Anda di halaman 1dari 8

NAMA : NOVIA PUSPITASARI

NIMA : 857730589
KELAS : 3B

Tugas Tutorial ke-1

Mata Kuliah : PDGK 4204/Pendidikan Bahasa Indonesia di SD


Program : S1 PGSD
Pokjar : SMP 1 Demak
Nama Tutor : Drs. Habsoro Dewanggono, M.Pd.
Hari, Tanggal : Ahad, 30 Oktober 2022

Kerjakan soal-soal berikut!


1. Sebut dan jelaskan faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar bahasa!
2 Jelaskan hakikat bahasa sebagai sistem lambang yang bermakna, arbiter, konvensional, dan
produktif serta berilah contohnya!

3. Tuliskan pengertian ragam lisan dan ragam tulis!


4. Buatlah contoh ragam ilmiah! Dengan tema “Melalui tutor sebaya prestasi siswa
meningkat”
5. Jelaskan perbedaan pendekatan, metode dan Teknik dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia serta berikan contoh!

Jawaban :

1. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar bahasa, yaitu :

1) Faktor Biologis

Sebagaimana dikemukakan dimuka, setiap anak telah dilengkapi dengan


kemampuan kodrati atau potensi bawaan yang memungkinkannya mampu
berbahasa. Perangkat biologis yang menentukan penguasaan bahasa anak adalah
otak (system syaraf), alat dengar, dan alat ucap. Ketergantungan pada salah satu,
apalagi ketiganya, akan menghambat kemampuan berbahasa anak. Cobalah Anda
amati bagaimana kemampuan berbahasa anak-anak tunarungu, lemah mental, gagap
atau tunawicara. Kemampuan berbahasa mereka pasti berbeda dengan anak yang
ketiga perangkat biologisnya sehat dan normal.

2) Faktor Lingkungan Sosial

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa setiap anak memiliki kemampuan


bawaan dan kelengkapan berbahasa. Namun demikian, untuk
menumbuhkembangkan kemampuan berbahasanya, seorang anak memerlukan
lingkungan sosial sebagai contoh atau model berbahasa, memberikan rangsangan,
dan tanggapan, serta melakukan latihan dan uji coba berbahasa dalam konteks yang
sesungguhnya. Lingkungan sosial disini adalah perilaku berbahasa orang tua,
saudara, kerabat, keluarga, teman atau anggota masyarakat. Lingkungan yang kaya
sumber, mendukung, dan aktif dalam berinteraksi dengan anak, akan membuat
pemerolehan bahasa anak semakin beraneka dan cepat. Sebaliknya, lingkungan yang
miskin dengan aktivitas berbahasa, terlalu banyak menekan dengan melakukan
pelarangan dan menyalahkan, dan rendah dalam berinteraksi, akan menjadikan
pemerolehan bahasa anak pun tidak beragam, miskin dan lambat. Dukungan dan
keterlibatan sosial begitu penting bagi anak dalam belajar bahasa.

3) Faktor Intelegensi

Intelegensi adalah kemampuan seseorang dalam berpikir atau menalar,


termasuk memecahkan suatu masalah. Intelegensi bersifat abstrak dan tak dapat
diamati langsung, kecuali melalui perilaku. Dalam kaitannya dengan pemerolehan
bahasa, anak-anak yang bernalar tinggi tingkat pencapaiannya cenderung lebih
cepat, lebih kaya, dan lebih bervariasi khasanah bahasanya, daripada anak yang
bernalar sedang atau rendah. Jadi, pengaruh intelegensi terletak pada jangka waktu
dan tingkat kreativitas perkembangan bahasanya.

4) Faktor Motivasi

Sebagaimana kita ketahui, motivasi itu bersumber dari dalam dan luar diri
anak. Dalam belajar bahasa, anak tidak melakukannya demi bahasa itu sendiri. Anak
belajar bahasa karena adanya kebutuhan dasar yang bersifat praktis, seperti lapar,
haus, sakit, serta perhatian dan kasih sayang. Inilah yang disebut dengan motivasi
intrinsik, yang berasal dari diri anak itu sendiri (Goodman, 1986; Tompkinn dan
Hoskisson, 1994).
Untuk kebutuhan hidupnya dan kepentingan dirinya, anak perlu memahami
dan dipahami sekitarnya melalui belajar bahasa. Dalam perkembangan selanjutnya,
anak merasa bahwa tindak berbahasa yang dilakukannya membuat orang lain
memberikan respon yang positif: pujian serta ekspresi rasa senang, gembira, dan
ceria. Kondisi ini memacu anak untuk terus belajar dan menguasai bahasanya lebih
baik lagi. Nah, dorongan belajar bahasa anak dari luar dirinya disebut dengan
motivasi ekstrinsik.

2. Hakikat bahasa sebagai sistem lambang yang bermakna, arbiter, konvensional, dan
produktif, yaitu :

1) Bahasa adalah Sebuah Sistem

Sebagai sebuah sistem, bahasa terdiri dari sejumlah unsur yang saling terkait dan
tertata secara beraturan, serta memiliki makna. Unsur-unsur bahasa diatur, seperti
pola yang berulang. Kalau salah satu bagian terdeteksi maka keseluruhan bagiannya
dapat diramalkan. Misalnya, kita menemukan kalimat Nenek sedang …, kue …
dapur, kita akan dapat menerka bunyi keseluruhan kalimat itu. Oleh karena itu,
sebagai penutur bahasa Indonesia, kita dapat menerima kalimat (1.a) Bunga itu
sangat indah, (2.a) Kebaikan itu abadi, (3.a) Kematiannya membuat warga kampung
berduka; tetapi tidak menerima kalimat (1.b) Itu indah sangat bunga atau Uit abung
ngasat dihan, (2.b) Membaikan itu abadi, (3.b) Kemampuannya berduka membuat
warga kampung. Mengapa kalimat-kalimat 1.b, 2.b, dan 3.b tidak berterima? Sebab
tidak sesuai dengan sistem bahasa Indonesia. Pola penataannya tidak dikenal,
maknanya tidak jelas bahkan tidak ada, serta imbuhan dan pilihan katanya tidak
selaras.

Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis


artinya bahasa itu dapat diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang berkombinasi
dengan kaidah-kaidah yang dapat diramalkan. Seandainya bahasa itu tidak
sistematik maka bahasa itu akan kacau, tidak bermakna, dan tidak dapat dipelajari.
Sistemis artinya bahasa terdiri dari sejumlah subsistem, yang satu sama lain saling
terkait dan membentuk satu kesatuan utuh yang bermakna. Bahasa terdiri dari tiga
subsistem, yaitu subsistem fonologi (bunyi-bunyi bahasa), subsistem gramatika
(morfologi, sintaksis, dan wacana), serta subsistem leksikon (perbendaharaan kata).
Ketiga subsistem itu menghasilkan dunia bunyi dan dunia makna, yang membentuk
sistem bahasa.

2) Bahasa merupakan Sistem Lambang yang Arbiter (Mana Suka) dan Konvensional

Bahasa merupakan sistem simbol, baik berupa bunyi dan/atau tulisan yang
dipergunakan dan disepakati oleh suatu kelompok sosial. Ikan adalah suatu binatang
air yang bersirip dan bernapas dengan insang. Dalam pertuturan hewan itu
disimbolkan dengan bunyi/ikan/dan secara tertulis ikan. Dengan menggunakan
simbol tersebut maka interaksi berbahasa antarpenutur lebih mudah. Ketika seorang
anak mengatakan, “Bu, mau ikan!“ maka segera dalam benak si ibu tergambar apa
yang diinginkan si anak. Coba, kalau kita tidak memiliki simbol, terbayang sulitnya
berbahasa. Mungkin anak itu akan mengatakan, “Bu, mau hewan yang suka
berenang dan ada siripnya dan bisa dimakan!“ (?).

Sebagai sebuah simbol, bahasa memiliki arti. Simbol merupakan sistem


maka untuk memahaminya harus dipelajari. Mengapa harus dipelajari? Pertama,
penamaan suatu objek atau peristiwa yang sama antara satu masyarakat bahasa
dengan masyarakat bahasa lainnya tidak sama. Kedua, bahasa terdiri dari aturan-
aturan atau kaidah yang disepakati. Ketiga, tidak ada hubungan langsung dan wajib
antara lambang bahasa dengan objeknya. Hubungan keduanya bersifat mana suka
(arbiter). Untuk lebih jelasnya, mari kita cermati gambar berikut!
Coba Anda tanya pada diri sendiri, mengapa benda yang tercantum dalam
gambar tersebut dalam bahasa Indonesia dinamai (a) burung, 1.6 Pendidikan Bahasa
Indonesia di SD  (b) pohon, (c) matahari, dan (d) kursi? Sementara itu, untuk
benda yang sama dalam bahasa Inggris disebut dengan (a) bird, (b) tree, (c) sun, dan
(d) chair. Jawaban Anda pasti, “Tidak tahu! Sudah dari ‘sananya’, seperti itu.”
Begitu, bukan? Anda betul karena pada dasarnya tak ada alasan dan hubungan
khusus antara nama dengan benda atau objek yang dinamakannya. Memang ada
beberapa kata yang bersifat onomatopoe, artinya penamaan suatu objek atau
peristiwa berdasarkan ciri bunyi atau ciri lain yang dimilikinya, seperti cecak, tokek,
tekukur, gemerincing atau kokok. Namun demikian, kata yang bersifat onomatope
itu tidak banyak jumlahnya. Jadi, penamaan sesuatu itu (benda, sifat atau peristiwa)
semata-mata hanya karena kesepakatan sosial masyarakat penggunanya. Karena
itulah bahasa bersifat konvensional atau kesepakatan.

3) Bahasa Bersifat Produktif

Saudara, tahukah Anda berapa banyak fonem dan pola dasar kalimat dalam
bahasa Indonesia? Ya, begitu terbatas bukan. Justru dari keterbatasannya itu dapat
dihasilkan satuan bahasa dalam jumlah yang tak terbatas. Kita dapat membentuk
ribuan kata, kalimat atau wacana dengan segala variasinya, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat penggunanya. Oleh karena itu pula, bahasa itu bersifat produktif.

3. Pengertian ragam lisan dan ragam tulis, yaitu :

 Ragam bahasa lisan digunakan dalam situasi sesungguhnya, baik berhadapan


secara tatap muka maupun menggunakan media, seperti telepon dan sebangsanya.
Ragam itu hadir secara langsung, utuh, dan lengkap dengan unsur-unsur nonverbal.
Tindakan berbahasa, baik pembicara maupun penyimak, cenderung bersifat spontan.
Namun demikian, ketidakjelasan atau kesalahan dalam berbahasa dapat ditanyakan
atau dikoreksi pada saat itu juga.

Dalam berbahasa secara lisan, tindak berbahasa tidak hanya dilakukan secara
verbal (bahasa), tetapi juga dibantu oleh unsur nonverbal, seperti ekspresi, gerakan,
dan intonasi, serta konteks berbahasa. Kondisi berbahasa yang seperti itu, tentu saja
akan memudahkan pembicara dan mitra bicara untuk saling memahami dan
merespons apa yang disampaikan secara cepat.
 Ragam bahasa tulis hadir secara visual. Penulis memiliki waktu yang cukup untuk
mempersiapkan dan menyempurnakan tulisannya, sementara pembaca pun memiliki
waktu yang leluasa untuk memahami dan mencerna tulisan itu. Namun, antara
pembicara dan penyimak dibatasi oleh jarak dan waktu maka ketidakjelasan atau
kekeliruan berbahasa tidak serta merta dapat diperbaiki secara langsung.

Dalam bahasa lisan fungsi gramatis subjek, predikat, objek atau keterangan
apabila diasumsikan telah dimengerti oleh mitra bicara, tidak perlu dimunculkan.
Lain halnya dengan ragam bahasa tulis. Tak ada gerak, mimik, dan intonasi, yang
dapat memperjelas pesan penulis. Jika bahasa tulis yang digunakan diharapkan
dapat secara tepat mengekspresikan pikiran, perasaan, maksud, dan efek berbahasa
yang diinginkan maka kita harus menata dan merumuskannya secermat mungkin.

4. Contoh ragam ilmiah dengan tema “Melalui tutor sebaya prestasi siswa meningkat” ,
yaitu :

Ragam lisan :

Dengan memberikan metode bercerita guru dapat meningkatkan gaya bercerita


yang menarik agar anak tertarik untuk mendengarkan cerita yang dibawakan guru.
Dengan bercerita siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan
bimbingan guru, siswa dapat menyimak apa yang disampaikan guru dengan baik
sehingga siswa dapat lebih berani dan percaya diri untuk berbicara mengungkapan
gagasannya.

Pelaksanaan strategi pembelajaran tutor sebaya dapat membuat siswa tertarik dan
termotifasi dalam melakukan proses belajar mengajar, dikarenakan informasi yang saya
dapatkan bahwa di sekolah tersebut guru mata pelajaran tidak pernah menerapkan
strategi tutor sebaya.

Melalui tutor sebaya prestasi siswa meningkat, dalam kegiatan pembelajaran


siswa bukan dijadikan sebagai objek pembelajaran tetapi menjadi subjek pembelajaran,
yaitu siswa diajak untuk menjadi tutor atau sumber belajar dan tempat bertanya bagi
temannya. Dengan cara demikian, siswa yang menjadi tutor dapat mengulang dan
menjelaskan kembali materi sehingga menjadi lebih memahaminya dan siswa lain yang
bukan tutor juga akan lebih memahami materi karena tidak ada rasa malu atau takut
dalam diri siswa untuk bertanya kepada tutor yang tidak lain adalah teman sebayanya.
Dengan menggunakan metode tutor sebaya adalah dapat meminimalisir
kesenjangan yang terjadi antara siswa yang hasil belajarnya rendah dengan siswa yang
hasil belajarnya lebih tinggi dalam suatu kelas. Selain itu kelebihan metode tutor sebaya
yaitu dalam penerapannya, siswa diajarkan untuk mandiri, dewasa dan punya rasa setia
kawan yang tinggi. Artinya, siswa yang dianggap pandai bisa mengajari atau menjadi
tutor bagi temannya yang kurang pandai atau ketinggalan materi pelajaran. Membantu
beberapa siswa yang enggan atau malu untuk bertanya langsung kepada guru. Bagi tutor
sendiri, kesempatan itu merupakan kesempatan untuk pengayaan dalam belajar dan juga
dapat menambah motivasi belajar.

Metode tutor sebaya adalah adalah cara yang digunakan oleh guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran dimana sumber belajar dalam metode ini ialah teman
sebaya yang lebih pandai, yang pemanfaatannya diharapkan dapat memberikan bantuan
belajar kepada teman-temannya yang mengalami kesulitan dalam belajar sehingga hasil
belajar siswa dapat meningkat.

5. Perbedaan pendekatan, Metode dan Teknik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu
:

 Pendekatan pembelajaran yaitu suatu rangkaian tindakan pembelajaran yang


dilandasi oleh prinsip dasar tertentu (filosofis, psikologis, didaktis dan ekologis)
yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran
tertentu.

Contohnya : Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan komunikatif


Menemukan/mencari pasangan yang cocok Guru memberikan gambar kepada
sekelompok siswa yang masingmasing mendapat sebuah gambar yang berbeda.
Seorang siswa yang lain (di luar kelompok) diberi duplikat salah satu gambar yang
telah dibagikan. Siswa ini harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
temantemannya yang membawa gambar, dengan tujuan untuk mengetahui
identifikasi atau ciri-ciri gambar yang mereka bawa. Dari hasil tanya jawab itu siswa
(pembawa duplikat) tersebut harus dapat menemukan siapa di antara
temantemannya itu yang membawa gambar yang cocok dengan duplikat yang
dibawanya.
 Metode pembelajaran yaitu sebuah cara yang dipergunakan dalam
pengimplementasian rencana yang telah disusun dalam suatu kegiatan nyata untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

Contoh : penggunaan metode ceramah di sebuah kelas dengan jumlah siswa yang
terbatas tentunya secara teknis harus berbeda dengan penggunaan metode ceramah
di kelas dengan jumlah siswa yang banyak.

Anda mungkin juga menyukai