Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL TESIS

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA


(Studi Analisis Orang Tua Murid di Madrasah Ibtidaiyah Maarif Kalibeber)

Oleh:
M. Hilmy Alfarumbanany, S. Pd. I.
NIM. 462. 10. 1. 12

Diajukan kepada Progam Studi Magister Pendidikan Islam


Program Pascasarjana Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ)
Jawa Tengah di Wonosobo

WONOSOBO
2018
Judul: Pendidikan Karakter dalam Keluarga (Studi Analisis Orang Tua
Murid di Madrasah Ibtidaiyah Maarif Kalibeber)

A. Latar Belakang Masalah

Pada Era Globalisasi, manusia dihadapkan pada hegemoni media,

revolusi ilmu, pengetahuan dan teknologi (iptek), yang tidak hanya mampu

menghadirkan sejumlah kemudahan akan tetapi juga mengundang sejumlah

kekhawatiran utamanya bagi orang tua. Salah satunya adalah tanyangan

televisi yang minim nilai-nalai pendidikan bagi anak dapat mempengaruhi

perilaku mereka seperti tindak kekerasan dan perilaku tidak terpuji lainnya,1

seperti contoh aksi kekerasan yang menewaskan siswa di sekolah dasar dan

aksi pelecehan seksual yang dilakukan oleh siswa sekolah dasar di Surabaya,

untuk mencegah tindakan negatif pada diri seseorang sangat diperlukan

pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah sebuah transformasi nilai-

nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam keperibadian seseorang

sehingga menjadi satu dalam kehidupan orang itu.2 Pendidikan karakter

mencakup tiga ide pikiran penting yaitu: 1) Proses transformasi nilai-nilai, 2)

ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, 3) menjadi satu dalam perilaku.

Pendidikan karakter dianggap sangat penting karena dengan karakter yang

baik membuat seorang individu menjadi lebih matang, bertanggung jawab dan

produktif,3 banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa karakter

seseorang dapat mempengaruhi kesuksesannya. Di antaranya adalah penelitian

1
Doni, Koesuma, Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger, (Jakarta, Grasindo,
2009), hal. 115
2
Frankly Gaffar dalam Dharma Kusuma, dkk, Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan
Praktik di Sekolah), (Bandung: Remaja Rosda Karya: 2011), hal. 5
3
Haitami Salim, Pendidikan Karakter,(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 19

1
yang pernah dilakukan di Harvard University, Amerika Serikat yang

menyatakan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-

mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) akan tetapi lebih

pada kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini

mengungkap bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 % oleh hard skill

dan sisanya 80 % oleh soft skill. Hal ini megisyaratkan bahwa pendidikan

karakter sangat penting untuk diterapkan apalagi pada usia kanak-kanak atau

yang biasa disebut oleh para ahli sebagai usia emas (golden age) karena pada

usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan

potensinya. Hasil penelitian Sutoyo menunjukan bahwa sekitar 50 %

variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4

tahun. Peningkatan 30 % berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20 %

sisanya pada pertengahan dan akhir dasawarsa kedua.

Implementasi pendidikan karakter harus didukung oleh semua lembaga

pendidikan yang ada termasuk lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga

adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan

beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu

atap dalam keadaan saling bergantung.4 Menurut Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ada delapan fungsi keluarga yang

salah satunya adalah bahwa keluarga memiliki fungsi pendidikan bagi seorang

anak yang bermakna bahwa keluarga adalah wahana terbaik dalam proses

sosialisasi dan pendidikan bagi anak- anak. Pendidikan dalam keluarga

4
ibid, hal. 43

2
sebetulnya adalah pendidikan inti yang menjadi fondasi untuk perkembangan

anak. Sementara pendidikan yang diperoleh dari sekolah maupun dari

lingkungan sebetulnya adalah merupakan sebagian dari pendidikan yang

diperlukan.5 Berdasarkan pada pernyataan di atas, kita ketahui bahwa keluarga

menjadi wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan sesuatu

pada anak, menggembangkan seluruh kemampuan anggotanya agar dapat

menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik serta memberikan

kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi seorang anak

karena tugasnya meletakan dasar-dasar pertama bagi perkembangan anak

sebelum mereka berada di lingkungan yang lebih luas.6 Di dalam keluarga,

anak lahir, tumbuh dan berkembang serta pertama kali mengenal orang lain

melalui hubungan dengan orang tuanya, keluargalah sudah barang tentu yang

pertama-tama pula menjadi tempat untuk mengadakan sosialisasi kehidupan

anak-anak. Ibu, ayah, dan saudara-saudaranya serta keluarga-keluarga yang

lain adalah orang-orang yang pertama di mana anak-anak mengadakan kontak

dan yang pertama pula untuk mengajar pada anak-anak sebagaimana dia hidup

dengan orang lain.7 Sebagai lingkungan pendidikan yang paling dekat,

keluarga merupakan salah satu lingkungan yang baik untuk menanamkan

nilai-nilai karakter pada diri seorang anak. Dari kedua orang tua, untuk

5
ibid, hal. 45
6
Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, Pontianak:
STAIN Pontianak Press, 2009), hal. 273
7
Abu Ahmadi,” Sosiologi Pendidikan”. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 108

3
pertama kalinya seorang anak mengalami pembentukan watak (kepribadian)

dan pengarahan moral.

Pembinaan karakter harus terus menerus dilakukan secara holistik dari

semua lingkungan pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.8

Keluarga sebagai salah satu dari tri pusat pendidikan bertugas membentuk

kebiasaan-kebiasaan (habit formation) yang positif sebagai fondasi yang kuat

dalam pendidikan informal. Dengan pembiasaan tersebut anak-anak akan

mengikuti/menyesuaikan diri bersama keteladanan orang tuanya. Dengan

demikian akan terjadi sosialisasi yang positif dalam keluarga. Orang tua

mempunyai berbagai macam fungsi diantaranya ialah memberikan pendidikan

kepada anak terutama untuk pendidikan karakter karena sebagai dasar

kepribadian putra-putrinya. Sebagai pendidik dalam keluarga, orang tua sangat

berperan dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anaknya. Sikap,

kebiasaan, dan perilaku selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang

kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar diresapinya dan kemudian

menjadi kebiasaan bagianak-anaknya.9

Mengingat betapa pentingnya keluarga dan peran orang tua, maka

kesibukan kerja bukanlah suatu alasan orang tua meninggalkan tugas pokok

mereka sebagai pendidik anak-anak ketika mereka berada di rumah karena

orang tua adalah bagian dari pendidikan anak. Hal itu terjadi karena

pendidikan karakter dari lingkungan keluarga diangap penting dan perlu bagi

8
Endang Mulyatiningsih, “ Analisis Model-Model Pendidikan Karakter Untuk Usia
Anak-Anak, Remaja dan Dewasa”, FT UNY Karang Malang Yogyakarta
9
Doni Koesoema, “Pendidikan Karakter: Strategi Membidik Anak di Jaman Global”.
( Jakarta: Grasindo, 2010), hal. 181

4
perkembangan seorang anak. Kesadaran orang tuatentang pentingnya

pendidikan karakter bahwa bukan hanya sekolahlah yang bertanggungjawab

terhadap pendidikan anak-anaknya, akan tetapi setidaknya orang tua dan

lembaga pendidikan harus mampu bekerja sama dalam menumbuhkan

karakter-karakter positif bagi perkembangan seorang anak. Karena di

lingkungan keluarga dan sekolahlah seorang anak banyak bersosialisasi.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di Madrasah Ibtidaiyah

Maarif Kalibeber, alasan pemilihan lokasi ini adalah kebanyakan anak-anak di

sekolah ini, memiliki karakter yang berbeda-beda serta latar belakang keluarga

yang berbeda, yang mana kebanyakan orang tua mereka bekerja di luar rumah.

Hasil observasi peneliti yang dilakukan di MI Maarif Kalibeber, ialah peneliti

menemukan banyak siswa yang memiliki karakter yang berbeda- beda dengan

latar belakang keluarga yang berbedapula.

Berdasarkan pada latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

mengkaji lebih dalam tentang penanaman nilai-nilai karakter dalam

keluarga.Alasan pengambilan tema tersebut adalah, selama ini guru

berangapan bahwa karakter buruk yang terjadi pada diri seoranganak

adalah disebabkan oleh diri anak itu sendiri, karena dalam lingkungan sekolah

anak sudah diajarkan tentang penanaman nilai-nilai karakter baik itu melalui

pembelajaran, budaya sekolah maupun ekstrakurikuler. Akan tetapi pada

kenyataannya tidak semua siswa memiliki karakter yang sama meskipun

diberikan perlakuan yang sama. Dari sini peneliti berangapan bahwa ada hal

lain yang berpengaruh terhadap ketidaksuksesan penanaman nilai-nilai

5
karakter di sekolah yaitu keluarga, karena seorang anak banyak menghabiskan

waktu dilingkungan keluarga dan sekolah. Sehingga peneliti mengambil judul

“Pendidikan Karakter dalam Keluarga” (Studi Kasus Orang Tua di Madrasah

Ibtidaiyah Maarif Kalibeber). Penelitian ini diharapkan mampu menambah

keilmuan tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam keluarga, metode

pendidikan karakter dalam keluarga dan implikasi metode yang diterapkan

dalam keluarga terhadap karakteranak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas, peneliti

mengidentifikasikan beberapa rumusan masalah dalam penelitian lapangan ini,

sebagai berikut:

1. Apa saja nilai-nilai karakter yang ditanamkan dalam keluarga siswa di

Madrasah Ibtidaiyah Kalibeber?

2. Bagaimana metode penanaman nilai-nilai karakter dalam keluargasiswa di

Madrasah Ibtidaiyah Kalibeber?

3. Bagaimanakah implikasi penerapan metode tersebut terhadap karakter

siswa di Madrasah Ibtidaiyah Kalibeber?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis nilai-nilai karakter yang

ditanamkan dalam keluarga siswa di Madrasah Ibtidaiyah Kalibeber.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis metode penanaman nilai- nilai

karakter dalam keluarga siswa di Madrasah Ibtidaiyah Kalibeber.

6
3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis implikasi penerapan metode

tersebut terhadap karakter siswa di Madrasah Ibtidaiyah Kalibeber.

D. Kegunaan Penelitian

Secara Teoritis; Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

perbendaharaan ilmu pengetahuan terutama dalam hal pendidikan karakter

dalam keluarga serta dapat dijadikan bahan rujukan untuk penelitian yang

sejenis pada masa yang akan datang dan bahan informasi bagi penelitian

selanjutnya diantaranya:

1. Menambah pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikankarakter yang

ditanamkan dalam keluarga.

2. Menambah pengetahuan tentang metode penanaman nilai-nilai karakter

dalam lingkungan keluarga.

3. Memperoleh pengetahuan tentang implikasi atau dampak penerapan

metode pendidikan karakter dalam keluarga terhadap karakter anak.

Secara Praktis; penelitian ini diharapkan memiliki nilai manfaat

sebagai berikut:

1. Bagi orang tua sebagai bahan informasi tentang pentingnya pendidikan

karakter bagi anak yang dimulai dari lingkungan keluarga, sehingga

diharapkan orang tua dapat bersikap tepat dalam memberikan pendidikan

kepada anaknya.

2. Bagi guru dapat dijadikan bahan informasi tentang penanaman nilai-nilai

karakter dari keluarga, sehingga diharapkan mereka dapat bekerjasama dan

7
memberikan bimbingan serta arahan kepada anak didiknya agar

keberhasilan dapat tercapai.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang pendidikan karakter dalam keluarga sudah beberapa

kali dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Hasil penelitian terdahulu

membantu peneliti memperoleh gambaran tentang bagaimana proses

pendidikan karakter dari lingkungan keluarga yang dijadikan sebagai pedoman

agar penelitian ini menjadi lebih baik dan terarah.

Hasil penelitian pertama yang dilakukan oleh Charletty Choesyana

Sofat (2008) dengan judul “Pengembangan Karakter melalui Pendidikan

Keluarga (Studi Komparatif Teori Al-Ghazali dan Teori Kornadt)”. Hasil

penelitiannya yaitu pemikiran Al-Ghazali cenderung kurang aplikatif

dibanding dengan pemikiran Kornadt dalam hal perkembangan motif agresi

kaitannya dengan praktik pengasuhan anak. Teori Al-Ghazali tentang

pendidikan akhlak berdasarkan konsep tazkiyat al-nafs bersifat keIslaman,

keilmuan dan kemanusiaan kemudian pemikiran Al-Ghazali lebih bersifat

induktif. Teori Kornadt tentang agresi bersifat keilmuan dan kemanusiaan.

Erat kaitannya dengan pengembangan akhlak/karakter melalui pendidikan

keluarga, teori Al-Ghazali mengemukakan tujuan dan harapan yang

berorientasi pada kebahagiaan di dunia dan akhirat (bersifat agama) sedangkan

teori Kornadt mengemukakan tujuan dan harapan yang berorientasi hanya

pada kebahagiaan dunia (bersifat sekuler). Akan tetapi meskipun keduanya

dapat diperbandingkan, keduanya dapat diintegrasikan pada tataran praktis

8
sehingga dapat memberikan kontribusi keilmuan di bidang kajian Islam dan

psikologi agama.

Hasil penelitian kedua yang dilakukan oleh Mira Mirawati (2011),

“Peran Keluarga dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini (Studi

Deskriptif pada Keluarga di Perumahan Graha Bukit Raya II RW 24 Desa

Cilame Kecamatan Ngampah Kabupaten Bandung Barat)”. Hasil penelitian

tersebut adalah bahwa peran ibu lebih mendominasi dari pada peran ayah

dalam pendidikan karakter anak usia dini. Karakter yang dikembangkan

adalah karakter mandiri dan tanggung jawab. Pendekatan pendidikan karakter

yang dikembangkan adalah kasih sayang,nasehat, disiplin, keteladanan,

pembiasaan, dan penggunaan media elektronik. Faktor yang berperan

antara lain adalah faktor interen dan faktor eksteren keluarga. Hambatan

dalam pendidikan karakter adalah berupa perkembangan sosial dan emosional

anak yang belum berkembang secara optimal sehingga upaya untuk

mengatasinya adalah dengan pendekatan kasih sayang dan nasihat.

Penelitian ketiga dilakukan oleh Triworo Widyaningtyas, dengan judul

“Upaya Orang Tua dalam Menumbuhkembangkan Nilai-Nilai Karakter Anak

Usia Dini dalam Keluarga”. Hasil dari penelitian ini adalah keberhasilan

penanaman karakter anak tidak hanya ditentukan oleh tinggi rendahnya

pendidikan orang tua, serta kaya miskinnya dari segi ekonomi, yang lebih

menentukan adalah frekuensi interaksi antara anak dengan orang tua, dan

upaya dari orang tua dalam upaya penanaman karakter anaknya, sehingga

orang tua dapat memberikan bimbingan dan pendidikan secara maksimal

9
kepada anak-anaknya. Peranan orang tua dalam penanaman karakter kepada

anak usia dini yang palingpenting adalah penanaman nilai-nilai pendidikan

yang agamis, terutama mengenai pembentukan kepribadian, sikap, dan

perilaku anak. Upaya-upaya yang dilakukan orang tua dalam meningkatkan

karakter anak harapan setiap orang tua adalah menginginkan putra-putrinya

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki

masa depan yang cerah dan menjadi manusia yang berguna bagi keluarga,

agama, bangsa dan negara. Hambatan-hambatan yang muncul dalam

penanaman karakter pada anak usia dini, yang dihadapi orang tua dalam setiap

keluarga pada prinsipnya sama yaitu terdiri dari dua faktor yaitu faktor

internal dan eksternal keluarga.

Penelitian keempat dilakukan oleh Mukhamad Murdiono, dengan judul

“Metode Penanaman Nilai Moral untuk Anak Usia Dini”. metode penanaman

nilai moral yang digunakan pada beberapa TK ABA di Kota Yogyakarta

meliputi: bercerita, bermain, karyawisata, bernyanyi, outbond, pembiasaan,

teladan, syair, dan diskusi. Dari beberapa metode tersebut yang paling sering

digunakan adalah metode bercerita dan pembiasaan perilaku. Metode

penanaman nilai moral yang diterapkan banyak membawa pengaruh positif

terhadap perkembangan moral anak. Melalui penghayatan isi cerita, lambat

laun anak akan merubah perilakunya yang semula tidak sesuai dengan nilai

yang ada menjadi lebih baik sesuai dengan tokoh yang diperankan dalam

cerita. Dengan pembiasaan- pembiasaan berperilaku juga lambat laun anak

akan merubah perilaku kurang baik yang kadang-kadang dibawa dari

10
lingkungan rumahnya menjadi perilaku yang baik sesuai dengan nilai moral

yang diharapkan. Adapun kendala yang dihadapi oleh guru-guru TK di

lapangan ketika akan menerapkan metode penanaman nilai moral sangat

beragam. Ada kendala yang datang atau berasal dari guru itu sendiri (faktor

internal) dan ada juga kendala yang datang dari luar (faktor eksternal). Untuk

mengatasi berbagai kendala dalam menerapkan metode bercerita para guru

telah melakukan berbagai upaya. Misalnya guru yang kurang mampu atau

belum menguasai teknik bercerita, mereka tidak segan-segan untuk senantiasa

belajar baik kepada guru yang dianggap lebih mampu atau ke lembaga di luar

sekolah. Kendala lain yang dihadapi adalah ketika guru menerapkan metode

pembiasaan dalam berperilaku. Kendala itu berupa inkonsistensi sikap orang

tua dengan apa yang diajarkan di sekolah. Demikian pula dengan perilaku

yang terjadi di lingkungan rumah si anak. Terkadang di rumah orang tua

kurang mendukung apa yang telah dilakukan oleh guru di sekolah. Padahal

antara waktu anak di rumah dan di sekolah jauh lebih banyak anak di rumah.

Demikian pula ketika di sekolah dan di rumah sudah ada konsistensi dalam

kebiasaan berperilaku, tetapi lingkungan sekitar dimana anak tinggal kurang

mendukung atau tidak memiliki konsistensi dalam berperilaku. Upaya yang

dilakukan untuk mengatasi hal itu adalah dengan mengadakan pertemuan rutin

dengan orang tua wali dalam kurun waktu tertentu secara kontinu.

Berdasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan

bahwa penelitian tersebut terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang

saya kaji, selain lokasi penelitian, objek penelitian juga berbeda penelitian ini

11
memfokuskan pada penanaman nilai-nilai karakter dalam lingkungan keluarga

yang mana tujuannya adalah mencari nilai-nilai pendidikan karakter yang

ditanamkan dalam keluarga, metode penanaman nilai-nilai karakter dalam

keluarga, dan implikasi penerapan metode tersebut terhadap karakter siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Mukhamad Murdiono mencari Metode

penanaman nilai-nilai karakter dalam institusi pendidikan akan tetapi

penelitian ini lebih kepada metode penanaman nilai-nilai pendidikan dalam

lingkungan keluarga.

F. Kerangka Teori

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter terbentuk dari dua kata, yaitu “pendidikan”

dan “karakter”. Arti pendidikan dalam Undang-Undang Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negera.10
Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang

lain, tabiat, watak.11 Menurut Wyne, istilah karakter diambil dari bahasa

Yunani, yang berarti to mark (menandai). Istilah ini lebih fokus pada

tindakan atau tingkah laku. Menurutnya ada dua pengertian tentang

10
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab I Pasal 1.
11
Tim Bahasa Penyusun, Kamus Cerdas Bahasa Indonesia Terbaru, (Surabaya:
CV. Pustaka Agung Harapan, 2003), hlm. 300.

12
karakter. Pertama, menunjuk pada bagaimana seseorang bertingkah laku.

Apabila berperilaku tidak jujur, kejam tentu orang tersebut

memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang

berperilaku jujur, suka menolong, tentu orang tersebut memanifestasikan

karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality.

Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter apabila tingkah

lakunya sesuai kaidah moral.12

Menurut Kemendiknas (sekarang: Kemendikbud), karakter adalah

watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil

internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan

sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.

Sementara pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan

nilai-nilai karakter bangsa pada diri siswa, sehingga mereka memiliki nilai

dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut

dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara

yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif.13

Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat

dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan

tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu,

maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan

12
Ratna Megawangi, “Membangun SDM Indonesia Melalui Pendidikan Holistik
Berbasis Karakter”, dalam www.usm.maine.edu.com . diunduh tanggal 23 Februari
2012.
13
Kementrian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan
Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. (Jakarta:
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010).

13
dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya,

pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam

suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan siswa dari lingkungan

sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan

budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter

bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain,

mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai

Pancasila pada diri siswa melalui pendidikan hati (rohani), otak, dan fisik.

Karakter menurut Ibn Maskawaih dalam buku Tahzib Al-Khuluq

jelaskan bahwa karakter (khuluq) merupakan suatu keadaan jiwa, keadaan

ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir atau dipertimbangkan secara

mendalam. Keadaan seperti ini ada dua jenis, yaitu; 1), alamiah dan

bertolak dari watak. Misalnya pada orang yang gampang sekali marah

karena hal yang paling kecil, atau yang takut dengan menghadapi peristiwa

yang sangat sepele. Juga ada orang yang berdebar-debar disebabkan suara

yang amat lemah yang menerpa gendang telinganya, atau ketakutan

lantaran mendengar suatu berita; 2), tercipta melalui latihan dan kebiasaan.

Pada mulanya keadaan ini terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan,

namun kemudian praktik secara terus-menerus dan menjadi karakter.14

Atas dasar definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi

keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa sekarang dan

14
Ibnu Maskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlaq, alih bahasa: Hidayat Helmi,
(Bandung: Mizan, 1994), hlm. 56.

14
mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang

baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang

efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter

bangsa ialah usaha bersama sekolah; karenanya harus dilakukan secara

bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata

pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.

2. Proses Pembentukan Karakter

Secara teori, pembentukan karakter anak dimulai dari usia 0-8

tahun, artinya usia tersebut karakter anak masih dapat berubah-ubah

tergantung dari pengalaman hidupnya. Oleh karena itu, membentuk

karakter anak harus dimulai sedini mungkin bahkan sejak anak itu

dilahirkan, karena berbagai pengalaman yang dilalui oleh anak semenjak

perkembangan pertama, mempunyai pengaruh yang besar. Berbagai

pengalaman ini berpengaruh dalam mewujudkan apa yang dinamakan

dengan pembentukan karakter diri secara utuh.15

Karakter yang kuat dibentuk oleh penanaman nilai yang

menekankan tentang baik dan buruk. Nilai ini dibangun melalui

penghayatan dan pengalaman, membangkitkan rasa keingintahuan yang

sangat kuat dan bukan menyibukkan diri dengan pengetahuan, sehingga

karakter yang kuat akan cenderung hidup secara berakar pada diri anak-

anak jika mereka semenjak awal telah dibangkitkan keinginan untuk

mewujudkannya. Oleh karena itu, jika sejak kecil anak sudah dibiasakan

15
Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building; Bagaimana
Mendidik Berkarakter, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 124.

15
untuk mengenal karakter positif, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi

yang tangguh, percaya diri dan empati sehingga anak akan merasa

kehilangan jika tidak melakukan kebiasaan baiknya tersebut. Itulah

sebabnya dalam tahap pembentukan karakter sangat diperlukan perhatian

yang lebih pada pendidikan anak usia dini.16

Menurut Ratna Megawangi, pembentukan karakter harus terdapat

tiga hal yang berlangsung secara integrasi, yakni: Pertama, Knowledge the

good, artinya anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan yang harus

diambil dan mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Membentuk

karakter anak tidak hanya sekedar tahu mengenai hal-hal yang baik,

namun mereka harus dapat memahami kenapa perlu melakukan hal

tersebut; Kedua, Feeling the good, artinya anak mempunyai kecintaan

terhadap kebijakan dan membenci perbuatan buruk. Konsep ini mencoba

membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan perbuatan baik. Pada

tahap ini anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik yang dia

lakukan. Sehingga, jika kecintaan ini sudah tertanam, maka hal ini akan

menjadi kekuatan yang luar biasa dari dalamdiri anak untuk melakukan

kebiakan dan memperkecil perbuatan negatif; 3) Acting the good, artinya

anak mampu melakukan kebajikan dan terbiasa melakukannya. Tahap ini

anak dilatih untuk melakukan perbuatan baik sebab tanpa anak melakukan

apa yang sudah diketahui atau dirasakan tidak akan ada artinya.17

16
Fauzil Adhim, Positif Parenting: Cara-Cara Islami Mengembangkan Karakter
Positif pada Anak Anda, (Bandung: Mizan, 2006), hlm. 272.
17
Ratna Megawangi dalam artikel Muhammad Ridwan, Menyemai Benih
Karakter Anak. www.adzdzikro.com . Diunduh tanggal 23 Februari 2012 Jam 19:39.

16
3. Butir-butir Pendidikan Karakter

Indonesian Heritage Foundation merumuskan 9 karakter dasar

yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu: 1) cinta kepada Allah dan

semesta beserta isinya; 2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri; 3) jujur;

4) hormat dan santun ; 5) kasih sayang, peduli, dan kerja sama; 6) percaya

diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; 7) keadilan dan

kepemimpinan; 7) baik dan rendah hati; 8) toleransi, cinta damai dan

persatuan18 Sementara Character Counts di Amerika mengidentifikasikan

bahwa karakter-karakter yang menjadi pilar, yaitu; 1) Dapat dipercaya; 2)

Rasa hormat dan perhatian; 3) Tanggungjawab; 4) Jujur; 5) Peduli; 6)

Kewarganegaraan; 7) Ketulusan; 8) Berani ; 9) Tekun; dan 8) Integritas19

Ari Ginanjar dengan teori ESQ mengelompokkan pendidikan

karakter dalam tujuh konsep dasar yaitu: 1) Jujur; 2) Tanggung jawab ; 3)

Disiplin; 4) Visioner; 5) Adil; 6) Peduli; dan 7) Kerja sama20

Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter

telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila,

budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai yang dikembangkan

dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-

sumber berikut ini:21 Pertama, Agama. Masyarakat Indonesia adalah

masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat,

18
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 42
19
Ibid., hlm 43
20
Ibid., hlm 43.
21
Heni Waluyo Siswanto, Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter
Bangsa: Pedoman Sekolah. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang Kemendiknas,
2009, hlm.8.

17
dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara

politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal

dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan

budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah

yang berasal dari agama; Kedua, Pancasila. Negara kesatuan Republik

Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan

kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan

UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat

dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila

menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,

kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa

bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih baik,

yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan

nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara; Ketiga, Budaya

Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup

bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui

masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian

makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota

masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan

masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan

budaya dan karakter bangsa; Keempat, Tujuan Pendidikan Nasional

Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara

Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai

18
jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai

kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu,

tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam

pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai

untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini, yaitu: 1)

Religius, 2) Jujur, 3) Toleransi, 4) Disiplin, 5) Kerja keras, 6) Kreatif, 7)

Mandiri, 8) Demokratis, 9) Rasa Ingin Tahu, 10) Semangat Kebangsaan,

11) Cinta Tanah Air, 12) Menghargai Prestasi, 13) Bersahabat/

Komunikatif, 14) Cinta Damai, 15) Gemar Membaca, 16) Peduli

Lingkungan, 17) Peduli Sosial, dan 18) Tanggung Jawab.22

Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa,

namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya

dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa

nilai yang diprioritaskan dari nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah

dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah

atau sekolah atau madrasah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung

pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara

berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai

22
Heni Waluyo Siswanto, Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter
Bangsa: Pedoman Sekolah. (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang
Kemendiknas, 2009), hlm. 132

19
dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan

kondisi masing-masing sekolah/ madrasah/wilayah.23

Adapun nilai-nilai karakter tentang tadarus al-Qur’an dan salat

jama’ah dhuha di Madrasah MI Maarif Kalibeber, dikategorikan sebagai

muatan lokal. Muatan Lokal yang dipilih ditetapkan berdasarkan ciri khas,

potensi dan keunggulan daerah, serta ketersediaan lahan, sarana prasarana,

dan tenaga pendidik. Sasaran pembelajaran muatan lokal adalah

pengembangan jiwa kewirausahaan dan penanaman nilai-nilai budaya

sesuai dengan lingkungan. Nilai-nilai kewirausahaan yang dikembangkan

antara lain inovasi, kreatif, berpikir kritis, eksplorasi, komunikasi,

kemandirian, dan memiliki etos kerja. Nilai-nilai budaya yang dimaksud

antara lain kejujuran, tanggung jawab, disiplin, kepekaan terhadap

lingkungan, dan kerja sama.

4. Strategi dan Metodologi Pendidikan Karakter

Strategi di sini dapat dimaknai dalam kaitannya dengan kurikulum,

strategi dalam kaitannya dengan model tokoh, serta strategi dalam

kaitannya dengan metodologi. Dalam kaitannya dengan kurikulum,

startegi yang umum dilaksanakan adalah mengintergrasikan pendidikan

karakter dalam bahan ajar. Artinya, tidak membuat kurikulum pendidikan

karakter tersendiri. Strategi yang kaitannya dengan model tokoh yang

sering dilakukan dunia pendidikan di negara-ngara Barat adalah bahwa

23
Heni Waluyo Siswanto, Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter
Bangsa:, hlm. 133.

20
seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah harus mampu

menjadi model teladan yang baik (uswah hasanah).24

Dalam kaitannya dengan metodologi, strategi yang umum

diimplementasikan pada pelaksanaan pendidikan karakter di negara-negara

Barat antara lain adalah strategi pemanduan, pujian dan hadiah, definisikan

dan latihan, penegakan disiplin, dan juga perangai bulan ini. Dan strategi

lain yang harus dipraktekan oleh guru pada umumnya ialah keaktifan guru

bimbingan dan konseling sebagai pendidik karakter.25

Strategi pengembangan karakter yang diterapkan di Indonesia yang

dirancang oleh Kementrian Pendidikan Nasional (2010), antara lain.

Melalui transformasi budaya sekolah dan habituasi melalui kegiatan

ekstrakurikuler. Menurut para ahli bahwa implementasi strategi pendidikan

karakter melalui transformasi budaya dan perikehidupan sekolah,

dirasakan efektif dari pada harus mengubah dengan menambahkan materi

pendidiakan karakter kedalam muatan kurikulum.26

Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional dalam kaitan

pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam perihal

pengembangan diri, menyarankan pada empat hal penting harus ada, yang

meliputi: 1) Kegiatan Rutin. Merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh

siswa secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya, upacara

bendera setiap hari senin dan lainnya yang bersifat kontinu (terus-

24
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 144
25
Ibid., hlm 144
26
Ibid., hlm 145

21
menerus); 2)Kegiatan Spontan. Merupakan kegiatan yang bersifat spontan,

saat itu juga, pada waktu terjadi keadaan tertentu. Misalnya,

mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam dan lain-lain; 3)

Keteladanan. Timbulnya sikap dan perilaku siswa karena meniru perilaku

atau sikap orang lain seperti dalam lingkungan sekolah adalah guru dan

tenaga kependidikan serta seluruh warga dewasa sekolah yang lainnya

yang berada pada sekitanya. Sehingga sudah menjadi keharusan bagi guru,

dan karyawan memberi teladan sikap dan perilaku yang baik; 4)

Pengondisian. Yakni merupakan usaha menciptakan kondisi yang kondusif

untuk terlaksananya proses pendidikan karakter. Misalkan, kondisi meja

guru dan kepala sekolah ditata rapi, dan kondisi toilet bersih dan tidak

bau.27

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian skipsi merupakan penelitian kualitatif (qualitative

research) yaitu penelitian yang secara langsung terhadap obyek yang

diteliti, untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan

permasalahan-permasalahan yang dibahas. Metode kualitatif ini

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku orang-orang

yang dapat diamati. 28

27
Ibid., hlm 146-147
28
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 3.

22
2. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengambilan sampel

dengan menggunakan teknik sampling berstrata atau sampling bertingkat,

yaitu sampel diambil purposive dari kelompok-kelompok subyek dan

antara satu kelompok dengan kelompok lain berdasar tingkat kelompok.29

a) Populasi. Dalam penelitian ini penulis mengambil sebagian siswa, wali

murid dan kepala sekolah; a) Sampel. Sesuai apa yang dikemukakan

Sutrisno Hadi, “Tidak ada suatu ketetapan yang mutlak berapa persen

suatu sampel harus diambil dari populasi, ketidak adanya ketetapan yang

mutlak ini tidak menimbulkan keraguan pada penyelidik. 30 Adapun

sampling yang diambil dalam penelitian lapangan ini adalah sepuluh wali

murid MI Maarif Kalibeber.

Selanjutnya, terkait subyek penelitian ini adalah informan yang

dianggap dapat memberi informasi secara akurat. Adapun data yang

diperoleh dari penelitian ini berasal dari: a) Kepala Sekolah MI Maarif

Kalibeber, selaku penanggung-jawab semua kegiatan pembelajaran; b)

wali murid MI Maarif Kalibeber.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Observasi Partisipatif

Menurut Sudijono, metode observasi merupakan suatu cara

untuk menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan

29
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1993),
hlm. 127.
30
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 1987),
hlm. 73.

23
dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis

terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran

pengamatan.31 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi

partisipatif (participant observation). Sugiyono mengutip Susan

Stainback (1998) bahwa dalam observasi partisipatif, peneliti

mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang

mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.32

Teknik observasi partisipatif menuntut adanya partisipasi

peneliti dalam kegiatan yang dilakukan oleh nara sumber. Dalam

melakukan observasi, peneliti melakukan observasi langsung di MI

Maarif Kalibeber. Teknik observasi yang digunakan adalah observasi

aktif selama kurang lebih 1 bulan untuk mengamati pembentukan

karakter siswa yang dilakukan di MI Maarif Kalibeber sehingga dapat

diketahui secara langsung praktik pembentukan karakter yang

dilakukan oleh sekolah.

b. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan

yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara

sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah dan tujuan yang telah

ditentukan.33 Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara

semi struktur (semi structure interview). Jenis wawancara ini termasuk

31
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), hlm. 76.
32
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, cetakan
keempat, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 227.
33
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm 76.

24
kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas

bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari

wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara

lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat

dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti mendengarkan

secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.34

Teknik wawancara ini digunakan untuk menggali informasi

tentang nilai-nilai karakter di MI Maarif Kalibeber, pembentukan

karakter siswa, hasil pembentukan karakter siswa, serta faktor

pendukung dan penghambat pembentukan karakter. Nara sumber yang

akan diwawancarai adalah kepala madrasah serta wali murid MI

Maarif Kalibeber, terkait pendidikan karakter.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.35 Dokumentasi

merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang.36 Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan

observasi dan wawancara. Teknik ini digunakan untuk mencari data

MI Maarif Kalibeber, berupa dokumen-dokumen tentang kurikulum,

34
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hlm. 233.
35
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta), hlm. 135.
36
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, hlm. 240.

25
profil sekolah, jumlah guru/staf dan siswa, fasilitas dan sarana

prasarana pendidikan, serta dokumen-dokumen lain.

d. Tringgulasi Data

Tringgulasi data merupakan teknik untuk memperkaya dan

mengecek keabsahan data dengan wawancara, observasi dan studi

dokumen.37 Tringgulasi data disini, penulis gunakan untuk memper-

tajam data yang diperolah di lapangan dan merupakan hasil analisis

dokumen yang merupakan argumentasi penalaran yang memaparkan

hasil analisis dari dokumen atau analisis pustaka, analisis wawancara

mendalam dengan orang-orang terkait, dalam hal ini kepala madrasah

serta wali murid, dan juga hasil olah pikir dari peneliti mengenai suatu

masalah penelitian berdasar hasil observasi dilapangan. Dalam hal ini

fokus analisis tentang nilai-nilai karakter di MI Maarif Kalibeber.

4. Metode Analisis Data

Sugiyono mengutip pendapat Miles and Huberman (1984), bahwa

aktivitas analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

jenih. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan

consultation drawing/vericication.38

a. Data reduction (reduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

37
Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kuantitatif Kualitatif, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 231.
38
Ibid, hlm. 246.

26
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data dan mencarinya bila diperlukan.39

b. Data display (penyajian data)

Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart

(tabel), dan sejenisnya.40 Cara ini digunakan untuk memudahkan

peneliti mengambil kesimpulan dari semua data yang yang terkumpul

dari hasil pengamatan, wawancara, maupun dokumentasi yang

dilakukan di tempat penelitian.

c. Conclusion drawing/verification

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada atau belum

diketemukan. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu

obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga

stelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau

interaktif, hipotesis atau teori.41

G. Sistematika Pembahasan

Bagian awal, berisikan halaman judul, halaman persetujuan tesis,

halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, abstraksi, kata

pengantar, daftar isi, daftar gambar, dan lain-lain.

39
Ibid, hlm. 247.
40
Ibid, hlm. 249.
41
Ibid, hlm. 253.

27
Bagian inti, yang mengulas pembahasan tesis meliputi beberapa bab

pembahasan yakni: Bab I, Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, kajian

pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II Landasan

Teori tentang pendidikan karakter meliputi: hakikat pendidikan karakter,

tujuan pendidikan karakter, prinsip-prinsip pendidikan karakter, indikator

pendidikan karakter, serta nilai-nilai pendidikan karakter. Dilanjutkan

pembahasan tentang keluarga meliputi: pengertian keluarga, peran dan fungsi

keluarga, pentingnya pendidikan karakter dalam keluarga, metode pendidikan

karakter dalam keluarga, serta implikasi pendidikan karakter dalam keluarga.

Dan yang terakhir adalah tentang pendidikan karakter dalam Islam. Bab III,

berisi gambaran MI Maarif Kalibeber yang meliputi letak geografis, sejarah

singkat, visi dan misi, struktur organisasi, keadaan guru dan karyawan, murid,

serta sarana prasarana. Bab IV, Hasil penelitian tentang pendidikan karakter

dalam keluarga bagi wali murid MI Maarif Kalibeber. Analisis ini

mengungkap sinergi antara pihak sekolah dengan keluarga dalam membentuk

karakter siswa.. Bab IV, merupakan bab penutup yang berisi tentang simpulan

hasil penelitian, saran-saran dan kata penutup.

Bagian akhir, pada bagian tesis ini dilengkapi dengan daftar pustaka,

lampiran-lampiran, dan daftar riwayat hidup peneliti.

H. Daftar Isi Sementara

HALAMAN SAMPUL LUAR ...................................................................


HALAMAN SAMPUL DALAM ...............................................................

28
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
HALAMAN TIM PENGUJI TESIS ..........................................................
HALAMAN NOTA DINAS ......................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
HALAMAN MOTTO ................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
HALAMAN TRANSLITERASI .............................................................
KATA PENGATAR ................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................
ABSTRAK .................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................
D. Telaah Pustaka ..................................................................................
E. Kerangka Teori .................................................................................
F. Metodologi Penelitian ......................................................................
G. Sistematika Pembahasan ...................................................................
BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA
A. Pendidikan Karakter..........................................................................
1. Hakikat Pendidikan Karakter ......................................................
2. Tujuan Pendidikan Karakter .......................................................
3. Prinsip Pendidikan Karakter .......................................................
4. Indikator Pendidikan Karakter....................................................
5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ..................................................

B. Keluarga ............................................................................................
1. Pengertian Keluarga....................................................................
2. Peran dan Fungsi Keluarga .........................................................
3. Pentingnya Pendidikan Karakter Dimulai dari Keluarga ...........
4. Pendidikan Karakter dalam Keluarga .........................................
5. Metode Pendidikan Karakter dalam Keluarga ............................

29
6. Implikasi Pendidikan Karakter dalam Keluarga terhadap
Karakter Anak.............................................................................

C. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam.....................................


1. Dasar-dasar Pendidikan Akhlak .................................................
2. Pendidikan Karakter untukAnak.................................................
3. Tahapan Pendidikan Karakter dalam Islam ................................
4. Metode Pendidikan Karakter Menurut Al-Ghazali.....................

BAB III GAMBARAN UMUM MI MA’ARIF KALIBEBER

A. Tinjauan Historis ...............................................................................


B. Letak Geografis .................................................................................
C. Kondisi Demografis ..........................................................................
D. Kondisi Tenaga Pendidik ..................................................................
E. Kondisi Murid ...................................................................................
F. Kondisi Sarana dan Prasarana ...........................................................
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA
DI MI MA’ARIF KALIBEBER
A. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan dalam keluarga siswa di
Madrasah Ibtidaiyah Kalibeber .......................................................
B. Metode penanaman nilai-nilai karakter dalam keluarga siswa di
Madrasah Ibtidaiyah Kalibeber...........................................................
C. Implikasi penerapan metode penanaman nilai-nilai karakter terhadap
karakter siswa di Madrasah Ibtidaiyah Kalibeber ............................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................
B. Saran-saran .......................................................................................
C. Kata Penutup ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................

30
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam,


Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011.
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo, 2005.
Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building; Bagaimana Mendidik
Berkarakter, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008.
Depdiknas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokus Media, 2006.
Fauzil Adhim, Positif Parenting: Cara-Cara Islami Mengembangkan Karakter
Positif pada Anak Anda, Bandung: Mizan, 2006.
Heni Waluyo Siswanto, Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter
Bangsa: Pedoman Sekolah, Jakarta: Balitbang Kemendiknas, 2009.
Ibnu Maskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlaq, alih bahasa: Hidayat Helmi,
Bandung: Mizan, 1994.
Kementrian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran
Berdasarkan Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan
Karakter Bangsa, Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional, 2010.
Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010.
Marzuki, “Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam”, dalam
Pendidikan Karakter dalam Perspeketif Teori dan Praktek, Yogyakarta:
UNY Press, 2011.
Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kuantitatif Kualitatif, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009.
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Muhamad Daud Ali, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Ratna Megawangi dalam artikel Muhammad Ridwan,” Menyemai Benih Karakter
Anak”. www.adzdzikro.com . diunduh 23 Februari 2018.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, cet. ke-4,
Bandung: Alfabeta, 2008.
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

31
__________, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 2009.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 1987.
Teguh, Hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah MI Maarif Kalibeber,
tanggal 18 Februari 2016.
Tim Bahasa Penyusun, Kamus Cerdas Bahasa Indonesia Terbaru, Surabaya:
Pustaka Agung Harapan, 2003.

32

Anda mungkin juga menyukai