Judul Modul Pendidikan Anak dengan Hambatan Pendengaran
Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Konsep Dasar Hambatan Pendengaran 2. Pembelajaran untuk Peserta Didik Hambatan Pendengaran 3. Program Khusus PKBI untuk Peserta Didik Hambatan Pendengaran 4. Program Khusus Bina Wicara dan Bina Isyarat untuk Peserta didik Hambatan Pendengaran No Butir Refleksi Respon/Jawaban 1 Garis besar materi Kegiatan Belajar 1: Konsep Dasar Hambatan yang dipelajari Pendengaran Pengertian anak dengan Hambatan Pendengaran: tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar di mana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran. Karakteristik tunarungu ciri-ciri yang sering ditemukan pada peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran sering menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1) Sifat ego-sentris yang lebih besar daripada anak mendengar 2) Memiliki sifat impulsif, dll Klasifikasi Tunarungu 1) Saat terjadinya ketunarunguan, yaitu: - Ketunarunguan/hambatan pendengaran bawaan, artinya ketika lahir anak sudah mengalami/menyandang hambatan pedengaran/tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi. - Ketunarunguan/hambatan pendengaran setelah lahir, artinya terjadinya hambatan pendengaran/tunarungu setelah anak lahir dan diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit. 2) Taraf Penguasaan Bahasa - Tunarungu/Hambatan Pendengaran Pra Bahasa - Tunarungu/Hambatan Pendengaran Purna Bahasa 3) Tempat Kerusakan - Tunarungu/hambatan pendengaran konduktif yaitu kerusakan terjadi pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. - Tunarungu/hambatan pendengaran sensoris yaitu: kerusakan terjadi pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar bunyi/suara. - Tunarungu/hambatan pendengaran campuran yaitu: kerusakan terjadi pada telinga luar, telinga tengah dan telinga bagian dalam,dan merupakan kerusakan gabungan pada bagian konduktif dan sensoris. Penyebab Ketunarunguan: Faktor Internal Diri Anak, dan Faktor Eksternal Permasalahan yang terjadi akibat ketunarunguan 1) Masalah dalam persepsi auditif 2) Masalah dalam bahasa dan komunikasi 3) Masalah dalam kognisi dan intelektual 4) Masalah dalam pendidikan 5) Masalah dalam vokasional 6) Masalah dalam keluarga dan masyarakat 7) Masalah sosial 8) Masalah emosi Dampak ketunarunguan/hambatan pendengaran terhadap perkembangan bahasa dan komunikasi, kognisi, psikologis, serta sosial emosi Ketunarunguan/hambatan pendengaran yang berarti tidak memiliki kemampuan mendengar, tentunya akan membawa dampak juga pada kemampuan untuk memperoleh pendidikan bagi penyandang tersebut. Sementara pendidikan memiliki peran penting dalam kemampuan berpikir seseorang. Dalam hal ini, masa kanak-kanak merupakan masa yang penting dalam proses pendidikan.
Kegiatan Belajar 2: Pembelajaran untuk Peserta
Didik Hambatan Pendengaran Konsep dasar pendekatan pembelajaran dengan menggunakan Metode Maternal Reflektif: metode maternal reflektif merupakan metode pembelajaran bahasa bagi anak Tunarungu yang menirukan cara seorang ibu mengajarkan bahasa kepada anaknya yang belum berbahasa sampai anak mampu berbahasa dengan merefleksikan bahasa yang dimiliki melalui kegiatan percakapan. Ciri-ciri pembelajaran dengan menggunakan metode maternal reflektif adalah sebagai berikut: 1) Melaksanakan percakapan yang sewajarnya 2) Metode tangkap, tanggap, peran ganda 3) Ungkapan anak seritmis mungkin 4) Mengikuti cara-cara anak mendengar menguasai bahasa ibu 5) Bertitik tolak pada minat & kebutuhan komunikasi anak 6) Menyajikan bahasa sewajar mungkin baik reseptif maupun Ekspresif Prinsip-Prinsip Pembelajaran dengan menggunakan PendekatanMMR 1) Percakapan harus terjadi sedini mungkin, sebelum anak berbahasa sepatah katapun. 2) Lingkungan yang mengajak bercakap (kapan saja, dimana saja, tentang apa saja). 3) Percakapan bertolak dari pengalaman bersama (ibu/orangtua. guru, teman). 4) Percakapan dengan Motto “apa yang ingin kau katakan, katakalah begini…” 5) Percakapan berlangsung dengan Metode Tangkap dan Peran Ganda. Langkah-langkah Pembelajaran Tunarungu dengan Menggunakan Pendekatan MMR 1) Percakapan dari hati ke hati (Perdati): Makna dari percakapan dari hati ke hati ini adalah percakapan yang berlangsung secara spontan, dalam suasana santai, rileks dan terjad intersubyektifitas (dua hati memikirkan obyek yang sama). 2) Perdati Melanjutkan Informasi: Percakapan yang terjadi di kelas-kelas tinggi (D-4 sampa dengan SMLB), biasanya percakapan lebih kepada penyampaian informasi tentang suatu kejadian yang aktual yang bersifat pengetahuan umum (conversation in order to transmit some information), 3) Percakapan linguitik (Percali): Percakapan linguitik adalah percakapan tentang tata bahasa yang bertitik tolak dari bacaan. Tujuan dari percakapan ini adalah agar Tunarungu mampu merefleksikan topik- topik tata bahasa Teknik Evaluasi dalam Sistem Pembelajaran Peserta Didik Hambatan Pendengaran dengan Pendekatan MMR Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik yang mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) pada aspek pengetahuan dan dampak pengiring (nurturant effect) pada aspek sikap.
Kegiatan Belajar 3: Program Khusus PKBI untuk
Peserta Didik Hambatan Pendengaran PKPBI merupakan pembinaan dalam penghayatan bunyi yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja, sehingga sisa-sisa pendengaran dan perasaan vibrasi yang dimiliki peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran-peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran tunarungu dapat dipergunakan sebaikbaiknya untuk berintegrasi dengan dunia sekelilingnya yang penuh bunyi (Subarto: 1993:66) Tujuan khusus dari pelaksanaan PKPBI yaitu untuk: 1) membantu perkembangan kemampuan bicara 2) membantu dalam pengembangan kemampuan baca ujaran 3) membantu dalam beradaptasi dengan lingkungan 4) membantu untuk berinteraksi dengan orang lain 5) membantu dalam pengembangan emosi 6) membantu dalam pengembangan kemampuan motorik Manfaat PKBI jika diberikan sedini mungkin maka akan mengembangkan dan meningkatkan: 1) Kemampuan berbicara peserta didik tunarungu melalui pelaksanaan PKPBI secara terprogram dan berkesinambungan akan membantu sikap terhadap berbicara peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran yang lebih baik dan lebih jelas. 2) Kemampuan dalam membaca ujaran peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran akan lebih jelas dan lebih mudah setelah mengikuti program PKPBI. 3) Pelaksanaan PKPBI yang terprogram dan berkesinambungan akan memperlancar proses perkembangan bahasa. 4) Melalui pelaksanaan PKPBI dapat mengembangkan interaksi dan komunikasi, kepercayaan diri, motorik serta perasaan peka kepada peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran. Materi dalam Pelaksanaan PKPBI meliputi: 1) Bunyi primitif / latar belakang, misalnya bunyi dari alam: hujan, ombak, angin, petir, guntur. Bunyi dari suara binatang: anjing mengonggong, kucing mengeong. Bunyi yang dibuat oleh manusia sebagai karya seni, misalnya: lagu, musik,dan bunyi yang dihasilkan oleh suara manusia seperti : tertawa, menangis, teriakan. 2) Bunyi sebagai tanda : bedug, sirene, lonceng, klakson 3) Bunyi bahasa merupakan bunyi tertinggi yang merupakan hasil interaksi antar manusia. Sarana dan Prasarana PKPBI Ruang khusus dengan ukuran minimal 6X7 meter persegi atau sama dengan dua kali kelas biasa, diperlukan pula perlengkapan elektronik berupa: organ, tape recorder, microfon, monitor LCD. Selain alat elektronik juga perlu dilengkapi dengan alat non elektronik seperti: drum, rebana, pianika, gendang, dan alat-alat musik tradisional lainnya
Metode Pelaksanaan PKPBI
1) Metode bermain 2) Metode pemberian tugas adalah suatu kegiatan melakukan tugas berdasarkan arahan/petunjuk dari guru, dimana peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran dalam pelaksanaan PKPBI diberi rangsangan yang perlu direspon dengan perbuatan tertentu 3) Metode demonstrasi 4) Metode observasi
Tahapan Pelaksanaan PKPBI
1) Tahapan Deteksi Bunyi Musik/ Irama : Tujuan dari deteksi bunyi, yaitu peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran menyadari adanya bunyi-bunyian latar belakang, bunyi suara manusia, dan bunyi suara binatang secara terprogram 2) Tahapan Diskriminasi Bunyi Musik/Irama: Program ini mencakup latihan untuk membedakan bunyi, baik itu bunyi alat musik maupun bunyi bahasa. 3) Tahapan Identifikasi Bunyi Musik/Irama: Tujuan dari identifikasi bunyi yaitu peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran dapat menyebutkan ciri-ciri dari bunyi- bunyi tertentu dan mampu mengenali bunyi-bunyi yang diperdengarkan baik melalui alat musik atau melalui suara manusia secara terprogram. 4) Tahapan Komprehensi Bunyi Musik/Irama: Tujuan dari komprehensi bunyi yaitu peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran dapat memahami dan melakukan perintah sesuai bunyi yang diperdengarkan. Komprehensi merupakan kumulatif tahapan pelatihan yang telah dikuasai peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran, sehingga mampu melaukan perintah bunyi yang didengar baik sengaja maupun tidak.
Kegiatan Belajar 4: Program Khusus Bina Wicara
dan Bina Isyarat untuk Peserta didik Hambatan Pendengaran Pembelajaran wicara adalah suatu upaya sistematis untuk melakukan tindakan belajar mengajar bicara, yang dalam prakteknya merupakan serangkaian usaha untuk mengembangkan kemampuan peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimilikinya dengan mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaannya dengan cara berbicara. (Nugroho, 2004). Secara umum tujuan bina wicara adalah agar para peserta didik tunarungu/hambatan pendengaran memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dasar dalam berbicara yang baik untuk berkomunikasi di masyarakat, bekerja dan berintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat, dan berkembang sesuai dengan karakteristiknya. Materi dalam Pelaksanaan bina wicara meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. 1) Kelompok fonologi terdiri dari fonem segmental yaitu fonem yang berwujud bunyi bahasa (vokal, konsonan, diftong), fonem suprasegmental yaitu fonem yang tidak berwujud bunyi, tetapi merupakan tambahan terhadap bunyi (aksen bicara, intonasi, irama, tempo). 2) Kelompok morfologi terdiri dari kata dasar, kata jadian atau kata berimbuhan, kata ulang, kata majemuk. 3) Kelompok sintaksis terdiri dari kalimat berita, kalimat ajakan, kalimat perintah, kalimat larangan, kalimat tanya. 4) Kelompok semantik terdiri dari bagian tata bahasa yang mempelajari makna/arti Metode yang digunakan dalam pelaksanaan bina wicara adalah sebagai berikut: 1) Metode Global Diferensiasi: dalam mengajar atau melatih anak untuk berbicara, sebaiknya dimulai dengan ujaran secara utuh (global), yang materinya diangkat dari pengalaman kebahasaan anak. Setelah itu baru diarahkan ke pembentukan fonem- fonem sebagai satuan bahasa yang terkecil. 2) Metode Analisis sintesis: metode ini merupakan kebalikan dari metode global diferensiasi. Penyajiannya dimulai dari satuan bahasa yang terkecil yaitu fonem, menuju kata, kelompok kata, dan kalimat. 3) Metode Multisensori: menggunakan seluruh sensori untuk memperoleh kesan-kesan bicara, misalnya : penglihatan, pendengaran, taktil (perabaan), kinestetis. 4) Metode Suara: Pelaksanaannya dengan memanfaatkan visual-auditif (sisa pendengaran) dan penggunaan alat bantu dengar. 5) Metode Fonetika: Metode yang bertitik tolak dari fonetik ini, urutan latihannya didasarkan pada mudah sukarnya bunyi- bunyi dan dianggap sama bagi semua anak. Bunyi yang pertama diajarkan ialah p, b, w, l, m, r, setelah itu t, d, n, atau meloncat pada k, g, dan ng, dan yang terakhir e, j, dan ny 6) Metode Tangkap dan Peran Ganda: metode ini berdasarkan pada asas individualitas anak. Guru mengajar, melatih anak untuk berbicara, bukan mendasarkan pada urut- urutan fonem, tetapi mendasarkan pada fonem yang paling mudah bagi tiap-tiap anak. SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) SIBI merupakan media komunikasi dengan dan diantara kaum tunarungu berupa gerakan tangan yang disusun secara sistematis untuk melambangkan bahasa Indonesia. Penggunaan isyarat tentunya berbeda dengan bahasa lisan, sehingga isyarat memiliki kelemahan-kelemahan diantaranya tidak dapat mewadahi/mewakili seluruh keunggulan yang dimiliki oleh bahasa lisan. Isyarat pada dasarnya terbagi menjadi 2: 1) Isyarat konseptual yaitu: satu isyarat melambangkan satu konsep, dalam isyarat konseptual tidak terdapat imbuhan dan bentukan, urutan kata tidak sama dengan bahasa lisan. Isyarat konsepual ini dikenal dengan Bahasa Isyarat. 2) Isyarat struktural yaitu satu isyarat melambangkan satu kata, dalam isyarat struktural terdapat isyarat imbuhan dan bentukan, sistem isyarat harus sama dengan bahasa lisan. Isyarat structural ini dikenal juga dengan Isyarat Bahasa. Lingkup dari SIBI, yaitu: 1) Isyarat pokok ialah isyarat yang melambangkan kata atau konsep dan bilangan 2) Isyarat tambahan terdiri dari: Isyarat awalan { me-, ber-, di-, ter-, ke-, se-} Isyarat akhiran dan partike { -an, -kan,lah, kah} 3) Isyarat bentukan yaitu gabungan isyarat pokok dan isyarat tambahan, mengulang isyarat pokok, atau menggabungkan dua isyarat pokok atau lebih. 2 Daftar materi yang 1. Penggunaan alat bantu dengar pada PKBI sulit dipahami di 2. SIBI dan perkembangan bahasa dengan BISINDO modul ini 3 Daftar materi yang 1. Isyarat Bahasa dan Bahasa Isyarat sering mengalami 2. PKBI dan Bina Wicara miskonsepsi