Anda di halaman 1dari 7

Model Pembelajaran Make A Match

Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja


dalam suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan
sesuatu untuk tujuan bersama. Model kooperatif merupakan model pembelajaran yang
memfasilitasi siswa untuk mencapai kompetensinya dengan menekankan kerjasama antar
siswa.
Karakteristik model pembelajaran kooperatif tipe Make A-Match adalah adanya
permainan mencari pasangan. Permainan mencari pasangan menggunakan kartu yang
berisi soal dan jawaban soal dari kartu lain. Siswa mencoba menemukan jawaban dari soal
dalam kartunya yang terdapat pada kartu yang dipegang siswa lain. Model pembelajaran
kooperatif tipe Make A-Match cocok digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
karena pada model pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan
siswa lain, suasana belajar di kelas dapat diciptakan sebagai suasana permainan, ada
kompetisi antar siswa untuk memecahkan masalah yang terkait dengan topik pelajaran serta
adanya penghargaan (reward), sehingga siswa dapat belajar dalam suasana yang
menyenangkan.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make A-Match merupakan pembelajaran yang
dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Salah satu keuntungan teknik ini adalah
siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua
tingkatan usia anak didik (Anita Lie, 2003:55).
Model pembelajaran make and match

adalah sistem pembelajaran yang

mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama,


kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari
pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59).
Model make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat
diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh
mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang
dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Teknik metode pembelajaran make a match atau
mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini
adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan
Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model make and match adalah model
pembelajaran

dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan

menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Model pembelajaran
make and match merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa
manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Model make and match melatih siswa untuk
memiliki sikap sosial yang baik dan melatih kemampuan siswa dalam bekerja sama
disamping melatih kecepatan berfikir siswa.
Model pembelajaran make and match adalah salah satu model pembelajaran yang
berorientasi pada permainan. Menurut Suyatno (2009 : 102) Prinsip-prinsip model make and
match antara lain :
a)
b)
c)
d)

Anak belajar melalui berbuat


Anak belajar melalui panca indera
Anak belajar melalui bahas
Anak belajar melalui bergerak
Tujuan dari pembelajaran dengan model make and match adalah untuk melatih peserta

didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok
(Fachrudin, 2009 : 168). Siswa dilatih berpikir cepat dan menghafal cepat sambil
menganalisis dan berinteraksi sosial.
Menurut Benny (2009 : 1001), sebelum guru menggunakanan model make and match
guru harus mempertimbangkan : (1) indicator yang ingin dicapai (2)kondisi kelas yang
meliputi jumlah siswa dan efektifitas ruangan (3) alokasi waktu yang akan digunakan dan
waktu persiapan. Pertimbangan diatas sangat diperlukan karena model make and match tidak
efektif apabila digunakan pada kelas yang jumlah siswanya diatas 40 dengan kondisi ruang
kelas yang sempit. Sebab dalam pelaksanaan pembelajaran, make and match, kelas akan
menjadi gaduh dan ramai. Hal ini wajar asalkan guru dapat mengendalikannya.
Model pembelajaran make and match dapat dipergunakan pada alokasi
Dalam mengembangkan dan melaksanakan model Make and Match, menurut Suyatno
(2009 : 42) guru seharusnya mengembangkan hubungan baik dengan siswa dengan cara :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Perlakukan siswa sebagai manusia yang sederajat


Ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka dan perasaan mereka
Bayangkan apa yang akan mereka katakan mengenai diri sendiri dan guru
Ketahuilah hambatan-hambatan siswa
Berbicaralah dengan jujur dan halus
Bersenang-senanglah bersama mereka
Model pembelajaran make and match merupakan model yang menciptakan hubungan
baik antara guru dan siswa. Guru mengajak siswa bersenang-senang dalam permainan.

Kesenangan tersebut juga dapat mengenai materi dan siswa dapat belajar secara langsung
maupun tidak langsung.
Menurut Huda (2011), ada berbagai manfaat pembelajaran kooperatif adalah:
1. Dapat memotivasi siswa untuk saling membantu pembelajaranya satu sama lain.
2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya (sebagaimana kepada diri
mereka sendiri) untuk melakukan yang terbaik.
3. Meningkatkan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif.
4. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan ketrampilan
bertanya dan membahas sesuatu masalah.
5. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan ketrampilan berdiskusi.
Dalam buku Strategi Pembelajaran Aktif oleh Hsyam zaini, model pembelajaran ini
adalah model yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah
diberikan sebelumnya. Namun demikian , materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan model
ini dengan catatan, peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih
dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan. Adapun
langkah-langkahnya adalah:
1) Guru membuat potongan-potongan kertas sejumlah peserta didik yang ada di dalam kelas.
2) Guru membagi jumlah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama.
3) Guru menulis pertanyaan tentang materi yang telah diberikan sebelumnya pada setengah
bagian kertas yang telah disiapkan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan.
4) Pada sebagian kertas yang lain,guru menulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
tadi dibuat.
5) Kemudian guru mengocok semua kertas sehingga akan tercampur antara soal dan
jawaban.
6) Guru memberi setiap peserta didik satu kertas. Setelah itu guru menjelaskan bahwa ini
adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan. Setengah peserta didik akan mendapatkan
soal dan setengah yang lain akan mendapatkan jawaban.
7) Minta peserta didik untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan
pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangkan juga agar mereka tidak
memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain.
8) Setelah semua peserta didik menemukan pasangan dan duduk berdekatan, minta setiap
pasangan secara bergantian untuk membacakan soal yang diperoleh dengan keras kepada
teman yang lain. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangan yang lain.

9) Terakhir membuat klarifikasi dan kesimpulan serta evaluasi .


Dikutip

dari

htttp://www.model-pembelajaran-make-a-match-tujuan-persiapan

dan.html. Adapun kelebihan serta kekurangan model pembelajaran Make A Match adalah
sebagai berikut :

Kelebihan Model Pembelajaran Make A Match


a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa baik secara kognitif maupun fisik.
b. Sangat menyenangkan karena ada unsur permainan.
c. Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi.
d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa.
e. Efektif sebagai sarana melatih kedisiplinan siswa.

Kekurangan Model Pembelajaran Make A Match


a. Jika tidak dirancang dengan baik maka akan menyebabkan banyak waktu terbuang.
b. Pada awal penerapan banyak siswa malu jika berpasangan dengan lawan jenisnya.
c. Jika tidak diarahkan dengan baik, maka banyak siswa yang kurang memperhatikan
saat presentasi.
d. Harus berhati-hati dalam memberikan hukuman agar siswa tidak merasa malu.
e. Jika terus-menerus menggunakan model ini maka siswa akan mengalami kejenuhan.

Pendekatan Science, Environment, Technology, Society (SETS)


Definisi SETS menurut the NSTA Position Statement 1990 (dalam Kuswati, 2004:11)
adalah memusatkan permasalahan dari dunia nyata yang memiliki komponen Sains dan

Teknologi dari perspektif siswa, di dalamnya terdapat konsep-konsep dan proses, selanjutnya
siswa diajak untuk menginvestigasi, menganalisis, dan menerapkan konsep dan proses itu
pada situasi yang nyata.
Pendekatan SETS/ Salingtemas diambil dari konsep pendidikan STM (Sains,
Teknologi, dan Masyarakat), pendidikan lingkungan (Environmental Education/EE), dan
STL (Science, Technology, Literacy). Dalam pendekatan Salingtemas atau SETS (Science,
Environmental, Technology and Society) konsep pendidikan STM atau STL dan EE
dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan (Depdiknas, 2002:5).

Hubungan Komponen SETS


Urutan ringkasan SETS membawa pesan bahwa untuk menggunakan sains (Spertama) ke bentuk teknologi (T) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (S-kedua)
diperlukan pemikiran tentang berbagai implikasinya pada lingkungan (E) secara fisik maupun
mental. Pendekatan Salingtemas secara mendasar dapat dinyatakan bahwa melalui
pendidikan Salingtemas ini diharapkan agar siswa dapat mengetahui tiap-tiap unsur
salingtemas dan juga memahami implikasi antar hubungan elemen-elemen unsur-unsurnya.
Selain itu, Salingtemas akan membimbing siswa agar berpikir secara global/ keseluruhan dan
bertindak memecahkan masalah lingkungan, baik lingkungan lokal maupun hubungan
lingkungan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat dan berperan serta
dalam pemecahan masalah internasional sesuai kapasitasnya (Binadja, 2005:2).
Pengertian tersebut hampir sama dengan yang dinyatakan dalam Depdiknas (2002:5)
bahwa dengan pendekatan Salingtemas/ SETS siswa dikondisikan agar mau dan mampu
menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi diikuti dengan pemikiran
untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul dari
munculnya produk teknologi ini terhadap lingkungan dan masyarakat.

Pendekatan SETS harus memberikan kepada siswa pengetahuan yang sesuai dengan
tingkatan pendidikannya. Isi pendidikan SETS diberikan sesuai dengan hasil pendidikan yang
ditargetkan. Hubungan yang tepat antara SETS dalam pembahasannya adalah keterkaitan
antara topik bahasan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini berarti bahwa bahasan yang
berkaitan dengan kehidupan siswa harus lebih diutamakan.
Sasaran pengajaran SETS adalah cara membuat siswa agar dapat melakukan
penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan Sains, lingkungan,
teknologi dan masyarakat yang berkaitan. Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana yang
dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan
pengetahuan yang telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
diperkirakan akan timbul di sekitar kehidupannya.
Untuk memahami pendekatan SETS maka diperlukan pemahaman terhadap unsurunsur yang terdapat dalam pembelajaran yang saling terintegrasi yaitu antara STM, STL dan
Pendidikan Lingkungan.
Menurut Poedjiadi (2005 : 115 ), para praktisi pendidikan banyak mengungkapkan
istilah yang serupa dengan salingtemas yang sebenarnya memiliki inti yang sama, seperti
istilah Science, Environment, Technology, and Society (SETS); Science, Technology, and
Society (STS) atau dapat diterjemahkan menjadi Sains, Teknologi, Masyarakat (STM); dan
Science, Environment, Technology (SET).
Menurut Binadja (1999 : 3), urutan singkatan SETS memberi gambaran bahwa untuk
mengaplikasikan sains kedalam bentuk teknologi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat,
harus dipikirkan berbagai implikasi pada lingkungan secara fisik maupun mental.
Pembelajaran berpendekatan SETS ditujukan untuk membantu siswa memahami sains dan
perkembangannya serta pengaruh perkembangan sains terhadap lingkungan, teknologi dan
masyarakat secara timbal balik.
Dalam pendekatan SETS, siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep sains, tetapi
juga diperkenalkan pada aspek teknologi, dan peran teknologi di dalam masyarakat
( Depdikbud, 1992 dalam Rustaman et al.,2003 : 116 ). Pembelajaran berpendekatan SETS
harus mampu membuat siswa yang mempelajarinya mengerti hubungan tiap-tiap elemen
dalam SETS. Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat merupakan hubungan timbal balik yang dapat dikaji manfaat-manfaat maupun
kerugian-kerugian yang ditimbulkan.
Apabila siswa selalu dibiasakan memikirkan keterkaitan positif maupun negatif antara
elemen-elemen SETS, maka siswa akan selalu berusaha menganalisis kondisi dan

mensintesis sesuatu yang baru. Pendidikan SETS pada hakikatnya akan membimbing siswa
untuk dapat berfikir global dan bertindak lokal maupun global dalam memecahkan masalah
yang dihadapi sehari-hari.
Masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dibawa ke dalam kelas untuk dicarikan
solusinya menggunakan pendidikan SETS secara terpadu dalam hubungan timbal balik antara
elemen-elemen sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (Utomo, 2009 : 1).
Unsur-unsur SETS tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di dalam bidang
pendidikan, yang khususnya menjadi fokus adalah sains. Dengan sains sebagai fokus
perhatian, guru dan siswa yang menghadapi pelajaran sains dapat melihat bentuk keterkaitan
dari ilmu yang dipelajari (sains) dengan unsur lain dalam SETS.
Jadi dapat dipahami bahwa melalui pendekatan SETS, siswa diajak untuk mengenal
teknologi, dan menganalisis dampak baik positif maupun negatif dari teknologi tersebut. Pada
akhirnya siswa diharapkan mampu menerapkan konsep tenologi dan pengetahuan yang telah
didapatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai