Anda di halaman 1dari 12

STRATEGI / TEKNIK PEMBELAJARAN DAN

PENGELOLAAN KELAS ANAK BERKEBUTUHAN


KHUSUS (ABK)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus


Semester Gasal Jurusan Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

DISUSUN OLEH :
NURUL ISTIKHOMAH
1511505338

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
OKTOBER 2017
STRATEGI / TEKNIK PEMBELAJARAN DAN PENGELOLAAN
KELAS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

I. PENGERTIAN STRATEGI PEMBELAJARAN


Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam
bahasa Yunani disebut instructus atau “intruere” yang memiliki arti
menyampaikan pikiran atau dalam arti instruksional adalah menyampaikan
pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran
(Warsita, 2008: 265).
Menurut Gagne dan Briggs 1986:, pembelajaran adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik yang berisi serangkaian
peristiwa yang didesain untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar peserta didik yang bersifat internal.
Berdasarkan uraian tersebut, pada pembelajaran diperlukan strategi yang
tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Strategi adalah ilmu siasat perang
atau bahasa pembicaraan akal untuk mencapai suatu maksud atau tujuan tertentu
(Moeliono, 1988: 859). Namun jika digabungkan dengan kata pembelajaran,
strategi pembelajaran dapat dipahami sebagai suatu cara yang dilakukan dan
ditempuh oleh guru dan peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp, 1994).
Menurut Dick dan Carey (1994), strategi pembelajaran terdiri atas seluruh
komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahap kegiatan pembelajaran
yang digunakan oleh guru dalam membantu peserta didik mencapai tujuan
tertentu. Oleh karena itu, strategi pembelajaran bukan hanya terbatas pada
tahapan kegiatan belajar tetapi juga pengaturan materi yang akan disampaikan
pada peserta didik.
II. PRINSIP – PRINSIP DALAM PEMILIHAN STRATEGI PENGAJARAN
BAGI ABK
a. Tipe Kecacatan dan Tipe Keparahan Anak
Semakin parah atau semakin serius cacatnya, semakin pasti si anak akan
dididik dengan setting pendidikan khusus. Adapun prinsip-prinsip yang
berlaku dalam pemilihan strategi pembelajaran berdasarkan tipe kecacatan
dan tipe keparahan anak, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Tunarungu (Deafness)
a) Prinsip Keterarahanwajah
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan
pendengarannya (kurang dengar atau bahkan tuli), Sehingga organ
pendengarannya kurang/tidak berfungsi dengan baik. Bagi yang
sudah terlatih, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain
dengan cara melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh
karena itu ada yang menyebut anak tunarungu dengan istilah
“pemata’, karena matanya seolah-olah tanpa berkedip melihat gerak
bibir lawan bicaranya.
Prinsip ini menuntut guru ketika memberi penjelasan
hendaknya menghadap ke anak (face to face) sehingga anak dapat
melihat gerak bibir guru. Demikian pula halnya dengan anak yang
mengalami gangguan komunikasi, karena organ bicaranya kurang
berfungsi sempurna, akibatnya bicaranya sulit dipahami (karena
kurang sempurna) oleh lawan bicaranya. Agar guru dapat
memahaminya, maka anak diminta menghadap guru (face to face)
ketika berbicara.
b) Prinsip Keterarahansuara
Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber suara/ bunyinya.
Dengan sisa pendengarannya, anak hendaknya dibiasakan
mengonsentrasikan sisa pendengarannya ke arah sumber suara/bunyi,
sehingga anak dapat merasakan adanya getaran suara, Suara/bunyi
yang dihayatinya sangat membantu proses belajar-mengajar anak
terutama dalam pembentukan sikap, pribadi, tingkah laku, dan
perkembangan bahasanya.
Dalam proses belajar-mengajar, ketika berbicara guru
hendaknya menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan cukup keras,
sehingga arah suaranya dapat dikenali anak. Demikian pula, bagi
anak yang mengalami gangguan komunikasi, agar bicaranya dapat
dipahami oleh lawan bicaranva maka anak hendaknya ketika
berbicara selalu menghadap ke lawan bicaranya agar suaranya
terarah.
c) Prinsip Keperagaan
Anak tunarungu karena mengalami gangguan organ
pendengarannya maka mereka lebih banyak menggunakan indera
penglihatannya dalam belajar. Oleh karena itu, proses belajar
mengajar hendaknya disertai peragaan (menggunakan alat peragaan)
agar lebih mudah dipahami anak, di samping itu dapat menarik
perhatian anak.

2) Tunanetra (Partially Seeing And Legally Blind)


a) Prinsip Kekonkretan
Anak tunanetra belajar terutama melalui pendengaran dan
perabaan. Bagi mereka untuk mengerti dunia sekelilingnya harus
bekerja dengan benda-benda konkret yang dapat diraba dan dapat
dimanipulasikan Melalui observasi perabaan benda-benda riil, dalam
tempatnya yang alamiah, mereka dapat memahami bentuk, ukuran,
berat, kekerasan, sifat-sifat permukaan, kelenturan, suhu, dan
sebagainya.
Dengan menyadari kondisi seperti ini, maka dalam proses
belajar-mengajar guru dituntut semaksimal mungkin dapat
menggunakan benda-benda konkret (baik asli maupun tiruan)
sebagai alat bantu atau media dan sumber belajar dalam upaya
pencapaian tujuan pembelajaran.
b) Prinsip Pengalaman yang Menyatu
Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi. Seorang
anak normal yang masuk ke toko, tidak saja dapat melihat rak-rak
dan benda-benda riil, tetapi juga dalam sekejap mampu melihat
hubungan antara rak-rak dengan benda-benda di ruangan. Anak
tunanetra tidak mengerti hubungan-hubungan ini kecuali jika guru
menyajikannya dengan mengajar anak untuk “mengalami” suasana
tersebut secara nyata dan menerangkan hubungan-hubungan
tersebut.
c) Prinsip Belajar Sambil Melakukan
Prinsip ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan prinsip
belajar sambil bekerja. Perbedaannya adalah, bagi anak tunanetra,
melakukan sesuatu adalah pengalamannya nyata yang tidak mudah
terlupakan seperti anak normal melihat sesuatu sebagai kebutuhan
utama dalam menangkap informasi. Anak normal belajar mengenai
keindahan lingkungan cukup hanya dengan melihat gambar atau
foto. Anak tunanetra menuntut penjelasan dan penjelajahan secara
langsung di lingkungan nyata. Prinsip ini menuntut guru agar dalam
proses belajar-mengajar tidak hanya bersifat informatif akan tetapi
semaksimal mungkin anak diajak ke dalam situasi nyata sesuai
dengan tuntutan tujuan yang ingin dicapai dan bahan yang
diajarkannya.
3) Tunadaksa (Physical Disability)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang
disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,
amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah
ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap
masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki
keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik,
berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak
mampu mengontrol gerakan fisik.
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran bagi anak
tunadaksa tidak lepas dan juga bentuk pelayanan, yaitu: (1) pelayanan
medik, (2) pelayanan pendidikan. dan (3) pelayanan sosial, yang pada
dasarnya juga tidak dapat lepas dengan prinsip habilitasi dan rehabilitasi
di atas.

b. Tingkatan Usia Anak


Tidak hanya strategi saja yang harus disesuaikan, materi / bahan serta
tujuan juga harus disesuaikan dengan tingkatan usia perkembangan anak.

III. LANGKAH-LANGKAH PEMILIHAN STRATEGI PENGAJARAN


1. Identifikasi atribut, mengidentifikasi atribut-atribut atau karakteristik yang
relevan dari anak.
2. Menentukan tujuan pengajaran, memaparkan apa yang harus bisa dicapai
anak setelah selesai mendapatkan suatu pengalaman belajar.
3. Pemilihan strategi, strategi yang dipilih harus memenuhi kriteriaberikut ini :
a) Strategi dimulai pada tingkat kecakapan anak pada kondisi saat itu.
b) Strategi yang dipilih menjamin tercapainya tujuan.
c) Strategi dapat merangsang kemampuan anak.
d) Strategi dilaksanakan dalam langkah-langkah kecil.
e) Strategi disesuaikan dengan atribut-atribut anak yang relevan dengan
tujuan-tujuan yang ditetapkan.
4. Pemilihan materi/bahan yang sesuai untuk mencapai tujuan.
5. Uji strategi dan materi, program pengajaran siap diujikan pada anak. Uji coba
program pengajaran adalah mencobanya pada anak untuk melihat apakah
program ini berhasil atau tidak.
6. Evaluasi performansi, guru melakukan pengamatan terhadap penampilan-
penampilan dari siswa apakah sudah sesuai dengan penampilan-penampilan
yang dijabarkan dalam tujuan.

IV. JENIS STRATEGI PENGAJARAN UNTUK ABK


1. Pendidikan Remedial dan Pendidikan Tambahan/Kompensasi
 Remedial: perbaikan, peningkatan kecakapan-kecakapan seseorang
menjadi normal atau mendekati normal.
 Kompensasi: penyeimbangan, penggantian suatu kecakapan dengan
kecakapan yg lain.
2. Pengajaran Langsung
Pemilihan tujuan-tujuan yang tepat dan bisa diukur untuk setiap anak dan
menentukan kemungkinan-kemungkinan, serta prosedur-prosedur belajar
sedemikian rupa sehingga anak dan guru bisa mengetahui dengan pasti apa
yang akan dipelajari serta kriteria penilaiannya.
3. Analisis Tugas
Memecah-mecah tugas belajar ke dalam bagian komponen-komponennya
sehingga kecakapan-kecakapan yang tercakup dalam tugas bisa diidentifikasi.
4. Pengajaran Bertahap
Pengajaran diurutkan dari tingkat yang termudah menuju ke tingkat
kecakapan yang lebih tinggi.
5. Latihan Persepsi Motorik
Melatih kecakapan motorik kasar, motorik halus, persepsi bentuk,
pengurutan ingatan, perbedaan visual dan auditif.
6. Strategi-strategi Lain :
a) Modeling, belajar dengan mengikuti tingkah laku orang lain sebagai
model.
b) Pengajaran Terprogram, sistem belajar yang memungkinkan siswa untuk
mempelajari materi-materi tertentu, yang terbagi atas bagian-bagian kecil,
secara berurutan, demi mencapai suatu tujuan tertentu.
c) Permainan Edukatif, menggunakan permainan-permainan yang bersifat
mendidik dan ada sasaran tujuan yang harus dicapai.
d) Pengajaran dengan Bantuan dan Pengaturan Komputer
e) Program Holtikultura. siswa dilatih untuk merawat tanaman hidup.
Melalui kegiatan ini, rasa tanggungjawab dapat ditanamkan pada diri
siswa.

V. PROGRAM INDIVIDUALIZED EDUCATIONAL PROGRAM (IEP) DAN


POGRAM PENGAJARAN INDIVIDUAL (PPI)
Program Pembelajaran Individual dikenal dengan Individualized Education
Program (IEP) yang diprakarsai oleh Samuel Gridley Howe tahun1871, yang
merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi ABK. Bentuk
pembelajaran ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1992, yang
merupakan satu rancangan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus agar
mereka mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya dengan lebih memfokuskan
pada kemampuan dan kelemahan kompetensi peserta didik.
Mercer & Mercer (1989) mengemukakan bahwa “program pembelajaran
individual menunjuk pada suatu program pembelajaran dimana siswa bekerja
dengan tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya”. Hal ini
disebabkan karena perbedaan antara individu pada ABK sangat beragam,
sehingga layanan pendidikannya lebih diarahkan pada layanan yang bersifat
individual, walaupun demikian layanan yang bersifat klasikal dalam batas
tertentu masih diperlukan.
Program Pembelajaran Individual harus merupakan program yang dinamis,
artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta didik, yang
diarahkan pada hasil akhir yaitu kemandirian yang sangat berguna bagi
kehidupannya, mampu berperilaku sesuai dengan lingkungannya atau berperilaku
adaptif.
Fungsi Program Pembelajaran Individual (PPI) :
1) Untuk memberi arah pengajaran; dengan mengetahui kekuatan,
kelemahan dan minat siswa maka program yang diindividualisasikan
terarah pada tujuan atas dasar kebutuhan dan sesuai dengan tahap
kemampuannya saat ini.
2) Menjamin setiap ABK memiliki suatu progrm yang diindividualkan
untuk mempertemukan kebutuhan khas mereka dan
mengkomunikasikan program tersebut kepada orang-orang yang
berkepentingan.
3) Meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan asesmen tentang
karakteristik kebutuhan belajar tiap anak dan melakukan usaha
mempertemukan dengan kebutuhan-kebutuhan siswa.
4) Meningkatkan potensi untuk komunikasi antar/dengan anggota tim,
khususnya keterlibatan orang tua, sehingga sering beretemu dan saling
mendukung untuk keberhasilan ABK dalam pendidikan.
5) Menjadi wahana bagi peningkatan usaha untuk memberikan pelayanan
pendidikan yang lebih efektif.
VI. PENANGANAN PERILAKU
Anak berkebutuhan khusus memerlukan banuan untuk mengendalikan
dorongan emosi dan perilaku agresifnya yang seringkali tidak kongruen dengan
situasi sosial dan akademik yang sedang berlangsung. Program latihan untuk
menangani perilaku anak berkebutuhan khusus bagi guru menjadi suatu hal yang
penting untuk dilaksanakan. Pembelajaran tidak dapat berlangsung secara efisien
apabila pola-pola perilaku aneh menghalangi prosesnya.
Perencanaan program penanganan perilaku untuk anak-anak berkebutuhan
khusus memiliki kesamaan dengan perencanaan program instruksional. Untuk
anak-ana berkebutuhan khusus persamaannya meliputi :
a) Menggariskan dengan teliti perilaku-perilaku anak yang harus dikuasai pada
akhir program; perilaku ini bisa akademik ataupun sosial.
b) Mengidentifikasikan tingkat prestasi atau perilaku yang paling akhir dalam
bidang yang diajarkan.
c) Memilih strategi instruksional atau rencana penanganan perilaku.
d) Memilih ata mengembangkan bahan-bahan instruksional pendukung.
e) Membuat catatan yang lengkap tentang kemajuan anak ke arah tujuan yang
bersifat perilaku instruksional.
Ada dua peranan penting seorang guru dalam pengajaran, yakni :
pengelolaan pengajaran dan pengelolaan kelas. Pengelolaan pengajaran
melibatkan secara langsung komponen materi, metode, alat dalam rangka
pencapaian tujuan, sedangkan pengelolaan kelas dimaksudkan memanipulasi
lingkungan kelas untuk memudahkan keterlibatan aktif siswa ke arah prestasi
akademik dan tujuan sosial, serta mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang
mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar.
Menurut Englert dan Thomas yang dikutip Cartwright (1984), ada tiga
variabel yang penting dalam pengelolaan kelas :
a) Interaksi dan pengajaran aktif dengan siswa dalam kelompok-kelompok
kecil.
b) Prosedur dan aturan-aturan yang jelas.
c) Pengawasan efektif kerja kelompok dan aktivitas mandiri.
Lebih lanjut dikatakan bahwa prosedur-prosedur pengelolaan kelas yang
berhasil meliputi : posisi guru di kelas, pengamatan langsung yang sering untuk
setiap anak, pujian yang mengena, dan kelancaran sirkulasi antara siswa setiap
berganti pelajaran.
Pentingnya pengelolaan kelas sebagai inti dari dari suatu organisasi yang
efektif, dikaitkan oleh Djiwandono (2002) dengan kemampuan guru mengelola
kelas. Sebagai suatu keterampilan yang memungkinkan guru mengajar dan siswa
belajar, beberapa kegiatan utama yang dilakukan guru setiap hari adalah :
1) Merencanakan dan mempersiapkan pengajaran
2) Melanjutkan interaksi dengan siswa
3) Melaksanakan pengajaran
4) Menggerakkan siswa melalui kegiatan yang berbeda
5) Mengembangkan tata tertib
6) Menciptakan lingkungan untuk belajar, termasuk mendisiplinkan siswa yang
mengganggu dalam proses belajar
7) Mengorganisasi waktu dan materi pelajaran
8) Membuat tes dan melakukan penilaian.
DAFTAR PUSTAKA

Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika


Aditama.

Gunawan, Dudi. (n.n). Pembelajaran Individual bagi ABK. Retrieved October 1,


2017,
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1962112119840
31-DUDI_GUNAWAN/Pembelajaran_Individual.pdf

Mangunsong, F. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid I.


Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi
(LPSP3) Kampus Baru UI, Depok.

Rofiah, F. 2014. Strategi Pembelajaran. Retrieved October 1, 2017, from


http://www.eurekapendidikan.com/2014/12/strategi-pembelajaran.html

Sutjihati, S. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama

Wardani, I.G.A.K. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas


Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai