Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KOMUNIKASI

TUNA RUNGU

Dosen Pembimbing :

Ns. Novi Herawati Sp,S,Kep.J

Kelas 2B

Anggota Kelompok 2:

1. Anisa Febiola (223210363)


2. Aurel indah merizyag(223210364)
3. Fingki purnama sari(223210369)
4. Gesi Ratna Sari(223210370)
5. Hamid al amin(223210371)
6. Ifaza fadilla(223210373)
7. Indah ayu putri(223210374)
8. Riska farianti(223210392)
9. Wiranda gustiani putri(2232103400)

PRODI D III KEPERAWATAN SOLOK


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2023 / 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ TUNA RUNGU ".

Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas dari Ibu makalah ini diharapkan dapat
menjadi penambah wawasan bagi pembaca serta bagi penulis sendiri.Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Ns. Novi Herawati Sp,S,Kep.J , pada mata kuliah komunikasi yang
sudah mempercayakan tugas ini kepada penulis, sehingga sangat membantu penulis untuk
memperdalam pengetahuan pada bidang studi yang sedang ditekuni.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah berbagi
pengetahuannya kepada penulis, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Solok, 1 November 2023

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi pendengaran, baik sebagian
maupun seluruhnya yang berdampak kompleks dalam kehidupannya. Anak tunarungu secara
fisik terlihat seperti anak normal, tetapi bila diajak berkomunikasi barulah terlihat bahwa anak
mengalami gangguan pendengaran. Anak tunarungu tidak berarti anak itu tunawicara, akan tetapi
pada umumnya anak tunarungu mengalami ketunaan sekunder yaitu tunawicara. Penyebabnya
adalah anak sangat sedikit memiliki kosakata dalam sistem otak dan anak tidak terbiasa
berbicara.Anak tunarungu memiliki tingkat intelegensi bervariasi dari yang rendah hingga jenius.
Anak tunarungu yang memiliki intelegensi normal pada umumnya tingkat prestasinya di sekolah
rendah. Hal ini disebabkan oleh perolehan informasi dan pemahaman bahasa lebih sedikit bila
dibanding dengan anak mampu dengar. Anak tunarungu mendapatkan informasi dari indera yang
yang masih berfungsi, seperti indera penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman.

Anak tunarungu mendapat pendidikan khusus di lembaga informal dan formal. Pendidikan
informal yang menangani anak tunarungu yaitu LSM, organisasi penyandang cacat, posyandu
dan klinik-klinik anak berkebutuhan khusus. Lembaga pendidikan formal yang menangani anak
tunarungu adalah home schooling, sekolah inklusi, dan Sekolah Luar Biasa SLB).
Penyelenggaraan pendidikan khusus tersebut termuat dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan khusus yang dimaksud yaitu pemberian
layanan pendidikan sesuai kebutuhan anak tunarungu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari tuna rungu

2. Apa Klasifikasi tuna rungu

3 Apa.karakteristik tuna rungu

4. Apa penyebab tuna rungu

5.Apa prilaku anak tuna rungu


C.Tujuan

1. Untuk Mengetahui Apa pengertian dari tuna rungu


2. Untuk Mengetahui Apa Klasifikasi tuna rungu
3. Untuk Mengetahui Apa.karakteristik tuna rungu
4. Untuk Mengetahui Apa penyebab tuna rungu
5. Mengetahui prilaku anak tuna rungu
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Tuna Rungu

Tuna rungu adalah istilah yang berasal dari kata tuna dan rungu, di mana tuna artinya
adalah kurang, sedangkan rungu artinya yaitu pendengaran. Tuna rungu adalah istilah yang kerap
juga disebut dengan kata lainnya yang berkaitan dengan kelanan pendengaran, seperti tuli, cacat
dengar, kurang dengar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tuna rungu adalah tidak dapat mendengar.
Tuna rungu adalah istilah yang juga dikenal dengan sebutan tuli. Sementara itu, Tuli dengan
huruf besar artinya adalah tidak bisa mendengar dan menggunakan bahasa isyarat untuk
berkomunikasi.Seseorang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu atau kurang mampu
mendengar suara. Melansir SLB Lentera Hari, tuna rungu adalah suatu kondisi atau keadaan dari
seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan indera pendengaran sehingga tidak
mampu menangkap rangsangan berupa bunyi, suara, atau rangsangan lain melalui
pendengaran.Sementara itu, secara medis tunarungu atau ketunarunguan artinya kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan non fungsi dari
sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran.

Tunarungu atau ketunarunguan adalah kekurangan atau kehilangan pendengaran yang


mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan dan
pendidikan khusus. Tunarungu adalah suatu kondisi atau keadaan dari seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan indera pendengaran sehingga tidak mampu menangkap
rangsangan berupa bunyi, suara atau rangsangan lain melalui pendengaran.

Definisi Anak Tunarungu menurut Lidya Dwi Apriyanti,dkk(2023) Istilah tunarungu (tuli)
dalam bahasa Indonesia diambil. dari kata "tuna" dan "rungu". Tuna artinya kurang dan rungu
berarti mendengar. Dengan demikian, tunarungu dapat didefinisikan sebagai orang yang tidak
mampu mendengar atau kurang mampu mempersepsi suara. Tunarungu dapat diartikan sebagai
suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Meskipun secara fisik anak tuna
rungu hampir sama dengan anak normal pada umumnya, namun anak tunarungu mempunyai
ciri-ciri yang sering terjadi pada mereka, ciri-ciri tersebut diantaranya, sering tampak bingung
dan melamun, sering bersikap tak acuh, kadang bersifat agresif, perkembangan sosialnya
terbelakang, keseimbangannya kurang, kepalanya sering miring, sering meminta agar orang mau
mengulang kalimatnya, jika bicara sering membuat suara- suara tertentu, jika bicara sering
menggunakan tangan, jika bicara sering terlalu keras atau sebaliknya
B.Klasifikasi Tuna Rungu

Menurut Lidya Dwi Apriyanti,dkk(2023)

Klasifikasi Anak Tunarungu Berikut ini adalah klasifikasi dari anak tunarungu, antara lain yaitu:

1. Tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight losses).

2. Tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild losses).

3. Tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB (moderate losses).

4. Tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe loses).

5. Tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB keatas (profoundly loses).

menurut Hamid (2017, hlm. 6-8) adalah sebagai berikut. Klasifikasi tunarungu dapat diukur dan
dinyatakan dengan menggunakan satuan bunyi decibel (dB). Berdasarkan satuan tersebut,
klasifikasi dari ketunarunguan

1.Tunarungu ringan (27–40 Db)

Merupakan anak 1.Tunarungu yang tergolong memiliki hambatan pendengaran yang ringan sulit
mendengar suara dari jarak jauh sehingga membutuhkan terapi bicara agar mampu
mengembangkan bahasanya.

2.Tunarungu sedang (41 – 55 Db)

Merupakan individu tunarungu yang tergolong memiliki hambatan sedang mengerti percakapan
dengan jarak 1-2 m secara berhadapan.

3.Tunarungu agak berat (56 – 70 Db)

Merupakan orang tunarungu yang tergolong hambatan agak berat hanya bisa mendengar suara
dengan jarak dekat dan memerlukan alat bantu pedengaran. Dengan demikian diperlukan latihan
pendengaran serta latihan mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa.

4.Tunarungu berat (70 – 90 Db)

Merupakan individu tunarungu yang tergolong memiliki hambatan yang berat yang hanya bisa
mendengar suara-suara keras dari jarak dekat. Hal ini berarti membutuhkan pendidikan khusus
secara intensif, alat bantu dengar serta latihan untuk mengembangkan kemampuan dalam bicara
dan bahasanya.
5.Tunarungu berat sekali (90 Db – lebih)

Merupakan Anak Tunarungu yang tergolong memiliki hambatan pendengaran yang berat sekali
mungkin ia masih mendengar suara keras sekali, tetapi mereka lebih menyadari suara melalui
getaran dari pada dari pada pola suara dan selalu mengandalkan penglihatannya dari pada
pendengarannya. Dengan demikian berarti dalam berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat
dan membaca ujaran.

C. Karakteristik Tuna Rungu

Menurut Lidya Dwi Apriyanti,dkk(2023) Karakteristik Anak Tunarungu Karakteristik anak


tunarungu dari segi fisik tidak memiliki karakteristik yang khas, karena secara fisik anak
tunarungu tidak mengalami gangguan yang terlihat. Sebagai dampak ketunarunguannya, anak
tunarungu memiliki karakteristik yang kh as dari segi yang berbeda. Somad dan Hernawati,
mendeskripsikan karakteristik ketunarunguan dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara,
emosi, dan sosial.

1. Karakteristik dari Segi Intelegensi Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak
normal yaitu tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki
inteligensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada
prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam
mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan,
anak tunarungu memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal.
Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah
namun karena anak tunarungu tidak dapat dan motorik akan berkembang dengan cepat.

2. Karakteristik dari Segi Bahasa dan Bicara Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa
dan berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya, karena anak tunarungu tidak
bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam
berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam
berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dari membaca, menulis dan berbicara, sehingga
anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu
memerlukan penanganan khusus dan lingkungan berbahasa yang intensif untuk
meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu
akan berkembang dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta
latihan dan bimbingan secara profesional .

3. Karakteristik dari Segi Emosi dan Sosial Penderita tunarungu umumnya dikucilkan
dalam hidup bermasyarakat. Hal ini menyebabkan timbulnya beberapa efek negatif
seperti egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan
lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih
sukar dialihkan, umumnya memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan
lebih mudah marah serta cepat tersinggung.

Menurut Sutjihati (2006), karakteristik anak yang mengalami tunarungu adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik fisik

Cara berjalannya kaku dan sedikit bungkuk, gerakan matanya cepat, agak beringas, gerakan
tangan dan kakinya cepat atau lincah, pernafasannya pendek dan agak terganggu.

b. Karakteristik intelegensi

Secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi anak normal pada umumnya.
Namun demikian secara fungsional intelegensi anak tunarungu di bawah anak normal
disebabkan oleh kesulitan anak tunarungu dalam memahami bahasa karena terbatasnya
pendengaran. Anak-anak tunarungu sulit dapat menangkap pengertian yang abstrak, sebab untuk
dapat menangkap pengertian yang abstrak diperlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan
maupun bahasa tulisan. Tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu terhambat, yang
mengalami hambatan hanya bersifat verbal, misalnya dalam merumuskan pengertian, menarik
kesimpulan, dan meramalkan kejadian.

c. Karakteristik emosi

Emosi anak tunarungu selalu bergolak, di satu pihak karena kemiskinan bahasanya dan di lain
pihak karena pengaruh-pengaruh dari luar yang diterimanya. Keterbatasan yang terjadi dalam
komunikasi pada anak tunarungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Anak
tunarungu mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk memahami dan
mengikutinya secara menyeluruh sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga,
dan kurang percaya diri.
d. Karakteristik sosial

Dalam pergaulan anak tunarungu cenderung memisahkan diri terutama dengan anak normal, hal
ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan untuk melakukan komunikasi secara lisan.

e. Karakteristik bahasa

Miskin dalam kosakata, sulit dalam mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung
arti kiasan, sulit mengartikan kata-kata abstrak, kurang menguasai irama dan gaya bahasa. Hal
ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman
pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan sehingga para anak
tunarungu sangat terbatas dalam segi bahasa.

D. Penyebab Tuna Rungu

Penyebab Terjadinya Anak Tunarungu menurut purwowibowo,dkk(2019),Seperti anak-


anak normal lainnya, anak tunarungu juga memiliki kemampuan intelektual. Kemampuan
intelektual tersebut ada yang tinggi, sedang, dan ada yang rendah. Kesulitan yang dialami
anak tunarungu berupa keterbatasan kemampuan untuk mendengar. Oleh karenanya, anak
tunarungu mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Hal tersebut menyebabkan
ketertinggalan siswa tunarungu dalam segi pendidikan dibandingkan dengan siswa normal
lainnya. Oleh karena itu perlu dilaksanakanupaya untuk tetap mengembangkan potensi dan
kemampuan intelektual siswa tunarungu.

Pada umumnya, beberapa faktor yang menjadi penyebab tunarungu terjadi karena beberapa
hal, seperti kesehatan ibu ketika mengandung. Faktor penyebab Tunarungu lainnya adalah
faktor keturunan (heredity). Tunarungu karena faktor keturunan (heredity deafness)
merpupakan istilah yang umum digunakan. Koningsmark menyebutkan bahwa kondisi ini
disebabkan 16 macam faktor yang kemudian dibedakan oleh tipe perubahan (transmission)
seperti dominan, resesif, dan sex linked; berdasarkan tipe kehilangan pendengaran (konduktif
dan sensorineural); berdasarkan frekuensi nada yang dibuat (ketulian nada rendah,)

Secara etiologis, menurut Purwowibowo,dkk(2019)faktor penyebab ketunarunguan


dibedakan menjadi:

1. Tunarungu yang terjadi sebelum kelahiran Penyebab seorang anak dapat menjadi tunarungu
sebelum lahir dapat terjadi karena beberapa faktor. Pertama, salah satu atau kedua orang tua anak
menderita tunarungu atau membawa gen abnormal pembawa sifat tunarungu (gen dominan atau
gen resesif)Kedua, diakibatkan penyakit ketika sang ibu sedang mengandung, terutama penyakit
yang menyerang pada trimester pertama ketika pembentukan ruang telinga. Ketiga, akibat
keracunan obat-obatan ketika sang ibu sedang hamil, hingga diakibatkan obat penggugur
kandungan
2. Tunarungu yang terjadi saat kelahiran Seorang anak dapat menjadi tunarungu ketika lahir
akibat proses persalinan, seperti sang ibu yang dibantu menggunakan alat penyedotan (tang)
untuk membantu proses kelahiranSelain itu, bayi prematur atau lahir sebelum waktunya juga
berpotensi terlahir sebagai tunarungu

3.Tunarungu yang terjadi setelah kelahiran (post-natal) Seorang anak dapat menjadi
tunarungu setelah lahir akibat beberapa hal. Pertama, karena infeksi yang disebabkan bakteri,
infeksi yang menyerang otak, atau infeksi yang bersifat umum. Kedua, anak yang diberi
obat- obatan ototoksik. Ketiga, Karena kecelakaan yang dialami anak-anak, sehingga
mengakibatkan kerusakan alat pendengaran telinga bagian dalam.

E.Prilaku Anak Tuna Rungu

Anaka tuna rungu memiliki prilaku yang sama dengan anak normal,beberapa bentuk prilaku
anak tuna rungu yang mencolok dibandingkan dengan anak normal pada umum nya yakni

1. Anak tuna rungu lebih egois


2. Anak tuna rungu tergantung pada orang lain dan lebih dekat dengan apa yang sudah di
kenal
3. Perhatian anak tuna rungu lebih sulit untuk dialihkan
4. Anak tuna rungu lebih memperhatikan yang konkrit
5. Anak tuna rungu bersifat polos,sederhana,tampa banyak masalah
6. Anak tuna rungu mudah marah dan mudah tersinggung
7. Memiliki perasaan takut akan hidup yang lebih besar

Pada umum nya inteligensi anak tuna rungu secara potensial sama dengan anak
normal,tetapi secara fungsional perkembangan nya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan
berbahasanya.

Metode Pendekatan Perubahan Perilaku Anak Tunarungu

Metode yang memanfaatkan percakapan sebagai dasar dari proses pendekatan pada anak
tunarungu untuk merubah perilaku dengan menggunakan bahasa verbal secara spontan dan
reflektif. Langkah-langkah metode tersebut adalah:

a. Mengadakan percakapan dari hati ke hati (Perdati).

b. Membuat video-visual yaitu hasil percakapan anak divisualisasikan atau ditulis di papan
tulis. Visualisasi hasil berupa percakapan dapat berupa cakap balon atau kalimat langsung
maupun tak langsung.
c. Mengadakan percakapan membaca video-visual (Percami) dengan teknik menanyakan
pernyataan, pertanyaan, dan provokasi (menyatakan hal yang sebaliknya).

d. Membuat deposit, yaitu membuat narasi hasil percakapan membaca video visual
(Nahapercami).

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Kemampuan berbahasa anak tunarungu dapat berkembang dengan baik atau sebaliknya dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Khususnya faktor di luar diri anak yaitu orang tua. Orang tua
sebagai pendidik pertama dan utama memberikan pengaruh yang sangat besar terutama dalam
mengembangkan kemampuan bahasa anak tunarungu. Orang tua dituntut untuk dapat menerima
anaknya secara realistis, positif serta mampu menjalankan peran dalam mengembangkan bahasa
anak tunarungu.

Peran orang tua dalam hal ini yaitu mencakup pada penerimaan terhadap anak, memahami
perkembangan bahasa anak, serta terampil dalam menciptakan dan memberikan kesempatan
berbahasa kepada anak sejak dini. Karena, keterampilan berbahasa didapat oleh anak dengan
cara proses meniru, peniruan terjadi apabila ada motivasi dari anak untuk mau berbahasa/bicara
dan motivasi tersebut akan muncul apabila orang tua dapat menjalankan perannya dengan baik.

B.Saran

1. Bagi Orang Tua

Tugas ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan kepada orang tua yang
memiliki anak tunarungu dalam mengembangkan kemampuan berbahasa. Hasil tugas ini
diperoleh gambaran hambatan yang ditemui sekaligus upaya yang dilakukan orang tua anak
tunarungu dalam mengembangkan kemampuan berbahasa. Adapun hal yang dapat dilakukan
orang tua adalah sebagai berikut:

1. Orang tua dapat dan mampu menerima kehadiran anak dan keberadaan diri anak dengan
penuh kasih sayang yang sama seperti terhadap kaka/adik yang normal.
2. Kesediaan dan kesabaran orang tua diharapkan untuk memberi/membina bahasa dengan
cara berulang-ulang. menggunakan bahasa yang mudah dan contoh ucapan yang jelas.
3. Menyediakan waktu atau kesempatan memberi dan menerima bahasa/bicara dimana saja
dan dalam situasi apapun.
4. Kesempatan menerima bahasa dari anak, artinya apabila telah memahami bahasa ia akan
selalu bertanya, maka saat itu orang tua sebaiknya membahasakan bahasa tersebut dan
memberi makna dari bahasa anak.
5. Perlu adanya peningkatan komunikasi/kerjasama orang tua dengan ahli dan lembaga
pendidikan sebagai sumber referensi orang tua

2. Bagi Guru

Tugas seorang guru bukan hanya memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik
namun lebih dari itu guru hendaknya juga mendorong. membimbing, dan memotivasi agar
anak didik nya mampu berkembang secara optimal terutama dalam mengembangkan
kemampuan bahasa anak dalam ruang lingkup pembelajaran di kelas. Guru juga sebaiknya
memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam memberikan pelayanan yang sesuai
untuk anak. Selain itu, untuk membantu berhasilnya proses pengembangan kemampuan anak
dalam pengembangan kemampuan berbahasa, maka perlu adanya komunikasi juga kerjasama
antara guru dan orang tua.
DAFTAR PUSTAKA

1. Winarsih, Murni. 2007. Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu dalam Pemerolehan
Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
2. Hamid, M. (2017). Pembelajaran peserta didik tunarungu pada satuan pendidikan
khusus. Jakarta: Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
3. Sutjihati, Somantri. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
4. Dwi Apriyanti Lidya,dkk.(2023).Multimedia interaktif Kesehatan gigi anak
tunarungu dengan bahasa isyarat berbasis android.penerbit NEM.
5. Purwowibowo,dkk.(2019).Mengenal pembelajaran komunikasi total bagi anak
tunarungu.Penerbit:pandiva buku.

Anda mungkin juga menyukai