Disusun Oleh :
A. Latar Belakang
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi
pendengaran, baik sebagian maupun seluruhnya yang berdampak kompleks dalam
kehidupannya. Anak tunarungu secara fisik terlihat seperti anak normal, tetapi bila
diajak berkomunikasi barulah terlihat bahwa anak mengalami gangguan
pendengaran. Anak tunarungu tidak berarti anak itu tunawicara, akan tetapi pada
umumnya anak tunarungu mengalami ketunaan sekunder yaitu tunawicara.
Penyebabnya adalah anak sangat sedikit memiliki kosakata dalam sistem otak dan
anak tidak terbiasa berbicara.
Di Indonesia, perkembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dan
pendidikan khusus lainnya, mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dengan
lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 yang
kemudian disempurnakan menjadi UU No.20/2003, pendidikan luar biasa tidak saja
diselenggarakan melalui sistem persekolahan khusus (SLB), namun juga dapat
diselenggarakan secara inklusif di sekolah reguler pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Anak tunarungu merupakan salah satu klasifikasi dari anak yang
dikategorikan berkebutuhan khusus yang mempunyai kelainan dalam
pendengarannya sehingga memberikan dampak negatif bagi perkembangnnya,
terutama dalam kemampuan berbicara dan berbahasa. Namun demikian, mereka
mempunyai hak yang sama sebagaimana warga negara lainnya dalam memperoleh
layanan pendidikan. Untuk menjamin bahwa anak tunarungu maupun anak dengan
gangguan komunikasi yang berada di sekolah reguler, termasuk SD mendapat
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan khususnya maka para pendidik
seyogianya mempunyai wawasan tentang layanan pendidikan bagi anaktunarungu
maupun anak dengan gangguan komunikasi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka makalah ini berjudul “Kebutuhan
Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunarungu dan Anak dengan Gangguan
Komunikasi” .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan judul makalah, maka rumusan
permasalahannya antara lain:
1.
BAB II
PEMBAHASAN
KEGIATAN BELAJAR 3
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunarungu dan Anak dengan
Gangguan Komunikasi
Pada kegiatan Modul 2 sudah dijelaskan bahwa dampak dari tunarungi dalam
kehidupannya secara kompleks, baik sebagai individu maupun sebagai insan sosial.
Dalam kegiatan belajar 3 ini membahas bagaimana agar dapat memberikan layanan
pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus yang ada disekolah anda sesuai
dengan kebutuhan.
Menurut Smith Smith, J.D. (2006: 215-217) guru perlu mengadakan kerja
sama, yaitu sebagai berikut:
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Anak tunarungu merupakan salah satu klasifikasi dari anak yang
dikategorikan berkebutuhan khusus yang mempunyai kelainan dalam
pendengarannya sehingga memberikan dampak negative bagi
perkembangnnya, terutama dalam kemampuan berbicara dan berbahasa. Oleh
karena itu perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus pada sekolah
khusus, sekolah regular, maupun pendidikan inklusi.
Strategi pembelajaran anak tunarungu pada dasarnya sama dengan
strategi pembelajaran anak normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya harus
bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa
tunarungu. Sedangkan alat evaluasi dalam pembelajaran anak tunarungu
dibagi atas dua macam, yaitu alat evaluasi umum yang digunakan dalam
pembelajaran dikelas biasa dan alat evaluasi khusus yang digunakan dalam
pembelajaran di kelas khusus dan ruang bimbingan khusus.
Pendidikan untuk anak dengan gangguan komunikasi tergantung jenis
gangguan komunikasi dan hambatan lain yang dialami anak tersebut.
Gangguan komunikasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya:
faktor kehilangan pendengaran, kelainan organ bicara, gangguan emosi,
keterlambatan perkembangan, mental retardasi, kerusakan otak, serta faktor
lingkungan. Pencegahan terjadinya gangguan komunikasi sama seperti
pencegahan terjadinya berbagai kelainan pada anak,karena banyak gangguan
komunikasi merupakan danpak dari adanya kelainan tersebut. Disamping itu,
orang tua harus memonitor tumbuh kembang anak, melakukan intervensi dini
terhadao kelainan yang ditemukan, memberikan dukungan dengan banyak
memberikan stimulasi bunyi-bunyi bahasa serta menghindari menggunakan
dwi bahasa pada awal masa perkembangan bahasa.
Prosedur dalam layanan intevensi gangguan komunikasi meliputi
asesmen, menganalisis hasil asesmen, membuat program intervensi,
melaksanakan program intervensi, penilaian serta tindak lanjut.
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono . (1995). Strategi Belajar Mengajar dalam pendidikan
Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud Republik Indonesia.