PENDAHULUAN
Anak tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan pada organ pendengaran
sehingga menyebabkan anak memiliki hambatan pada pendengaran. Tunarungu memiliki
tingkatan yaitu dari tingkat yang ringan sampai yang berat berdasarkan ukuran
kemampuan dengarnya. Sehingga tunarungu dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu tuli
(deaf) dan kurang dengar (heard of hearing) (Hernawati: 2007). Kondisi ini menyebabkan
gangguan pada kemampuan komunikasi anak tunarungu. Sehingga ketika membahas
tentang anak tunarungu, maka akan berkaitan dengan kemampuan perbendaharaan kata
dalam komunikasi.
Anak tunarungu memiliki hambatan dari segi komunikasi verbal atau lisan, baik
itu secara ekspresif atau berbicara maupun reseptif atau memahami pembicaraan orang
lain. Miskinnya kosakata dan kemampuan anak tunarungu dalam mendominasi
komunikasinya menggunakan bahasa isyarat merupakan salah satu penyebabnya.
Terkadang anak tunarungu salah mengartikan terkait apa yang sedang dibicarakan oleh
orang di sekitarnya, sehingga situsi ini bisa menjadi lebih sensitif bagi anak tunarungu
dan sulit berkomunikasi. Hal ini disebabkan oleh seringnya merasa curiga dan
berprasangka kepada orang di sekitar karena salah menafsirkan makna dalan suatu
komunikasi. Anak tunarungu sulit mengembangkan kemampuan bicara, sehingga
mengalami hambatan dalam berkomunikasi yang berdampak pada perkembangan
kepribadian, kecerdasan, dan penampilannya sebagai makhluk sosial (Hendarmin: 1992).
1
2
dengan baik. Anak tunarungu yang tidak mempelajari bahasa lisan atau oral akan
mengalami lebih banyak kendala saat berinteraksi dengan dunia luar. Dalam memahami
bahasa lisan atau oral, anak tunarungu perlu didukung dengan beberapa hal diantaranya:
dukungan penguasaan bina presepsi bunyi dan irama; penguasaan artikulasi; dan
dukungan penguasaan komunikasi total. Selain hal-hal tersebut, peran guru dan orangtua
juga penting untuk mendukung pembelajaran komunikasi verbal anak tunarungu. Guru
perlu memaksimalkan keterampilan komunikasi siswa dalam pembelajaran bina wicara.
Kemudian perlu kerjasama orangtua untuk melatih keterampilan komunikasi verbal anak
dalam kehidupan sehari-hari.
METODE
Metode yang digunakan adalah studi literatur dari berbagai sumber yang berkaitan
langsung dengan topik penelitian. Sumber-sumber yang digunakan meliputi artikel jurnal
ilmiah, buku, maupun skripsi dengan topik pembelajaran komunikasi verbal pada anak
tunarungu. Studi literatur adalah studi yang dibuat dengan cara yang sama seperti studi
lain, tetapi sumber dan metode pengumpulan datanya adalah dengan mengambil data di
Pustaka secara offline maupun online, membacanya, mencatat, dan mengolah bahan
penelitian. Meskipun studi literatur merupakan sebuah penelitian, tetapi cara ini tidak
mengharuskan untuk pergi keluar dan bertemu responden. Menurut Nazir dalam Yeni, A.
& Hartati, S. (2020) studi literatur berarti teknik pengumpulan data dengan melakukan
studi telaah buku, literatur, catatan, dan laporan yang berkaitan dengan masalah yang
sedang dipecahkan. Dengan mengkaji berbagai sumber yang terkait dengan pembelajaran
komunikasi verbal pada anak tunarungu, penelitian melalui studi literatur ini dapat
dilakukan sehingga mendapat hasil dari berbagai sumber artikel penelitian.
hambatan dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau tanpa
menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Sedangkan orang yang kurang dengar (a
hard of hearing person) adalah seseorang yang biasanya menggunakan alat bantu dengar,
sisa pendengarannya cukup memungkinkan untuk keberhasilan memproses informasi
bahasa, artinya apabila orang yang kurang dengar tersebut menggunakan hearing aid, ia
masih dapat menangkap pembicaraan malalui pendengarannya.
Dalam International Standard Organization (Efendi, 2009) Klasifikasi tunarungu
jika ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya dapat dibagi menjadi beberapa
tingkatan (1) Slight Losses atau anak tunarungu dengan tingkat ketunarunguan antara 20-
30 dB, kemampuan mendengar masih baik dan tidak mengalami kesulitan dalam
memahami pembicaraan, (2) Mild Losses atau anak tunarungu dengan tingkat
ketunarunguan antara 30-40 dB, masih dapat memahami percakapan pada jarak yang
sangat dekat, (3) Moderate Losses atau anak tunarungu dengan tingkat ketunarunguan
antara 40-60 dB, dapat memahami percakapan keras dari jarak kurang lebih 1 meter
dengan pembendaharaan kata yang terbatas, (4) Severe Losses atau anak tunarungu
dengan tingkat ketunarunguan antara 60-75 dB, sulit menyadari suara dan tidak
menyadari adanya getaran suara dari benda-benda di sekitarnya, (5) Profoundly Losses
atau anak tunarungu dengan ketunarunguan 75 dB ke atas, hanya mampu mendengar
suara sangat keras dengan jarak kurang lebih 1 inchi (2,5 cm) atau sama sekali tidak
mendengarkan suara. Masalah utama tunarungu bukan terletak pada tidak dikuasainya
suatu sarana komunikasi lisan, melainkan akibat dari hal tersebut terhadap perkembangan
kemampuan berbahasa secara keseluruhan yaitu mereka tidak mampu atau kurang
mampu dalam memahami lambang dan aturan bahasa (Bunawan, 2004).
Tunarungu secara awam identik dengan ketulian, dan secara akademis, tunarungu
atau gangguan pendengaran meliputi tuli atau kurang dengar (Bintoro, 2010).
Ketunarunguan yang diderita sejak lahir tentunya akan berpengaruh pada masa
perkembangan anak tunarungu. Masalah yang akan muncul akibat dari ketunarunguan
antara lain (a) dalam hal konseptual, (b) komunikasi dan bahasa, (c) bidang kognitif dan
intelektual, (d) bidang pendidikan, (e) bidang emosi, (f) bidang sosial, (g) hal
memperoleh pekerjaan atau vokasional, (h) masalah bagi orang tua dan masyarakat
(Boothroyd, 1985).
Komunikasi Verbal
Perkembangan bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam proses tumbuh
kembang seorang anak. Karena perkembangan bahasa akan menunjang perkembangan
anak pada aspek kemampuan lainnya. Oleh karena itu Zulela dalam Rusmiati, N., &
Mayasarokh, M. (2019) menyebutkan bahwa apabila perkembangan bahasa pada seorang
anak tidak berkembang sesuai usia perkembangannya, maka orang tua perlu untuk segera
mencari tahu solusi dari penyebab mengapa anak tersebut mengalami gangguan
perkembangan dalam bahasanya.
Komunikasi secara umum dapat dimaknai bahwa dalam bersosialisasi proses
komunikasi tidak pernah berhenti sejak dari bangun tidur hingga tidur kembali. Hal ini
merupakan konsekuensi dari sifat manusia yang merupakan makhluk sosial sehingga
membutuhkan interaksi dengan sesama agar terjalin hubungan dalam bermasyarakat.
Komunikasi dapat terjalin apabila ada kesamaan bahasa dari penyampai informasi dan
penerima informasi. Oleh sebab itu penting bagi kedua belah pihak untuk memiliki
kemampuan dalam berkomunikasi dan bahasa yang sama agar informasi yang
disampaikan bersifat akurat.
Salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan masyarakat adalah
komunikasi verbal. Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi yang disampaikan
dengan cara tertulis maupun lisan. Komunikasi verbal menjadi pilihan utama bagi
sebagian besar manusia karena dianggap dapat menyampaikan ide-ide, pemikiran, atau
keputusan secara akurat.
Ini belom selesai wkwk
Pembelajaran Komunikasi Verbal Anak Tunarungu
Terdapat tiga macam model komunikasi menurut Steward L. Tubbs dan Sylvia
Moss yaitu model komunikasi linier, interaksional, dan transaksional. Pembelajaran
komunikasi tunarungu sering dilakukan dengan bertatap muka secara langsung.
Pembelajaran komunikasi tatap muka dilakukan dengan penyampaian secara lisan, guru
dapat menyampaikan pesan yang akan disampaikan dengan suara yang keras dan juga
artikulasi yang jelas supaya siswa dapat membaca gerak bibir dari lawan bicara. Salah
satu bentuk pembelajaran komunikasi verbal secara lisan yang dapat dilakukan adalah
dengan Metode Maternal Reflektif (MMR).
Pembelajaran komunikasi verbal anak tunarungu adalah sebagai berikut: (1) oral
(lisan, bicara), komunikasi dengan oral adalah suatu komunikasi yang menggunakan
bicara dengan sisa pendengaran, baca ujaran, dan atau rangsangan vibrasi serta perabaan
untuk suatu percakapan yang dilakukan dengan spontan. Berikut adalah jenis-jenis
metode oral: (a) pendekatan oral kinestik, pendekatan yang mengandalkan baca ujaran,
peniruan melalui penglihatan, serta rangsangan perabaan dan kinestik tanpa pemanfaatan
sisa pendengaran. (b) pendekatan unisensory atau akupedik yang memberikan penekanan
pada alat bantu dengar yang bermutu tinggi serta latihan mendengar dengan
menomorduakan baca ujaran terutama pada tahap permulaan pendidikan anak (A. P.
Quiqley and R. E. Kretchmer, 1982). (c) pendekatan oral grafik, pendekatan yang
menggunakan tulisan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan komunikasi
oral. (2) Tulisan, bersifat situasional yaitu digunakan sesuai dengan kondisi dan tempat
tulisan tersebut akan digunakan dan dapat berupa lambang-lambang bahasa yang
disepakati bersama dan berlaku di suatu daerah tertentu. Pendekatan pembelajaran
dengan tulisan adalah sebagai berikut: (a) metode formal, dapat disamakan dengan
metode mengajar bahasa asing atau bahasa keduaa pada seseorang dengan menitik
beratkan pembelajaran pada penguasaan struktur dan tata bahasa dan pola kalimat dilatih
secara bertahap mulai dari kalimat yang mudah sampai kompleks. Metode ini juga dapat
disebut metode ggramatikal, structural, atau konstruktif. (b) metode okasional,
pembelajaran bahasa dilaksanakan dengan mengikuti cara sebagaimana anak dengar
mulai belajar bahasa dengan ciri-ciri, menggunakan bahasa sehari-hari, bertolak dari
pengalaman anak, dan memberi penekanan pada pembelajaran membaca.
Metode pengembangan bicara anak tunarungu berdasarkan penyajian materi
adalah: (a) metode global berdiferensiasi, dilaksanakan dengan ujaran secara utuh,
kemudian pembentukan fonem-fonem sebagai satuan bahasa yang terkecil. (b) metode
analisis sintesis, penyajian materi dilakukan mulai dari satuan bahasa terkecil menuju
kata, kelompok kata, dan kalimat.
Metode pengembangan bicara anak tunarungu berdasarkan modalitas yang
dimiliki adalah: (a) metode multisensori, menggunakan seluruh sensori untuk
memperoleh kesan bicara. (b) metode suara, metode yang lebih mengutamakan pada
pemanfaatan sisa pendengaran dengan menggunakan sistem amplifikasi pendengaran.
Metode pengembangan bicara anak tunarungu berdasarkan fonetika adalah: (a)
metode yang bertitik tolak pada fonetik, didasarkan pada mudah sukarnya bunyi-bunyi
menurut ilmu fonetik dan dianggap sama bagi semua anak. (b) metode tangkap dan peran
ganda, metode yang menuntut kepekaan guru menangkap fonem yang diucapkan anak
secara spontan dan membahasakan ungkapan anak yang belum jelas, kemudian
memberikan tanggapan atas ungkapan tersebut.
KESIMPULAN
..
DAFTAR PUSTAKA