Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, karena
diberi kelebihan akal dan fikiran. Kita terkadang tidak dapat
mengoptimalkan potensi akal dan pikiran yang kita miliki, hal tersebut
diakibatkan dengan adanya beberapa faktor penghambat. Selain itu dengan
bentuk tubuh serta fungsi dari setiap anggota tubuh yang sangat beragam.
Ketika seseorang terlahir kedunia ini dengan kondisi tubuh dan fungsi organ
yang tidak sesuai dengan layaknya orang pada umumnya, tentu saja itu akan
menimbulkan suatu permasalahan.
Saat ini banyak orang yang mengalami permasalahan dalam fungsi
organ tubuh, salah satunya permasalahan dalam organ pendengaran dan
organ artikulasi yang sebagian besar penderitanya mengalami hambatan
dalam berkomunikasi.
Anak yang mengalami hambatan pendengaran.atau tunarungu, biasanya
mereka mengalami hambatan dalam berkomunikasi sehingga salah satu
dampak yang terjadi adalah munculnya permasalahan dalam proses
pendidikan dan pembelajaran.
Setiap anak memiliki hak untuk mengenyam pendidikan, begitupun
dengan anak tunarungu. Karena melalui pendidikan merupakan salah satu
cara untuk mengoptimalkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh
setiap manusia.
Dalam proses pendidikan tentunya kita membutuhkan sarana pendidikan.
Berbicara dan berkomunikasi merupakan salah satu sarana pendidikan yang
paling penting. Sebagaimana diterangkan dalam Sistem Kamus Bahasa
Isyarat Indonesia Tahun 2011 Kemendikbud (2011, hlm. I) bahwa
“pendidikan kaum tunarungu sangat memerlukan sarana pendidikan. Pada
umumnya berkomunikasi dan berbicara merupakan ciri khas manusia
sebagai makhluk sosial”.

1
Ketika seseorang mengalami hambatan dalam berkomunikasi, tentunya
ini akan mengakibatkan munculnya hambatan atau permasalahan-
permasalahan yang baru. Hal ini diperkuat dalam Sistem Kamus Bahasa
Isyarat Indonesia Tahun 2011 Kemendikbud (2011, hlm. I) bahwa “Kaum
tunarungu, ...sulit mengembangkan kemaampuan berbicara sehingga hal itu
aan menghambat perkembangan kepribadian, kecerdasan dan penampilan
sebagai makhluk sosial”. Contoh ketika dalam proses pembelajaran pasti
terjadi interaksi dan komunikasi, tetapi ketika komunikasi tersebut
terhambat tentunya akan berdampak pada permasalahan penyampaian dan
penerimaan makna pesan atau informasi yang disampaikan.
Saat ini melihat sebagian fakta dilapangan, seiring dengan perkembangan
jaman yang terus mengembangkan dan memajukan tentang ilmu dan
teknologi, tentunya mulai banyak tergali ilmu pengetahuan tentang
permasalahan dalam berbagai bidang, salah satunya dalam mempelajari
anak berkebutuhan khusus. Sehingga ada salah satu alternatif untuk
mengatasi masalah komunikasi pada anak tunarungu, salah satunya dengan
menggunakan bahasa isyarat atau manual.
Setiap permasalahan pasti ada jalan untuk menyelesaikannya, begitupun
dengan hambatan komunikasi yang terjadi pada anak dengan hambatan
pendengaran. Hambatan tersebut bisa di minimalisir bahkan diatasi agar
tidak terjadi hambatan lainnya.
Ternyata saat ini banyak berbagai cara yang dilakukan untuk melakukan
komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat, Salah satu cara yaitu
dengan melakukan strategi pendekatan menggunakan Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia (SIBI).
Selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sistem komunikasi
anak dengan hambatan pendengaran, penulis mencoba membahas masalah
ini lebih dalam dengan membaca berbagai referensi dan melakukan
observasi kelapangan serta membuat makalah dengan judul ” Laporan Hasil
Observasi Pendekatan dan Strategi Pendekatan Komunikasi Isyarat Anak
Tunarungu di SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung”. Hal ini agar kita

2
semua dapat mengetahui lebih dalam tentang komunikasi isyarat/ manual
bagi anak yang memiliki hambatan pendengaran di lapangan.

B. Batasan Masalah
Makalah ini membahas :
1. Hakikat pendekatan komunikasi isyarat/ manual anak tunarungu di
lapangan khususnya di SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung.
2. Hakikat strategi pendekatan komunikasi isyarat/ manual anak tunarungu
di lapangan khususnya di SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung.

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini meliputi :
1. Apakah pembelajaran sistem komunikasi masuk secara eksplisit dalam
standar isi SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung?
2. Apakah pembelajaran sistem komunikasi masuk secara eksplisit dalam
standar proses SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung?
3. Apakah pembelajaran sistem komunikasi masuk secara eksplisit dalam
standar pengelolaan SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung?
4. Apakah pembelajaran sistem komunikasi masuk secara eksplisit dalam
standar sarana prasarana SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung?
5. Apakah pembelajaran sistem komunikasi masuk secara eksplisit dalam
standar kompetensi lulusan SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung?
6. Apakah pembelajaran sistem komunikasi masuk secara eksplisit dalam
standar penilaian pendidikan SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung?

D. Tujuan
Tujuan umun penyusunan makalah ini adalah untuk :
Tujuan Khusus makalah ini, untuk memperoleh pemahaman secara
menyeluruh mengenai penyelenggaran pembelajaran sistem komunikasi
anak dengan hambatan pendengaran.
Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah untuk :
1. Memaparkan pembelajaran sistem komunikasi dalam standar isi SLB
Negeri Cinta Asih Soreang Bandung.

3
2. Memaparkan pembelajaran sistem komunikasi dalam standar proses SLB
Negeri Cinta Asih Soreang Bandung.
3. Memaparkan pembelajaran sistem komunikasi dalam standar
pengelolaan SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung.
4. Memaparkan pembelajaran sistem komunikasi dalam standar sarana
prasarana SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung.
5. Memaparkan pembelajaran sistem komunikasi dalam standar kompetensi
lulusan SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung.
6. Memaparkan pembelajaran sistem komunikasi dalam standar penilaian
pendidikan SLB Negeri Cinta Asih Soreang Bandung.

E. Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Pembaca
Sebagai media informasi serta kajian mengenai pendekatan komunikasi
isyarat/ manual dan strategi pendekatan komunikasi isyarat/ manual bagi
anak yang memiliki hambatan pendengaran dilapangan.
2. Bagi Penulis
Sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khusus
tentang pendekatan komunikasi isyarat/ manual dan strategi pendekatan
komunikasi isyarat/ manual bagi anak yang memiliki hambatan
pendengaran dan sebagai sarana berkarya tulis agar dapat bermanfaat
untuk orang lain.

F. METODE PENULISAN
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak
hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga
dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi,
kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan dilakukan pada
responden yang tidak terlalu besar.

Analisis data yang dilakukan analisis model Miles and Huberman.


Menurut (Miles and Huberman dalam Sugiyono, 2005, hlm. 91) yang
meliputi yaitu data reduction, data display, dan conclusion

4
drawing/verification. Data Reduction (Reduksi Data) adalah Mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-
hal yang penting, langkah selanjutnya setelah data direduksi adalah data
display atau menyajikan data langkah yang terakhir dilakukan dalam
analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pondasi Komunikasi Bahasa Isyarat


Program pendidikan yang dilaksanakan di lembaga-lembaga sekolah
luar biasa bagian tunarungu (SLB-B), nampaknya belum dapat
mengantarkan lulusannya sejajar dengan teman-teman sebayanya yang
mendengar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kualitas
tenaga kependidikan tunarungu, kurikulum sistem pembelajarannya, sarana
prasarana yang mendukung dan yang tidak kalah pentingnya adalah sistem

5
komunikasi anak tunarungu, khususnya sistem komunikasi dalam proses
kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas.
Sistem komunikasi anak tunarungu menjadi komponen yang sangat
penting dan mendasar bagi berlangsungnya dan keberhasilan tujuan
pendidikan di lembaga pendidikan anak tunarungu. Dengan memberikan
bekal pengetahuan kepada guru mengenai sistem komunikasi kepada anak
tunarungu, diharapkan bisa menerapkan dan mengimplementasikan kepada
anak tunarungu akan dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan baik,
proses belajar mengajar yang baik dan sesuai dengan cara menyampaian
dengan media komunikasi yang tepat bagi anak tunarungu akan
menghasilkan tujuan kompetensi yang diharapkan dalam kurikulum
pendidikan tunarungu.
Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam berkomunikasi berbahasa
oral, hal ini disebabkan terganggunya indra pendengarannya, akibat yang
ditimbulkan karena hilangnya kemampuan mendengar (tunarungu) adalah
terlambatnya komunikasi dengan dan diantara kaum tunarungu serta
lingkungannya. Lebih berat lagi apabila seseorang menderita ketunarunguan
sejak lahir, ia tidak akan mengembangkan kemampuan berbahas secara
sepontan sehingga dalam usaha untuk bermasyarakat dan memasyarakat
akan timbul berbagai permasalahan.
Menurut Arthur Boothroyd (dalam Bintoro, Toto., 1997) memprediksikan
masalah yang akan muncul akibat tidak/kurang berfungsinya indra
pendengaran bila tidak ditangani sejak dini, yaitu terjadinya hambatan
dalam bidang persepsi sensori, kognisi, bahasa dan komunikasi,
keterampilan bicara, sosial, emosi dan intelektual sehingga akan
mempersempit pula kesempatan pendidikan dan lapangan pekerjaan
dikemudian hari.
Bagaimana dengan orang yang memiliki gangguan pendengaran yang
mengalami kesulitan dalam mengakses bunyi bahasa? Bagi orang yang
mengalami gangguan pendengaran, kemampuan berbahasa lisannya akan
mengalami hambatan, karena modalitas utama untuk melakukan peniruan
polapola bunyi bahasa yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya

6
tidak dimiliki artinya kemampuan pendengarannya tidak cukup untuk
mengakses pola bunyi bahasa tersebut. Ini mengindikasikan bahwa orang
yang memiliki gangguan pendengaran harus mengoptimalkan indera
pendengarannya dan memanfaatkan indera-indera lainnya yang dapat
mengganti fungsi indera pendengaran. Dan apabila ini sulit dilakukan maka
orang yang mengalami gangguan pendengaran akan mengalami hambatan
dalam perkembangan bahasa lisannya. Orang-orang yang sudah tidak
memungkinkan lagi mengakses bunyi bahasa melalui indera
pendengarannya dan orang yang mengalami kesulitan memproduksi bunyi
bahasa karena adanya kerusakan organ bicara atau kelayuan syaraf-syaraf
organ bicaranya perlu ada alternatif bahasa lainnya yang dapat digunakan
sebagai alat untuk melakukan interaksi komunikasnya, misalnya: media
isyarat, abjad jari, atau simbol-simbol lainnya yang dapat diakses melalui
indera penglihatan dan indera perabaan. Dengan demikian, orang-orang
yang mengalami gangguan pendengaran perlu mempelajari dan memiliki
media komunikasi yang memungkinkan untuk dapat terjadinya interaksi
komunikasi.
Anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran sebagaimana anak-
anak pada umumnya yang mendengar, mereka membutuhkan media untuk
mengkomunikasikan gagasan, perasaan, dan pikiran-pikirannya kepada
orang lain. Menurut Bunawan (1996) terdapat beberapa cara berkomunikasi
yang dapat dilakukan orang, termasuk orang-orang yang mengalami
gangguan pendengaran, antara lain melalui: gesti dan atau ekspresi muka,
suara tanpa menggunakan kata-kata, wicara, tulisan, dan media lain seperti
lukisan dan dan sebagainya.
1. Sistem Komunikasi
Sistem komunikasi berasal dari dua kata yaitu kata sistem dan
komunikasi. Secara harfiah kata sistem berasal dari bahasa Latin yang
yaitu system dan bahasa Yunani systema. Seperti yang diungkapkan oleh
Martinus, S (2001, hlm. 569) bahwa
“sistem didefinisikan sebagai berikut: Susunan yang rumit dari
bagian-bagian yang teratur dan saling berhubungan serta bekerja
bersama-sama; pengelompokkan gagasan-gagasan sehingga
membentuk suatu kesatuan yang rumit; metode. Sedangkan di dalam

7
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sistem diartikan sebagai
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu totalitas; susunan yang teratur dari pandangan, teori,
asas; metode”.

Onong Uchjana (1989, hlm. 353) mendefinisikan kata sistem sebagai


“Suatu totalitas himpunan bagian-bagian atau sub-sub sistem yang satu
sama lain berinteraksi bersama-sama beroperasi mencapai suatu tujuan
tertentu di dalam suatu lingkungan.”
Dengan demikian maka kata sistem dapat diartikan sebagai suatu
perangkat dari bagian-bagian/ unsur-unsur yang memiliki susunan teratur
dan rumit, dimana bagian-bagian tersebut berhubungan satu sama lain
dan membentuk satu kesatuan yang saling berinteraksi dan bekerjasama
dalam mencapai tujuan yang sama.
Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu Communicatio yang
berarti pergaulan; persatuan; peran serta; kerjasama; bersumber dari kata
Communis yang berarti sama makna. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata komunikasi dapat diartikan secara harfiah sebagai
berikut:
a. Pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau
lebih sehingga pesan yang dimaksudkan dapat dipahami; hubungan;
kontak.
b. Perhubungan; dua arah komunikasi yang komunikan dan
komunikatornya dalam satu saat bergantian memberikan informasi.
Pengertian Komunikasi dalam Kamus Psikologi juga mengartikan
komunikasi sebagai:
a. Transimi (penyebaran, pengiriman, pengoperan/perubahan-perubahan)
energi dari suatu tempat ke tempat lain, seperti dalam transmisi saraf.
b. Proses transimisi atau penerimaan tanda, sinyal atau pesan.
c. Satu pesan atau sinyal.
d. informasi yang diberikan oleh pasien kepada seorang psikoterapis.
Onong Uchjana (1989, hlm. 60) mendefinisikan kata komunikasi
sebagai berikut: Proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk
lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide,
informasi, kepercayaan, harapan,imbauan, dan sebagainya, yang
dilakukan seseorang kepada orang lain, baik secara langsung secara
tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan
mengubah sikap, pandangan atau prilaku.

8
Maka komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide,
gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling
mempengaruhi diantara keduanya. Manusia berkomunikasi untuk
membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi
manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gesture, dan
broadcasting. Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan
dan tak bertujuan. Dengan demikian, sistem komunikasi merupakan
suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada
pihak lain yang memiliki struktur dan aturan yang teratur.
Seperti yang diungkapkan oleh Onong Uchjana (1989, hlm. 65)
bahwa sistem komunikasi berarti tata cara komunikasi dalam paduan
seluruh unsur dan faktor yang terlibat guna mencapai suatu tujuan
tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas, maka sistem
komunikasi dapat diartikan sebagai suatu susunan tata cara dalam
berkomunikasi yang teratur dan sistematis.
2. Sistem Komunikasi Tunarungu
Seperti telah disebutkan di atas bahwa sistem komunikasi adalah suatu
susunan tata cara dalam berkomunikasi yang teratur dan sistematis.
Maka, sistem komunikasi siswa tunarungu adalah susunan tatacara dalam
berkomunikasi yang teratur dan sistematis pada anak tunarungu.
Sistem komunikasi ini meliputi keseluruhan cara yang kaum
tunarungu gunakan di dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara verbal, non-verbal, dan
kombinasi keduanya yang disebut dengan campuran. Cara verbal sendiri
dapat dibedakan atas penggunaan oral, tulisan maupun membaca ujaran
sebagai komponen. Sedangkan untuk cara non-verbal komponen yang
termasuk di dalamnya yaitu gesti, mimic, isyarat baku dan alamiah.
Sedangkan untuk cara campuran merupakan kombinasi antara
komunikasi verbal dan non-verbal. Pendekatan pembelajaran bahasa
untuk siswa tunarungu terbagi dalam tiga metode yaitu Metode Formal,
Metode Okasional, dan Metode Maternal Reflektif (MMR).

B. Sejarah Sistem Komunikasi Anak Tunarungu

9
Berbagai pendapat dan perbedaan mengenai sistem komunikasi kepada
anak tunarungu di dalam penyampaian pembelajaran, baik Tokoh-tokoh
terkenal dalam dunia pendidikan anak yang mengalami gangguan
pendengaran sejak abab ke 16 telah mengembangkan cara-cara
komunikasi untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran.
1. Fedro Ponce de Leon.
Pada abad ke 16 tepatnya pada tahun 1510 – 1584 di Spanyol, Leon telah
mengembangkan kemampuan berbahasa anak gangguan pendengaran
agar dapat berbicara melalui tulisan dan membaca. Cara yang
dikembangkan Leon ini dikenal dengan sebutan Metode Spanyol. Metode
ini sampai sekarang sangat terkenal dan banyak digunakan di berbagai
negara, termasuk di Indonesia.
2. Joe L’hanes Conrad Amman
Pada abad ke 17 tepatnya pada tahun 1669 – 1724 di Jerman, Amman
mengembangkan kemampuan berbahasa anak yang mengalami gangguan
pendengaran dengan menggunakan metode oral, pandangannya lebih
modern dari pada Leon, beliau juga mengajar melalui membaca ujaran
(speech reading). Metode Amman ini terkenal dengan sebutan Metode
Jerman, dan pada abad ke 18 sekolah-sekolah untuk anak-anak yang
mengalami gangguan pendengaran bermunculan karena keberhasilan
penggunaan metode oral tersebut. Kemudian orang yang paling terkenal
mengembangkan metode oral ini yaitu Samuel Heinicke (1727 – 1790)
3. Delgarno
Tahun 1680 Delgarno mengembangkan metode Dactylology. Beliau
memperkenalkan penggunaan ejaan jari (finger speeling) dengan satu
tangan, dan beliau mencita-citakan pengajaran bahasa ibu. Penerus
Delgarno yaitu Alexander Grahan Bell dari Amerika (1884). Bell
menggunakan bentuk tulisan dari bahasa ibu, dan beliau juga yang
menemukan gagasan pemakaian alat bantu mendengar (ABM).
Metodenya terkenal dengan sebutan Metode Aural, dan cara
pengajarannya menggunakan metode okasional.
4. Charles Michel d L’ Epee
L’ Epee di Perancis pada tahun 1712 – 1789 mengembangkan metode
Isyarat. Dia berpendapat bahwa bahasa isyarat merupakan bahasa
alamiah orang-orang yang mengalami gangguan pendengaran, walaupun

10
dia memahami bahwa bahasa lisan merupakan bahasa yang paling
sempurna. Metode L’Epee ini terkenal dengan sebutan Metode Perancis.
Metodenya sampai sekarang banyak digunakan di hampir seluruh
penjuru dunia.
5. Frederich Moritz Hill (1805 – 1874)
Hill adalah orang yang menerapkan metode pengajaran bahasa untuk
anak yang memiliki gangguan pendengaran dengan menggunakan
prinsip-prinsip metode pengajaran untuk anak yang mendengar dari
Johann Heinnrich Pestalozzi’s (1746 – 1827), yaitu mother method.
Motto mother method adalah ”teaching of spoken language is in
everything”. Pengaruh Hill tersebar dengan pesat di seluruh Eropa,
kemudian menyebar ke Amerika Serikat, bahkan sampai saat ini di
Amerika Serikat, yaitu di kota Nortthamptom dan Massashusetts sekolah
oral yang sangat terkenal sejak jamannya Hill yaitu Clarke School for
The Deaf.
6. Johane Vatter
Vatter merupakan tokoh pendidikan anak gangguan pendengaran yang
sangat idealis dari Jerman pada tahun 1824 – 1916. Vatter memiliki cita-
cita yang sangat ideal yaitu berharap anak yang memiliki gangguan
pendengaran dapat belajar berpikir dengan bahasa verbal dan bercita-
cita agar anak yang memiliki gangguan pendengaran dapat
berkomunikasi di lingkungannya secara wajar layaknya orang-orang
yang mendengar. Vatter dalam pengajaran bahasanya menggunakan
metode gramatikal.
7. Edmun Miner Gallaudet.
Gallaudet adalah seorang tokoh pendidikan anak gangguan pendengaran
yang sangat terkenal dari Amerika serikat pada tahun 1837 – 1917 dan
pengaruhnya menyebar sampai saat ini ke seluruh penjuru dunia,
termasuk ke Indonesia. Gallaudet memberikan pendidikan kepada anak
gangguan pendengaran dengan menggunakan media isyarat dan ejaan jari
disamping bicara dan membaca ujaran. Metode Gallaudet merupakan
campuran yaitu mencampurkan metode bicara, membaca ujaran, isyarat
dan ejaan jari dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, metodenya
disebut sebagai Combined System.
8. Hellen Keller

11
Keller adalah seorang tokoh yang sangat terkenal dan luar biasa, karena
dia seorang yang memiliki kebutuhan khusus (mengalami gangguan
pendengaran dan penglihatan) namun mampu menguasai bahasa verbal
secara sempurna melalui penggunaan abjad tangan dan tulisan braille,
disamping itu dia juga menguasai bahasa lisan melalui penggunaan
metode Tadoma.
9. Ewing
Di Inggris seorang tokoh pendidikan anak gangguan pendengaran yang
bernama Dr. Ewing (1947), memelopori penangan dini bagi pendidikan
anak gangguan pendengaran (Pendidikan Usia Dini bagi anak yang
mengalami gangguan pendengaran), kemudian pada tahun 1957 diikuti
oleh seorang tokoh pendidikan dari negeri Balanda yaitu Van Uden yang
terkenal dengan Metode Maternal Reflektif dalam mengembangkan
bahasa untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran dengan
menggunakan Model Penguasaan Bahasa Ibu.Uden dalam memberikan
pengalaman-pengalaman pembelajaran bahasanya kepada anak yang
mengalami gangguan pendengaran menggunakan cara-cara yang biasa
dilakukan oleh seorang ibu dalam melakukan percakapan kepada
anaknya yang belum berbahasa.
10. Westerveld.
Seorang tokoh pendidikan anak gangguan dari Amerika yang terkenal
dengan penemuannya dalam pengajaran bahasa untuk anak yang
mengalami gangguan pendengaran dengan menggunakan metode
oral yang dipadu dengan metode abjad jari (bukan isyarat), metodenya
disebut sebagai Metode Rochester Dalam perkembangan
perjalanannya metode komunikasi untuk anak gangguan pendengaran
semenjak dulu selalu terjadi kontroversi, khusus diantara dua keyakinan
yang sangat kuat, yaitu antara oralisme dan manualisme. Sampai
menjelang abad 19 metode oral menguasai pendidikan anak
gangguan pendengaran hampir di seluruh dunia sehingga dalam
konferensi di Millan pada tahun 1880 diputuskan agar menggunakan
metode oral dalam mendidikan anak gangguan pendengaran, tetapi
100 tahun kemudian dalam perjalannya metode oral kurang memuaskan
dan dianggap tidak berhasil, maka dalam Konferensi International

12
Pendidikan Untuk Anak Gangguan Pendengaran di Edinburg Jerman
pada tahun 1980 dikemukakan pandangan yang positif terhadap isyarat.
Maka pendekatan Komunikasi Total yang harus dikembangkan di
sekolah-sekolah untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran.

C. Pengertian Bahasa Isyarat/Manual


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia /KBBI (2008), bahasa isyarat
artinya bahasa yang tidak menggunakan bunyi ucapan manusia atau tulisan
di sistem perlambangannya. Bahasa isyarat menggunakan isyarat berupa
gerak jari, tangan, kepala, badan dan sebagainya, yang khusus diciptakan
oleh kaum tuna rungu dan untuk kaum tuna rungu (kadang untuk kaum
pendengar).
Penggunaan bahasa isyarat menurut Chaiorul Anam (1989)
mengemukakan bahwa “Bahasa isyarat adalah bahasa yang dilakukan
dengan menggunakan gerakan-gerakan badan dan mimik muka sebagai
symbol dari makna bahasa lisan”. Kaum tunarungu adalah kelompok utama
yang menggunakan bahasa ini, biasanya dengan mengkombinasikan bentuk
tangan,orientasi dan gerak tangan, lengan tubuh, serta ekspresi wajah untuk
menggungkapkan pikiran mereka. Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa bahasa isyarat adalah bahasa yang dipergunakan dengan
menggunakan gerakan-gerakan badan dan mimik muka khusunya pada
tunarunggu.
Metode manual adalah cara komunikasi yang menekankan pada manual
alphabet (ejaan jari) dan bahasa isyarat. Dengan kata lain, suatu cara
mengajar atau melatih ATR berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari.
Yang dimaksud dengan bahasa isyarat adalah bahasa yang lebih
mengutamakan bahasa tubuh, gerak bibir dan komunikasi manual dan tidak
mengutamakan suara. Bentuk dari bahasa isyarat untuk tuna rungu lebih
kepada kombinasi bentuk dan gerakan tangan, lengan, tubuh dan ekspresi
wajah yang kesemuanya ini digunakan untuk mengungkapkan apa yang
mereka pikirkan.

13
Menurut Drs. H. Agus Supriatin dalam modul BKPBI Bahasa isyarat
bagi tunarungu dapat membantu mereka untuk belajar berbagai macam hal
sekaligus mengembangkan pikiran mereka. Dengan pemilihan bahasa
isyarat yang benar, tentu akan sangat membantu penderita tuna rungu untuk
memahami dunia secara menyeluruh
Bahasa isyarat mempunyai unsur gerakan tangan yang ditangkap melalui
penglihatan. Isyarat Formal yaitu isyarat yang sengaja dikembangkan dan
memiliki struktur bahasa yang sama dengan bahasa lisan masyarakat.
Berbagai bentuk bahasa isyarat formal yang dikembangkan antara lain:
1. Bahasa isyarat yang dinamakan Sign English atau Siglish atau Amelish
atau juga disebut Pidgin Sign English (PSE) yang merupakan gabungan
atau campuran antara bahasa isyarat asli/alami dengan bahasa Inggris.
2. Bahasa isyarat yang memiliki struktur yang tepat sama dengan bahasa
lisan masyarakat dan dapat digolongkan dalam bahasa isyarat struktural
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sedapat mungkin menggunakan kosa isyarat asli/isyarat alami.
b. Membuat isyarat baru untuk menunjukkan struktur bahasa seperti
afiksasi, bentuk jamak, bentuk lampau, dan sebagainya.
c. Satu isyarat mewakili satu kata.
d. Menggunakan ejaan jari sebagai penunjang untuk gejala bahasa
yang sukar dibuatkan isyarat.
Maka bahasa isyarat adalah bahasa non verbal yang biasa
digunakan kaum tunarungu untuk berkomunikasi. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Grosjean (1980) sebagai bapak bilingual, beliau
mengatakan bahwa, “individu atau anak yang terlahir tuli, adalah seorang
bilingual artinya bahasa ibu nya adalah bahasa isyarat, dan bahasa
keduanya adalah bahasa dimana ia tinggal”. Sehingga tunarungu dengan
bahasa isyarat adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.

D. Ruang lingkup
Komponen bahasa isyarat yaitu ada 5 komponen yang merupakan
fonologi bahasa isyarat, yaitu Handshape, Orientation, Location, Movement,
dan Expression.

14
Dalam bahasa isyarat ada pengelompokkan tertentu. Menurut
Permanarian Somad (1996, hlm. 148-150) bahasa isyarat secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. Ungkapan Badaniah
Ungkapan badaniah meliputi keseluruhan ekspresi badan seperti sikap
badan tentang ekspresi muka(mimik),pantomim,dan gestiyang dilakukan
orang secara wajar dan alami.Ungkapan badaniah ini tidak dapat
digolongkan menjadi suatu bahasa dalam arti yang sesungguhnya
walaupun lambang atau isyaratnya dapat berfungsi sebagai media
komunikasi sebagai penunjang dalam pengekspresian
berkomunikasi.Contohnya: polisi lalu lintas dalam mengurus kelancaran
jalan, seringkali menggunakan tangannya kekiri dan kekanan sebagai
lambing untuk berjalan dan berhentinya pengguna jalan.
2. Bahasa Isyarat lokal
Bahasa isyarat alamiah Pengertian bahasa isyarat local menurut
Haenudin (2013, hlm. 139 dalam Permanarian Somad, 1996, hlm. 149)
adalah isyarat yang berkembang secara alamiah di antara tunarungu.
Pengenalan dan penggunaannya terbatas artinya hanya dikenal dan
digunakan dalam suatu lingkungan keluarga ataupun luar sekolah.
Penggunaan bahasa isyarat ini digunakan tunarungu untuk berkomunikasi
diluar kelas dan lingkungan masyarakat. Yang di Indonesia diberi nama
bahasa isyarat Indonesia (BISINDO).
3. Bahasa Isyarat Formal. Bahasa isyarat formal yaitu bahasa nasional
dalam isyarat yang biasanya menggunakan kosa kata isyarat dan dengan
struktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan. Indonesia
memiliki bahasa isyarat formalyang telah dibukukan dalam bentuk
kamus yang disebut Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia(SIBI).

E. Kelebihan dan Kekurangan Komunikasi Isyarat


1. Kelebihan Komunikasi Isyarat
Menurut Drs H. Agus Supriatin dalam modul BKPBI Bahasa isyarat
bagi tunarungu dapat membantu mereka untuk belajar berbagai macam
hal sekaligus mengembangkan pikiran mereka. Dengan pemilihan bahasa
isyarat yang benar, tentu akan sangat membantu penderita tuna rungu
untuk memahami dunia secara menyeluruh

15
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Grosjean (1980) sebagai bapak
bilingual, beliau mengatakan bahwa, “individu atau anak yang terlahir
tuli, adalah seorang bilingual artinya bahasa ibu nya adalah bahasa
isyarat, dan bahasa keduanya adalah bahasa dimana ia tinggal”. Sehingga
tunarungu dengan bahasa isyarat adalah merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan
2. Kekurangan Komunikasi Isyarat
Menurut Todd (1976) bahwa bahasa isyarat dapat merupakan
penghalang yang lebih dramatis bagi perkembangan kemampuan bahasa
lisan.
Dalam masalah social di masyarakat pada umumnya belum/tidak
mengerti bahasa tunarungu salah satunya bahasa isyarat yang sering di
pakai anak tunarungu.
Kekurangan bahasa isyarat lebih ke sifat sosial untuk berkomunikasi
dengan masyarakat pada umunya.

F. Perkembangan Bahasa Isyarat di Indonesia dan Negara lainnya


Keberhasilan pemerolehan bahasa anak tunarungu sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal anak. Faktor
eksternal ini biasa disebut faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang
dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Lingkungan sekolah yang mempunyai pengaruh strategis bagi
perkembangan pemerolehan bahasa anak tunarungu adalah semua
komponen sekolah yang terdiri atas kepala sekolah, guru, sarana prasarana,
dan lingkungan sosial sekolah.
Hampir bisa dipastikan bahwa bahasa isyarat sederhana dalam bentuk
mengangkat bahu, menuding dengan tangan dan jari dan gerenyet wajah
lebih tua dari pada bahasa itu sendiri.Bentuk isyarat yang diketahui dibuat
khusus untuk para tunarungu dikembangkan oleh orang italia bernama
Giovanni Bonifacio pada tahun 1616.
Hampir setiap negara memiliki bahasa isyarat nya masing-masing.
Beberapa negara, seperti Kanada, dan Afrika Selatan, memiliki lebih dari
satu, menyesuaikan bahasa lisan (Marc Marschark,dkk 2002, hlm. 75-76).
Seperti bahasa lisan, bahasa isyarat pun bermacam-macam. Bahasa isyarat

16
memiliki penekanan, logat, dan kosakata istimewa (Marc Marschark, dkk
2002, hlm. 76).
Setelah kebetulan bertemu dengan dua saudara perempuan yang
kebetulan sama-sama tunarungu sekitar tahun 1750-an yang saling
berkomunikasi dengan isyarat tangan, Charles Michel Abbe de l’Epee
( 1712, hlm.89 ) mengembangkan bahasa isyarat dalam bentuk modern
sebagai sebuah bentuk komunikasi bagi tunarungu untuk mengucapkan
kata-kata bahasa Prancis.Bahasa isyarat Prancis ( FSL ) juga bisa
mengekspresikan seluruh konsep dengan satu tanda dan tetap digunakan
sampai hari ini. Sedangkan bahsa isyarat Amerika ( ASL ) dikembangkan
pada tahun 1816 dari FSL setelah dibawa ke Amerika Serikat ASL menjadi
bahasa ke-4 paling umum di Amerika Serikat.
Bahasa isyarat unik dalam jenisnya di setiap negara. Bahasa isyarat bisa
saja berbeda di negara-negara yang berbahasa sama. Contohnya, Amerika
Serikat dan Inggris meskipun memiliki bahasa tertulis yang sama, mereka
memiliki bahasa isyarat berbeda. Hal yang sebaliknya juga berlaku. Ada
negaranegara yang memiliki bahasa tertulis yang berbeda (contoh: Inggris
dengan Spanyol), namun menggunakan bahasa isyarat yang sama. Untuk
Indonesia, sistem yang sekarang umum digunakan adalah Sistem Isyarat
Bahasa Indonesia (SIBI) yang sama dengan bahasa isyarat Amerika (ASL -
American Sign Language).
Sampai saat ini belum ada bahasa isyarat untuk tuna rungu yang bisa
diberlakukan secara international. Bahkan untuk negara yang menggunakan
bahasa yang sama pun (Inggris dan Amerika) masing – masing dari mereka
mempunyai jenis bahasa isyarat yang berbeda-beda dan sebaliknya pula
negara yang mempunyai bahasa tulis yang berbeda (bahasa Inggris dan
Spanyol) justru mempunyai bahasa isyarat yang sama.

G. Perkembangan Bahasa Isyarat di Inggris


Di Inggris bentuk paling umum dari Sign Language disebut British Sign
Language (BSL). BSL memiliki struktur gramatikal sendiri dan sintaks,
sebagai bahasa tidak tergantung juga tidak sangat terkait dengan bahasa

17
Inggris yang diucapkan. BSL adalah bahasa pilihan dari sekitar 145.000
orang di Inggris (2011)
Setelah BSL kampanye secara besar-besaran akhirnya diakui oleh
pemerintah Inggris sebagai bahasa minoritas resmi pada tahun 2003. Hal ini
telah menyebabkan peningkatan pendanaan untuk kebutuhan
coummunication dari orang-orang yang tuli, dan peningkatan kesadaran
bahasa yang kini memiliki sejenis status dengan yang minoritas bahasa
nasional lainnya seperti Gaelic dan Welsh.
Bentuk lain dari bahasa isyarat yang digunakan di Inggris dikenal sebagai
Sign Supported English (SSE). SSE bukan bahasa itu sendiri. SSE
menggunakan tanda-tanda yang sama seperti BSL tetapi mereka digunakan
dalam urutan yang sama seperti Inggris diucapkan. SSE digunakan untuk
mendukung berbicara bahasa Inggris, terutama di sekolah-sekolah di mana
anak-anak dengan gangguan pendengaran belajar tata bahasa Inggris
sepanjang sisi penandatanganan mereka, atau dengan orang-orang yang
bergaul terutama dengan mendengar orang.

H. Perkembangan Bahasa Isyarat di Amerika


Menurut NIDCD. (2015) menjelaskan”American Sign Language (ASL)
adalah bahasa yang kompleks lengkap yang mempekerjakan tanda-tanda
yang dibuat dengan menggerakkan tangan dikombinasikan dengan ekspresi
wajah dan postur tubuh. Ini adalah bahasa utama dari banyak orang Amerika
Utara yang tuli dan merupakan salah satu dari beberapa pilihan komunikasi
yang digunakan oleh orang-orang yang tuli”.
ASL adalah bahasa yang benar-benar terpisah dan berbeda dari bahasa
Inggris. Ini berisi semua fitur dasar bahasa yang memiliki aturan sendiri
untuk pengucapan, urutan kata, dan tata bahasa yang kompleks. Sementara
setiap bahasa memiliki cara sinyal fungsi yang berbeda, seperti mengajukan
pertanyaan daripada membuat pernyataan, bahasa berbeda dalam bagaimana
hal ini dilakukan. Misalnya, penutur bahasa Inggris mengajukan pertanyaan
dengan menaikkan nada suara mereka; pengguna ASL mengajukan
pertanyaan dengan menaikkan alis mereka, pelebaran mata mereka, dan
memiringkan tubuh

18
Sama seperti dengan bahasa lain, cara-cara khusus untuk
mengekspresikan ide-ide di ASL bervariasi sebanyak pengguna ASL
lakukan. Selain perbedaan individu dalam ekspresi, ASL memiliki aksen
regional dan dialek. Sama seperti kata-kata bahasa Inggris tertentu
diucapkan berbeda di berbagai belahan negara, ASL memiliki variasi
regional dalam irama penandatanganan, bentuk, dan pengucapan. Etnis dan
usia yang lebih faktor beberapa yang mempengaruhi penggunaan ASL dan
berkontribusi ragam.
Awal yang tepat dari penggunaan ASL tidak jelas, tetapi beberapa
menunjukkan bahwa itu muncul lebih dari 200 tahun yang lalu dari
mencampurkan bahasa isyarat lokal dan Perancis Sign Language (LSF, atau
Langue des Signes Française). ASL kini mencakup beberapa unsur LSF
ditambah bahasa isyarat lokal asli, yang selama bertahun-tahun telah
menyatu dan berubah menjadi bahasa yang kaya, kompleks, dan dewasa.
ASL modern dan LSF modern bahasa yang berbeda. Sementara mereka
masih mengandung beberapa tanda-tanda yang sama, tidak bisa lagi
dipahami oleh pengguna masing-
Di Amerika, orang tua harus memperkenalkan anak yang tuli atau gangguan
pendengaran bahasa sesegera mungkin. Sebelumnya setiap anak terkena dan
mulai belajar bahasa, ini akan menjadi keterampilan komunikasi yang baik.
Penelitian menunjukkan bahwa beberapa tahun pertama kehidupan yang paling
penting untuk perkembangan anak dari kemampuan bahasa, dan bahkan bulan-
bulan awal kehidupan dapat menjadi penting untuk membangun komunikasi yang
sukses. Berkat program skrining di tempat di hampir semua rumah sakit di
Amerika Serikat dan wilayah, bayi yang baru lahir diuji untuk mendengar sebelum
mereka meninggalkan rumah sakit. Jika bayi sudah kehilangan pendengaran,
pemeriksaan ini memberikan orang tua kesempatan untuk belajar tentang pilihan
komunikasi. Orang tua kemudian dapat memulai proses pembelajaran bahasa
anak mereka selama tahap awal penting dari pertumbuhan.

19
I. Kelebihan dan kekurangan Antara ASL (American Sign Linguage )dan
BSL (American Sign Linguage )
Ada beberapa pendapat, yang menyatakan bahwa ASL (American Sign
Linguage ) lebih baik daripada BSL (American Sign Linguage ). Namun hal
tersebut masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan tersendiri.
Perbedaan mendasar antara BSL dan ASL adalah memiliki perbedaan yang
sangat penting dimana BSL menggunakan Alfabet Standard English
ditafsirkan melalui penggunaan dua tangan, sedangkan ASL menggunakan
satu tangan .
Menurut Satapana. (2009) menjelaskan “Hal pertama yang di lihat adalah
bahwa dengan menggunakan dua tangan, lebih mudah untuk membuat tanda
tangan terlihat lebih seperti huruf itu mewakili”. Contoh, tanda BSL untuk
huruf Q dan x lebih masuk akal dari pada dengan menggunakan ASL yang
menggunakan konsep satu tangan. Namun pada saat kita gunakan sebagai
isyarat, tentunya abjad dua tangan BSL Nampak tidak sederhana dan
terkesan lebih rumit. Contoh pada ejaan nama SATAPANA, penggunaan
dengan menggunakan ASL nampak lebih lebih sederhana dibandingkan BSL
dengan menggunakan 2 tangan.
Demikian juga, pada penggunaan angka pun sistem ASL nampak lebih
sederhana dbandingkan BSL. Dalam BSL angka 1 sampai angka 9

20
menggunakan 1 tangan. Kemudian BSL sepuluh, yang ditunjukkan
menggunakan kedua tangan (seperti alfabet). Ini jelas kerumitan besar jika
menghitung satu sampai sembilan di BSL dan kemudian dipaksa untuk
menggunakan kedua tangan pada angka 10. Dibandingkan dengan sistem
nomor ASL di mana tangan selalu disimpan di satu tempat (kecuali nomor
ganda seperti 22, 33, 44, dll). Dalam BSL ini sangat non-efisien dan
akhirnya akan merugikan penandatangan pergelangan tangan, lengan, dan
siku.
Terakhir, kita akan melihat beberapa tanda-tanda umum dari BSL yang
menjelaskan tanda-tanda BSL untuk keluarga. Tanda pertama adalah
"keluarga". Satu hal yang sangat penting yang menonjol adalah ibu / ayah /
nenek / kakek. ASL nenek didasarkan dari tanda ASL untuk ibu, hanya
dengan satu langkah ekstra (hal yang sama untuk ayah dan kakek, yang
ditampilkan di sini Ini masuk akal mutlak bahwa dua tanda ini terkait.
Sedangkan dalam BSL menunjukkan tanda-tanda nenek / kakek tempat yang
berbeda dari tanda-tanda BSL untuk ibu dan ayah. Ini terlihat tidak logis
sama sekali. Yang membuat tanda-tanda BSL sulit untuk belajar atau
difahami.
Hal lain, tampaknya BSL tidak memiliki rasa gender, karena ibu / ayah /
saudara / tanda-tanda adik semua ditandatangani di lokasi yang berbeda dari
tubuh, di mana sebagai tanda-tanda ASL untuk perempuan umumnya di
sekitar mulut yang dan tanda-tanda untuk laki-laki yang sekitar daerah dahi.

21
Kesimpulannya, di America maupun di Inggris, penggunaan bahasa isyarat
merupakan bentuk terpisah dari bahasa lisan yang digunakan orang pada
umumnya dalam kehidupan sehari – hari. Bagi orang Amerika, Isyarat
Inggris lebih rumit, namun bagi orang Inggris, mungkin itu sesuatu hal yang
lumrah Setiap bentuk mengkomunikasikan pikiran, perasaan, emosi dan ide-
ide dari satu orang ke orang lain semua adalah indah, yang terpenting adalah
bagaimana komunikasi dapat tersampaikan dengan baik. Bahasa Isyarat
Isyarat adalah permata yang harus dihargai karena dunia komunitas tuna
rungu yang demikian luas. Semoga kedepannya ada pencerahan yang lebih
lanjut tentang layanan anak tuanrungu dan hal-hal besar yang akan
dilakukan untuk memajukan komunitas tunarungu.

American sign Language - Family

22
J. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI )
SIBI merupakan salah satu media yang membantu komunikasi sesama
anak gangguan pendengaran di dalam masyarakat yang lebih luas
(nasional). SIBI ini berupa tataan yang sistematis tentang seperangkat
isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak yang melambangkan kosa kata
Bahasa Indonesia dalam tataan tersebut dipertimbangkan beberapa tolok
ukur, yaitu segi kemudahan, keindahan, dan ketepatan pengungkapan makna
atau struktur kata. Secara rinci tolok ukur tersebut adalah sebagai berikut:

23
1. Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten mewakili sintaksis
Bahasa Indonesia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat
Indonesia. Tujuan utama sistem isyarat, yaitu suatu sistem yang
mengalihkan bahasa masyarakat umum kedalam isyarat.
2. Sistem isyarat disusun harus mewakili satu kata dasar atau imbuhan,
tanpa menutup kemungkinan adanya beberapa pengecualian bagi
dikembangkannya isyarat satu makna. Misalnya untuk kata gabung yang
sudah demikian padu maknanya sehingga tidak diwakili oleh dua isyarat.
Kata-kata yang mempunyai arti ganda memerlukan pertimbangan
berdasarkan tiga prinsip, yaitu: ada tidak persamaan arti, ejaan dan
ucapan serta tema yang terdapat dalam kamus besar Bahasa Indonesia
(KBBI), maka isyarat yang sama harus digunakan .
3. Sistem isyarat yang disusun harus mencerminkan situasi sosial, budaya
dan ekologi bahasa Indonesia. Pemilihan isyarat perlu menghindari
adanya kemungkinan konotasi yang kurang etis didalam komponen
isyarat di daerah tertentu di Indonesia.
4. Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan
kejiwaan siswa
5. Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah ada dan banyak
dipergunakan oleh kaum penyandang gangguan pendengaran di
Indonesia dan harus dikembangkan melalui konsultasi dengan wakil-
wakil dari masyarakat
6. Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan digunakan oleh siswa, guru,
orangtua siswa dan masyarakat.
7. Isyarat yang dirancang harus mewakili kelayakan dalam wujud dan
maknanya. Artinya wujud isyarat harus secara visual memiliki unsur
pembeda makna yang jelas, tetapi sederhana, indah dan menarik
gerakkannya. Maka isyarat harus menunjukkan sifat yang luwes
(memiliki kemungkinan untuk dikembangkan), jelas dan mantap (tidak
berubah-ubah artinya)
8. Isyarat yang dirancang harus dapat dipakai pada jarak sedekat mungkin
dengan mulut pengisyarat dan dengan kecepatan yang mendekati tempo
berbicara yang wajar. Maksudnya untuk merealisasikan tujuan konsep
komunikasi total, yaitu keserempakan dalam berisyarat dan berbicara
sewaktu berkomunikasi

24
9. Sistem isyarat harus dituangkan dalam kamus Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia yang efisien dengan deskripsi dan gambar yang akurat

K. Komponen-Komponen Unsur Pembeda Makna


Sistem isyarat bahasa indonesia terdiri dari dua jenis komponen, yaitu
yang berfungsi sebagai penentu atau pembeda makna, dan yang berfungsi
sebagai penunjang. Semuanya harus bersifat visual sehingga dapat dilihat.
Komponenkomponen tersebut, yaitu:
1. Komponen Penentu Makna
a. Penampil, yaitu tangan atau bagian tangan yang digunakan untuk
membentuk isyarat, antara lain:

1) Tangan kanan, kiri atau kedua tangan


2) Telapak tangan dengan jari membuka, menggemgam, atau sebagian
jari mencuat
3) Posisi jari tangan membentuk huruf A, B,C, atau huruf lain
4) Jari-jari tangan merapat atau merenggang
5) Posisi jari tangan membentuk angka 1,2,3, atau angka lain
b. Posisi, yaitu kedudukan tangan atau kedua tangan terhadap
pengisyarat pada waktu berisyarat antara lain:

25
1) Tangan kanan atau tangan kiri tegak, condong, mendatar, mengarah
ke kanan, ke kiri, ke depan pengisyarat
2) Telapak tangan kanan atau kiri telentang, telungkup, menghadap ke
kanan, ke kiri, ke depan pengisyarat
3) Kedua tangan berdampingan, berjajar, bersilang atau bersusun
c. Tempat, yaitu bagian badan yang menjadi tempat awal isyarat
dibentuk atau arah akhir isyarat, antara lain:

1) Kepala dengan semua bagiannya, seperti: pelipis, dahi, dagu


2) Leher
3) Dada kanan, kiri, tengan
4) Tangan
Penampil dapat menyentuh, menempel, memukul, mengusap, ataupun
mengelilingi tempat
d. Arah, yaitu gerak penampil ketika isyarat dibuat, antara lain:

26
1) Menjauhi atau mendekati pengisyarat
2) Kesaping kanan kanan, kiri, atau bolak balik
3) Lurus, melengkung
e. Frekuensi, yaitu jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat
dibentuk. Ada isyarat yang frekuensinya hanya sekali, ada yang dua
kali atau lebih atau ada juga gerakan kecil yang diualng-ulang

2. Komponen Penunjang
a. Mimik muka, memberikan makna tambahan/tekanan terhadap pesan
isyarat yang disampaikan. Umumnya melambangkan keunggulan atau
intensitas pesan yang disampaikan. Misalnya pada waktu
mengisyaratkan rasa senang, sedih atau ceria

senang

27
b. Gerak tubuh. Misalnya bahu, memberikan kesan tambahan atas pesan,
misalnya isyarat tidak tahu ditambah dengan naiknya kedua bahu, dan
ini diartikan ”benar-benar tidak tahu, atau tidak tahu sedikitpun”

tidak tahu
c. Kecepatan gerak berfungsi sebagai penambah penekanan makna
isyarat ’pergi’ yang dilakukan dengan cepat, dapat diartikan ’pergilah
dengan segera’

Pergi segera air


d. Kelenturan gerak menandai intensitas makna isyarat yang
disampaikan. Isyarat ’marah’ yang dilakukan dengan kaku dapat
diartikan sebagai ’marah sekali’. Demikian juga isyarat ’berat’ yang
dilakukan dengan kaku dapat ditafsirkan ’berat sekali’

marah

L. Lingkup Sistem Isyarat


Berdasarkan pembentukannya, isyarat dapat dibedakan menjadi tiga
macam:
1. Isyarat pokok, yaitu isyarat yang melambangkan sebuah kata atau
konsep. Isyarat ini dibentuk dengan pelbagai macam penampil, tempat,
arah dan frekuensi sebagaimana diuraikan di atas

28
2. Isyarat tambahan, yaitu isyarat yang melambangkan awalan, akhiran, dan
partikel
a. Isyarat awalan. Isyarat ini dibentuk dengan tangan kanan sebagai
penampil pendamping. Isyarat awalan dibentuk sebelum sebelum
isyarat pokok. Seluruhnya ada 7 (tujuh) buah isyarat awalan yang
meliputi isyarat awalan me-; ber-; di-; ke- pe-; ter-; pe-; dan se- .
contoh me lempar
b. Isyarat akhiran dan partikel. Isyarat ini dibentuk sesudah isyarat pokok
dengan tangan kanan sebagai penampil, bertempat di depan dada dan
digerakkan mendatar ke kanan. Isyarat ini terdiri atas akhiran, i, kan,
an, man, wan, wati dan partikel lah, kah, dan pun. Contoh; alir kan

29
3. Isyarat Bentukan. Isyarat ini yaitu isyarat yang dibentuk dengan
menggabungkan isyarat pokok dengan isyarat imbuhan dan dengan
mengabungkan dua isyarat pokok atau lebih
a. Isyarat yang mendapat awalan dan/atau akhiran partikel, isyarat yang
hanya mendapat awalan, akhiran, atau gabungan awalan dan akhiran
dibentuk sesuai dengan urutan pembentukannya. Contoh: ber
lompatan
b. Isyarat kata ulang. Kata ulang diisyaratkan dengan mengulang isyarat
pokok. Bila frekuensi isyarat pokok lebih dari satu kali, dilakukan jeda
sejenak antara isyarat pokok yang pertama dengan isyarat pokok yang
kedua. Kata ulang berubah bunyi diisyaratkan seperti kata ulang biasa.
Kata ulang berimbuhan diisyaratkan sesuai urutan pembentukkannya.
Kata ulang yang tergolong kata ulang semu diisyaratkan sebagai

30
sebuah isyarat pokok. Contoh: anak- anak, bolak-balik, berkali-kali,
kupu-kupu
c. Isyarat kata gabung. Kata gabung diisyaratkan dengan
menggabungkan dua isyarat pokok atau lebih sesuai dengan urutan
pembentukkannya. Beberapa kata gabung yang sudah padu benar, ada
yang dilambangkan dengan satu isyarat. Contoh pasar malam,
matahari

4. Abjad Jari
Abjad jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan (kanan
atau kiri) untuk mengeja huruf dan angka Bentuk isyarat bagi huruf dan
angka didalam sistem isyarat bahasa Indonesia serupa dengan
International Manual Alphabet Abjad jari digunakan untuk:
a. Mengisyaratkan nama diri
b. Mengisyaratkan singkatan atau akronim
c. Mengisyaratkan kata yang belum ada isyaratnya

31
M. Penerapan Sibi
Berkomunikasi dengan menggunakan SIBI tidak berbeda dengan
berkomunikasi menggunakan bahasa lisan. Aturan yang berlaku pada bahasa
lisan berlaku pula pada sistem isyarat
1. Urutan isyarat menentukan keseluruhan makna pesan yang kita
sampaikan ’Anjing menggigit kucing’ berbeda dengan ’kucing menggigit
anjing’
2. Jeda atau perhentian sejenak diisyaratkan dengan jeda diantara berbagai
isyarat yang dibuat. Misalnya; kalimat ’Ibu/Ani pergi ke pasar.
3. Intonasi dilambangkan dengan mimik muka, gerakan bagian tubuh lain,
kelenturan dan kecepatan gerak. Contoh: pergi dengan mimik wajar dan
dengan kecepatan biasa akan berbeda maknanya dengan apabila isyarat
pergi tersebut dilakukan dengan mata melotot dengan gerakan yang cepat
.

N. Tata Makna Dalam Sibi


Makna kata dalam sistem isyarat pada umumnya dimunculkan dalam
konteks atau situasi komunikasi

32
1. Kata-kata yang memiliki makna yang sama/sinonim diisyaratkan dengan
tempat, arah dan frekuensi yang sama tetapi dengan penampil yang
berbeda. Contoh: cantik. Elok. Indah
2. Kata yang sama dengan makna yang berbeda (yang tergolong polisemi)
dilambangkan dengan isyarat yang sama. Contoh: Ular ini berbisa, Ibu
tidak bisa tidur
3. Beberapa kata yang memiliki makna yang berlawanan (yang tergolong
antonym) ada yang diisyaratkan dengan penampil dan tempat yang sama,
tetapi arah gerakan berbeda. Contoh: kanan kiri; datang pergi Strategi
Pengembangan Komunikasi Total

G. Bahasa Isyarat Indonesia ( Bisindo )


A. Pengertian BISINDO
BISINDO merupakan akronim dari Bahasa Isyarat Indonesia.
Dilihatdari bahasa di Indonesia yang terdiridari berbagai suku budaya
dan bahasa sehingga mengakibatkan ada beragamnya bahasa dari
masyarakat Indonesia. BISINDO berawal dari bahasa isyarat alamiah
yang berkembang di antara tunarungu.sehingga bahasa isyarat di setiap
daerah dengan daerah yang lain memiliki perbedaaan. Jadi BISINDO
memiliki kekhasannya masing-masing berdasarkan kesepakatan dari
masing-masing daerah di Indonesia.
BISINDO sendiri dilaunchingkan pada tanggal 22 Februari 2014,
bertempat di KEMENDIKBUD Jakarta.Bersamaan dengan launchingnya
BISINDO juga diluncurkan buku BISINDOJakarta. Menurut Dewan
Pengurus Daerah Gerakan untuk Kesejahteraan tunarungu Indonesia
(DPD Gerkatin DKI Jakarta (2010, hlm.1). BISINDO adalah system
komunikasi yang praktis dan efektif untuk penyandang tunarungu
Indonesia dikembangkan oleh tunarungu Indonesia digunakan sebagai
komunikasi antar orang yang mendengar. BISINDO sendiri berawal dari
bahasa awal/bahasa ibu tunarungu, dimana penggunaan BISINDO sendiri
menyesuaikan dengan pemahaman bahasa tunarungu dari berbagai latar
belakang tunarungu tanpa memberikan struktur imbuhan bahasa
Indonesia.
Dalam BISINDO lahir dari bahasa tunarungu. Tunarungu lebih
menangkap dengan menggunakan visual maka tunarungu

33
menginterpretasikan bahasa isyarat sebagai bahasa pengantar dalam
komunikasi sesuai dengan pemahaman tunarungu. Karena hal yang
terpenting dari bahasa isyarat yaitu gesture, gerakanjari, mimik
muka/ekspresi, ungkapan seluruh tubuh yang menginterpretasikan suatu
bahasa sehingga mampu memberikan visualisme secara kesuluruhan
sehingga tunarungu mampu menangkap apa yang disampaikan dan
mampu menyampaikan apa yang dipikirkan. MenurutFisher (1984, hlm.
56) :“proposesthatdeaf children are exposed firstto natural sign language,
and then be allowed todevelop sign systems naturally "inan organic
way...rely ingon contextualized printto supplement theca quisition of
spoken language" (p15). Fischer suggests that formal sign systems are
used for metalinguistic purposesonly in the context of aspecific
predagogy for developing English languageskills”.
Maksud dari Fishera dalah bahwa anak-anak tunarungu yang memiliki
bahasa isyarat alami, yang dikembangkan oleh tuna rungu (BISINDO)
mampu mengembangkan sistem – sistem bahasa yang resmi dengan
mengandalkan kontekstual cetak untuk melengkapi bahasa lisan.
B. BISINDO menurut Soejanto (2014)
Dalam artikel yang dituis Soejanto (2014) untuk tim Kelompok Kerja
RUU Disabilitas, menggantikan UU No. 4 tahun 1997 tentang
penyandang Cacat, bahwa BISINDO atau Bahasa Isyarat Indonesia
adalah merupakan Bahasa Isyarat alami yang tumbuh berkembang di
dalam komunitas Tuli dalam komunikasi dan interaksi dalam kehidupan
sehari-hari. BISINDO sama halnya dengan Bahasa-bahasa asing lainnya
seperti bahasa Italia, Bahasa Jepang, Bahasa Inggris, bahkan Bahasa
Indonesia, yang sudah memiliki struktur tata bahasa dan linguistics yang
sempurna dan berdiri sendiri. Seperti halnya Bahasa Indonesia; ia
memiliki fonologi, morfologi, sintaks, semantiks, peribahasa, tata bahasa
yang lengkap dan sempurna, maka BISINDO telah diteliti sejak 6 tahun
yang lalu oleh beberapa pakar linguistics mendengar (non TULI) yang
mengambil PhD terhadap riset bahasa isyarat di Jambi, yaitu Prof,
Saharudin dan DR. I Gede Marsaja dari Bali yang sudah melakukan riset
tentang Bahasa KOLOK ( Bahasa Isyarat yang digunakan oleh penduduk

34
Tuli di Desa Tuli, yaitu Desa KOLOK, Bengkala, Bali), Nick
Palfreyman, PhD Tuli dari UK yang sudah meneliti tentang BISINDO di
Jawa, Makasar, Kalimantan, telah membuktikan bahwa BISINDO
merupakan bahasa isyarat yang sangat lengkap dan terstruktur.
Tata Bahasa Indonesia dan Tata bahasa isyarat Indonesia sangat
berbeda, sehingga tidak masuk akal jika kita berbicara dua bahasa yang
berbeda dalam waktu yang bersamaan dengan dua tata bahasa yang
berbeda, akan terjadi benturan makna, pemahaman bahkan ‘total
confusion’ – hal ini terjadi di Indonesia, Bahasa Indonesia yang
diisyaratkan dalam SIBI akan menyulitkan komunitas memahami secara
efektif, banyak informasi yang hilang, kemampuan bahasa Indonesianya
semakin minim dan rendah, hal ini sesuai dengan hasil riset dari negara
Finlandia telah menemukan bahwa 95% Tuli usia 12-25 lulusan SLB di
Dunia memiliki kemampuan membaca-menulis yang sangat rendah
dibandingkan anak-anak mendengar usia 7-8 tahun. Mengapa demikian?
Karena mereka tidak diajarkan dengan menggunakan bahasa ibu mereka,
yaitu bahasa isyarat.
Komunitas Tuli merupakan merupakan sebuah kultur karena masing-
masing anggotanya mempunyai bahasa, pengalaman hidup, sikap, sastra,
dan kesenian yang sama, bahkan termasuk humor yang akan sulit
dipahami oleh orang-orang yang menganggap “suara” sebagai hal yang
“natural”. Bahasa isyarat yang digunakan di dalam komunitas Tuli
bukanlah bahasa akibat keterbelakangan mental, dan komunitas Tuli
merupakan ‘ a linguistics community group’. Sehingga menjadi jelaslah
disini bahwa Bahasa Isyarat tidaklah universal, bahasa isyarat di seluruh
dunia berbeda dengan masing-masing negara, misalnya di US, maka
komunitas Tuli menggunakan dua bahasa yaitu ASL ( American Sign
Language) sebagai bahasa pertama, dan yang kedua Bahasa Inggris
(bacaan,tulisan) sebagai bahasa kedua, begitu pula Jepang, komunitas
Tuli menggunakan dua bahasa yaitu JSL (Japanese Sign Language), dan
bahasa Jepang. Bagaimana dengan komunitas Tuli Indonesia? BISINDO
adalah bahasa ibu mereka sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan,
kemudian bahasa Indonesia adalah bahasa keduanya.

35
C. BISINDO menurut Palfreyman (2014, hlm. 128)
Pada tahun 2006, GERKATIN membuat resolusi pada kongres ke 7
nya di makasar, yaitu BISINDO bahasa isyarat indonesia. Walaupun
masih belum jelas arahnay kemana, namun ada 3 gambaran yang saya
dapatkan melalui wawancara sejak tahun 2008 dengan anggota
GERKATIN.
Pertama, BISINDO digunakan oleh semua masyarakat tunarungu di
Indonesia, dan isyarat ini diambil dari isyarat di setiap daerah di seluruh
Indonesia untuk menjadikan satu bahasa, menentukan kamus BISINDO.
Kedua, bahwa BISINDO searti dengan jenis isyarat Jakarta, yang
seharusnya aktif dipromosikan di seluruh Indonesia. Ketiga, gagasan
terbaru bahwa BISINDO adalah nama dari bahasa isyarat yang
digunakan oleh seluruh masyarakat tunarungu, dan tidak memerlukan
standarisasi, tetapi memiliki keistimewaan di masing-masing wilayah,
dan bahasa isyarat lokal tersebut harus diajarkan.
D. Perbandingan SIBI dengan BISINDO
Terdapat perbedaan antara SIBI dengan BISINDO, yaitu sebagai berikut:
Penjelasan tentang SIBI adalah:
a. SIBI bukanlah representasi dari budaya Tuli, komunitas Tuli, dan
bahasa alami yang tumbuh dari komunitas Tuli
b. SIBI tidak mampu mengakomodir kebutuhan komunitas Tuli untuk
dapat mengakses informasi secara jelas dan tepat
c. SIBI dinyatakan mengalami kegagalan serius dalam perkembangan
dan pertumbuhan kognitif anak-anak Tuli, gagal menghasilkan sosok
anak-anak Tuli yang cerdas bahasa, komunikatif dan memeiliki
pemhaman yang dalam dan luas
d. Banyak kosa isyarat yang terdapat di SIBI tidak masuk akal dan
sangat membingungkan
e. Penjelasan tentang SIBI, silahkan merujuk tulisan saya yang lain
f. Bahasa Isyarat semacam ini (SIBI) cukup sulit dipelajari menurut
perspektif Tuli. Karena bahasanya tidak mengikuti logika berbahasa
mereka, dan menghambat kekayaan berbahasa mereka. Tidak semua
orang-orang tuli setuju dengan Kamus SIBI, atau dengan kata lain,
Kamus SIBI bukan representasi bahasa isyarat orang-orang Tuli
Indonesia, karena kamus SIBI diciptakan oleh pakar pendidikan yang
tidak tahu bagaimana rasanya menjadi ‘TULI’ dan ‘tidak pernah’

36
berinteraksi dengan Komunitas Tuli dalam bahasa isyarat mereka. Jika
seseorang belajar SIBI mati-matian, lalu setelah itu ia merasa akan
bisa berkomunikasi dengan mereka, ia salah. Ia akan menemukan
bahasa isyarat yang berbeda dengan SIBI. Dari satu daerah ke daerah
lain, Ia akan menemukan keberagaman bahasa isyarat. Antar SLB B
pun, Ia bisa menemukan bahasa isyarat yang beda pula. Lalu, sebagai
orang hearing, anda pun "marah", bingung, mengapa tidak ada bahasa
isyarat baku? Tapi, Ia mungkin lupa, bahwa orang-orang tuli sudah
sekian lama (di)bungkam. Selama ini kita hanya mendengar "lembaga
resmi", sehingga kita tidak pernah tahu gejolak yang terjadi.
g. SIBI tidak mampu mengejar percepatan pembicaraan secara lisan
dalam sebuah event atau konferensi, atau workshop
h. SIBI tidak mampu memproduksi isyarat dalam waktu yang bersamaan
ketika menerjemahkan pembicaraan penting dan cepat
i. SIBI tidak dapat digunakan dalam sastra puisi, peribahasa, story
telling, dakwah agama, politik, topik-topik abstract.
j. Proyek SIBI seperti peluncuran kamus-kamus SIBI setiap tahun sejak
1994, tidak ditemukannya masyarakat, keluarga atau guru yang dapat
berkomunikasi dnegna komunitas tuli dengan SIBI, SIBI tidak dapat
mencetak lulusan TULI yang cerdas bahasa, berani berpidato, berani
beradu debat, berani berdiskusi, berani menjadi sosok yang mandiri
sebagai pembicara ulung dalam bidangnya dengan SIBI.
k. Keberhasilan Proyek I-CHAT menjadi sebuah misteri bagi kami,
seberapa besar keberhasilan I-CHAT ini untuk: menghasilkan anak-
anak Tuli cerdas bahasa, memeiliki pemhamanan bahasa yang luas,
piawai dalam SIBI, munculnya ratusan orang-orang mendengar yang
bisa berkomunikasi dalam SIBI
l. Anak-anak Tuli di Indonesia tidak mengerti SIBI, komunitas Tuli di
Indonesia menolak I-CHAT dan menentang I-CHAT karena tidak
mengkomodir kultur tuli, bahasa isyarat alami
m. Bagaimana mungkin seseorang membuat kamus bahasa isyarat SIBI
tanpa pernah belajar atau berinteraksi dengan komunitas Tuli?
Bukankan kamus bahasa isyarat itu harusnya dibuat oleh komunitas
Tuli itu sendiri, sebagai sign language native signer????

37
n. SIBI adalah project yang telah menghilangkan hak-hak linguistik
komunitas Tuli, yaitu diberi atau diakuinya bahasa isyarat mereka
sebagai bahasa ibu, sebagai bahasa resmi, sebagai bahasa yang
independent
o. Bukankah bahasa itu terus hidup, berkembang dan bertumbuh
sepanjang masa? SIBI tidak mengalami perubaha, perkembangan
apapun dan kaku

38
Sedangkan penjelasan tentang BISINDO adalah:
a. Bisindo merupakan bahasa isyarat yang hidup berkembang dan
tumbuh dari komunitas Tuli dari seluruh Indonesia
b. BISINDO memiliki variasi atau dialek berbeda dari seluruh Indonesia,
misalnya Bisindo dialek jakarta akan berbeda dengan Bisindo dialek
Yogyakarta, begitu pula Bisindo dialek Bali, Riau, aceh dan lain
sebagainya. Perbedaan dialek ini bukanlah pemecahbelah, bukanlah
kelemahan, bukanlah kendala namun menunjukkan sebuah bukti besar
bahwa perbedaan Bisindo setiap daerah merupakan kekayaaan dan
keunikan bahwa negara kita, komunitas Tuli di Indonesia sangat kaya
akan keragaman bisindo
c. Pengguna BISINDO tidak hanya berasal dari komunitas Tuli saja,
banyak keluarga, masyarakat, mahasiswa, bahkan dokter, pebisnis non
tuli belajar dan berkomunikasi dengaan BISINDO dengan komunitas
Tuli Indonesia, Banyak bermunculan calon-calon interpreter
BISINDO di berbagai daerah...
d. BISINDO dapat menjelaskan ttg agama, spirituil, abstraks, sastra,
puisi, politik, dll dibandingan dengan SIBI yang terbatas sekali
e. BISINDO sudah diakui oleh lembaga PBB untuk DEAF, yaitu WFD
(World Federation for DEAF) sebagai bahasa ibu komunitas Tuli
Indonesia.

BAB III
PROSEDUR DAN HASIL OBSERVASI

39
A. Prosedur Pelaksanaan Observasi
Dalam pelaksanaan observasi kelapangan ada beberapa prosedur yang kami
persiapkan dan laksanakan, agar kegiatan yang kami lakukan dapat berjalan
dengan lancar.
Adapun prosedur yang kami laksanakan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan Sekolah
Sebelum melaksanakan kegiatan observasi, tentunya kelompok kami
bermusyawarah dan diskusi untuk menentukan sekolah mana yang akan
dijadikan tempat observasi. Dan pada akhirnya kelompok kami
menentukan untuk melaksanakan observasi di SLB Negeri Cinta Asih
Soreang Bandung.
2. Studi Pendahuluan
Kegiatan studi pendahuluan dilakukan dengan mengunjungi sekolah,
menemui kepala sekolah, memberikan surat izin dan menyampaikan
maksud serta tujuan kami melakukan observasi.
3. Pelaksanaan Kegitan Observasi
Setelah melakukan studi pendahuluan dan menentukan hari untuk
melaksanakan observasi, kami pun melakukan beberapa kali observasi
untuk memperoleh berbagai data mengenai sistem komunikasi bahasa
isyarat atau manual yang digunakan disekolah tersebut.
Kami mempokuskan untuk memperoleh data dengan, mengamati proses
pembelajaran, proses kegiatan pada jam istirahat, administrasi mengenai
kurikulum dll.
f. Adapun teknik yang kami gunakan untuk memperoleh data dengan
cara wawancara, observasi pengamatan dan studi dokumentasi.

4. Analisis Data Hasil Observasi


Setelah kami melakukan beberapa kali kegiatan observasi dan
memperoleh data, tentunya kami mencoba menganalisis hasil kegiatan
yang kami lakukan dengan dituangkan dalam bentuk laporan.
B. Hasil Observasi
Ada beberapa instrumen yang digunakan, yaitu instrumen pedoman
wawancara dan observasi yang mempfokuskan pada pedoman evaluasi diri
sekolah, yaitu 8 standar penyelenggaraan pendidikan.
Berikut hasil observasi yang dilakukan:

40
1. Profil Sekolah
a. Nama : SLBN Cinta Asih
b. Alamat : Jl. Nyalindung No 91
c. Kecamatan : Soreang
d. Kabupaten : Bandung
e. Provinsi : Jawa Barat
f. Npsn : 20258497
g. NSS : 801020819001
h. Jenjang : SLB

2. Visi Misi
a. Visi
Dengan iman dan taqwa SLBN Cintaasih dapat mewujudkan
Perluasan dan Pemerataan Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus, serta berperan aktif dalam pendidikan untuk semua
(education for all) hingga tahun 2018.
b. Misi
1) Menyiapkan sarana dan prasaran yang lengkap dan aksesibel bagi
seluruh anak berkebutuhan khusus.
2) Menumbuhkembangkan potensi yang dimiliki peserta didik melalui
pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif dan
Menyenangkan).
3) Meningkatkan kegiatan penjaringan anak berkebutuhan khusus
hingga usia Sekolah Menengah Atas
4) Menciptakan suasana belajar yang kondusif
5) Mengembangkan potensi siswa dalam pengembangan teknologi
6) Meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidik profesional dalam
merencanakan, melaksanakan dan evaluasi pembelajaran.
7) Meningkatkan fungsi manajemen pendidikan dan tenaga
kependidikan yang efektif dan efisien

3. Program Unggulan
a. Atletik
b. Keterampilan Vocasional
c. Keterampilan Tata rias
d. Keterampilan tata boga
e. Saint
f. Kesenian Tari Daerah
g. Keterampilan melukis dan mewarnai
h. Keterampilan IT

41
4. Standar Isi
Komponen Deskripsi Hasil Observasi
Kurikulum Kurikulum yang di gunakan sudah menggunakan
kurikulum 2013.
Kurikulum sesuai sistem komunikasi yang digunakan oral, SIBI dan
karakter anak menggunakan pendekatan Komunikasi Total.
Alokasi waktu Alokasi waktu pembelajaran Bahasa isyarat di
pembelajaran kenalkan setiap awal pembelajaran dengan durasi 5
s.d 10 menit mencari kata-kata baru dan kamus
SIBI untuk kelas menengah dan pengenalan isyarat
SIBI untuk kelas dasar
Layanan Bimbingan konseling oleh guru kelas, merangkap
bimbingan dengan tupoksi guru menjadi guru bimbingan/
konseling penyuluhan
Pengembangan 1. Ekstrakurikuler lebih pada program vokasional,
diri contoh dalam pembuatan pernik-pernik dari kain
flannel dan pembuatan celengan dari bahan daur
ulang.
2. Mengadakan kelas Saint untuk memperkenalkan
saint sederhana dalam kehidupan sehari-hari

5. Standar Proses
Komponen Deskripsi Hasil Observasi
Silabus, RPP 1. Silabus disusun sesuai dengan kurikulum 2013,
silabus BKPBI dipegang oleh guru khusus
BKPBI
2. Silabus untuk Bahasa Isyarat di susun secara
mandiri oleh guru kelas masing-masing di
sesuaikan dengan kemampuan anak.

6. Standar Pengelolaan
Komponen Deskripsi Hasil Observasi
VISI DAN MISI 1. Visi dan Misi setiap tahun ditinjau relevansinya
2. Sebelum dirumuskan diadakan inhouse training.
3. Pemahaman religius mengorientasi pada 18
karakter bangsa

42
4. Implementasi vokasional (keterampilan) untuk
pembelajaran diintensifkan di kelas 2
Kemandirian 1. Kemandirian dan partisipasi kepala sekolah yang
mulai menggeliat
2. Dalam kaitan keterbukaan dan partisipasi
(contoh orang yang direkomendasikan oleh
dokter spesialis THT/psikiater)
3. Penerimaan tidak dipungkut biaya dan semua
alat tulis dan seragam di beri dari sekolah
4. Dikarenakan SLB ini SLB negeri sehingga tidak
kesullitan dalam BOP namun semua penggunaan
dana ada ketentuan dari pemerintah.
Rencana Kerja 1. Kurikulum 2013 menjadi satu-satunya
kurikulum yang digunakan
2. BKPBI sesuatu yang penting dikembangkan dan
sesuai jam pelajaran.
3. Pembagian Alokasi waktu yang sudah jelas
antara SMP dan SD
Evaluasi Diri Akreditasi penjenjangan dengan menghadirkan
asesor kurang lebih dua orang yang berkualifikasi.
Rekomendasi asesor:
1. Bukti fisik yang harus dilengkapi
Pengelolaan 1. Menggunakan media sosial seperti Facebook
Informasi 2. Memiliki web namun belum dikembangkan oleh
operator.
Meningkatkan Pendataan dari dinas, dan diklat yang mengikuti
keefektifan sesuai yang diusulkan atau sesuai
pendidik kebutuhan/dipanggil langsung baik dari pusat
maupun provinsi.

7. Standar Penilaian Pendidikan


Sekolah lebih menekankan pada vokasional ada keterampilan IT, tata
rias, Keterampilan melukis dan Saint. Lulusan SLBN Cinta Asih pada
umumnya mereka bekerja. Ada yang wirausaha membuat kremes,

43
bekerja di bengkel sepeda. Kesulitan yang dialami lulusan adalah kendala
dalam berkomunikasi. Mereka kerapkali menggunakan Bahasa isyarat
baik dengan masyarakat maupun dengan teman-teman sesama ATR,
sedangkan dengan guru berkomunikasi dengan Komtal, berbagai lomba;
baik dalam acara gebyar PLB, O2SN ,FLS2N maupun lomba-lomba yang
di ikuti secara mandiri bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan .
Vokasional : tata rias, tata boga, IT, Saint, melukis dan membuat
kerajinan tangan dari bahan daur ulang kertas dan membuat asesoris dari
kain flanel. Dan kegiatan ini berkelanjutan berkembang juga untuk anak-
anak pada khususnya.
Komponen Deskripsi Hasil Observasi
Kemajuan Pembelajaran komunikasi oleh guru lebih
Peserta Didik menekankan pada komtal, tetapi anak ketika
berkomunikasi dengan teman-temannya
menggunakan isyarat lokal. Mereka mengenal SIBI
namun lebih sering menggunakan isyarat lokal,
begitupun dengan bahasa sehari-hari di rumahnya
baik dengan orang tua maupun sebayanya
menggunakan isyarat lokal.
Kemandirian Pembelajaran dengan Komtal yang ditekankan oleh
Peserta Didik guru sangat membantu lulusan dalam/ketika
memasuki dunia kerja. Karena anak dapat
berkomunikasi oral dan isyarat.
Pencapaian Lulusan mencapai target akademis yang diharapkan.
Target
Pendidikan
Kepribadian Sekolah mengembangkan kepribadian peserta didik.
Peserta Didik Terbukti dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan
anak pada umumnya di lingkungan luar sekolah.
Jadwal Pembelajaran isyarat di SLBN Cinta Asih dilakukan
setiap pada jam pertama selama 5 s.d 10 menit
Penilaian Penilaian penggunaan isyarat SIBI dengan
menggunakan bagus, cukup, kurang dan deskripsi,
penilaian diberikan perorangan selama dan setelah

44
pelaksanaan pembelajaran

8. Standar Sarana Prasarana


Komponen Deskripsi Hasil Observasi

Jumlah Peserta SD = 54 orang


Didik SMP = 19 orang
SMA = 5 orang
Jumlah Guru Jumlah guru PNS = 20 orang
Jumlah guru non PNS = 5 orang
Jumlah TU PNS = 2 orang
Jumlah TU non PNS = 2 orang
Alat-alat di 1. Lampu indikator suara
ruang BKPBI 2. Rebana
3. Alat musik
4. Tape
5. TV
6. Gitar, spiker
7. Pentungan
8. Cermin
9. Hearing AID
Ruangan Tidak terdapat ruangan artikulasi secara khusus
Alat-alat latihan 1. Kamus SIBI
2. Kartu kata bergambar
Bahasa Isyarat
3. Kartu kalimat lucu bergambar
Perawatan dan 1. Alat-alat yang digunakan sebagian dibuat
pemakaian sendiri/dan menfaatkan yang ada.
Aksesibilitas Bangunan yang terdapat di SLBN Cinta Asih cukup
aksesibel untuk anak-anak disabilitas, ruangan
dibedakan untuk setiap jenis hambatan.

BAB IV

45
ANALISIS HASIL OBSERVASI

Dari data hasil observasi, kami mencoba membuat analisis dan pembahasan secara
keseluruhan dari data yang telah diperoleh, adapun analisis dan pembahasan data
tersebut sebagai berikut:

A. Visi Misi
Didalam Visi dan Misi SLBN Cinta Asih, tidak secara eksplisit
dicantumkan mengenai sistem komunikasi yang diajarkan. Visi dan Misi
lebih menitik beratkan pada vokasional dan visi yang general untuk sekolah
dan tidak dikhususkan pada salah satu ketunaan.
Namun ketika kita melihat beberapa point yang dicantumkan dalam
sekolah, tentunya ketika itu semua terealisasikan, semua hak dan kebutuhan
anak akan terpenuhi sehingga potensi anak dapat teroptimalkan. Salah satu
contoh ketika dalam komunikasi anak hanya mampu memahami komunikasi
menggunakan bahasa isyarat, tentunya demi mengoptimalkan potensi yang
dimiliki anak pihak sekolah tidak akan memaksakan kehendak untuk
memaksa anak berkomunikasi secara oral. Hal yang baik yang perlu kita
contoh bahwa dalam sekolah ini, tidak memaksa atau melarang anak
berkomunikasi sesuai dengan kemampuannya.

B. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013, namun untuk
pembelajaran yang berhubungan dengan matematika dan saint mengambil
dari kurikulum 2013 sekolah umum, untuk program pengembangan
komunikasi anak tunarungu menggunakan program yang sudah di tentukan
oleh pemerintah dan sudah disampaikan melalui pelatihan-pelatihan BKPBI.

Pemerintah selain mengadakan pelatihan BKPBI juga mengadakan


pelatihan Bahasa isyarat SIBI, sehingga pemerintah mewajibkan di sekolah-
sekolah untuk mengajarkan Bahasa isyarat SIBI.Pemerintah memfasilitasi
Bahasa isyarat dengan mengirim kamus SIBI ke sekolah-sekolah negeri.

Sehingga wajar jika banyak sekolah yang tidak mengibarkan bendera


bahwa sekolah bervisi oral atau manual. Karena sekolah negeri khususnya

46
mengikuti kurikulum yang diberlakukan, dan untuk kelas tunarungu jika
melihat muatan kurikulum ada program khusus dan bagi tunarungu adalah
BKPBI.

Bagaimana dengan perkembangan SIBI, meskipun pemerintah


memberikan pelatihan Bahasa isyarat SIBI kepada guru bidang tunarungu
dan memberi kamus Bahasa isyarat SIBI namun SIBI sendiri hanya bagian
dari komunikasi, yang tidak secara eksplisit harus diajarkan, berbeda dengan
BKPBI yang secara ekplisit masuk kedalam muatan kurikulum.

Jadi dapat dikatakan kebanyakan sekolah menggunakan kombinasi kedua


sistem komunikasi, karena oral secara tidak langsung menjadi tuntutan
program kekhususan oleh pemerintah, sedangkan isyarat adalah untuk
memperlancar komunikasi dengan anak tunarungu, karena isyarat adalah
bahasa ibu anak tunarungu sehingga isyarat lebih mudah di kuasai oleh anak
karena sudah terbiasa.

Meskipun SLBN Cinta Asih tidak mengibarkan bendera, sistem


komunikasi apa yang menjadi visinya, terlihat melalui pengamatan bahwa
SLBN Cinta Asih menitik beratkan komunikasi komtal dengan adanya
waktu dan jadwal baik untuk BKPBI maupun bahasa isyarat SIBI baik
secara tertulis maupun tidak tertulis.

C. Kurikulum yang sesuai karakter anak/ Proses pembelajaran


Sistem komunikasi yang digunakan komtal, pembelajaran isyarat SIBI
dilakukan 5-10 menit di awal pembelajaran. Sistem yang digunakan sesuai
guru dikelas, tidak diseragamkan, namun dalam pembelajaran BKPBI dan
Artikulasi memiliki jadwal khusus, dan dipegang oleh satu orang guru.

Dalam proses pembelajaran guru terkadang hanya menggunakan atau


berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat saja pada anak. Dalam
proses pembelajaran guru selalu membawa kamus SIBI, hal itu dikarenakan
agar ketika ada kata isyarat yang lupa guru langsung mencari tau dan
mengkomunikasikan atau memberitahu kata isyarat yang benar yang sesuai

47
SIBI. Karena guru dalam proses pembelajaran lebih menitik beratkan pada
sistem isyarat yang terdapat pada SIBI.

Hal yang menurut kami dianggap baik dalam proses pembelajaran, guru
lebih sigap dan tanggap ketika anak didiknya kesulitan dalam memahami
atau komunikasi yang disampaikan. Salah satu contoh, ketika dalam proses
pembelajaran guru hanya menjelaskan dengan menggunakan oral, ketika
anak yang tidak paham guru lalu menyampaikannya kembali dengan bahasa
isyarat, begitupun sebaliknya. Selain itu, guru terkadang menggunakan tutor
sebaya dalam menyampaikan pemahaman materi yang diberikan. Hal ini
sangat baik dilakukan menurut teori kooperatif learning.

Dalam proses pembelajaran dikelas, ketika kami amati memang ada guru
yang masih kurang cukup baik dalam menggunakan bahasa isyarat dengan
ketentuan yang ada dalam SIBI, karena masih kurang diperhatikannya
komponen penunjang dalam melakukan pengisyaratan. Padahal komponen
penunjang dalam komunikasi menggunakan bahasa isyarat sangatlah
penting.

D. Administrasi Guru
Administrasi pembelajaran Bahasa Isyarat di buat oleh guru kelas
masing-masing yang di sesuaikan dengan kemampuan siswa.
E. Beban Jam
Di karenakan pembelajaran Bahasa isyarat tidak terjadwal secara tertulis
dalam kurikulum maka pembelajaran Bahasa isyarat SIBI di jadikan sebagai
refleksi untuk mengawali pembelajaran selama 5 – 10 menit .

F. Penilaian
Penilaian Bahasa isyarat SIBI dilakukan secara langsung dan tidak
langsung .Secara langsung saat pembelajaran berlangsung dan secara tidak
langsung saat jam-jam istirahat melalui pengamatan guru yang
bersangkutan.

G. Jumlah Peserta Didik


Adapun jumlah peserta didik disekolah tersebut, sebanyak 78, yang terdiri
dari:
SD = 54 orang , 15 siswa tunarungu

48
SMP = 19 orang, 4 siswa tunarungu
SMA = 5 orang

H. Jumlah Guru
Melihat kualifikasi guru di SLBN Cinta Asih dapat dikatakan sudah
sesuai dengan jumlah siswa, dan keberagaman hambatan siswa. Dengan
kualifikasi guru yang ada dapat dilihat berpengaruh terhadap perkembangan
peserta didik, peserta didik memiliki banyak keterampilan dan menjuarai
perlombaan yang diikuti, baik antar kota maupun provinsi.

I. Alat-alat BKPBI
Alat-alat BKPBI sudah cukup lengkap dan dalam kondisi baik bisa dipakai.
Kekurangannya adalah terbatasnya alat bantu dengar, sedangakan sedikit
siswa yang memakai alat bantu dengar, padahal dalam pembelajaran
BKPBI akan lebih optimal jika anak-anak menggunakan ABD sehingga sisa
pendengarannya bisa di optimalkan dengan latihan auditori oral

J. Ruangan
Tidak terdapat ruang Artikulasi dan BKPBI

K. Alat-alat Bahasa Isyarat


Alat-alat untuk belajar Bahasa isyarat SIBI masih terbatas dan itu pun
sebagian besar hasil inisiatif guru kelas masing-masing kecuali kamus SIBI
yang di kasih dari pemerintah

L. Kegiatan Siswa
Ada beberapa aktifitas yang dilakukan siswa tunarungu disekolah,
beberapa diantaranya adalah pengembangan diri atau ekstrakurikuler.
Sesuatu yang menjadi unggulan sekolah atau prestasi yang pernah dicapai
oleh siswa tunarungu tersebut diantaranya, pembuatan roket air,lampu buah,
tata rias, hantaran dan tata busana dll.
Kegiatan siswa pada saat istirahat, mereka lebih banyak menggunakan
sistem bahasa isyarat, namun sistem bahasa isyarat yang mereka gunakan
terkadang menggunakan bahasa ibu mereka atau isyarat yang mereka
pahami sendiri. Kebetulan disitu terdapat penjaga sekolah yang merupakan
alumni SLB tersebut, beliau tunarungu dan sangat dekat dan berpengaruh
terhadap anak-anak tunarungu, disehingga terkadang bahasa isyarat yang
digunakan bukan berpedoman pada SIBI.

49
Ada tampak hal yang berbeda, ketika didalam kelas guru lebih menitik
beratkan pada komunikasi sistem bahasa isyarat SIBI yang terkadang
dilengkapi dengan komunikasi oral, namun pada saat istirahat-anak anak
lebih menggunakan sistem bahasa isyarat dan terkadang isyarat yang
digunakan tidak berpedoman kepada SIBI.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

50
Setelah melaksanakan observasi, dapat disimpulkan sebagi berikut:
1. Sekolah SLBN Cinta Asih tidak secara eksplisit mencantumkan dalam
visi maupun misi sistem komunikasi apa yang digunakan disekolah.
2. Dalam peningkatan perkembangan komunikasi anak tunarungu SLBN
Cinta Asih memberikan program khusus yang disesuaikan dengan
tuntutan kurikulum yang berlaku yaitu BKPBI dan memberikan
program tambahan untuk pembelajaran Bahasa isyarat SIBI dalam
setiap awal pembelajaran.
3. Sarana dan prasaran pembelajaran BKPBI di SLBN Cinta Asih belum
memadai
4. Sarana dan prasarana untuk pembelajaran Bahasa Isyarat SIBI dari
pemerintah hanya kamus SIBI saja dan sisanya adalah hasil karya guru-
guru yang bersangkutan seperti, kartu kalimat lucu bergambar.
5. Tenaga pendidik yang dimiliki dalam pengajaran BKPBI adalah tenaga
yang sudah mengikuti pelatihan BKPBI yang di selenggarakan oleh
pemerintah prov JABAR.
6. Pembelajaran bahsa isyarat SIBI di lakukan oleh guru kelas masing-
masing dengan waktu 5 – 10 menit di awal pembelajaran.
7. Penjadwalan pembelajaran BKPBI sudah baik dan dapat melayani
semua siswa tunarungu. Khususnya SD.
8. Penjadwalan pembelajaran Bahasa isyarat sudah baik yaitu setiap hari
di awal pembelajaran.sehingga dapat mempercepat latihan Bahasa
isyarat SIBI untuk setiap anak apabila dilakukan setiap hari.

B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil observasi, maka ada hal yang menjadi masukan bagi
bebarapa pihak dibawah ini, diantaranya:

51
1. Guru
Agar pembelajaran komunikasi efektif, perlu adanya kesinambungan
antara di sekolah dan di rumah, oleh karena itu akan lebih baik jika
guru membuat buku penghubung apa yang telah dipelajari pada
pembelajaran BKPBI dan Bahasa Isyarat SIBI dan memberikan
penjelasan kepada orangtua agar bisa melatih terus apa yang telah
dipelajari disekolah dilaksanakan di rumah.
2. Kepala sekolah
Kepala sekolah meningkatkan terus sarana-prasaran untuk melengkapi
media-media pembelajaran yang dapat mendukung pembelajaran
Bahasa Isyarat SIBI, agar lebih memadai sehingga pembelajaran lebih
efektif.

52

Anda mungkin juga menyukai