dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan
menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Model pembelajaran
make and match merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa
manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Model make and match melatih siswa untuk
memiliki sikap sosial yang baik dan melatih kemampuan siswa dalam bekerja sama
disamping melatih kecepatan berfikir siswa.
Model pembelajaran make and match adalah salah satu model pembelajaran yang
berorientasi pada permainan. Menurut Suyatno (2009 : 102) Prinsip-prinsip model make and
match antara lain :
a)
b)
c)
d)
didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok
(Fachrudin, 2009 : 168). Siswa dilatih berpikir cepat dan menghafal cepat sambil
menganalisis dan berinteraksi sosial.
Menurut Benny (2009 : 1001), sebelum guru menggunakanan model make and match
guru harus mempertimbangkan : (1) indicator yang ingin dicapai (2)kondisi kelas yang
meliputi jumlah siswa dan efektifitas ruangan (3) alokasi waktu yang akan digunakan dan
waktu persiapan. Pertimbangan diatas sangat diperlukan karena model make and match tidak
efektif apabila digunakan pada kelas yang jumlah siswanya diatas 40 dengan kondisi ruang
kelas yang sempit. Sebab dalam pelaksanaan pembelajaran, make and match, kelas akan
menjadi gaduh dan ramai. Hal ini wajar asalkan guru dapat mengendalikannya.
Model pembelajaran make and match dapat dipergunakan pada alokasi
Dalam mengembangkan dan melaksanakan model Make and Match, menurut Suyatno
(2009 : 42) guru seharusnya mengembangkan hubungan baik dengan siswa dengan cara :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Kesenangan tersebut juga dapat mengenai materi dan siswa dapat belajar secara langsung
maupun tidak langsung.
Menurut Huda (2011), ada berbagai manfaat pembelajaran kooperatif adalah:
1. Dapat memotivasi siswa untuk saling membantu pembelajaranya satu sama lain.
2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya (sebagaimana kepada diri
mereka sendiri) untuk melakukan yang terbaik.
3. Meningkatkan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif.
4. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan ketrampilan
bertanya dan membahas sesuatu masalah.
5. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan ketrampilan berdiskusi.
Dalam buku Strategi Pembelajaran Aktif oleh Hsyam zaini, model pembelajaran ini
adalah model yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah
diberikan sebelumnya. Namun demikian , materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan model
ini dengan catatan, peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih
dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan. Adapun
langkah-langkahnya adalah:
1) Guru membuat potongan-potongan kertas sejumlah peserta didik yang ada di dalam kelas.
2) Guru membagi jumlah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama.
3) Guru menulis pertanyaan tentang materi yang telah diberikan sebelumnya pada setengah
bagian kertas yang telah disiapkan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan.
4) Pada sebagian kertas yang lain,guru menulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
tadi dibuat.
5) Kemudian guru mengocok semua kertas sehingga akan tercampur antara soal dan
jawaban.
6) Guru memberi setiap peserta didik satu kertas. Setelah itu guru menjelaskan bahwa ini
adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan. Setengah peserta didik akan mendapatkan
soal dan setengah yang lain akan mendapatkan jawaban.
7) Minta peserta didik untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan
pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangkan juga agar mereka tidak
memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain.
8) Setelah semua peserta didik menemukan pasangan dan duduk berdekatan, minta setiap
pasangan secara bergantian untuk membacakan soal yang diperoleh dengan keras kepada
teman yang lain. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangan yang lain.
dari
htttp://www.model-pembelajaran-make-a-match-tujuan-persiapan
dan.html. Adapun kelebihan serta kekurangan model pembelajaran Make A Match adalah
sebagai berikut :
Teknologi dari perspektif siswa, di dalamnya terdapat konsep-konsep dan proses, selanjutnya
siswa diajak untuk menginvestigasi, menganalisis, dan menerapkan konsep dan proses itu
pada situasi yang nyata.
Pendekatan SETS/ Salingtemas diambil dari konsep pendidikan STM (Sains,
Teknologi, dan Masyarakat), pendidikan lingkungan (Environmental Education/EE), dan
STL (Science, Technology, Literacy). Dalam pendekatan Salingtemas atau SETS (Science,
Environmental, Technology and Society) konsep pendidikan STM atau STL dan EE
dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan (Depdiknas, 2002:5).
Pendekatan SETS harus memberikan kepada siswa pengetahuan yang sesuai dengan
tingkatan pendidikannya. Isi pendidikan SETS diberikan sesuai dengan hasil pendidikan yang
ditargetkan. Hubungan yang tepat antara SETS dalam pembahasannya adalah keterkaitan
antara topik bahasan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini berarti bahwa bahasan yang
berkaitan dengan kehidupan siswa harus lebih diutamakan.
Sasaran pengajaran SETS adalah cara membuat siswa agar dapat melakukan
penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan Sains, lingkungan,
teknologi dan masyarakat yang berkaitan. Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana yang
dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan
pengetahuan yang telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
diperkirakan akan timbul di sekitar kehidupannya.
Untuk memahami pendekatan SETS maka diperlukan pemahaman terhadap unsurunsur yang terdapat dalam pembelajaran yang saling terintegrasi yaitu antara STM, STL dan
Pendidikan Lingkungan.
Menurut Poedjiadi (2005 : 115 ), para praktisi pendidikan banyak mengungkapkan
istilah yang serupa dengan salingtemas yang sebenarnya memiliki inti yang sama, seperti
istilah Science, Environment, Technology, and Society (SETS); Science, Technology, and
Society (STS) atau dapat diterjemahkan menjadi Sains, Teknologi, Masyarakat (STM); dan
Science, Environment, Technology (SET).
Menurut Binadja (1999 : 3), urutan singkatan SETS memberi gambaran bahwa untuk
mengaplikasikan sains kedalam bentuk teknologi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat,
harus dipikirkan berbagai implikasi pada lingkungan secara fisik maupun mental.
Pembelajaran berpendekatan SETS ditujukan untuk membantu siswa memahami sains dan
perkembangannya serta pengaruh perkembangan sains terhadap lingkungan, teknologi dan
masyarakat secara timbal balik.
Dalam pendekatan SETS, siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep sains, tetapi
juga diperkenalkan pada aspek teknologi, dan peran teknologi di dalam masyarakat
( Depdikbud, 1992 dalam Rustaman et al.,2003 : 116 ). Pembelajaran berpendekatan SETS
harus mampu membuat siswa yang mempelajarinya mengerti hubungan tiap-tiap elemen
dalam SETS. Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat merupakan hubungan timbal balik yang dapat dikaji manfaat-manfaat maupun
kerugian-kerugian yang ditimbulkan.
Apabila siswa selalu dibiasakan memikirkan keterkaitan positif maupun negatif antara
elemen-elemen SETS, maka siswa akan selalu berusaha menganalisis kondisi dan
mensintesis sesuatu yang baru. Pendidikan SETS pada hakikatnya akan membimbing siswa
untuk dapat berfikir global dan bertindak lokal maupun global dalam memecahkan masalah
yang dihadapi sehari-hari.
Masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dibawa ke dalam kelas untuk dicarikan
solusinya menggunakan pendidikan SETS secara terpadu dalam hubungan timbal balik antara
elemen-elemen sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (Utomo, 2009 : 1).
Unsur-unsur SETS tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di dalam bidang
pendidikan, yang khususnya menjadi fokus adalah sains. Dengan sains sebagai fokus
perhatian, guru dan siswa yang menghadapi pelajaran sains dapat melihat bentuk keterkaitan
dari ilmu yang dipelajari (sains) dengan unsur lain dalam SETS.
Jadi dapat dipahami bahwa melalui pendekatan SETS, siswa diajak untuk mengenal
teknologi, dan menganalisis dampak baik positif maupun negatif dari teknologi tersebut. Pada
akhirnya siswa diharapkan mampu menerapkan konsep tenologi dan pengetahuan yang telah
didapatnya dalam kehidupan sehari-hari.