Anda di halaman 1dari 4

C.

Pengertian Tuna Rungu


Tuna rungu adalah istilah yang berasal dari kata tuna dan rungu, di mana tuna artinya adalah
kurang, sedangkan rungu artinya yaitu pendengaran. Tuna rungu adalah istilah yang kerap juga
disebut dengan kata lainnya yang berkaitan dengan kelanan pendengaran, seperti tuli, cacat
dengar, kurang dengar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tuna rungu adalah tidak dapat mendengar.
Tuna rungu adalah istilah yang juga dikenal dengan sebutan tuli. Sementara itu, Tuli dengan
huruf besar artinya adalah tidak bisa mendengar dan menggunakan bahasa isyarat untuk
berkomunikasi.
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya
sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar
sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar
sama sekali (Rahmah, 2018) (Mudjiyanto, 2018). Tuna rungu juga dapat diartikan sebagai
keadaan seorang individu yang mengalami kerusakan pada Indera pendengaran, sehingga
menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang suara atau rangsangan lain melalui
pendengaran. Moores mendefinisikan tunarungu sebagai kondisi di mana individu tidak mampu
mendengar dan hal ini tampak dalam wicara atau bunyi-bunyian lain, baikdalam frekuensi dan
intensitas. Sedangkan Mangunsong menjelaskan tunarungu adalah mereka yang pendengarannya
tidak berfungsi, sehingga membutuhkan pelayanan Pendidikan khusus. Dari berbagai definisi di
atas maka dapat disimpulkan bahwa tuna rungu adalah anak yang mengalami kerusakan pada
Indera pendengaran, sehingga tidak dapat menangkap informasi yang diperoleh melalui
pendengaran (Hendrijanto & Trihartono, 2019) (Ahmed et al., 2022) (PURWOWIBOW, KRIS
HENDRIJANTO, 2019) (S, 2018) (DRA. ZULMIYETRI, M.pd., saffarudin, m. pd., dr.
nuhastuti, 2020) (lidya dwi apriyanti, diyah fatmasari, 2023) (sulthon, 2021) (ahril Buchori,
Jatmiko Wahyu Nugroho, Titin Florentina Purwasetiawatik, Diah Retno Ningsih, Anggil
Viyantini Kuswanto, Rinovian Rais, Muhammad Netto Suryono, Yeni Fitriya, Musawwir,
Deisye Supit, Tumiyem, Adolfina Oualeng, 2023) (Dr. Hj. Dasmiah, S.Pd., 2021)
Anak tunarungu pada dasarnya memiliki kesempatan sama dengan anak-anak normal pada
umumnya yakni (1) anak tunarungu lebih egois, (2) anak tunarungu tergantung pada orang lain
dan lebih dekat dengan apa yang sudah dikenal, (3) perhatian anak tuna rungu lebih sulit untuk
dialihkan , (4) Anak tuna rungu lebih memperhatikan yang kongkrit, (5) bersifat polos,
sederhana, tanpa banyak masalah, (6) mudah marah dan mudah tersinggung, dan (7) memiliki
perasaan takut akan hidup yang lebih besar (Apriyanti & Fatmasari, 2023) (Efendi & Inayati,
2020). Namun anak tuna rungu mempunyai ciri-ciri yang sering terjadi pada mereka, dalam hal
ini, Nur’aeni menyebutkan ciri-ciri tersebut diantaranya, sering tampak bingung dan melamun,
sering bersikap tak acuh, kadang bersifat agresif. perkembangan sosialnya terbelakang,
keseimbangannya kurang, kepalanya sering miring, sering meminta agar orang meminta
mengulang kalimatnya, dan masih banyak lagi (Juherna et al., 2021).
Dengan kondisi tersebut sangat terganggunya fungsi pendengaran yang bisa berlangsung hanya
sementara atau permanen. Penderita tunarungu tentu saja akan memerlukan bentuk komunikasi
khusus agar maksud pembicaraan bisa tersampaikan dengan baik. Tunarungu ada yang bersifat
bawaan (sudah ada sejak lahir) dan adventif (terjadi setelah dilahirkan). Tunarungu adventif
lebih banyak disebabkan oleh kebisingan atau karena penyebab-penyebab lain, seperti dampak
suatu penyakit atau cedera fisik.
Keterbatasan pada pendengaran inipun menimbulkan dampak dalam perkembangan bahasa.
Ganguan yang mengakibatkan rusaknya indra pendengaran bagi penderitanya dapat mengalami
kendala dalam menerima berbagai bunyi yang ada disekitar mereka. Sedangkan bahasa
merupakan salah satu sistem komunikasi. Anak tunarungu dalam memperoleh bahasa sehingga
mengalami keterbatasan dan kesulitan dalam komunikasi dengan orang sekitar itu mengapa,
orang yang menyandang tunarungu, khususnya pada anak-anak, mereka sering meminta orang
yang sedang berbicara untuk mengulang apa yang mereka bicarakan, karena selain penyandang
tunarungu tidak bisa mendengar, mereka juga cenderung memanfaatkan artikulasi mulut dari
orang yang sedang mengajak mereka berbicara (Kusuma & Nita, 2019). Penyandang tunarungu
dapat menggunakan komunikasi dengan bahasa isyarat yang biasanya mengkombinasikan
bentuktangan, geraktangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan
pikiran mereka (Setyawan et al., 2018).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tuna rungu diartikan sebagai tidak dapat
mendengara atau tuli. Tuna rungu dianggap sebagai eufemisme atau ungkapan yang lebih halus,
lebih baik, dan lebih sopan dari istilah lainnya yang digunakan untuk gangguan pendengaran
(Sismono & Elwa, 2021). Anak tunarungu mengalami keterbatasan dalam komunikasi
menggunakan bahasa, karena lemahnya pendengaran mereka. Ini mengakibatkan kepekaan
terhadap indra penglihatan (mata) menjadi prioritas bagi mereka. Kontak mata merupakan alat
perolehan bahasa utama bagi anak tunagrahita. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah anak yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak
berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah anak yang indera pendengarannya mengalami
kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa
menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak
berbeda dengan anak dengar pada umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa
anak tersebut mengalami tunarungu (Wardani et al., 2023). Anak tuna rungu yang mempunyai
skor kemampuan membaca diatas rata-rata adalah 63%, Skor lebih tinggi diperlihatkan pada
anak dengan pendidikan awal, kelas yang lebih tinggi, anak dengan jenis kelamin wanita, dan
anak yang memakai alat bantu dengar. Berkomunikasi dengan penyandang tunarungu mungkin
merupakan tantangan tersendiri. Jika harus berkomunikasi dengan mereka secara rutin, ada
baiknya anda mempelajari bahasa isyarat yang resmi agar kedua belah pihak dapat saling
memahami isi pembicaraan dengan lebih mudah. Dengan menggunakan bahasa isyarat saat
berkomunikasi, penyandang tunarungu akan merasa lebih nyaman, dibandingkan harus
memerhatikan atau membaca gerakan bibir lawan bicara (Putri & Syahputri, 2021).
Mengenal anak tuna rungu sejak dini akan bermanfaat untuk membantu mengembangkan
bahasanya, karena semakin dini diketahui bahwa anak mengalami kelainan pendengaran maka
akan diupayakan bagaimana diberikan layanan yang sesuai dengan kekurangan yang dimiliki
anak. Yang paling mendasar harus diketahui orang tua atu guru bgi anak tuna rungu adalah
hambatan bahasa dan komunikasi, sehingga yang haus diupayakan orang tua atau guru adalah
memberikan bantuan dalam mengembangkan bahasa dan bicara. Anak tuna rungu yang masih
memiliki sisa pendengaran mereka akan berpotensi untuk bisa dikembangkan bahasanya lebih
baik, sedang bagi tuna rungu yang total ( tidak ada sisa pendengaran ) maka mereka kurang bisa
berbicara secara baik namun masih bisa dilatih membaca bibir ( lip reading ) sehigga akan
mampu berkomunikasi dengan menatap bibir orang yang berbicara dan memahaminya
(Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus - Rajawali Pers, 2021).
Anak tunarungu mempunyai kecacatan yang tidak segera tampak dibanding dengan anak
berkelainan lainnya. Kecacatan baru diketahui jika anak tunarungu diajak berkomunikasi.
Secara sepintas yang nampak pada anak tunarungu justru penampilan yang tidak berbeda
dengan penampilan anak dengar pada umumnya. Sampai dewasa,kecacatan itu akan
berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan dan perkembangan anak tunarungu, selain
terganggu tentang bahasanya juga dengan kemungkinan untuk mengikuti pendidikan umum
yang di kemudian hari dapat mempersempit kesempatan dalam mencari lapangan pekerjaan.
Ketunarunguan akan membawa dampak pada pendidikan yang diperoleh penderitanya.
Sementara pendidikan memiliki peran penting dalam kemampuan berpikir seseorang.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang penting dalam proses pendidikan sebagaimana
yang diutarakan Bloomdalam Mahesa (2005), bahwa separuh perkembangan intelektual anak
berlangsung sebelum usia empat tahun. Lebih jelas lagi, menurut Landshears dalam
Mahesa (2005), pada usia empat tahun, perkembangan intelektual mencapai 50%, selebihnya
30% untuk 4-8tahun, dan 20% usia 9-17 tahun. Sedangkan perkembangan intelektual anak
dibantu oleh fungsi indra penglihatan, pendengaran, dan gerakan. Apabila salah satu indra ini
mengalami hambatan maka akan berdampak pada pendidikannya. Pada umumnya, orang
beranggapan bahwa anak tunarungu mengalami keterbelakangan intelektual, padahal tidak
demikian halnya. Lebih dari itu, dampak ketuna-runguan merupakan hambatan dalam
penguasaan bahasa secara keseluruhan. Artinya tanpa pendidikan khusus, terlebih bagi anak
tunarungu berat, tidak akan mengenal lambing bahasa atau nama untuk mewakili suatu
benda,kegiatan, peristiwa, dan perasaan, serta tidak akan memahami aturan/sistem bahasa
yang berlaku dan digunakan dalam lingkungannya. Oleh karena itu,anak tunarungu perlu
mendapatkan pembelajaran bahasa sejak dini (Winarsih, 2010).

Sementara itu, secara medis tunarungu atau ketunarunguan artinya kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan non fungsi dari sebagian atau
seluruh alat-alat pendengaran.
Secara pedagogi, tunarungu atau ketunarunguan adalah kekurangan atau kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan dan
pendidikan khusus.
Akibat dari terhambatnya perkembangan pendengaran membuat seorang tunarungu juga
terhambat kemampuan bicara dan bahasanya. Hal ini menyebabkan tunarungu akan mengalami
kelambatan dan kesulitan dalam hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi. Kenyataan
bahwa anak tunarungu tidak dapat mendengar membuatnya mengalami kesulitan untuk
memahami bahasa yang diucapkan oleh orang lain, karena tidak dapat mengerti bahasa secara
lisan atau moral.

https://www.liputan6.com/hot/read/5180792/tuna-rungu-adalah-tidak-dapat-mendengar-kenali-jenis-
dan-penyebabnya

https://www.kajianpustaka.com/2020/07/tunarungu.html

https://slblenterahati.sch.id/read/5/anak-tuna-rungu?shem=ssusba

Anda mungkin juga menyukai