegrasikan pendidikan anak autis dengan pendidikan pada umumnya
 Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
 Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk social

Konsekuensi dari perubahan-perubahan tersebut adalah bahwa beberapa siswa yang mungkin
sebelumnya menghabiskan seluruh waktu sekolahnya dalam lingkungan yang terpisah,
sekarang akan mempunyai kelas regular. Oleh karena itu merupakan hal yang penting bahwa
guru kelas regular merasa berkopeten untuk mengajar semua siswa.

1. Istilah Integrasi

Istilah yang luas untuk merujuk pada bersekolahnya seorang anak berkebutuhan khusus pada
sekolah regular. Dapat diartikan pada proses memindahkan seorang siswa pada lingkungan
yang tidak terlalu terpisah. Seorang anak berkebutuhan khusus yang bersekolah pada sekolah
regular, tetapi berada pada unit atau kelas khusus. Meskipun siswa tersebut berada pada kelas
khusus, jelas bahwa apabila kelas tersebut pada sekolah regular, peluang untuk berinteraksi
dengan warga sekolah secara umum jauh lebih besar dari pada anak yang berada pada sekolah
khusus yang terpisah.

Banyak sekolah yang mempunyai kelas khusus mempunyai program khusus untuk
mendorong interaksi antara siswa dengan dan tanpa kebutuhan pendidikan khusus. Misalnya,
pada beberapa sekolah, anak-anak menghabiskan pagi harinya pada kelas khusus dan
siangnya pada kelas regular. Para guru dan asisten dari kelas khusus biasa mendukung
penempatan pada kelas khusus. Peluang-peluang bagi interaksi tersebut, berdasarkan atas
prinsip normalisasi. Jauh mungkin untuk terjadi apabila anak tersebut diintegrasikan pada
sekolah reguler.

PENDIDIKAN INKLUSI
1. Hakikat Pendidikan Inklusi

Sekolah Inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa
reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam program yang sama, dari satu jalan untuk
menyiapkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah pentingnya pendidikan
Inklusif, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun,
akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan
hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan Inklusi
mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana
akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian anak berkebutuhan khusus akan
merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung
jawab. Inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, pada keluarga, pada kelompok
teman sebaya, pada sekolah, dan pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya.

Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem


pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa
untuk berpartisipasi penuh daam pendidikan.  Inklusi merupakan perubahan praktis yang
memberi peluang anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda bisa berhasil
dalam belajar. Perubahan ini tidak hanya menguntungkan anak yang sering tersisihkan,
seperti anak berkebutuhan khusus, tetapi semua anak dan orangtuanya, semua guru dan
administrator sekolah, dan setiap anggota masyarakat.

Inklusi memang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus. Namun, secara luas inklusif
juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti:

1. anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang
digunakan di dalam kelas.
2. anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestasi
dengan baik.
3. anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda.
4. anak yang terinfeksi HIV atau AIDS, dan
5. anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.

Prinsip-prinsip dasar pendidikan inklusi, yang membedakan dengan sistem integrasi, apalagi
segregasi adalah:

1. Semua anak, siapapun dia, memiliki hak untuk menempuh pendidikan di sekolah
mana pun, dan sekolah wajib menerima murid, siapapun dia.
2. Setiap anak/murid adalah individu yang unik, olehkarenanya, sistem pendidikan harus
dibuat fleksibel, memberikan kemungkinan pada guru untuk melakukan penyesuaian,
guna mengakomodasikan kebutuhan khusus setiap siswa.
3. Sistem pendidikan dalam suatu negara harus dibuat satu sistem, dan sistem pendidikan
untuk anak-anak yang menyandang kecacatan merupakan bagian integral dari sistem
pendidikan umum tersebut; bukan terpisah atau khusus.

Guru-guru di sekolah umum harus memiliki wawasan dan keterampilan untuk mengajar
siswa, siapa pun dia. Itu sebabnya, pendidikan/pelatihan untuk guru harus melakukan
penyesuaian dengan sistem ini. Inklusi berarti bahwa sebagai guru bertanggung jawab untuk
mengucapkan bantuan dalam menjaring dan memberikan layanan pendidikan pada semua
anak dari otoritas sekolah, masyarakat, keluarga, lembaga pendidikan, layanan kesehatan,
pemimpin masyarakat, dan lain-lain.

1. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN KPENDIDIKAN SEGREGASI

Keuntungan system pendidikan segregasi:

 Rasa ketenangan pada anak luar biasa.


 Komunikasi yang mudah dan lancar.
 Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak.
 Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa
 Mudahnya kerjasama dengan multidisipliner.
 Sarana dan prasarana yang sesuai.
 Merasa diakui kesamaan haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh
pendidikan.
 Dapat mengembangakan bakat ,minta dan kemampuan secara optimal.
 Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal.
 Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
 Harga diri anak luar biasa meningkat.
 Dapat menumbuhkan motipasi dalam belajar.
 Guru lebih mudah untuk merencanakan dan melakukan pembelajaran karena siswanya
homogen.
 Siswa tidak menjadi bahan ejekan dari siswa lain yang normal.

Kelemahan sistem pendidikan segregasi:

 Sosialisasi terbatas
 Penyelenggaraan pendidikan yang relative mahal
 Bebas bersaing
 Egoistik, menumbuhkan kesenjangan kualitas pendidikan
 Efektif dan efisien untuk kepentingan individu
 Menumbuhkan disintegrasi
 Tidak terikat
 Mahal dan butuh fasilitas banyak Spesifik dan spesialis
 Memperlemah persatuan nasional
 Potensial untuk pengembangan otonomi

1. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN KPENDIDIKAN INTEGRASI

Dibandingkan dengan sistem segregasi, sistem integrasi ini merupakan suatu kemajuan, yaitu:

 Siswa berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan siswa pada


umumnya. Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara
siswa berkebutuhan khusus dan yang tidak, begitu pula sebaliknya. Ini akan
berdampak pada pertumbuhan sikap siswa-siswa tersebut, yang akan bermanfaat pula
kelak jika mereka telah dewasa.
 Siswa berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih kompetitif, karena di
sekolah umum ada lebih banyak siswa dibanding SLB.
 Siswa berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik.
 Siswa berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang dekat
dengan tempat tinggalnya, asal ia memenuhi persyaratan yang diminta; jadi tidak
perlu terpisah dari keluarga mereka.
 Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, anak
berkebutuhan khusus akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa
pada umumnya.

Kelemahan dari sistem integrasi ini adalah siswa anak berkebutuhan khusus harus
menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada. Pada saat-saat
tertentu, kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa diwajibkan mengikuti
mata pelajaran ”menggambar.” Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja siswa yang
merupakan anak berkebutuhan khusus tidak bisa ”menggambar.” Tapi, karena mata pelajaran
ini wajib dengan kurikulum yang ”ketat”, ”tidak fleksibel,” tidaklah dimungkinkan bagi guru
maupun siswa berkebutuhan khusus untuk melakukan ”adaptasi atau subsitusi” –untuk mata
pelajaran ”menggambar” tersebut. Yang dimaksud substitusi adalah menggantikan mata
pelajaran tersebut dengan tugas lain yang memiliki nilai kompetensi sama. Misalnya,
menggambar adalah mata pelajaran yang melatih kreatifitas otak kanan untuk bidang visual;
bisa digantikan dengan tugas lain yang memiliki tujuan kompetensi sama atau setara,
misalnya mengarang.

 
 

1. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN KPENDIDIKAN INKLUSI

Keuntungan sistem pendidikan Inklusi:

Keuntungan dari pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya
dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di
masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing.

Kelemahan sistem pendidikan inklusi :

Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan


ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusif menunjukkan betapa sistem
pendidikan inklusi belum benar – benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum
pendidikan umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak –
anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya program
pendidikan inklusif hanya terkesan program eksperimental.

JAWABAN NO 5
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa: “warga negara
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus” (Pasal 5; ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa “setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuannya” (pasal 12; ayat 1b). Hal ini merupakan berita
yang menggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat
kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya. Anak
berbakat adalah anak yang memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika
dibandingkan dengan anak-anak seusianya.

1. Definisi Anak berbakat

Anak berbakat adalah mereka yang memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul dan
mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak berbakat memerlukan pelayanan
pendidikan khusus untuk membantu mereka mencapai prestasi sesuai dengan bakat-
bakat mereka yang unggul. Bakat” (aptitude) pada umumnya diartikan sebagai
kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar
dapat terwujud. Berbeda dengan bakat, “kemampuan” merupakan daya untuk
melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan
menunjukkan bahwa suatu tindakan (performance) dapat dilakukan sekarang.
Sedangkan bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat
dilakukan dimasa yang akan datang. Bakat dan kemampuan menentukan “prestasi”
seseorang. Jadi prestasi itulah yang merupakan perwujudan dari bakat dan kemampuan.
 

2. Ciri-Ciri Anak berbakat

Ciri-ciri anak berbakat menurut Martinson (1974) adalah sebagai berikut:

1. Gemar membaca pada usia lebih muda


2. membaca lebih cepat dan lebih banyak
3. memiliki perbendaharaan kata yang luas
4. mempunyai rasa ingin tahu yang kuat
5. mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah “dewasa”
6. mempunyai inisiatif, dapat bekerja sendiri
7. menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal
8. memberi jawaban-jawaban yang baik
9. dapat memberikan banyak gagasan
10. luwes dalam berpikir
11. terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan
12. mempunyai pengamatan yang tajam
13. dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati
14. berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri
15. senang mencoba hal-hal baru
16. mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi
17. senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah
18. cepat menangkap hubungan-hubungan (sebab akibat)
19. berperilaku terarah kepada tujuan
20. mempunyai daya imajinasi yang kuat
21. mempunyai banyak kegemaran (hobi)
22. mempunyai daya ingat yang kuat
23. tidak cepat puas dengan prestasinya
24. peka (sensitif) dan menggunakan firasat (intuisi)
25. menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
 

Anak-anak berbakat biasanya ditandai pula dengan: 

1. Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi; biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes
inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.
2. Bakat istimewa dalam bidang tertentu; misalnya bidang bahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini
biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.
3. Kreativitas yang tinggi dalam berpikir; yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
4. Kemampuan memimpin yang menonjol; yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi
orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
5. Prestas-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain; misalnya dalam seni musik, drama, tari,
lukis, dan lain-lain.
 

3. Tanda-tanda Umum Anak Berbakat

Sejak usia dini sudah dapat dilihat kemungkinan ada atau tidaknya bakat tertentu dari
anak. Sebagai contoh: “anak yang baru berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih
alat-alat mainan untuk anak berumur 6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah
mampu membaca buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka
akan sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka harapkan.”
Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak
serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia
tiga tahun, jika sedang bermain ia terlihat seperti anak seusianya, tetapi jika sedang
membaca ia menampilkan sikap seperti anak berusia 10 tahun, jika mengerjakan soal
matematika ia seperti anak berusia 12 tahun, dan jika berbicara seperti anak berusia
lima tahun.

Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih
cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya.
Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalami kewalahan, bahkan sering
merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa
biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus.
Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi “kehausan” akan
informasi.

Di kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar. Anak-anak berbakat sering tidak
menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang
kurang menyenangkan, misalnya: tulsiannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara
guru mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya.
Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yang tidak diajarkan
di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang teratur karena ada perbedaan
perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan
motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk menulis. Perkembangan pikirannya
jauh lebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga seringkali ada
perbedaan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasanya, sehingga dia
menjadi berbicara agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di
mulutnya. Tapi itu tidak terjadi pada semua anak berbakat, hanya beberapa dari mereka
saja.

4. Tujuan dari pendidikan anak berbakat

Tujuan pendidikan anak berbakat adalah agar mereka menguasai sistem konseptual
yang penting sesuai dengan kemampuannya, memiliki keterampilan yang
menjadikannya mandiri dan kreatif, serta mengembangkan kesenangan dan kegairahan
belajar untuk berprestasi.

5. Kebutuhan dan Pelayanan bagi Anak Berbakat

Kebutuhan pendidikan anak berbakat ditinjau dari kepentingan anak berbakat itu sendiri,
yaitu yang berhubungan dengan pengembangan potensinya yang hebat. Untuk
mewujudkan potensi yang hebat itu, anak berbakat membutuhkan peluang untuk
mencapai aktualisasi potensi yang dimilikinya melalui penggunaan fungsi otak, peluang
untuk berinteraksi, dan pengembangan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar
berprestasi. Dari segi kepentingan masyarakat, anak berbakat membutuhkan
kepedulian, pengakomodasian, perwujudan lingkungan yang kaya dengan pengalaman,
dan kesempatan anak berbakat untuk berlatih secara nyata.
Selanjutnya dalam menentukan jenis layanan bagi anak berbakat perlu memperhatikan
beberapa komponen. Komponen persiapan penentunan jenis layanan seperti:
Mengidentifikasi anak berbakat merupakan hal yang tidak mudah, karena banyak anak
berbakat yang tidak menampakkan keberbakatannya dan tidak dipupuk. Untuk
mengidentifikasi anak berbakat, perlu menentukan alasan atau sebab mencari mereka
sehingga dapat menentukan alat indentifikasi yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Misalnya: jika memilih kelompok Matematika, maka pendekatannya harus mengarah
pada penelusuran bakat matematika.

Selanjutnya komponen alternatif implementasi layanan meliputi: ciri khas layanan,


strategi pembelajaran dan evaluasi. Hal-hal yang diperhatikan dalam ciri khas layanan
adalah adaptasi lingkungan belajar seperti usaha pengorganisasian tempat belajar
(sekolah unggulan, kelas khusus, guru konsultan, ruang sumber, dll). Selain itu ada
adaptasi program seperti: usaha pengayaan, percepatan, pencanggihan, dan
pembaharuan program, serta modifikasi kurikulum (kurikulum plus, dan berdiferensiasi).

Berkaitan dengan strategi pembelajaran bahwa strtategi pembelajaran yang dipilih harus
dapat mengembangkan kemampuan intetelektual dan non intelektual serta dapat
mendorong cara belajar anak berbakat. Karena itu anak berbakat membutuhkan model
layanan khusus seperti bidang kognitif-afektif, moral, nilai, kreativitas, dan bidang-
bidang khusus. Evaluasi pembelajaran anak berbakat menekankan pada pengukuran
dengan acuan kriteria dan pengukuran acuan norma.

Pemberian program khusus untuk pendidikan anak berbakat ini dibuat karena anak-anak
berbakat mempunyai kebutuhan pendidikan khusus. Anak-anak ini telah menguasai
banyak konsep ketika mereka ditempatkan di satu kelas tertentu, sehingga sebagian
besar waktu sekolah mereka akan terbuang percuma. Mereka mempunyai kebutuhan
yang sama dengan siswa-siswa lainnya, yaitu kesempatan yang konsisten untuk belajar
bahan baru dan untuk mengembangkan perilaku yang memungkinkan mereka mengatasi
tantangan dan perjuangan dalam belajar sesuatu yang baru. Akan sangat sulit bagi
anak-anak berbakat ini memenuhi kebutuhan tersebut bila mereka ditempatkan dalam
kelas yang heterogen.(Winebrenner & Devlin, 1996).

Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan dan minat yang berbeda dari
kebanyakan anak-anak sebayanya, maka agak sulit jika anak berbakat dimasukkan pada
sekolah tradisional, bercampur dengan anak-anak lainnya. Di kelas-kelas seperti itu
anak-anak berbakat akan mendapatkan dua kerugian, yaitu:

(1) anak berbakat akan frustrasi karena tidak mendapat pelayanan yang dibutuhkan,

(2) guru dan teman-teman kelasnya akan bisa sangat terganggu oleh perilaku anak
berbakat tadi.

Beberapa pelayanan yang dapat diberikan pada anak berbakat adalah: 

1. Menyelenggarakan program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat. Program akselerasi ini yaitu
dengan cara “lompat kelas”, artinya, anak dari Taman Kanak-Kanak misalnya tidak harus melalui
kelas I Sekolah Dasar, tetapi langsung ke kelas II, atau bahkan ke kelas III Sekolah Dasar. Demikian
juga dari kelas III Sekolah Dasar bisa saja langsung ke kelas V jika memang anaknya sudah matang
untuk menempuhnya. Jadi program akselerasi dapat dilakukan untuk seluruh mata pelajaran (akselerasi
kelas atau akselerasi untuk beberapa mata pelajaran saja). Dalam program akselerasi untuk seluruh
mata pelajaran berarti anak tidak perlu menempuh kelas secara berturutan, tetapi dapat melompati
kelas tertentu, misalnya anak kelas I Sekolah Dasar langsung naik ke kelas III. Dapat juga program
akselerasi hanya diberlakukan untuk mata pelajaran yang luar biasa saja. Misalnya saja anak kelas I
Sekolah Dasar yang berbakat istimewa dalam bidang matematika, maka ia diperkenankan menempuh
pelajaran matematika di kelas III, tetapi pelajaran lain tetap di kelas I. Demikian juga kalau ada anak
kelas II Sekolah Dasar yang sangat maju dalam bidang bahasa Inggris, ia boleh mengikuti pelajaran
bahasa Inggris di kelas V atau VI.
2. Home-schooling (pendidikan non formal di luar sekolah). Cara lain yang dapat ditempuh selain model
akselerasi adalah memberikan pendidikan tambahan di rumah atau di luar sekolah, yang sering disebut
home-schooling. Dalam home-schooling orang tua atau tenaga ahli yang ditunjuk bisa membuat
program khusus yang sesuai dengan bakat istimewa anak yang bersangkutan. Pada suatu ketika jika
anak sudah siap kembali ke sekolah, maka ia bisa saja dikembalikan ke sekolah pada kelas tertentu
yang cocok dengan tingkat perkembangannya.
3. Menyelenggarakan kelas-kelas tradisional dengan pendekatan individual. Dalam model ini biasanya
jumlah anak per kelas harus sangat terbatas sehingga perhatian guru terhadap perbedaan individual
masih bisa cukup memadai, misalnya maksimum 20 anak. Masing-masing anak didorong untuk belajar
menurut ritmenya masing-masing. Anak yang sudah sangat maju diberi tugas dan materi yang lebih
banyak dan lebih mendalam daripada anak lainnya; sebaliknya anak yang agak lamban diberi materi
dan tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Demikian pula guru harus siap dengan
berbagai bahan yang mungkin akan dipilih oleh anak untuk dipelajari. Guru dalam hal ini menjadi
sangat sibuk dengan memberikan perhatian individual kepada anak yang berbeda-beda tingkat
perkembangan dan ritme belajarnya.
4. Membangun kelas khusus untuk anak berbakat. Dalam hal ini anak-anak yang memiliki
bakat/kemampuan yang kurang lebih sama dikumpulkan dan diberi pendidikan khusus yang berbeda
dari kelas-kelas tradisional bagi anak-anak seusianya. Kelas seperti ini pun harus merupakan kelas
kecil di mana pendekatan individual lebih diutamakan daripada pendekatan klasikal. Kelas khusus
anak berbakat harus memiliki kurikulum khusus yang dirancang tersendiri sesuai dengan kebutuhan
anak-anak berbakat. Sistem evaluasi dan pembelajarannyapun harus dibuat yang sesuai dengan
kebutuhan mereka.
 

Kemampuan dasar atau bakat yang luar biasa yang dimiliki seorang anak memerlukan
serangkaian perangsangan (stimulasi) yang sistematis, terencana dan terjadwal agar
apa yang dimiliki, menjadi actual dan berfungsi sebaik-baiknya. Membiarkan seorang
anak berkembang sesuai dengan azas kematangan saja akan menyebabkan
perkembangan menjadi tidak sempurna dan bakat-bakat yang luar biasa yang
sebenarnya mempunyai potensi untuk bisa diperkembangkan menjadi tidak berfungsi.

Tanpa pendidikan khusus yang meliputi pengasuhan yang baik, pembinaan yang
terencana dan perangsangan yang tepat, mustahil seorang anak akan bisa begitu saja
mengembangkan bakat-bakatnya yang baik dan mencapai prestasi yang luar biasa.
Tanpa pendidikan khusus, bakat-bakat yang dimiliki akan terpendam (latent) atau hanya
muncul begitu saja dan tidak berfungsi optimal.

Faktor yang perlu diperhatikan agar mencapai hasil yang diharapkan yakni: 

1. Faktor yang ada pada anak itu sendiri, yaitu perlunya mengenal anak. Mengenal dalam arti mengetahui
semua ciri khusus yang ada pada anak secara obyektif.
2. Faktor kurikulum yang meliputi:
 
Isi dan cara pelaksanaan yang disesuaikan dengan keadaan anak (child centered).
Kurikulum pada pendidikan khusus tidak terlepas dari kurikulum dasar yang diberikan
untuk anak lain. Kurikulum khusus diarahkan agar perangsangan-perangsangan yang
diberikan mempunyai pengaruh untuk menambah atau memperkaya program dan tidak
semata-mata untuk mempercepat berfungsinya sesuatu bakat luar biasa yang dimiliki.
Isi kurikulum harus mengarah pada perkembangan kemampuan anak yang berorientasi
inovatif dan tidak reproduktif serta berorientasi untuk mencapai sesuatu yang tidak
hanya sekedar memunculkan apa yang dimiliki tanpa dilatih menjadi kreatif. Hal lain
yang penting adalah tersedianya faktor lingkungan yang berfungsi menunjang. Tujuan
institusional dan instruksional serta isi kurikulum yang disusun secara khusus bagi anak
berbakat membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai.

Guru yang melaksanakan tugas-tugas kurikuler yang telah digariskan mempunyai


peranan yang penting agar apa yang akan diajarkan bisa merangsang perkembangan
seluruh potensi yang dimiliki serta berhasil melatih setiap aspek yang berkembang
memperlihatkan fungsi-fungsi kreatif dan produktif.

Mengenai pelaksanaan pendidikan khusus untuk anak berbakat pada umumnya


dikelompokkan dalam tiga bentuk:

1. “Pemerkayaan” yaitu pembinaan bakat dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar tambahan
yang bersifat pendalaman kepada anak berbakat setelah yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas
yang diprogramkan untuk anak pada umumnya (independent study, projects, dan sebagainya).
2. “Percepatan” yaitu cara penanganan anak berbakat dengan memperbolehkan anak naik kelas secara
melompat, atau menyelesaikan program reguler di dalam jangka waktu yang lebih singkat. Variasi
bentuk-bentuk percepatan adalah antara lain early admission, advanced placement, advanced courses.
3. “Pengelompokan Khusus” dilakukan secara penuh atau sebagian, yaitu bila sejumlah anak berbakat
dikumpulkan dan diberi kesempatan untuk secara khusus memperoleh pengalaman belajar yang sesuai
dengan potensinya.
 

Selain bentuk-bentuk pembinaan tersebut di atas, ada pula cara-cara pembinaan yang
lebih bersifat informal, misalnya dengan pemberian kesempatan meninjau lembaga-
lembaga penelitian-pengembangan yang relevan, atau pengadaan perlombaan-
perlombaan.

Penyiapan Guru Untuk Anak Berbakat

Kualifikasi guru untuk anak berbakat dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 

1. kualifikasi profesi; Persyaratan profesional / pendidikan antara lain meliputi: Sudah berpengalaman
mengajar, Menguasai berbagai teknik dan model belajar mengajar, bijaksana dan kreatif mencari
berbagai akal dan cara, mempunyai kemampuan mengelola kegiatan belajar secara individual dan
kelompok, menguasai teknik dan model penilaian, mempunyai kegemaran membaca dan belajar.
2. kualifikasi kepribadian, Persyaratan kepribadian antara lain: bersikap terbuka terhadap hal-hal baru,
peka terhadap perkembangan anak, mempunyai pertimbangan luas dan dalam, penuh pengertian,
mempunyai sikap toleransi, mempunyai kreativitas yang tinggi, bersikap ingin tahu.
3. kualifikasi hubungan social ; persyaratan hubungan sosial antara lain: dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan, mudah bergaul dan mampu memahami dengan cepat tingkah laku orang lain (S.C.U.
Munandar, 1981)
 
Implikasi bagi guru anak berbakat disimpulkan oleh Barbie dan Renzulli (1975) sebagai
berikut: 

1. guru perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya dipengaruhi oleh apa yang
dilakukan guru, tetapi juga bagaimana guru melakukannya.
2. guru perlu memiliki pengertian tentang keterbakatan
3. guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai dengan perkembangan yang unggul
dari kemampuan-kemampuan anak.
4. Guru memberikan tantangan daripada tekanan
5. Guru tidak hanya memperhatikan produk atau hasil belajar siswa, tetapi lebih-lebih proses belajar.
6. Guru lebih baik memberikan umpan balik daripada penilaian
7. Guru harus menyediakan beberapa alternatif strategi belajar
8. Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa harga diri anak serta
dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam menentukan pendapat dan keputusan.
 

Peran Orang Tua dalam Memupuk Bakat dan Kreativitas Anak

Orang tua yang bijaksana dapat membedakan antara memberi perhatian terlalu banyak
atau terlalu sedikit, antara memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan
bakat dan minatnya dan memberi tekanan untuk berprestasi semaksimal mungkin.

Ada beberapa hal yang memudahkan orang tua agar lebih mantap dalam menghadapi
dan membina anak berbakat (Ginsberg dan Harrison, 1977; Vernon, 1977) diantaranya
adalah: 

1. anak berbakat itu tetap anak dengan kebutuhan seorang anak. Jika ada anak-anak lain dalam keluarga,
janganlah membandingkan anak berbakat dengan kakak-adiknya atau sebaliknya.
2. Sempatkan diri untuk mendengarkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya
3. Berilah kesempatan seluas-luasnya untuk memuaskan rasa ingin tahunnya dengan menjajaki macam-
macam bidang, namun jangan memaksakan minat-minat tertentu.
4. Berilah kesempatan jika anak ingin mendalami suatu bidang, karena belum tentu kesempatan itu ada di
sekolah.
5. Kerjasama Antara Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
 

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama keluarga (orang tua), sekolah, dan
masyarakat. Keluarga dan sekolah dapat bersama-sama mengusahakan pelayanan
pendidikan bagi anak berbakat, misalnya dalam memandu dan memupuk minat anak.
Tokoh-tokoh dalam masyarakat dapat menjadi “tutor” untuk anak berbakat yang
mempunyai minat yang sama.

6. Pergaulan Anak Berbakat

Anak berbakat akan lebih suka bergaul dengan anak-anak yang lebih tua dari segi usia,
khususnya mereka yang memiliki keunggulan dalam bidang yang diminati. Misalnya saja
ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat suka bermain catur dengan orang-orang
dewasa, karena jika ia bermain dengan teman sebayanya rasanya kurang berimbang.
Dalam hal ini para orang tua dan guru harus memakluminya dan membiarkannya sejauh
itu tidak merugikan perkembangan yang lain.
Di dalam keluarga, orangtua mencarikan teman yang cocok bagi anak-anak berbakat
sehingga ia tidak merasa kesepian dalam hidupnya. Jika ia tidak mendapat teman yang
cocok, maka tidak jarang orang tua dan keluarga, menjadi teman pergaulan mereka.
Umumnya anak berbakat lebih suka bertanya jawab hal-hal yang mendalam daripada
hal-hal yang kecil dan remeh. Kesanggupan orang tua dan keluarga untuk bergaul
dengan anak berbakat akan sangat membantu perkembangan dirinya.

Anda mungkin juga menyukai