Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada umunya kita memiliki kecenderungan menerima begitu saja kemampuan
panca indera kita. Kita melakukan proses melihat, mendengar, mencium, merasakan,
dengan lidah, dan meraba. Namun, tidak sedikit diantara kita yang mengalami gangguan
pada panca indera kita.
Seperti yang akan dibahas pada makalah ini, adalah gangguan pada
pendengaran

(tunarungu).

Dalam

beberapa

hal,kehilangan

pendengaran

dapat

mengakibatkan ketidakmampuan belajar yang lebih serius disbanding kehilangan


penglihatan. Kemahiran dan kemampuan menggunakan bahasa simbol biasanya lebih
sulit bagi anak dengan gangguan pendengaran dibanding anak dengan gangguan
penglihatan.
Maka dari itu, dalam penelitian ini, penulis menyajikan jeni-jenis gangguan
pada pendengaran, serta bagaimana cara memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai
untuk anak dengan ganguan pendengaran.
1.2 Rumusan masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Bagaimana Kajian teori/kajian pustaka Tuna Rungu?


Bagaiaman Identifikasi siswa yang mengalami gangguan tuna rungu?
Bagaimana bentuk ABK tuna rungu?
Apa saja masalah-masalah yang dihadapi ABK tuna rungu?
Bagaimana Layanan Bimbingan Konseling apa yang diberikan kepada anak tuna
rungu?

1.3 Tujuan praktikum


Berdasarkan rumusan masalah diatas, diperoleh tujuan masalah sebagai berikut:

Mengetahui kajian teori/kajian pustaka anak tuna rungu

Mengetahui identitas siswa yang mengalami gangguan tuna rungu

Mengetahui bentuk ABK tuna rungu

Mengetahui masalah-masalah yang dihadapi ABK Tuna Rungu

Mengetahui layanan bimbingan konseling apa yang diberikan kepada anak


tuna rungu
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian teori/kajian pustaka


a. Definisi Tuna Rungu (Gangguan Pendengaran)
Banyak istilah yang sudah kita kenal untuk anak yang mengalami kelainan
pendengaran, misalnya dengan istilah Tuli, Bisu, Tunawicara, Cacat dengar, kurang
dengar, ataupun tunarungu. Istilah-istilah dan pandangan tersebut tidak semuanya
benar, sebab pengertiannya masih kabur dan tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Istilah lain sekarang lazim digunakan dalam dunia pendidikan khususnya
pendidikan luar biasa adalah tunarungu.
Istilah tunarungu diambil dari kata tuna dan rungu, tuna artinya kurang
dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tuna rungu apabila ia tidak mampu
mendengar atau kurang mampu mendengar suara yang pada umumnya ada pada ciri
fisik orang tunarungu.
Kelainan pendengaran atau tunarungu adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak
terhadap kehidupan kompleks. Kelainan pendengaran merupakan hilangnya
kemampuan pendengaran seseorang, baik itu sebagian (hard of hearing) maupun
seluruhnya (deaf). Hal tersebut menyebabkan kemampuan pendengaran orang itu
tidak berfungsi.
Menurut Donald F Moress (1978:3) dalam murni Winarsih (2007),
medefinisikan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan
kesulitan mendengar atau tuli yang memiliki kehilangan pendengaran.
(Nahwah.blogspot.2013.27 Maret)
Menurut Edja Sadjah (2005), Anak tuna rungu/ gangguan pendengaran adalah
anak yang karena berbagai hal menjadikan pendengarannya mendapatkan gangguan
atau mengalami kerusakan sehingga sangat mengganggu aktifitas kehidupannya.
Greg Leigh (1994), mengemukan bahwa anak tuli pada umumnya menderita
ketidakmampuan berkomunikasi lisan (bicara). Biasanya akibat kekurangannya
tersebut akan membawa dampak yauitu terhambatnya perkembangan kemampuan
berbahasa, sehinggan dapat berpengaruh terhadap masalah bahasa dan komunikasi
pada diri.

Kelainan pendengaran atau tunarungu dalam percakapan sehari-hari di


masyarakat awam sering diasumsikan sebagai orang tidak mendengar sama sekali atau
tuli. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa kelainan dalam aspek pendengaran
dapat mengurangi fungsi pendengaran. Namun demikian, perlu dipahami bahwa
kelainan pendengaran dilihat dari derajar ketajamannya untuk mendengar. Asumsinya,
semakin berat kelainan pendengaran, berarti semakin besar intensitas kekurangan
ketajaman pendengarannya.
(pandek.blogspot.2013.27 Maret)
Menurut Rini (2014:8.16) orientasi fisologis menyebutkan bahwa anak yang
tidak dapat mendengar bunyi pada tingkat imtensitas (kenyaringan) tertentu
diklasifikasikan sebagai tuli, selain dari pada itu dipandang sebagai hard of hearing.
Sensitivitas pendengaran diukur dengan decible (dB), dan orang yang tuli adalah
orang yang kehilangan pendengaran sekitar 90 dB atau lebih.
Menurut definisi yang dikembangkan dalam PL-94-142 istilah ganguan pendengaran
(hearing impairment) dipakai dalam menjelaskan baik orang yang benar-benar tuli
maupun yang hanya sulit mendengar.
Sulit mendengar merupakan ganguan pendengaran (hearing impairment)
yang bisa bersifat permanen maupun smentar, yang jelas berpengaruh pada prestasi
pembelajaran anak, namun tidak termasuk definisi tuli pada bagian ini
tuli berarti suatu ganguan pendengaran (hearing impairment) yang sangat berat
sehingga anak tidakbisa melakukan proses informasi bahasa melalui pendengaran,
dengan ataupun tanpa alat pengeras suara, yang dengan jelas mempengaruhi
prestesi pembelajaran akademis (Federal Register, 1977, hlm. 42478 dalam J. David
Smith: 2012).
Jadi tunarungu adalah gangguan pada pendengaran yang dialami oleh sesorang
baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang mengakibatkan
seseorang kesulitan dalam berkomunikasi.

b. Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran

Kirk

(1970)

mengelompokkan

gangguan

pendengaran

(tunarungu)

berdasarkan rentang waktu terjadinya ketunarunguan ke dalam dua jenis,


yaitu:
1)

Prelingual
Yaitu anak yang lahir dengan kelainan pendengarannya pada
masa kanak-kanak sebelum bahasa dan bicaranya terbentuk. Jenjang
ketunarunguan yang dibawa sejak lahir, atau diperoleh pada masa
kanak-kanak

sebelum

bahasa

dan

bicaranya

terbentuk,

ada

kecenderungan termasuk dalam kategori tuna rungu berat.


2)

Postlingual
Yaitu anak lahir dengan pendengaran normal, namun setelah
mencapai usia di mana akan sudah memahami suatu percakapan tibatiba

mengalami

kehilangan

ketajaman

pendengaran.

Jenjang

ketunarunguan yang diperoleh setelah anak memahami percakapan


atau bahasa dan bicaranya sudah terbentuk, ada kecenderungan
termasuk dalam kategori sedang atau ringan.
(E. Kosasih.2012.Hlm173)
Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama
ketunarunguan menurut lokasi anatomi telinga:
1) Conductive loss
Yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau
tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam
telinga.
2) Sensorineural loss
Yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam
telinga atau syaraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi
ke otak.
3) Central auditory processing disorder
Yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses auditer yang mengakibatkan
individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada
gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan
pusat pemerosesan auditer ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila

diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa
yang didengarnya.
(psibkusd.2012.25 Maret)
Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, Ashman dan
Elkins (1994) mengklasifikasikan ketunarunguan ke dalam empat kategori, yaitu:
1) Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment)
Yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40
dB (desibel). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami
sedikit kesulitan dalam percakapan.
2) Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment)
Yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65
dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah
pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat
terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
3) Ketunarunguan berat (severe hearing impairment)
Yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95
dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah
pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin
dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
4) Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment)
Yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB
atau lebih keras. Mendengar percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia
sangat tergantung pada komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu
dengan alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (superpower).
(psibkusd.2012.25 Maret)
c. Karakteristik Anak Yang Mengalami Gangguan Pendengaran
1) Dari segi fisik:
a. Cara berjalan kaku dan anak membungkuk. Hal ini disebabkan terutama terhadap
pendengaran
b. Gerakan matanya cepat agak beringas. Hal ini menunjukkanbahwa ia ingin
menangkap keadaan yang ada disekelilingnya.

c. Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal. Hal tresbut tampak dalam
mengadakan komunikasi dengan gerakan isyarat.
d. Pernapasannya pendek agak terganggu
2) Dari segi intelegensi
Intelegensi merupakan factor yang sangat penting dalam belajar, meskipun
disamping ituada factor-faktor lain yang dapat diabaikan. Begitu saja seperti
kondisi kesulitan, factor lingkungan intelegensi merupakan motor dari
perkembangan siswa.
3) Dari segi sosial
a. Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat.
b. Perasaan cemburu dan salah sangka diperlakukan tidak adil
c. Kurang menguasai irama gaya bahasa.
4) Dari segi emosi:
Emosi kekurangan lisan dan tulisan seringkali menyebabkan siswa tuna rungu akan
menafsirkan sesuatu negative atau salah dala hal pengertiannya. Hal ini karena
tekanan pada emosinya. (Nahwah.blogspot.2013.27 Maret)
Pembahasan mengenai karakteristik anak yang mengalami gangguan pendengaran
meliputi hal-hal berikut ini (suran & Rizzo, 1979; Jonhson, Christie, & Yawkey, 1999).
1. Faktor bahasa
Kerusakan pendengaran membawa akibat dalam perkembangan bahasa. suppes
(Suran & Rizzo, 1979) menyebutkan bahwa keterampilan bahasa yang berkurang
merupakan masalah yang menonjol terjadi pada anak dengan gangguan pendengaran yang
parah. secara historis, anak yang tuli mengalami kesulitan untuk memperoleh bahasa.
Power dan Quigley (Suran & Rizzo, 1979) menemukan adanya perbedaan dalam
struktur dan isi bahasa antara orang yang tuli dan orang yang dapat mendengar. Orang
yang tuli memiliki bahasa tertulis yang lebih kaku dan cenderung memiliki kesalahan yang
lebih banyak dalam tata bahasa.
2. Kemampuan konseptual dan prestasi pendidikan
Terdapat dua sudut pandang berkaitan dalam hal ini (Hallahan &Kauffman, 1988).
Sudut pandang yang pertama menilai bahwa kemampuan konseptual pada anak yang
mengalami gangguan pendengaran lebih rendah karena, menurut sudut pandang ini,
berpikir bergantung pada bahasa, dan bahwa anak yang mengalami gangguan pendengaran
mengalami hambatan dalam bahasa.sudut pandang yang kedua menilai bahwa berpikir

mungkin dilakukan tanpa bahasa sehingga, menurut sudut pandang ini, hanya konsep yang
berhubungan dengan bahasa saja yang sulit untuk dipahami oleh anak yang mengalami
gangguan pendengaran. dengan demikian, sudut pandang yang kedua lebih melihat bahwa
potensi intelektual anak yang tuli dan anak yang mendengar diperkirakan setara.
3. Kegiatan bermain
anak-anak dengan gangguan pendengaran, umumnya kurang terlibat dalam kegiatan
bermain pura-pura. (Jonhson & Christie & Yawkey, 1999). Kebanyakan dari mereka lebih
sering bermain pararel (pararllel play) (Hughes, 1999).
4. Faktor personal dan sosial
Perkembangan personal dan sosial pada anak tergantung pada seberapa baik anak
diterima oleh lingkungannya (Hoemann & Briga dalam hallahan & Kauffmann, 1988).
Kurangnya komunikasi dengan orang banyak dapat membuat anak tumbuh terisolasi.
mereka kadang-kadang mengalami kesulitan untuk berteman dan dipandang sangat
pemalu oleh guru, Loeb & Sarigiani (Hallahan &Kauffmann, 1988). kecenderungan
tersebut dapat mengarah pada perilaku menarik diri. Selanjutnya, hal itu dapat
menyulitkan mereka untuk membangun harga diri dan kepercayaan dalam berhubungan
dengan orang lain.
Kurangnya bahasa pada anak yang mengalami gangguan pendengaran membuat
mereka umumnya mengekspresikan frustasi secara fisik dengan tempertantrum dari pada
secara verbal (Mindel & Vernon dalam Suran & Rizzo, 1988). Gangguan pendengaran
yang berpengaruh pada kurangnya bahasa juga dapat menganggu hubungan interpersonal
dan mengarah pada berkurangnya perasaan harga diri dan kompetensi pribadi. Ketika anak
mulai memasuki lingkungan yang lebih luas, misalnya sekolah, masalah menjadi lebih
intensif.
Penyebab Gangguan Pendengaran
Secara umum penyebab ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir (prenatal), ketika lahir
(natal), dan sesudah lahir (post natal). Banyak para ahli mengungkap tentang penyebab
ketulian dan ketunarunguan, tentu saja dengan pandang yang berbeda dalam penjabarannya.
Trybus (1985) mengemukakan enam penyebab ketunarunguan pada anak Amerika Serikat
yaitu :
a. Keturunan
b. Campak jerman dari pihak ibu
c. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran
d. Radang selaput otak (meningitis)

e. Otitis media (radang pada bagian telinga tengah)


f. Penyakit anak-anak, radang dan luka-luka.
Dari hasil penelitian, kondisi-kondisi tersebut hanya 60% penyebab dari kasus-kasus
ketunarunguan pada masa anak-anak. Meskipun sudah banyak alat-alat diagnose yang
canggih, namun belum dapat menentukan penyebab ketunarunguan yang 40% lagi. Dan
ternyata camapk jermandari pihak ibu, keturunan, komplikasi selama kehamilan dan
kelahiran adalah penyebab yang lebih banyak.
Untuk lebih jelasnya factor-faktor penyebab ketunarungunan dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Faktor dalam diri anak
1) Disebabkan oleh factor keturunan dari salah satu atau kedua orang tuanya yang
mengalami ketunarunguan
2) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit campak Jerman (Rubella)
3) Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atauToxaminia.
b. Faktor luar diri anak
1) Anak yang mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran. Missal, anak
terserang Herpes Implex
2) Meningitis atau radang selaput otak
3) Otitis Media atau radang telinga bagian tengah
4) Penyakit lain atau kecelakaan yang dpat mengakibatkan kerusakan alat
pendengaran bagian tengah dan dalam.
(Silvi.blogspot.2012.27 Maret)
Para pakar di bidang medis/kedokteran THT menyebutkan bahwa factor penyebab anak
menjadi tuli atau kurang pendengaran adalah factor-faktor eksogen yaitu di dapat dari luar
diri anak/bayi erat kaitannya factor penyebab tadi penyerang. Factor eksogen ini perlu
perhatian dan dipertimbangkan sebagai penyebab gangguan seperti:
1) Saat prenatal
a. Disebabkan pada waktu ibu hamil diserang penyakit morbill/campak jerman.
Penyakit ini merusak jaringan kulit sampai menganni persyarafan di sertai
demam yang sangat tinggi dalam waktu yang lama. Sehingga mengganggu
pertumbuhan janin.
b. Terjadi pendarahan pada ibu hamil
c. Terjadi kelahiran muda (prematur)

2) Terjadi infeksi
a. Infeksi bakteri; antara lain berakibat kerusakan pada selaput gendang telinga,
otitis media (congean) dan infeksi tulang pendengaran.
b. Terjadi infeksi alat keseimbangan ditelinga dalam.
c. Keracunan, terjadi oleh ibu hamil meminum obat-obatan antibiotic dengan over
dosis, obat kimia terlalu banyak atau penggugur kehamilan.
d. Traumatis, terjadi akibat tusukan benda keras, atau akibat operasi tulang
temporal,

krusakan

tulang-tulang

lainnya

atau

kebisingan

keras

yang

mengganggu pendengaran dalam waktu lama.


e. gangguan persyarafan, antara lainsistem syaraf muka terganggu, diabetes yang
menyerang system syaraf pendengaran serta gangguan lain di dalam telinga.
(pandek.blogspot.2013.27 Maret)
2.2 Identifikasi siswa (nama, kls, Nama sekolah, alamat, nama orang tua, pekerjaan
orang tua)
A.

Identitas Siswa

1. Nama
2. Kelas

: Satyo Cahyo Utomo


: II

3. Tempat/Tanggal lahir : Sidoarjo, 18 Mei 2006


4. Jenis Kelamin

: Laki-laki

5. Alamat

: Klagen- Wilayut rt. 05/ rw. 01

6. Nama Sekolah

: SLB Al-Chusnaini

7. Agama

: Islam

8. Anak Ke
9. Hobby

:2
: Menggambar dan mewarnai

10. Memiliki Kelainan : Tuna Rungu (Berat sekali)


B. Identitas Orang Tua
1. Ayah

: Kusno

2. Alamat

: Klagen- Wilayut rt. 05/ rw. 01

3. Pekerjaan

: Swasta

4. Agama

: Islam

5. Pendidikan terakhir

: SMA

6. Ibu

: Siti Lutfiah

7. Alamat

: Klagen- Wilayut rt. 05/ rw. 01

8. Pekerjaan

: IRT (Ibu Rumah Tangga)

9. Agama

: Islam

10. Pendidikan

: SMA

D. Latar belakang
1. Riwayat pendidikan
a. Asal TK

: TK Dharma Wanita (TK Umum)

b. Prestasi

Pernah mengikuti lomba mewarnai untuk anak

berkebutuhan khusus
c. Tidak naik kelas

: -

2. Ekonomi
a. Penghasilan orang tua

: < 3.000.000,00 / bulan

b. Beban keluaga

: 3

c. Status ekonomi

: Keluarga menengah

2.3 Identifikasi Berkebutuhan Khusus siswa (bentuk ABK), bagaimana kondisi fisik
dan psikis anak.
Dalam penelitian ini kami mendapatkan subjek yaitu anak yang mengalami
gangguan tuna rungu (pendengaran) kategori berat sekali. Anak tersebut hanya
mendengar bunyi dengan intensitas 96 dB atau lebih keras, ia tidak dapat mendengar
percakapan normal sehingga tergantung pada komunikasi visual. Sejauh ini, anak yang
mengalami gangguan pendengaran dengan kategori berat sekali dapat dibantu dengan
menggunakan alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi
(superpower). Kondisi fisik anak tersebut normal, tidak terdapat kecacatan fisik.
Sedangkan kondisi psikis dari anak tersebut terlihat manja dengan ingin selalu ditemani
oleh ibunya, ia selalu mengikuti ibunya pergi kemanapun. Selain itu, suasana hatinya
sering berubah-ubah terkadang giat belajar dan terkadang malas untuk belajar, serta ia
sedikit pemalu apabila berkomunikasi dengan orang yang baru ditemuinya.
2.4 Identifikasi masalah (wawancara dengan guru mapel, guru wali kelas, BK dan guru
Khusus)

2.5 Layanan Bimbingan Konseling apa yang diberikan (konseling individu dan
kelompok)

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kelainan pendengaran atau tunarungu adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak
terhadap kehidupan kompleks. Kelainan pendengaran merupakan hilangnya
kemampuan pendengaran seseorang, baik itu sebagian (hard of hearing) maupun
seluruhnya (deaf). Hal tersebut menyebabkan kemampuan pendengaran tidak
berfungsi.
3.2 DAFTAR PUSTAKA
3.3 LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai