Model pembelajaran make and match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan penanaman
kemampuan sosial terutama kemampuan bekerjasama, kemampuan berinteraksi disamping kemampuan
berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59).
Hal ini sejalan dengan pendapat Isjoni (2007: 77) menyatakan bahwa make a match merupakan model
pembelajaran mencari pasangan sambil belajar konsep dalam suasana yang menyenangkan.
Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Make A Match atau bertukar pasangan
merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini
bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model make and match adalah model pembelajaran dimana guru
menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari
pasangan kartunya.
Menurut Hamruni 2009: 290, Model pembelajaran Make A Match adalah cara menyenangkan lagi aktif untuk
meninjau ulang materi pembelajaran dengan memberi kesempatan pada peserta didik untuk berpasangan dan
memainkan kuis kepada kawan sekelas
Komalasari (2010: 85) menyatakan bahwa model make a match merupakan model pembelajaran yang
mengajak siswa mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu
permainan kartu pasangan dalam batas waktu yang ditentukan.
Teknik Make a Match adalah teknik mencari pasangan, siswa di gabung suruh mencari pasangan dari kartu
yang mereka pegang. Keunggulan tekhnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lorna Curran dalam Miftahul Huda, 2011: 113).
Lebih lanjut, Huda (2012: 135) mengatakan make a match merupakan salah satu pendekatan konseptual yang
mengajarkan siswa memahami konsep-konsep secara aktif, kreatif, efektif, interaktif, dan menyenangkan bagi
siswa sehingga konsep mudah dipahami dan bertahan lama dalam struktur kognitif siswa.
Tujuan dari pembelajaran dengan model make and match adalah untuk melatih peserta didik agar lebih cermat
dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok (Fachrudin, 2009 : 168).
1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review,
sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).
5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7) Demikian seterusnya.
8) Kesimpulan/penutup.
(1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik;
(2) karena ada unsur permainan, metode ini menyengkan;
(3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa;
(4) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan
(5) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
(1) jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang;
(2) pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya;
(3) jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat
presentasi pasangan;
(4) guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan,
karena mereka bisa malu; dan
(5) menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.
Menurut Lie (2002: 46) kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kelompok berpasangan adalah sebagai
berikut:
1)Kelebihan:
2)Kekurangan:
1. Dapat memotivasi siswa untuk saling membantu pembelajaranya satu sama lain.
2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya (sebagaimana kepada diri mereka sendiri) untuk
melakukan yang terbaik.
3. Meningkatkan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif.
4.Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan ketrampilan bertanya dan membahas
sesuatu masalah.
5. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan ketrampilan berdiskusi