Anda di halaman 1dari 26

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusif

Dosen Pengampu:
Wawan Darmawan, M.Pd

Oleh:
Ajeng Dwi Handayani

Bayu Baehaqi

Khoerudin

Fitriani Rahmaningsih

Nafda Yu’la Ainaya

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BINAMUTIARA SUKABUMI

2019
PENGERTIAN DAN CIRI CIRI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. Anak tunanetra
1. Pengertian anak tunanetra
menurut Barraga, 1983 (dalam Wardani dkk, 2007: 4.5) bahwa:
Anak yang mengalami ketidakmampuan melihat adalah anak yang
mempunyai gangguan atau kerusakan dalam penglihatannya sehingga
menghambat prestasi belajar secara optimal, kecuali jika dilakukan
penyesuaian dalam pendekatan-pendekatan penyajian pengalaman belajar,
sifat-sifat bahan yang digunakan, dan/atau lingkungan belajar.
Pendapat di atas memberikan kita pemahaman bahwa perlu adanya
penyesuaian terhadap seseorang yang mengalami keterbatasan melihat
atau anak tunanetra yang memiliki kekhasan dan cara tersendiri untuk
mencapai tahapan yang sama dalam perkembangannya. Berdasarkan
definisi tersebut dapat ditegaskan bahwa anak tunanetra merupakan anak
yang mengalami keterbatasan
penglihatan secara keseluruhan (the blind) atau secara sebagian (low
vision) yang menghambat dalam memperoleh informasi secara visual
sehingga dapat mempengaruhi proses pembelajaran dan prestasi belajar.
2. Karakteristik anak tunanetra

B. Anak Tunarungu
Anak Tunarungu
Secara umum anak tunarungu dapat diartikan anak yang tidak dapat
mendengar. Tidak dapat mendengar tersebut dapat dimungkinkan kurang
dengar atau tidak mendengar sama sekali. Secara fisik, anak tunarungu tidak
berbeda dengan anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui
bahwa anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, anak tersebut
berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas
artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, anak tersebut hanya
berisyarat.
1. Pengertian Tunadaksa
Murni Winarsih (2007: 23), menyatakan tunarungu adalah seseorang yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak fungsinya sebagian
atau seluruh alat pendengaran, sehingga anak tersebut tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks terutama
pada kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting.
Gangguan mendengar yang dialami anak tunarungu menyebabkan
terhambatnya perkebangan bahasa anak, karena perkembangan tersebut,
sangat penting untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi
dengan orang lain membutuhkan bahasa dengan artikulasi atau ucapan
yang jelas sehingga pesan yang akan disampaikan dapat tersapaikan
dengan baik dan mempunyai satu makna, sehingga tidak ada salah tafsir
makna yang dikomunikasikan.
2. Karakteristik anak tunarungu
a. Karakteristik berdasarkan gaya bicara dan bahasa
sangat kompleks dan berbeda-beda satu sama lain. Secara kasat mata
keadaan anak tunarungu sama seperti anak normal pada umumnya.
Apabila dilihat beberapa karakteristik yang berbeda.
Karakteristik bahasa dan bicara anak tunarungu.
Suparno (2001: 14), menyatakan karakteristik anak tunarungu dalam
segi bahasa dan bicara adalah sebagai berikut :
1. Miskin kosa kata
2. Mengalami kesulitan dalam mengerti ungkapan bahasa yang
mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak.
3. Kurang menguasai irama dan gaya bahasa.
4. Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kaliamat-
kalimat yang panjang serta bentuk kiasan.
b. Karakteristik berdasarkan kondisi fisik
Karakteristik yang menonjol dari anak tunarungu adalah gerakan
tangannya yang cepat. Hal ini disebabkan karena alat bantu
komunikasi. Yang kedua adalah bentuk badannya yang bungkuk, anak
tunarungu mengalami gangguan ketidak seimbangan tubuhnya.
Membungkuk dilakukan untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.
c. Karakteristik berdasarkan akademis
Secara umum karakteristik akademis anak tunarungu sama dengan
anak lainnya. Intelegensi anak tunaturungu juga terbagi menjadi 3
bagian tinggi, sedang, dan rendah. Anak tinarungu sering mengalami
hambatan pada mata pelajaran verbal katena keterbatasannya dengan
bahasa. Namun dengan pelajaran non verbal pada umumnya mereka
lebih mampu mengatasi permasalahan akademik.
d. Karakteristik dalam aspek sosial dan emosi
Anak tunarungu dalam banyak hal sering di jauhi teman-temannya
bahkan oleh penyandang disabilitas yang lain non tunarungu wicara.
Hal ini karena sulitnya berkomunikasi dengan mereka. Hal ini
mengakibatkan ketergantungan pada oranglain dan ada kekuatan untuk
memasuki lingkungan luas.
Anak tunarungu memiliki lingkup pergaulan yang terbatas sehingga
anak tunarungu ini mempunyai tinggi nya sifat egosentris dan
kepribadian yang polos.
C. Tunagrahita
1. Pengertian anak Tunagrahita
Anak tunagrahita ringan adalah anak yang perkembangan mentalnya
rendah bila dibanding dengan anak sebaya pada umumnya, namun masih
mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkungannya. Anak tunagrahita ringan walaupun
kecerdesannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mempunyai
kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,
penyesuaian sosial dan kemampuan kerja.
Mulyono Abdurrahman dan Soejadi S. (1994: 26-27) menyatakan bahwa
anak tunagrahita ringan karena perkembangan mentalnya yang tergolong
subnormal akan mengalami kesulitan dalam mengikuti program regular di
sekolah dasar. Meskipun demikian anak tunagrahita ringan dipandang
masih memiliki potensi untuk menguasai mata pelajaran akademik di
sekolah dasar, mampu dididik untuk melakukan penyesuaian sosial yang
dalam jangka panjang dapat berdiri sendiri dalam masyarakat dan mampu
bekerja untuk menopang sebagian dan atau kehidupan orang dewasa.
2. Karakteristik anak Tunagrahita

D. Tunadaksa
Tunadaksa adalah sebutan halus bagi orang-orang yang memiliki kelainan
fisik, khususnya anggota badan seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh antara
anak normal dan anak tunadaksa memiliki peluang yang sama untuk
melakukan akultusasi diri, hanya saja banyak orang merugikan kemampuan
anak tunadaksa. Ada 2 golongan anak tunadaksa yakni: tunadaksa murni yang
tidak mengalami gangguan mental, sedangkan yang ke 2 adalah tunadaksa
kombinasi yang kebanyakan mengalami gangguan mental.
1. Pengertian Anak Tunadaksa
Anak Tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat
fisik, dan cacat ortopedi. Istilah Tunadaksa berasal dari kata “Tuna yang
berarti rugi atau kurang dan daksa yang berarti tubuh”. Tunadaksa adalah
anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, anak Tunadaksa dapat
didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau kecatatan pada
sistem otot, tulang, dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan
koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitasi, dan gangguan perkembangan
keutuhan pribadi. Anak tunadaksa merupakan anak penyandang cacat
jasmani yang terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot, sendi maupun
saraf-sarafnya.
Merurut Sutjihati Somantri, bahwa tunadaksa adalah suatu keadaan
rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada
tulang, otot dan sendi dalam fungsi yang normal. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh
pembawaan sejak lahir. Sedangkan menurut Muhammad Efendi, bahwa
tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan
fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsi secara normal akibat terluka, penyakit atau
pertumbuhan yang tidak sempurna.
2. Karakteristik Anak Tunadaksa
a. Karakteristik Akademik
Tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada
system otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti
pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang
mengalami kelainan pada system cerebral, tingkat kecerdasannya
berentang mulai dari tingkat idiocy sampai dengan gifted. Hardman
(1990) mengemukakan bahwa 45% anak cerebral palsy mengalami
keterbelakangan mental (tunagrahita), 35% mempunyai tingkat
kecerdasan normal dan di atas normal. Sisanya berkecerdasan sedikit
di bawah rata-rata.
Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi anak cerebral palsy juga
mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi. Kelainan
persepsi terjadi karena saraf penghubung dan jaringan saraf ke otak
mengalami kerusakan sehingga proses persepsi yang dimulai dari
stimulus merangsang alat maka diteruskan ke otak oleh saraf sensoris,
kemudian ke otak (yang bertugas menerima dan manafsirkan, serta
menganalisis) mengalami gangguan.
Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan otak
sehingga mengganggu fungsi kecerdasan, penglihatan, pendengaran,
bicara, rabaan, serta akhirnya anak tersebut tidak dapat mengadakan
interaksi dengan lingkungannya yang terjadi terus-menerus melalui
persepsi dengan mengguakan mesia sensori (indra). Gangguan pada
simbolisasi disebabkan oleh adanya kesulitan dalam menerjemahkan
apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang kompleks ini akan
mempengaruhi prestasi akademiknya.
b. Karakteristik Sosial/Emosional
Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep
diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban
orang lain yag mengakibatkan mereka malas belajar, bermain dan
perilaku salah satu lainnya. Kehadiran anak cacat yang tidak diterima
oleh orang tua dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak
perkembangan pribadi anak, kegiatan jsmani yang tidak dapat
dilakukan oleh anak tunadaksa dapat mengakibatkan timbulnya
problem emosi, seperti mudahnya tersinggung, mudah marah, rendah
diri, kurang dapat bergaul, pemalu, meneyendiri, dan frustasi. Problem
emosi seperti itu, banyak ditemukan pada anak tunadaksa dengan
gangguan system cerebral, oleh sebab itu tidak jarang dari mereka
tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya.
c. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain
mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan
lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan,
gangguan bicara, dll. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada
anak tunadaksa system cerebral. Gangguan bicara disebabkan oleh
kelainan motoric alat bicara (kaku atau lumpuh), seperti lidah, bibir,
dan rahang sehingga mengganggu pembentukan artikulasi yang benar.
Akibatnya, bicaranya tidak dapat dipahami orang lain dan diucapkan
dengan susah payah. Anak cerebral palsy mengalami kerusakan pada
pyramidal tract dan extrapyramidal yang berfungsi mengatur system
motorik. Tidak heran mereka mengalami kekakuan, gangguan
keseimbangan, gerakan tidak dapat dikendalikan, dan susah berpindah
tempat.
A. Tunalaras
1. Pengertian Anak Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan
lingkungannya. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma
yang terdapat di dalam masyarakat tempat ia berada. Dalam Peraturan
Pemerintah No. 72 tahun 1991 disebutkan bahwa tunalaras adalah
gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan, keluarga, sekolah dan
masyarakat. Sementara itu masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah
anak nakal.
Kauffman (1977) mengemukakan bahwa penyandang tunalaras adalah
anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya
dengan cara yang secara sosial tidak dapat diterima atau secara pribadi
tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara
sosial dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan. Menurut Sechmid
dan Mercer (1981) mengemukakan bahwa anak tunalaras adalah anak
yang secara kondisi dan terus-menerus menunjukkan penyimpangan
tingkah laku tingkat berat yang memepengaruhi proses belajar meskipun
telah menerima layanan belajar serta bimbingan, seperti anak lain.
Ketidakmampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain dan
ganguuan belajarnya tidak disebabkan oleh kelainan fisik, saraf atau
inteligensia.
2. Karakteristik Anak Tunalaras
Karakteristik yang dikemukakan oleh Hallahan dan Kauffman (1986),
adalah sebagai berikut:
a. Anak yang megalami kekacauan tingkah laku, memperlihatkan ciri-ciri:
suka berkelahi, memukul, menyerang, mengamuk, membangkang,
menantang, merusak milik sendiri atau milik orang lain, kurang ajar,
lancing, melawan, tidak mau bekerja sama, tidak mau memperhatikan,
memecah belah, rebut, tidak bisa dia, menolak arahan, cepat marah,
menganggap enteng, mudah terpengaruh untuk berbuat salah.
b. Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri
khawatir, cemas, ketakutan, kaku, pemalu, segan, menarik diri, terasing,
tak berteman, rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri, dingin, malu,
kurang percaya diri, mudah bimbang, sering menangis, pendiam.
c. Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri yaitu pelamun, kaku,
berangan-angan, mudah dipengaruhi, pengantuk, pembosan, dan kotor.
d. Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai
komplotan jahat, mencuri bersama kelompoknya, loyal terhadap teman
nakal, suka di luar rumah sampai larut malam, bolos sekolah.
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik yang berkaitan dengan segi
akademik, social emosional, fisik/kesehatan anak tunalaras:
1. Karakteristik Akademik
Kelainan prilaku akan mengakibatkan adanya penyesuaian sosial
dan sekolah yang burk. Akibat penyesuaian yang buruk tersebut maka
dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pencapaian hasil belajar jauh diatas rata-rata
b. Sering kali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk
tindakan discipliner.
c. Sering kali tidak naik kelas atau bahkan ke luar sekolahnya.
d. Seringkali membolos sekolah.
e. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan.
2. Karakteristik Sosial/Emosional
a. Karakteristik Sosial
1) Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan
ciri-ciri perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya
melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan
keluarga, sekolah dan rumah tangga.
2) Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif, yaitu tidak
mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap
membangkang atau menentang, dan tidak dapat bekerja sama.
3) Melakukan kejahatan remaja, seperti telah melanggar hokum.
b. Karakteristik Emosional
1) Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti
tekanan batin dan rasa cemas.
2) Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan, dan
sangat sensitive atau perasa.
c. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan anak tunalaras ditandai dengan
adanya gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerak
(Motorik). Seringkali anak merasakan ada sesuatu yang tidak beres
pada jasmaninya, ia mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas
terhadap kesehatannya, merasa seolah-olah sakit. Kelainan lain yang
berwujud kelainan fisik, seperti gagap, buang air tidak terkendali,
sering mengompol dan jorok.
E. Tunawicara
1. Pengertian Tunawicara
Tunawicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi)
bahasa maupun suara dari bicara normal, sehingga menimbulkan kesulitan
dalam berkomunikasi lisan dalam lingkungan. Tunawicara dapat
disebabkan karena gangguan pada saraf, seperti pada selebral palsy, dan
trauma karena gangguan pendengaran, baik sejak lahir (congenital) atau
didapat kemudian (acquired).
Dalam keadaan tunawicara, otot bibir tidak digunakan selayaknya
orang normal. Hal ini menyebabkan otot-otot bibir cenderung mengalami
atrofi, atrofi otot yaitu keadaan otot mengecil sehingga kehilangan
kemampuan untuk kontraksi, yang umumnya disebabkan tidak digunakan
secara cukup atau penyakit. Menurut Patton (1991) tunawicara adalah
suatu kondisi ketidakmampuan seseorang untuk mengkomunikasikan
gagasannya kepada pendengar (orang lain) dengan menggunakan organ
bicaranya. Hal ini bisa disebabkan karena kerusakan otak, celah langit-
langit, bibir sumbing, tunarungu dll.
2. Karakteristik Tunawicara
Anak merasa kesulitan dalam berkomunikasi karena selama ini
dilakuan adalah mengalihkan pembicaraan dengan menggunakan tulisan,
ia merasa dapat memahami pembicaraan orang lain denga meahami gerak
bibir, tidak merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan memahami gerak
bibir dan mampu mengikuti nilai social lingkungan dengan baik, namun
memilih diam dan pasif pada lingkungan, menggunakan bahasa isyarat
untuk melakukan sebuah komunikasi dengan lawan jenis, mengerti bahasa
tubuh dengan baik untuk berkomunikasi.
F. RTunaganda
Tunaganda menurut Kauffman (2006) dalam Desiningrum (2016: 109)
merupakan anak yang menderita dua atau lebih kelainan dalam segi jasmani,
keindraan, mental sosial, dan emosi, sehingga untuk mencapai perkembangan
kemampuan yang optimal diperlukan pelayanan khusus dalam pendidikan,
medis, dan psikologis. Anak tunaganda dan tuna majemuk membutuhkan
dukungan besar pada lebih dari satu aktivitas hidup yang utama, seperti
mobilitas, komunikasi, pengurusan diri, tinggal mandiri, bekerja, dan
pemenuhan diri. Adapun yang termasuk kedalam tunaganda menurut
Desiningrum (2016: 110) adalah: tunanetra-tunarungu, tunanetra-tunadaksa,
tunanetra-tunagrahita, tunanetra-tunalaras, tunanetra-kesulitan belajar khusus,
tunarungu-tunadaksa, tunarugu-tunagrahita, tundaksa-tunagrahita.
Jhonston & Magrab menyebutkan dalam Tim Pengembang FIP UPI (2007:
55) tuna ganda adalah mereka yang mempunyai kelaianan perkembangan
mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan
neorolgis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelaian dalam
kemampuan, seperti: intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di
masyarakat. Definisi lain dari tunaganda menurut hukum di Amerika
berdasarkan PL. 94-103 (title II. Os. 124, tahun 195), kelainan tersebut
diperjelas bahwa:
a. (i) Mereka yang dikelompok kedalam kelaian-ganda antara tunagrahita,
celebral pasly, epilepsy, atau autism; (ii) Mereka yang termasuk
mempunyai kondisi-kondisi kelianan fungsi secara menyeluruh, atau
kelaian prilaku adaptif yang memerlukan tretmen dan layanan-layanan
seperti halnya dengan mereka yang berkelaian carebol pasly, epilepsy,
autism. (iii) Mereka yang mempunyai dylexia disebabkan oleh kelainan-
hambatan seperti yang dinyatakan pada bagian (i) dan (ii).
b. Dimulai sebelum mereka berumur 18 tahun.
c. Kelaiannnya kerjadi secara terus-menerus atau kelianannya bertendensi
kearah berkelanjutan.
d. Kelianan-ganda ini merupakan kelaianan-substansi kemampuan seseorang
untuk berfungsi secara normal dalam masyarakat.
PL di Amerika Serikat, PL 94-142 dinyatakan bahwa tunaganda di artikan
sebagai kelaianan yang saling bertautan (seperti tunagrahita dengan buta total,
tunagrahita dengan kelaianan kelaiann yang bersifat orthopedis, dan
sejenisnya), kombinasi tingkat kelaiann berat juga merupakan kasus
permasalahan pemberian pendidikan, dimana layanan pendidikannya tidak
semata-mata hanya ditujukan pada salah satu dari kelainannya saja. Namun
istilah tunaganda tersebut belum termasuk untuk untuk mereka yang
dikategorikan sebagai anak Buta-tuli. Selanjutnya, Walker (1975) dalam Tim
Pengembang FIP UPI (2007: 56) berpendapat mengenai tuna-ganda atau
multihandicapped sebagai berikut:
1. Seseorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan
layanan-layanan pendidikan khusus.
2. Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan
teknologi.
3. Seseorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi-
metode secara khusus.
Desiningrum (2016: 111) mengungkapkan, bahwaa ciri-ciri tunaganda
antara lain sebagai berikut:
a. Ciri-ciri jasmaniah antara lain: Gangguan refleks, gangguan perasaan kulit,
gangguan sensoris, gangguan pengaturan sikap dan gerak (motorik),
gangguan sistem metabolisme dan sistem endoktrin, gangguan fungsi
gastrointestinal, gangguan fungsi pernapasan, gangguan pembentukan
ekresi urine.
b. Ciri-ciri rohaniah/mental/intelektual: Kecerdasan intelektual anak
tunaganda dan manjemuk sanagat bervariasi, hal ini sesuai dengan tingkat
kelainan yang diderita anak yang begitu kompleks dibandingkan anak
cacay pada umumnya. Mereka seringkali mengalami gangguan dalam
intelektual, kehidupan emosi dan sosialnya, seperti: emotional disorder,
hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, toleransi terhadap kekecewaan
rendah, berpusat pada dirisendiri, depresi, dan cemas. Dengan demikian
membawa beban psikologis yang berat pada penderita tunaganda dan
majemuk.
c. Ciri-ciri sosial antara lain: Hambatan fisik dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari, rasa rendah diri, isolatif, kurang percaya diri, hambatan dalam
keterampilan kerja, dan hambatan dalam melaksanakan kegiatan sosial.
G. HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia. Sedangkan, Aquired Immunodeficiency Syndrom
(AIDS) adalah kumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan atau didapat
karena hilangnya kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit. Virus HIV
menurut Nursalam, dkk (2007) virus HIV menyebabkan munculnya tanda dan
gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan
menghancurkannya.Gejala-gejala yang muncul dari HIV dapat mempengaruhi
seseorang secara bertahap. Setelah virus memasuki tubuh, maka virus akan
berkembang dengan cepat. Adapun Muslihin (2019) menyebutkan ciri-ciri dan
gejala orang yang terkena vius HIV/AIDS yaitu:
1. Demam berulang, jika terinfeksi HIV, tahap awal akan muncul demam
kemudian disertai dengan gejala seperti flu selama empat minggu pertama.
Kondisi ini disebut sindrom retrovial akut atau ARS atau infeksi HIV
primer.
2. Memilki ruam pada kulit. Ruam dapat terjadi pada tahap awal penyakit
atau tahap lanjut ketika sistem kekebalan tubuh menjadi lemah.
3. Pembengkakakan kelenjar betah bening.
4. Kelelahan kronis. Orang yang terjangkit virus ini akan terus menerus
mengalami lelah, karena infeksi HIV akan melemahkan sistem kekebalan
tubuh yang berarti jua melemahkan stamina tubuh.
5. Nyeri otot dan sendri, nyeri daerah perut atau saat menelan.
6. Sakit kepala ekstrim.
7. Diare berair, diare terus meners, mual, muntah. Diare berlangsung selama
lebih dari seminggu dan tidak berhenti setelah diberikan pengobatan dapat
menjadi ciri-ciri orang yang terkena HIV.
8. Penurunan berat badan yang cepat besamaan dengan diare dapat berarti
bahwa virus tersebut telah menganggu sistem pertahanan tubuh.
9. Peunomia, yaiutu batuk, demam, penurunan berat badan, dan sesak nafas.
10. Berkeringat terus menerus, dan berkeringat di malam hari. Oramg yang
terkena HIV AIDS mengalami gejala sering berkeringat di malam hari
walu saat itu udara tidak panas dan tidak sedang melakukan aktifitas fisik.
11. Infeksi jamur yang dapat menyerang semua bagian tubuh, seperti jamur
menyerang kuku, maka kuku akan berubah berwarna kuning, menebal dan
rapuh. Demikian pula sariawan di mulut karena infeksi jamur dapat
menjadi indikasi yang sama, penurunan daya ingat atau depresi.
H. Gifted (Potensi Kecerdasan Istimewa)
Gifted menurut Clrark (1998) dalam Oktaviany (2015: 16) yaitu anak yang
memiliki nilai IQ dalam posisi 2% tertinggi. Witty menambahkan, anak yang
memiliki kecerdasan istimewa adalah mereka yang menunjukkan performa
luar biasa secara konsisten pada potensi yang dimilikinya. Sedangkan teori
Renzuli dalam Oktaviany (2015: 16) mengemukakan bahwa orang yang
memiliki kecerdasan istimewa memiliki gabungan dari kemampuan umun/
khusus di atas rata-rata, krativitas tinggi dan komitmen terhadap tugas tinggi
serta mampu menerapkannya pada berbagai bidang dalam kehidupan
bermasyarakat. Mereka belajar dengan cepat, belajar lebih banyak, mengingat
lebih banyak, dan menerapkan pengetahuan dengan lebih mudah daripada
anak dengan kecerdasan rata-rata.
Tirtonegoro dalam Oktaviany (2016: 16) mengemukakan bahwa gifted
adalah orang yang memiliki IQ atau tingkat kecerdasan lebih dari normal, IQ-
nya antara 125-140. Disamping itu, anak gifted memiliki bakat istimewa yang
menonjol dalam bidang seni musik, drama, keterampilan dan keahlian dalam
memimpin. Sejalan dengan itu, Milgram R.M. (1991) dalam Tim Pengembang
FIP UPI (2007: 56) anak berbakat atau gifted adalah mereka yang mempunyai
skor IQ 140 atau lebih diukur dengan instrumen Stanford-Binet (Terman,
1925), mempunyai kreativitas tinggi (Guilford, 1956), kemampuan memimpin
dan kemampuan dalam seni drama, seni musik, seni tari dan seni rupa
(Marland, 1972). Gifted ini memiliki empat kategori, yaitu:
a. Mempunyai kemampuan intelektual atau mempunyai intelegensi yang
menyeluruh, mengacu kepada kemampuan berfikir secara abstrak dan
mampu memecahkan masalah secara sistematis dan masuk akal.
Kemampuan ini dapat diukur pada anak maupun orang dewasa dengan tes
psikometrik berkaitan dengan prestasi uumnya dinyatakan dengan skor IQ.
b. Kemampuan intelektual kusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda
dalam matematika, bahasa asing, musik, atau Ilmu Pengetahuan Alam.
c. Berfikir kreatif atau berpikir murni-menyeluruh. Umumnya mampu
berpikir untuk memecahkan permasalahan yang tidak umum dan
memerlukn pemukiran tinggi. Pikiran kreatif menghasilkan ide-ide yang
produktif melalui imajinasi, kepintarannya keluwesannya, dan bersifat
menakjubkan.
d. Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinil dan berbeda dengan
orang lain.
Dari keempat kategori tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa anak
cerdas istimewa (gifted) adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual
yang jauh melampaui kemampuan anak lain seusianya yang menunjukkan
karakteristik belajar yang unik sehingga membutuhkan stimulasi khusus agar
potensi kecerdasan dapat terwujud menjadi kerja yang optimal.
Davis (2012) dalam Oktaviany (2015: 19) menyebutkan karakteristik
umum dari peserta didik cerdas istimewa (gifted) meliputi: (1) Kemampuan
bahasa yang superior, yakni kelancaran secara verbal, kosakata yang banyak,
dan tata bahasa yang rumit; (2) Senang belajar; (3) Superioritas akademik; (4)
Analisis dan pemecahan masalah yang superior; (5) Energi tinggi dan
antusisasme; (6) Kecenderungan untuk sesuatu yang baru; (7) Menggunakan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, strategi yang efisien; (8) Mampu melihat
sesuatu dengan dalam, memikirkan hal yang abstrak, rumit dan logis,
mendalam dan fleksibel; (9) Motivasitinggi, bersemangat, fokus, tekun, ulet
berorientasi tugas; (10) Minat yang luas dan informasi yang banyak; (11)
Intensitas dan kepekaan emosional; (12) Aktivitas fisik dan intelektual yang
tinggi, (13) Konsentrasi dan perhatian yang tinggi; (14) Mandiri, berorientasi
diri, bekerja sendiri, dan (15) Pembaca dini dan antusias.
Oktaviany (2015: 21) menegaskan, bahwa anak yang memiliki kecerdasan
istimewa memiliki ciri-ciri kognitif dan keperibadian. Ciri-ciri kognitif yaitu:
Senang belajar, kecepatan belajar yang tinggi, rasa ingin tahu yang besar,
superioritas akademis, gemar membaca sejak usia dini, ingatan sangat kuat,
konsentrasi kuat, memiliki banyak gagasan yang muncul secara spontan,
berpikir fleksibel, mampu merinci dan mengambangkan gagasan, kritis, logis,
berani mengambil resiko dan menyukai tantangan, pembelajar visual,
penalaran intuitif, dan memiliki kemampuan psikomotorik.
Kepribadian anak cerdas itimewa yaitu: kecepatan belajar yag tinggi,
komitmen tugas yang tinggi, berhasrat dalam menemukan kebenaran,
menekankan pada logika, menuntut standar yang tinggi terhadap diri sendiri
dan orang lain, minat terhadap masalah dunia kemanusiaan, rasa keadilan
yang tinggi, kewaspadaan dan perhatian tinggi, antusias, sangat ingin tahu,
mandiri, beroientasi diri dan bekerja sendiri, serta memiliki intensitas dan
kepekaan emosional.
I. Talented
1. Pengertian Anak Talended
Anak talented hanya menunjuukan satu bidang kemahiran khusus saja.
Misalnya seni music, drama, mengarang, melukis dan sebagainya. Namun
kemahiran ini berarti luar biasa dalam mengetahui. Misalnya dalam musik,
anak talented berarti mengetahui irama, nada, keselarasan, interpretasi,
keterampilan dalam memainkan alat music dan lain-lain. Kemahiran
tersebut berasal dari bakat bawaan anak,. Jadi, talent = penonjolan pada
suatu bidang tetentu saja dari suatu individu yang dibawa sejak lahir atau
secara umum disebut bakat berarti kecakapan khusus yang sifatnya non
intelektif.
2. Ciri-Ciri Anak Talented
Handayani (2015) mengemukakan bahwa seorang anak memiliki 18
ciri dari 25 ciri berikut, maka anak tersebut dapat digolongkan anak
berbakat. Adapun ciri-cirinya sebagai berikut: (1) Membaca pada usia
lebih muda; (2) Membaca lebih cepat dan lebih banyak; (3) Memiliki
pembendaharaan kata yang luas; (4) Memiliki rasa ingin tahu yang kuat;
(5) Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa; (6)
Menunjukkan keaslian dalam ungkapan variable; (7) Mempunyai inisiatif
dan dapat bekerja sendiri; (8) Memberi jawaban-jawaban yang baik; (9)
Dapat memberikan banyak gagasan; (10) Luwes dalam berfikir; (11)
Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan; (12)
Mempunyai pengamatan yang tajam; (13) Dapat berkonsentrasi untuk
jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang
diminati; (14) Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri; (15) Senang
mencoba hal-hal yang baru; (16) Mempunyai daya abstraksi,
konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi; (17) Senang terhap kegiatan
intelektual dari pemecahan-pemecahan masalah; (18) Cepat menangkap
hubungan sebab akibat; (19) Berperilaku terarah pada tujuan; (20)
Mempunyai daya imajinasi yang kuat; (21) Mempunyai banyak
kegemaran; (22) Mempunyai daya ingat yang kuat; (23) Tidak cepat puas
dengan prestasinya; (24) Peka serta menggunakan firasat; (25)
Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
J. Lambat Belajar
1. Pengertian Lambat Belajar
Anak dengan lamban belajar adalah siswa yang lambat dalam proses
belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Lamban belajar adalah siswa yang kurang mampu menguasai pengetahuan
dalam batas waktu yang telah ditentukan karena ada faktor tertentu yang
mempengaruhinya.
Siswa yang lamban belajar dan berprestasi rendah dapat pula
diakibatkan oleh factor IQ. Menurut penelitian Binet dan Simon anak yang
lemah mental memiliki IQ antara 50 sampai 69, tergolong anak yang
lamban belajar. Mereka itu sangat sulit dididik. Jika memungkinkan untuk
dididik mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahami
pelajaran kendatipun pada akhirnya prestasi yang di capainya tidak
semaksimal siswa yang lainnya. Siswa lamban belajar yang di sebabkan
oleh factor IQ, pada umumnya memiliki prestasi rendah, lain halnya
dengan siswa lamban belajar yang diakibatkan oleh lemahnya kemampuan
menguasai pengetahuan dan keterampilan dasar tertentu pada sebagian
materi pelajaran yang harus dikuasi sebelumnya
2. Ciri–Ciri Umum Siswa Lamban Belajar
Ciri-ciri umum siswa lamban belajar dapt dipahami melalui
pengamatan fisik siswa, Perkembangan mental, intelektual, sosial,
ekonomi, kepribadian dan proses-proses belajar yang dilakukannya di
sekolah dan di rumah. Ciri-ciri itu dianalisa agar diperoleh kejelasan yang
konkret tentang gejala dan sebab-sebab kesulitan belajar siswa di sekolah
dan di rumah.
a. Fisik: Pengamatan pertama yang dilakukan untuk menemukan sebab-
sebab kesulitan belajar siswa adalah dengan pengamatan cermat
terhadap keadaan fisiknya, meliputi intensitas pendengarannya,
penglihatannya, pembicaraannya, vitamin dan gizi makanan pada
waktu kecil.
b. Perkembangan mental: Kemampuan mental adalah kemampuan
individu dalam berfikir dan berbuat. Perkembangan mental dapat
dipengaruhi oleh pertumbuhan fisik, peristiwa-peristiwa tertentu yang
terjadi dalam kehidupannya dan asuhan intensif yang diberikan
lingkungannya. Cacat fisik sebelum atau setelah kelahiran dapat
berpengaruh pula terhadap perkembangan mental seseorang.
c. Perkembangan intelek: Intelek adalah kekuatan pikiran dalam
menyampaikan pemikiran (reasoning) dan pemahaman pengetahuan
yang dikuasainya. Manusia intelektual adalah manusia yang
berkemampuan menganalisis pengetahuan, menyatakannya kembali
dalam bentuk kata dan kalimat yang baik dan benar yang disampaikan
secara sistematis dan logis sehingga dapat diterima oleh
lingkungannya. Perkembangan intelek dapat dipengaruhi oleh keadaan
mental. Sesorang yang memiliki IQ berkisar antara 50 sampai 69 sulit
diharapkan memiliki perkembangan intelek yang baik.
d. Sosial: Keadaan sosial ekonomi manusia berpengaruh terhadap
kemajuan belajar siswa di sekolah. Berdasarkan Penelitian Kirk
(1962), terdapat 5 kali lebih banyak siswa lamban belajar yang berasal
dari keluarga ekonomi lemah dibandingkan siswa lamban belajar yang
berasal dari keluarga ekonomi tinggi.
e. Perkembangan kepribadian: Siswa yang mengalami kesulitan belajar
pada umumnya berkaitan erat dengan masalah-masalah emosional,
agresif, takut, malu-malu dan nakal. Kadang siswa yang mengalami
kesulitan belajar itu menunjukan ketidakmampuan menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitarnya yang diakibatkan kegagalan belajar di
sekolah. Jika kegagalan itu bertambah banyak maka akan
mengakibatkan kelesuan konsentrasi dalam belajar.
K. Autis
Autis adalah suatu gangguan perkembangan saraf pada seseorang yang
ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, kesulitan berkomunikasi
(verbal dan non verbal), serta berperilaku terbatas berulang dan stereotype.
Ciri-ciri anak dengan autism adalah sebagai berikut:
1. Sulit berkomunikasi: Anak dengan autisme umumnya kesulitan dalam
berbicara, memahami percakapan, hingga membaca dan menulis. Hal ini
membuat anak autis sangat sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain.
2. Gangguan dalam berinteraksi: Saat seseorang berinteraksi dengan anak
autis, biasanya akan sulit melakukan kontak mata atau bahkan tidak ada
kontak mata. Anak dengan autisme sulit memahami perasaan orang lain
sehingga tidak akan mudah untuk bermain dengan meraka.
3. Emosi tidak stabil: Tidak jarang anak dengan autisme memiliki emosi
yang tidak stabil dan mudah marah bila mendengar suara tertentu atau
merasa terganggu. Pada banyak kasus, emosi yang tidak stabil tersebut
membuat si anak mengamuk dan merusak benda-benda yang ada di
dekatnya.
4. Perilaku khas: Selain mudah marah, beberapa perilaku khas anak dengan
autisme diantaranya; menatap objek tertentu dalam waktu cukup lama,
suka mengibaskan tangan, menyimpan batu, memutarkan badannya, dan
hanya makan makanan tertentu saja. Penyebab autism. Menurut para ahli,
autisme dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu primer dan sekunder.
Autisme primer adalah autisme yang tidak diketahui penyebabnya,
sedangkan autisme sekunder adalah autisme yang disebabkan oleh faktor
medis dan lingkungan.
Sebenarnya penyebab utama autisme belum diketahui secara pasti, namun
para ahli mengatakan penyebab yang paling sering adalah karena faktor
genetik dan lingkungan.
1. Faktor Genetik: Banyak ahli meyakini bahwa penyebab utama autisme
pada anak adalah karena faktor genetik. Meskipun demikian, banyak juga
ahli yang tidak sependapat karena ternyata ada juga kasus keluarga yang
tidak memiliki riwayat autisme memiliki keturunan yang menderita
autisme.
2. Faktor Lingkungan: Faktor lingkungan disinyalir menjadi salah satu
penyebab autisme, yaitu ketika ibu hami terpapar virus tertentu yang
terdapat pada lingkungan tempat tinggalnya. Menurut ahli, virus yang
dapat menyebabkan autis adalah Rubella dan Toxoplasma. Selain virus,
faktor lain yang dapat menyebabkan anak dalam kandungan berpotensi
menderita autisme adalah penyakit herpes pada ibu, pendarahan saat ibu
hamil, serta pola makan yang tidak baik.
L. Korban Penyalahgunaan Narkoba
Narkoba menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika pasal 1 ayat 1 yang terdapat dalam jurnal Novitasari (2017: 918)
adalah suatu zat atau obat yang berasal dari tanman atau bukan tanaman, baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.
Sedangkan pecandu menurut Zakky, dkk (2003) dalam Novitasari (2017)
merupakan korban penyalahgunaan narkotika yang melanggar peraturan
pemerintah, dan mereka adalah warga negara Indonesia yang diharapkan
dapat membangun negeri ini dari keterpurukan hampir di segala bidang.
Adapun ciri-ciri yang mudah diketahui pada pencandu narkoba menurut
Sadzali (2003) dalam Novitasari (2017: 921) yaitu:
1. Pecandu daun ganja, mereka memiliki ciri-ciri: cederung lesu, mata merah,
kelopak mata mengantuk terus, senang makan karena perut terus terasa
lapar, suka tertawa berlebihan jika terlibat pembicaraan lucu.
2. Pecandu putaw, memiliki ciri-ciri: sering menyendiri di tempat gelap
sambil mendengarkan musik, malas mandi karena kondisi badan
kedinginan, badan kurus, layu serta selalu apatis terhadap lawan jenis.
3. Pecandu inex atau ekstasi, memiliki ciri-ciri: suka keluar rumah, selalu
rian ketika mendengar musik house, wajah terlihat lelah, bibir pecah-
pecah, dan badan terus mengeluarkan keringat, sering minder ketika
pengaruh inex berkurang.
4. Pecandu sabu-sabu memiliki ciri-ciri: gampang gelisah dan serba salah
dalam melakukan hal apapun, jarang menatap mata jika diajak berbicara,
mata sering jelalatan, karakternya dominan curig, berkeringat meski di
ruang ber-AC, mudah marah dan sensitif.
Selanjutnya, menurut Budiman (2006) dalam Novitasari (2017: 921)
mnyebutkan bahwa yang menjadi tanda awal atau gejala seorang menjadi
korban narkoba memiliki ciri-ciri antara lain:
1. Tanda-tanda fisik: kesehatan fisik dan penampilan diri menurun dan suhu
badan tidak beraturan, jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis
(acuh tak acuh), mengantuk, agresif, nafas sesak, denyut jantung jadi
lambat, kulit terasa dingin, nafas lambat, mata dan hidung berair, menguap
terus menerus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, takut air sehingga malas
mandi, kejang, kesadaran menurun, penampilan tidak sehat, tidak peduli
dengan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, dan lain-lain.
2. Tanda-tanda ketika di rumah: membangkang terhadap teguran orangtua,
tidak mau memperdulikan peraturan keluarga, mulai melupakan tanggung
jawab rutin di rumah, malas mengurus diri, sering tertidur dengan mudah,
mudah marah, sering berbohong, banyak menghindar dari keluarga
lainnya, pola tidur berubah, sering mencuri barang-barang berharga di
rumah, bila ditanya sikapnya devensif atau penuh kebencian.
3. Tanda-tanda ketika sekolah: prestasi belajar tiba-tiba menurun mencolok,
perhatian terhada lingkungan tidak ada, sering kelihatan mengantuk di
sekolah, sering keluar kelas pada waktu jam pelajaran dengan alasan ke
kamar mandi, sering terlambat masuk kelas setelah jam istirahat, mudah
tersingggung dan mudah marah di sekolah, sering berbohong,
meninggalkan hobi-hobinya yang terdulu (misalnya kegiatan
ekstrakulikuler yang dulu digemarinya), mengeluh karena menganggap
keluarga dirumah tidak memberikan dirinya kebebasan, mulai sering
berkumpul dengan anak-anak ‘tidak beres’ di sekolah.
M. Kesulitan Belajar
IDEA atau Individualswitch Disabilities Education Act Amandements
(2004) dalam Desiningrum, (2016: 9) menyebutkan secara umum anak dengan
kesulitan belajar adalah anak yang mengalami hambatan/ penyimpangan pada
satu atau lebih proses-proses psikologis dasar yang mencakup pengertian atau
penggunaan bahasa baik lisan maupun tulisan. Hambatannya dapat berupa
ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis,
mengeja, atau berhitung. Adapun menurut National Joint Commite for
Learning Disabilities (NJCLD) dalam Pujaningsih (2011) kesulitan belajar
menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk
kesulitan nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan,
bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam bidang
studi matematika.
Gangguan tersebut diduga disebabkan oleh adanya difungsi system syaraf
pusat. Kesulitan belajar ini mungkin saja terjadi bersamaan dengan adanya
kondisi lain yang menganggu (gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan
sosial dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (perbedaan budaya,
pembelajaran yang tidak tepat, faktor-faktor psikogenetik), berbagai hambatan
tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung. Disebutkan dalam
Desiningrum, (2016: 10-11) ciri ciri pada anak kesulitan belajar, diantaranya:
1. Memiliki hambatan dalam keterampilan dasar, anak yang memiliki
kesulitan belajar biasanya memiliki gangguan dalam proses mempelajari
nama warna atau huruf, tidak memiliki pemahaman yang kuat hubungan
natara huruf dengan suara, buruk pada tugas yang berhubungan dengan
bunyi, memiliki masalah dalam mengingat fakta dasar matematika.
2. Hambatan dalam membaca, anak yang memiliki kesulitan belajar memiliki
kekurangan dalam jumlah pembendaharaan kata dibandingkan anak
seusianya, membaca dengan suara keras kurang lancar atau terbata-bata,
memiliki masalah dalam mendeskripsikan sesuatu, tidak mengerti apa
yang dibaca, sering membalik-balikan kata, dan lain sebagainya.
3. Hambatan dalam menulis, dalam hal ini anak yang kesulitan belajar
biasanya akan membuat pembalikan huruf dan diulang-ulang (setelah 9
tahun), sering melakukan kesalahan dalam ejaan termasuk penghilangan
konsonan, kesalahan urutan suku kata (misal ia menulis ‘manbi’ untuk
kata ‘mandi’), menulis lambat atau dengan susah payah, membuat
pembalikan nomor.
4. Sulit berbahasa lisan, anak yang memiliki kesulitan belajar memiliki
kesulitan menemukan kata yang tepat, mengingat urutan verbal (misalnya
nomor telepon, arah, bulan, tahun), memiliki kosa kata yang terbatas.
5. Dalam prilakunya anak ini sering menghindari membaca, memiliki
masalah prilaku waktu selama atau sebelum kegiatan membaca signifikan,
menolak untuk melakukan pekerjaan rumah yang membutuhkan bacaan,
tampaknya hanya melihat gambar-gambar di buku cerita dan mengabaikan
teks.
Ciri-ciri anak kesulitan belajar dapat dilihat dari spesifikasinya yang dibagi
menjadi dua, yaitu pada masa kanak-kanak dan masa usia remaja dan dewasa.
Adapun pada masa kanak-kanak seperti yang tercantum dalam Pujaningsih
(2011) yaitu:
1. Kesulitan mengekspresikan diri, membicarakan sesuatu yang tidak berarti,
sulit mencari kata-kata yang tepat.
2. Lambat dalam mengerjakan tugas seperti mengikat sepatudan
menyebutkan waktu. Mengikat septu bukan menjadi sulit disebabkan
karena motorik yang lemah namun bingung menentukan arah.
3. Tidak perhatian, mudah terganggu.
4. Ketidakmampuan mengikuti arahan karena ketidakmampuan memahami
intruksi lisan.
5. Kebingungan kanan dan kiri.
6. Kesulitan dalam belajar huruf, waktu, kata-kata dan irama dalam lagu. Hal
ini karena urutan huruf bersifat tidak logis sehingga sulit dipahami.
7. Lemah dalam keterampilan bermain di lapangan permasalahan perseptual
berdampak pada motor planning (perencanaan gerak motorik) sehingga
tampak tidak lincah saat bermain.
8. Kesulitan membaca, dan campur aduk dalam mengatur huruf atau angka
ketika menulis.
Adapun pada usia remaja dan dewasa yaitu:
1. Kesulitan dalam memproses informasi auditori
2. Kehilangan barang-barang miliknya, keterampilan mengatur lemah.
3. Lambat dalam membaca, pemahaman rendah.
4. Kesulitan dalam mengingat nama orang dan tempat.
5. Hambatan dalam berbicara; kesulitan menemukan kata-kata yang sesuai.
6. Kesulitan mengatur ide untuk menuli.
7. Kemampuan mengeja lemah. Penghargaan diri rendah karena kegagalan
dan frustasi pada masa lalu.
DAFTAR PUSTAKA
Desiningrum, Dinie Ratri. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Psikosain.
Handayani, Melly. (2015). Ciri-Ciri Anak Berbakat. Artikel. [Online].
Muhlisin, Ahmad. (2009). Gejala dan Cri-Ciri Terkena HIV AIDS Tahap Awal
Sampai Lanjut. Artikel. [Online].
Novitasari, Dina. (2017). Rehabilitasi Terhadap Anak Korban Penyalahgunaan
Narkoba. Jurnal Hukum Khaira Ummah. Volume 12, Nomor 4. [Online].
Nursalam., Nurs., Kurniawati, Ninuk. (2002). Asuhan Keprawatan pada Pasien
Terinvensi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Oktaviany, Diah. (2015). Pengelolaan Program Khusus bagi Anak Cerdas
Istimewa (CI) di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta. Skripsi. Tidak di
Terbitkan. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta:
Yogyakarta.
Pujaningsih. (2011). Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar Spesifik. Diklat
Pengembangan Kompetensi Guru SLB non PLB Dinas DIKPORA.
Yogyakarta.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan: Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis.Bandung: PT. IMTIMA.

Anda mungkin juga menyukai