Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas Volume 14 Issue 1 p-ISSN: 1907-9176

http://doi.org/JIV.1401.8 June 2019 e-ISSN: 2620-5254

DOI: doi.org/JIV.1401.8 Diterima : 16 Januari 2019


Direvisi : 28 Mei 2019
Disetujui : 30 Mei 2019
Diterbitkan : 26 Juni 2019

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KARAKTER ANAK USIA DINI


DENGAN PENDEKATAN HOLISTIK
Putu Aditya Antara
email: putuaditya.antara@undiksha.ac.id
Jurusan PGPAUD Universitas Pendidikan Ganesha, Bali
Pegok, Jalan Raya Sesetan No.196, Sesetan, Denpasar Selatan, Pedungan, Kec. Denpasar Sel., Kota
Denpasar, Bali 80223

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengetahui peran guru dalam pengembangan karakter anak Taman
Kanak-kanak dengan pendekatan holistik, penelitian ini selama enam bulan pada 36 anak Kelompok B
di Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta Tahun 2016. Menggunakan metode studi kasus dengan teknik snow
ball melalui sumber data primer yang berasal dari pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peran guru dalam pengembangan karakter anak adalah sebagai tel-
adan, fasilitator, dan motivator. Sedangkan nilai karakter yang dikembangkan yaitu kewajiban, hormat
dan santun, taat, menjaga lingkungan, toleransi, sabar, empati, serta mandiri. Disarankan agar guru
mengembangkan karakter secara holistik integratif agar pelaksanaan nilai karakter menjadi sebuah
kebutuhan dan kebiasaan anak.

Kata-kata kunci: Karakter, Anak, Holistik


THE IMPLEMENTATION OF EARLY CHILDHOOD CHARACTER EDUCATION
DEVELOPMENT THROUGH HOLISTIC APPROACH
Abstract: The purpose of this study is to determine the role of teachers in developing kindergarten chil-
dren’s character development by using a holistic approach. This study was conducted for six months
in 36 children of Group B in Kindergarten in Bali in 2016. The research used a case study method with
snow ball techniques, through data sources based on observations, interviews and documentation. The
results of the study showed that the role of the teacher in developing children's character is as a role
model, facilitator, and motivator. Whereas the character values ​​that were developed included obliga-
tion, respect and courtesy, obedience, maintaining the environment, tolerance, patience, empathy, and
independence. It is recommended that teachers may develop holistic integrative characters so that the
implementation of character values ​​may becomes children’s needs and habits.

Keywords: Character, Children, Holistic

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah lain. Pelaksanaan stimulasi bisa dilakukan berbagai
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang lembaga pendidikan anak usia dini yang meliputi
tidak ternilai harganya, sehingga untuk mendapatkan Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain
generasi penerus yang berkualitas tinggi maka (KB), dan Taman Kanak-kanak (TK). Pembentukan
fisik dan mentalnya harus dipersiapkan sejak dini mental anak membutuhkan nilai-nilai karakter yang
dengan berbagai bentuk stimulasi. Stimulasi terhadap bisa dijadikan dasar berperilaku di dalam masyarakat
anak perlu dilakukan sedini mungkin baik berupa khusunya TK, karena pada usia ini anak sudah
pengetahuan, fisik dan yang tidak kalah pentingnya akan mulai mengakhiri masa pra operasional yang
adalah pembinaan mental sosial. Karena anak tidak ditunjukkan bahwa anak sudah bisa menerima kondisi
akan pernah lepas dari kehidupan sebagai makhluk akademik yang lebih komplek. Sehingga pada usia TK
sosial yang selalu butuh berhubungan dengan orang anak membutuhkan penanaman nilai karakter yang

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019 17
tepat agar anak bisa menginternalisasi nilai karakter Banyaknya permasalahan terkait karakter
dengan baik. bangsa ini, telah menunjukkan bahwa telah terjadi
Tentang fenomena pengembangan karakter di dekadensi moral secara nasional dan harus segera
Indonesia, tercatat berbagai kejadian yang tidaklah dilakukan sebuah revolusi pendidikan untuk
mengarah pada adanya peningkatan budi pekerti memperbaiki karakter bangsa ini. Menurut Antara
melainkan kemerosotan moral bangsa Indonesia (2010: 5), pendidikan budi pekerti atau karakter anak
yang sekaligus menjadi isu nasional yang selalu bangsa bukan tugas sekolah saja, tetapi merupakan
hangat untuk diperbincangkan. Fenomena seperti tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah,
korupsi, tawuran antar pelajar, kerusuhan-kerusuhan dan masyarakat sehingga implementasinya lebih
akibat perilaku yang tidak bertanggung jawab (bonek, holistik dan integratif. Oleh karena itu diperlukan
demonstrasi anarkis), pengambilan hak atau milik sebuah upaya sadar dari bangsa ini untuk melakukan
orang lain (pencurian, perampokan, penjambretan, introspeksi dan kemudian melakukan perbaikan diri,
penodongan), pembunuhan, penyalahgunaan narkoba mulai dari yang lingkungan terdekat, dan kemudian
dan lain sebagainya telah menyebabkan situasi dan merambah pada masyarakat yang lebih luas.
kondisi bangsa Indonesia semakin terpuruk dan Beberapa sekolah sudah menunjukkan keinginan
menyedihkan. kuat untuk mengembangkan karakter anak Taman
Pertanyaan besar yang muncul adalah, “Ada Kanak-kanak dengan mengusung tata nilai sebagai
apa dengan bangsa Indonesia saat ini?“. Lickona budaya sekolah. Realisasi budaya pembelajaran
(1991:13-18), mengungkapkan bahwa terdapat di sekolah seperti ini tetap saja pada pembelajaran
sepuluh tanda-tanda jaman yang harus diwaspadai yang hanya mengembangkan kemampuan berpikir
karena jika tanda-tanda ini sudah ada, maka itu sederhana tanpa memberikan kesempatan anak
berarti bahwa sebuah bangsa sedang menuju jurang memahami nilai-nilai dan memaknai pembelajaran
kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud seperti (1) dengan orientasi membangun kemampuan berpikir
Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) tingkat tinggi (Antara, 2013: 245). Oleh karenanya, bisa
Penggunaan bahasa dan kata-kata yang semakin dikatakan implementasi pengembangan karakter pada
buruk, (3) Pengaruh peer-group yang bisa menciptakan anak usia dini masih minim dan belum mendapatkan
tindak kekerasan, (4) Meningkatnya perilaku merusak pola yang tepat sebagai formula yang bisa diikuti
diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks oleh lembaga lain. Terkait hal itu, peneliti telah
bebas. (5) Kaburnya pedoman untuk bermoral baik, melakukan studi pendahuluan pada sejumlah Taman
(6) Etos kerja yang menurun, (7) Rasa hormat kepada Kanak-kanak di daerah Kabupaten Gianyar, yang
orang tua dan guru semakin berkurang, (8) Rasa hasilnya secara random terdapat sebuah lembaga
tanggung jawab diri sendiri dan sebagai warga negara dengan nama Taman Kanak-kanak Bali Q-ta berhasil
semakin rendah, (9) Ketidakjujuran yang dibudayakan, mengembangkan karakter berkualitas pada anak-
dan (10) Adanya rasa saling curiga dan kebencian di anak yang bersekolah di lembaga tersebut yang
antara sesama. Tanda-tanda tersebut seolah sudah pengembangan programnya secara khusus dilakukan
mulai tampak di Indonesia. dengan model holistik integratif. Hal ini ditunjukkan dari
Persoalan karakter bangsa memang tidak banyaknya laporan yang bersifat postif dari para orang
sepenuhnya merupakan tanggung jawab pendidikan tua yang menyekolahkan anaknya di lembaga tersebut
sekolah. Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara serta berdasarkan hasil pengamatan langsung yang
(1977:35), dengan istilah budi pekerti sebagai peneliti lakukan selama sebulan di lembaga itu.
pengganti kata karakter menyatakan bahwa keluarga Adapun kondisi yang terlihat pada salah satu contoh
tidak hanya menjadi pusat pendidikan individual, kasus yaitu setelah dua minggu anak bersekolah di
tetapi di dalam alam keluarga, seorang anak juga Lembaga ini, terlihat ada perubahan pada beberapa
mendapatkan pendidikan sosial. Keluarga merupakan karakter negatif anak menjadi lebih positif dan hal ini
tempat yang paling sempurna untuk mendapatkan diakui juga oleh orang tua anak.
pendidikan budi pekerti dan hidup kemasyarakatan. Berdasarkan latar belakang di atas, terlihat
Namun, ketidakmampuan keluarga untuk memberikan begitu pentingnya penelitian ini dilakukan pada Taman
pendidikan karakter yang positif kepada anak, akibat Kanak-kanak Bali Q-Ta, untuk mengungkap program
kurangnya perhatian yang berkualitas dari orang tua pengembangan nilai karakter yang dikembangkan
kepada anak disebabkan karena kesibukan kerja atau pada lembaga ini sehingga hasil penelitian ini
alasan lain, semakin memperparah kondisi karakter akan bisa dimanfaatkan oleh lembaga lain dalam
bangsa. mengembangkan karakter anak.

18 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019
KAJIAN PUSTAKA fisik/motorik, kognitif, daya cipta (seni) dan bahasa.
Hakikat Pendidikan Anak Usia Taman Kanak-kanak Meskipun dalam prakteknya perkembangan anak
Menurut National Association for the Education tidak secara tegas terbagi dalam aspek-aspek
of Young Children (NAEYC) menurut Brewer (2007 : perkembangan, tetapi perkembangan anak di
4), anak usia dini merupakan anak yang berada dalam satu aspek akan mempengaruhi dan dipengaruhi
rentang usia nol sampai dengan delapan tahun. Pada oleh perkembangan anak di area yang lain, misal
masa tersebut, anak mengalami proses pertumbuhan perkembangan sosial-emosi seorang anak akan
dan perkembangan yang pesat baik fisik maupun mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan
mental. Selain pertumbuhan dan perkembangan fisiknya. Demikian juga perkembangan fisik anak akan
fisik dan motorik, secara simultan juga mengalami mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan
perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, kognisi anak, dst. Oleh karena itu, diperlukan kader/
dan akhlak), sosial, emosional, intelektual, dan bahasa guru/orang dewasa yang dekat dengan anak yang
yang amat pesat. mampu memberikan perhatian pada setiap aspek
Berdasarkan hal tersebut, diperlukan sebuah perkembangan anak pada waktu membimbing anak
stimulasi (rangsangan) untuk memfasilitasi anak dalam belajar.
agar perkembangannya optimal. Santoso (2002: 38) Khusus tentang karakteristik pada perkembangan
memaparkan, usia emas itu datang hanya sekali dan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak sesuai dengan
tidak dapat terulang lagi pada fase berikutnya. Ini teori Piaget dalam Santrok (2007: 75) berada pada
harus dimanfaatkan secara optimal. Sejalan dengan periode praoperasional (2 – 7 tahun). Periode ini
hal tersebut, Santrok (2007: 38) juga menjelaskan dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap fungsi simbolik
bahwa otak adalah organ yang perkembangannya pada usia 2 – 4 tahun dan tahap berpikir intuitif usia
paling agresif. Sel-sel saraf otak ini telah terbentuk 4 – 7 tahun. Anak usia TK berada pada tahap kedua
sejak kehamilan memasuki usia tiga bulan. Pada ini, yaitu masa intuitif. Pada usia 4 tahun anak mulai
usia 2-3 bulan, ukuran kepala bayi jauh lebih besar mengembangkan gagasannya sendiri tentang dunia
dibandingkan organ lainnya hal ini menunjukkan dimana dia hidup tetapi gagasannya masih sangat
pesatnya perkembangan otak. sederhana. Bertambah usia, cara berpikir simbolik
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan beralih kecara berpikir intuitif. Berpikir intuitif dapat
wadah yang tepat untuk memfasilitasi pesatnya dikatakan berpikir pralogis, di satu pihak anak yakin
perkembangan otak anak, agar mampu berkembang akan pengetahuan dan pengertiannya, tetapi di lain
secara optimal. UU RI No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal pihak ia sendiri tidak tahu mengapa ia menjawab
1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dipaparkan demikian. Misalnya, sebelum tidur harus menggosok
bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya gigi, anak dapat melakukannya, tetapi tidak tahu
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir alasan mengapa menggosok gigi harus pakai pasta
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan gigi. Pada akhir masa praoperasional anak sudah
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk mulai berpikir kritis dan selalu bertanya mengapa
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani begini dan mengapa begitu.
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam A n a k u s i a Ta m a n K a n a k - k a n a k a k a n
memasuki pendidikan lebih lanjut. Sementara itu, menunjukkan kepekaan-kepekaan tertentu, yang
dalam rentang yang lebih luas, dan saat ini memiliki bila dirangsang dan dibina pada saatnya niscaya
pengaruh yang sangat besar adalah rentang usia akan berdampak positif terhadap pertumbuhan
yang dikemukakan oleh NAEYC yang mendefinisikan dan perkembangannya. Untuk dapat memudahkan
pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang pelaksanaan program kegiatan belajar mengajar,
melayani anak usia lahir hingga delapan tahun untuk anak TK dikelompokkan dalam dua kelompok belajar
memberikan stimulasi dengan lama kegiatan selama yaitu Kelompok A, untuk anak didik usia 4-5 tahun,
setengah hari maupun penuh hari, baik di rumah Kelompok B untuk usia 5-6 tahun. Pengelompokan
ataupun institusi di luar rumah. tersebut berdasarkan pada indikator yang akan
Anak memiliki berbagai potensi perkembangan dicapai pada masing-masing kelompok belajar. Dalam
yaitu untuk memudahkan pengamatan, para ahli penelitian ini, kelompok belajar yang diteliti adalah
seperti Antara (2009: 8) membagi perkembangan kelompok B, usia 5 – 6 tahun.
anak menjadi beberapa aspek yang tergolong
dalam kemampuan dasar dan pembiasaan seperti Pengembangan Karakter
perkembangan moral, agama, sosial-emosional, Karakter muncul dari seseorang anak sebagai

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019 19
sebuah reaksi spontan, apa adanya, dan bukan karena orang lain untuk membuat keputusan yang dapat
di bawah tekanan orang lain. Menurut Suyanto dalam dipertanggungjawabkan. Sementara Lickona dalam
Zubaedi (2011 : 11), karakter merupakan cara berpikir Samani dan Hariyanto (2011: 44), mendefinisikan
dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu pendidikan karakter sebagai upaya sungguh-
untuk berperilaku, baik dalam keluarga, masyarakat, sungguh yang sengaja dirancang untuk membantu
bangsa, dan bernegara. Seorang yang berkarakter seseorang untuk memahami, peduli, dan bertindak
baik akan menunjukkan perilaku yang bertanggung dengan landasan inti nilai-nilai etis. Sehingga upaya
jawab dalam setiap tindakan dan keputusan yang membentuk karakter anak tidak bisa dilakukan
diambil, dengan memperhatikan kepentingan orang sambil lalu, atau bahkan faktor kebetulan saja. Tapi
lain. Selain itu, karakter merupakan hasil merefleksi memerlukan perencanaan yang matang, adanya
nilai yang dimiliki anak sejak usia dini khususnya pada tujuan yang ingin dicapai, asesmen, dan juga evaluasi.
masa pra operasional dimana anak mulai bisa berpikir Menurut Antara (2016 : 20) pendidikan karakter
kritis terhadap berbagai kejadian yang disaksikan dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan
anak sehingga ada berbagai pertanyaan khusus yang nilai-nilai karakter pada peserta didik, sehingga
disampaikan anak ketika ada infirmasi baru masuk ke mereka memiliki nilai karakter sebagai karakter diri
dalam struktur kognitifnya (Antara, 2013 : 250) yang positif, dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
Dilihat dari definisi dan konsep dasarnya kehidupannya yang secara umum mampu menurunkan
istilah karakter sangat dekat dengan pengertian tingkat kriminalitas dan secara khusus mampu
“Budi Pekerti” yang menjadi istilah khas dari budaya mereduksi agresivitas anak. Karakter anak juga harus
dan tradisi masyarakat yang ada di Indonesia. dikembangkan sesuai dengan bakat dan minat yang
Seharusnya budi pekerti ditanamkan dari semenjak dimiliki anak karena anak akan mudah memahami
anak usia dini sehingga budi pekerti harus tercermin nilai-nilai karakter melalui kegiatan pembelajaran yang
dalam setiap jenjang kurikulum pendidikan Indonesia. disukai sekaligus menjadi bakatnya (Antara, 2015:
Pendidikan budi pekerti yang komprehensif selayaknya 31). Pendidikan karakter bukanlah sembarang slogan,
mengembangkan ranah kognitif, afektif dan psikomotor, tapi berawal dari keinginan yang kuat untuk mencapai
Ki Hajar Dewantara (2004:485) menegaskan secara sebuah tujuan tertentu. Sehingga diperlukan usaha
lebih khusus pernyataan itu dengan mengatakan sadar dan terencana, serta adanya evaluasi untuk
bahwa tujuan pendidikan budi pekerti adalah agar pengambilan keputusan selanjutnya.
anak dapat ngerti, ngrasa, dan nglakoni (menyadari, Pada tingkatan kelembagaan, pendidikan
menginsyafi, dan melakukan) perbuatan yang sesuai karakter mewujudkan pembentukan budaya pada
dengan norma-norma yang dianut masyarakat. Menurut lembaga Pendidikan seperti Taman Kanak-kanak, yaitu
Antara (2010:19) budi pekerti bisa tercermin melalui nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan,
kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh
yang menekankan ranah afektif (perasaan dan sikap) seluruh warga sekolah dan masyarakat sekitar. Budaya
tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) sekolah terbentuk dari visi dan misi yang diusung
dan ranah skill/psikomotorik (keterampilan, terampil sekolah tersebut. Sekolah dengan visi dan misi yang
mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja baik akan membentuk kultur budaya sekolah yang
sama). Sehingga dengan terinternalisasikannya budi berujung pada bagaimana kualitas sekolah tersebut
pekerti dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor diukur.
maka tujuan dikembangkannya budi pekerti akan
tercapai. Mencermati penjelasan di atas terlihat jelas Pendekatan Holistik
bahwa budi pekerti sangat identik dengan teori-teori Pendidikan holistik menurut Thomaz dalam
karakter. Namun di Indonesia, kedua istilah ini sangat Sabda (2009) dapat dinyatakan sebagai suatu upaya
terbiasa digunakan dalam berbagai kalimat namun membangun secara utuh dan seimbang, setiap
sangat jelas terlihat bahwa kedua istilah ini memiliki murid dalam berbagai aspek pembelajaran baik
kesamaan. yang mencakup religiusitas, imajinasi, intelektual,
Secara teoretik nilai karakter juga memiliki budaya, estetika, emosi dan fisik motorik, yang
konsep pendidikan karakter, menurut Yahya mengarahkan seluruh aspek-aspek tersebut ke arah
Khan dalam Asmani (2011: 30-31), mengajarkan pencapaian kesadaran hubungannya dengan Tuhan,
kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu yang merupakan tujuan akhir dari semua kehidupan
individu untuk hidup dan bekerjasama sebagai di dunia. Dari definisi tersebut, dapat dijelaskan
keluarga, masyarakat, dan bangsa, serta membantu bahwa pendidikan holistik mengembangkan seluruh

20 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019
aspek kehidupan manusia, baik jasmani dan rohani, Menurut Triatmanto dalam Zubaedi (2011:
meliputi aspek fisik, spiritual, sosial emosional, 268), pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam
intelektual, dan sebagainya. Pendidikan holistik juga pembelajaran dilakukan dengan pengenalan nilai-nilai,
memandang bahwa setiap anak mempunyai potensi memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya
kecerdasan dan menghargai semua potensi tersebut, nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam
serta berusaha untuk mengembangkan potensinya. tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses
Pendidikan holistik memberikan keseimbangan pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun
pengetahuan material dan spiritual, melibatkan semua di luar kelas pada semua mata pelajaran. Selain itu,
pihak yang bertanggung jawab pada pendidikan pembelajaran yang mengembangakan karakter anak
(keluarga, sekolah, dan masyarakat), serta sejalan harus melibatkan berbagai aspek perkembangan anak
dengan budaya sekitar. seperti kognitif, agama, bahasa, motorik, sosial, dan
Menurut Sudrajat (2008), tujuan pendidikan seni. Berbagai aspek ini bisa dikembangkan dengan
holistik adalah membantu mengembangkan potensi sebuah kegiatan dalam bentuk gerak kreatif yang
individu dalam suasana pembelajaran yang lebih mampu mengembangkan berbagai aspek ini secara
menyenangkan dan menggairahkan, demokratis dan komprehensif dan simultan (Antara, 2015 : 114). Jika
humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dilihat lebih spesifik, karakter anak bisa dikembangkan
dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, melalui pengembangan local genius yang ada pada
peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri masyarakat di lingkungan anak tinggal, sehingga
(learning to be). Peserta didik mempunyai keberanian pengembangan nilai-nilai karakter anak lebih membumi
mengambil sebuah keputusan, bertanggung jawab dan mudah dimengerti anak (Antara, 2011: 205). Pada
atas pilihan yang diambil, dan memiliki kecakapan dasarnya, kegiatan pembelajaran selain menjadikan
hidup yang digunakan dengan baik dalam hidup peserta didik menguasai materi yang ditargetkan, juga
kemasyarakatan. Untuk penerapan pendidikan karakter dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal,
dalam pembelajaran, diperlukan sebuah pendekatan menyadari, dan menginternalisasi nilai-nilai menjadi
holistik yaitu mengintegrasikan perkembangan perilaku dengan pendekatan holistik-integralistik,
karakter ke dalam setiap aspek kehidupan di sekolah. pendidikan karakter hendaknya menyentuh semua
Sekelain pemahaman tentang pengembangan kebutuhan anak. Secara makro, pendidikan karakter
karakter yang holistik juga dibutuhkan sebuah program dapat diintegrasikan dalam kegiatan intrakurikuler dan
yang integratif. kokurikuler seluruh elemen di sekolah berpartisipasi
aktif dalam penerapan pendidikan karakter.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi
kasus. Menurut Cresswell (2007:73) penelitian
dengan pendekatan studi kasus memiliki alasan
bahwa penelitian dilakukan untuk melihat objek
penelitian secara lebih mendalam dengan melakukan
pembatasan baik pada fokus masalah maupun sistem
yang dipakai dalam penelitian. Metode penelitian ini
diharapkan dapat mengungkapkan secara natural atau
sesuai dengan realitas mengenai pendidikan karakter
anak Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta. Data diperoleh
dengan teknik snowball serta menggunakan teknik
pengamatan, wawancara, dan dokumentasi, dengan
sumber data dari guru, siswa, orang tua murid, dan Gambar 1. Prosedur Analisis Data
lingkungan masyarakat sekitar Taman Kanak-kanak
Bali Q-Ta. Prosedur analisis data mengikuti saran Untuk mempertanggungjawabkan hasil
Spradley seperti yang tertera dalam bagan di bawah penelitian, peneliti melakukan proses pemeriksaan
ini (1980 : 91-99) keabsahan data dengan menggunakan melalui
perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan,
dan triangulasi, dan auditing.

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019 21
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN anak dari perencanaan program pembelajaran, display
Peran guru dalam pengembangan karakter ruangan dan lingkungan, hingga kegiatan-kegiatan
Hasil penelitian menunjukkan peran guru di rutin maupun insidentil yang mereka lakukan, selalu
Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta dalam tiga fungsi diikat dalam sebuah pembelajaran karakter.
tersebut adalah: (A) Guru sebagai teladan, dapat Berikut hasil penelitian nilai-nilai karakter yang
disimpulkan peran guru melalui ucapan dan perbuatan dikenalkan pada anak kelompok B Taman Kanak-
yang berulang-ulang, misalnya (1) mengucap salam, kanak Bali Q-Ta: (A) Kewajiban. Berdasarkan hasil
menjawab salam, dan menjabat tangan, saat bertemu penelitian, maka pendidikan nilai kewajiban dikenalkan
dan akan berpisah dengan anak atau orang tua; (2) pada siswa dengan (1) berjiwa besar (dapat menerima
berdoa sebelum dan sesudah kegiatan dengan; (3) kekalahan, mengakui kesalahan dan mau meminta
menjaga kebersihan; (4) bertanggung jawab; (5) maaf); (2) bertanggung jawab atas perbuatannya;
mensyukuri berkah Tuhan dengan menghabiskan (3) jujur dalam perkataan dan perbuatan; (B) Hemat.
makanan snack dan makan siang yang tersedia; Berdasarkan hasil penelitian, maka pendidikan nilai
(6) berkomunikasi positif dengan sikap hormat dan hemat dikenalkan dengan (1) hemat air; (2) hemat
bahasa yang santun kepada orang lain; (7) menjawab listrik; (3) memanfaatkan barang bekas atau tidak
pertanyaan anak dan mendengarkan anak berbicara; (8) terpakai; (C) Hormat dan Santun. Berdasarkan
bersabar menunggu giliran (9) hemat (10) tampil penuh hasil penelitian, maka pendidikan nilai sabar dapat
percaya diri; (11) menghargai anak dan memberikan; dikenalkan dengan perilaku : (1) menghargai orang
(12) bersikap empati; (13) konsisten pada peraturan; lain; (2) bersikap hormat; (3) berbahasa santun; (D)
(B) Guru Sebagai Fasilitator, dapat disimpulkan bahwa Taat. Berdasarkan hasil penelitian, maka pendidikan
dirinya, sarana dan prasarana untuk memudahkan nilai taat, dapat dikenalkan dengan perilaku : (1) taat
anak bermain, misalnya (1) mendengarkan dan pada peraturan; (2) taat pada agama yang dianut; (E)
menanggapi anak; (2) mempersilahkan anak (menjadi Toleransi. Temuan hasil penelitian, maka pendidikan
pemimpin, membuat pilihan, menunjuk barisan, nilai taat dapat dikenalkan melalui: (1) kerja sama
mengungkapkan perasaan) ; (3) mengajak anak dan (2) menghargai perbedaan; (F) Sabar. Temuan
seperti; (4) meminta anak membuat keputusan pada hasil penelitian, maka nilai sabar dapat dideskripsikan
sebuah pilihan; (5) menunjuk suara terbanyak; (6) ketika anak melakukan : (1) bersabar menunggu
mempersilahkan pemimpin barisan; (7) menanyakan giliran dan (2) bersabar menghadapi masalah; (G)
pendapat dan saran anak; (8) mengingatkan anak; Empati. Temuan hasil pengamatan dan wawacara,
(9) menjelaskan konsep; (10) membimbing anak maka nilai empati dapat dideskripsikan ketika anak
yang merasa kesulitan; (11) menyiapkan alat peraga melakukan : (1) suka berbagi; (2) peka dan peduli;
pembelajaran; (12) menjawab pertanyaan anak; dan (3) sayang teman; (4) suka menolong, (H) Mandiri.
(C) Guru Sebagai Motivator, dapat disimpulkan bahwa Berdasarkan hasil pengamatan, maka pendidikan
peran guru memberikan penguatan secara verbal dan nilai mandiri, dapat dikenalkan dengan perilaku: (1)
non verbal secara berulang ulang. Penguatan bisa disiplin kehadiran dan tepat waktu; (2) mengerjakan
diberikan secara verbal maupun tindakan, seperti (1) dengan kemampuan sendiri; (3) berpakaian bersih
menyatakan kalimat positif; (2) mempersilahkan anak; dan rapi; (I) Berani. Berdasarkan hasil pengamatan,
(3) mengingatkan anak; (4) menanyakan kepada anak; maka pendidikan nilai berani dapat dikenalkan melalui
dan (5) menanggapi anak. perilaku (1) berani menjadi pemimpin; (2) pantang
menyerah; (3) percaya diri (2) pantang menyerah; (3)
Pengembangan Karakter dengan Pendekatan percaya diri.
Holistik pada Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta
Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta selaku lembaga PEMBAHASAN
penyelenggara pendidikan, berkomitmen untuk Peran guru dalam pengembangan karakter
melaksanakan pendidikan karakter dengan melibatkan Pengembangan karakter anak dilakukan
tiga elemen yaitu guru, orang tua dan masyarakat. dengan berbagai strategi pembelajaran. Secara
Melalui program pengembangan nilai karakter, umum guru melaksanakan pembelajaran dengan
sekolah tersebut merancang kurikulum komprehensif melaksanakan fungsi guru sebagai teladan, fasilitator
yang berbasis karakter, dengan kegiatan-kegiatan dan motivator. Setelah itu anak dilatih dan ditugaskan
pendukung yang bernafaskan pembentukan karakter untuk mempraktekkan sendiri bentuk-bentuk nilai

22 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019
karakter tersebut. Langkah selanjutnya melalui jauh berada di atas kemampuannya bisa jadi akan
pembiasaan anak dilatih untuk berperilaku mandiri menyebabkan anak takut dan malah tidak berani
dalam setiap kegiatan sehari-hari sehingga anak melakukan apa-apa.
menjadi terbiasa melakukannya. Agar anak merasa
nyaman dan bangga serta senantiasa menunjukkan Pengembangan Karakter dengan Pendekatan
perilaku nilai karakter guru memberi penguatan baik Holistik pada Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta di
secara verbal maupun non verbal. Selain itu guru Desa Keramas.
juga menciptakan suasana kelas yang kondusif dan Pelaksanaan kegiatan pengembangan karakter,
nyaman serta hubungan emosional yang hangat baik guru sebagai orang yang bertanggung jawab dalam
antara anak dan guru sehingga akan tercipta rasa proses pembelajaran terlihat memperhatikan tingkat
kekeluargaan dan kedekatan yang akan menunjang pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan
pengembangan karakter anak. anak dalam pengembangan karakter. Pendekatan
Secara khusus berbicara tentang tugas guru holistik dengan mengembangkan nilai karakter
sebagai teladan, fasilitator dan motivator sangat kewajiban, hemat, hormat dan santun, taat, toleransi,
terkait dengan kondisi kepribadian yang dimiliki oleh sabar, empati, mandiri, berani yang dilakukan akan
seorang guru. Guru sebagai tenaga pendidik yang memberikan kesempatan yang luas pada anak untuk
tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik mengembangkan seluruh dimensi potensi yang
kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap dimilikinya sebagai dari seorang manusia. Tidak
keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. hanya pengembangan aspek kognitif (otak kiri atau
Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru hapalan), tapi juga pengembangan aspek emosi,
akan memberikan teladan yang baik terhadap anak sosial, kreativitas, dan spiritualitas (otak kanan)
didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan yang keseluruhannya tercakup di dalam modul
tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati pembelajaran. Dengan metode holistik dan integratif
nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (dicontoh ini khususnya menggunakan konsep local genius atau
sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan budaya lokal yang ada di sekitar anak seperti melukis,
faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak menari, menabuh gambelan dan dolanan anak
didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah ternyata anak-anak yang mengalami trauma memiliki
(2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya baik
yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik secara verbal, melalui gambar, permainan, tulisan,
dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah ataupun bentuk lainnya sehingga dapat mengurangi
akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa rasa takut  dan ketidaknyamanan (Antara, 2011 : 210).
depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang Selain itu hal penting yang harus dimaknai dalam
masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang pengembangan karakter yaitu anak sebagai modal
mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah). dasar pembangunan bangsa yang selanjutnya disebut
Program kegiatan belajar yang diberikan pada sebagai sumber daya manusia (SDM). Tentunya
anak dengan berbagai karakteristiknya memang dalam pembentukan SDM yang berkualitas terletak
membutuhkan keterampilan seorang guru mengelola pada pembentukan kepribadian yang komprehensif
pembelajaran yang sesuai dan tepat sasaran pada dari seorang manusia. Berbicara pembentukan
anak. Hal ini ditekankan pula oleh Sutrisno (2005:17) kepribadian tidak lepas dengan bagaimana kita
yang mengatakan bahwa guru yang baik dapat membentuk karakter SDM. Pembentukan karakter
memanfaatkan pelbagai dituasi yang dihadapinya SDM menjadi vital dan tidak ada pilihan lagi untuk
untuk membelajarkan anak yang beraneka kemampuan mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yang
dan latar belakangnya. Sebagai sebuah pembelajaran dapat menghadapi tantangan regional dan global
klasikal tentulah pembelajaran itu harus menyentuh (Muchlas dalam Sairin, 2001: 211). Tantangan regional
seluruh anak yang ada di kelas dan di taman kanak- dan global yang dimaksud adalah bagaimana generasi
kanak. Guru dituntut untuk memberikan pengawasan muda kita tidak sekedar memiliki kemampuan kognitif
dan perhatian yang sama kepada semua anak, saja, tapi aspek afektif dan moralitas juga tersentuh.
sehingga perilaku berkarakter tidak hanya ditampilkan Untuk itu, pendidikan karakter diperlukan untuk
sebagian anak saja. Di samping itu pengembangan mencapai manusia yang memiliki integritas nilai-nilai
bentuk budi pekerti harus memperhatikan usia, moral sehingga anak menjadi hormat sesama, jujur
tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, karena dan peduli dengan lingkungan.
kalau anak dipaksa utnuk melakukan sesuatu yang Hal lain yang penting dilakukan oleh lembaga

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019 23
pendidikan yaitu pengembangan karakter anak yang lembaga pendidikan yaitu lembaga formal, informal
menggunakan konsep holistik integratif sehingga dan non formal. Namun sangat diharapkan adanya
karakter bisa ditanamkan menjadi sebuah kebutuhan sebuah hubungan sinergis yang erat dengan penuh
dan kebiasaan dalam kehidupan anak. Mengacu pada kolaborasi tidak hanya konsep teoritik dan aturan tetapi
konsep pendekatan holistik dan dilanjutkan dengan pelaksanaannya tidak terjadi seperti yang diharapkan.
upaya yang dilakukan lembaga pendidikan, perlu Upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah
diyakini bahwa proses pendidikan karakter tersebut pendidik dan orangtua berkumpul bersama mencoba
harus dilakukan secara berkelanjutan (continually) memahami gejala-gejala anak pada fase negatif,
sehingga nilai-nilai moral yang telah tertanam dalam yang meliputi keinginan untuk menyendiri, kurang
pribadi anak tidak hanya sampai pada tingkatan kemauan untuk bekerja, mengalami kejenuhan,
pendidikan tertentu atau hanya muncul di lingkungan ada rasa kegelisahan, ada pertentangan sosial, ada
keluarga atau masyarakat saja. Selain itu praktik- kepekaan emosional, kurang percaya diri, mulai
praktik moral yang dibawa anak tidak terkesan bersifat timbul minat pada lawan jenis, adanya perasaan malu
formalitas, namun benar-benar tertanam dalam jiwa yang berlebihan, dan kesukaan berkhayal (Mappiare
anak. dalam Suyanto dan Hisyam, 2000: 186-87). Dengan
Pengembangan berbagai nilai karakter harus mempelajari gejala-gejala negatif yang dimiliki anak
diikuti sebuah konsep perencanaan pelaksanaan remaja pada umumnya, orangtua dan pendidik akan
pendidikan karakter anak sejak dini masa depan dapat menyadari dan melakukan upaya perbaikan
yang lebih komprehensif. Di masa depan dalam perlakuan sikap terhadap anak dalam proses
rangka membangun dan melakukan penguatan pendidikan formal, non formal dan informal.
peserta didik perlu menyinergiskan ketiga komponen

PENUTUP
SIMPULAN akan tampil sebagai sosok orang yang berkualitas
Berdasarkan hasil temuan penelitian, dapat dan menjadi panutan. Karakteristik kepribadian yang
disimpulkan bahwa : (1) Peran guru dalam pendidikan berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti
karakter anak adalah sebagai teladan, fasilitator, profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan
dan motivator; (2) Konsep pendidikan karakter keterbukaan psikologis.
dengan pendekatan holistik yang diterapkan pada Pengembangan karakter sebaiknya
kelompok B Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta dengan menggunakan konsep holistik integratif sehingga
mengembangkan nilai karakter seperti kewajiban, karakter bisa ditanamkan menjadi sebuah kebutuhan
hemat, hormat dan santun, taat, toleransi, sabar, dan kebiasaan dalam kehidupan anak. Mengacu pada
empati, mandiri, berani serta pengembangan ini konsep pendekatan holistik dan dilanjutkan dengan
didasarkan atas karakteristik yang dimiliki anak. upaya yang dilakukan lembaga pendidikan, perlu
Tugas guru sebagai teladan, fasilitator dan diyakini bahwa proses pendidikan karakter tersebut
motivator sangat terkait dengan kondisi kepribadian harus dilakukan secara berkelanjutan (continously)
yang dimiliki oleh seorang guru. Guru sebagai tenaga sehingga nilai-nilai moral yang telah tertanam dalam
pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki pribadi anak tidak hanya sampai pada tingkatan
karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh pendidikan tertentu atau hanya muncul di lingkungan
terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya keluarga atau masyarakat saja. Sehingga praktik-
manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang praktik moral yang dibawa anak tidak terkesan bersifat
guru akan memberikan teladan yang baik terhadap formalitas lagi, namun benar-benar tertanam dalam
anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru jiwa dan tingkah laku anak

DAFTAR PUSTAKA
Antara, Putu Aditya. 2009. Keberadaan dan Efektifitas dikan Undiksha.
Pemanfaatan Alat Permainan dalam Mening- Antara, Putu Aditya. (2010). Mengkontekstualkan Pen-
katkan Pengembangan Kemampuan Dasar didikan Budi Pekerti Berbasiskan Local Wisdom.
Anak pada Taman Kanak-kanak, di Buleleng. Jurnal Pendidikan Dasar. Jakarta: Universitas
Mimbar Ilmu. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendi- Negeri Jakarta

24 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019
Antara, Putu Aditya. (2011). Membumikan Pendidikan Kemdiknas, 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan
Budi Pekerti anak berbasis Indigenous Knowl- Karakter, Pusat Penelitian dan Pengembangan
edge. Proseding Seminar Nasional Karakter Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Jakarta
sebagai Saripati Tumbuh Kembang Anak Usia Lickona, Thomas, 1991. Educating for Character,
Dini. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Bantam Books, New York
Antara, Putu Aditya. (2012). Penggunaan Media Ani- Moleong, Lexy, 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif,
masi Audio Visual dalam Pembelajaran Menyi- Bandung: Remaja Rosdakarya
mak Cerita Anak. Jurnal Pendidikan Anak Usia Nurani Sujiono, 2009. Yuliani, Konsep Dasar Pendi-
Dini. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. dikan Anak Usia Dini, PT. Indeks Jakarta
Antara, Putu Aditya. (2013). Peningkatan Kemampuan Purwanto, Ngalim, 1987. Ilmu Pendidikan (Teoritis dan
Berpikir Kritis Anak melalui Bermain Peran. Praktis), Bandung, Remaja Karya
Jurnal Pedagogik Pendidikan Dasar. Bandung: Sabda, Saifuddin 2012. Paradigma Pendidikan Holistik:
Universitas Pendidikan Indonesia. Sebuah Solusi atas Permasalahan Paradigma
Antara, Putu Aditya. (2015). Pengembangan Bakat Pendidikan Modern. http://www.docstoc.com/
Seni pada anak Taman Kanak-kanak. Jurnal docs/54168176/paradigma-pendidikan-holis-
VISI. Jakarta: Direktorat PTK PAUDNI Kemen- tik-_reorientasi-paradigma-pendidikan-modern_
dikbud. diakses tanggal 27 Nopember 2014.
Antara, Putu Aditya. (2016). Reconstruct the Aggres- Santoso, Soegeng, 2002. Pendidikan Anak Usia Dini,
siveness Therapy of Child (Case Study on Yayasan Citra Pendidikan Jakarta
Ratna Kumara Kindergarten, Medahan Village, Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Blahbatuh, Gianyar, Bali). Indonesian Journal of Kencana.
Early Childhood Education Studies, Semarang: Spradley, James P., 1980. Participant Observation.
New York : Holt Rinehalt & Winston
Semarang State University
Sudrajat,Akhmad,TentangPendidikanHolistik,htttp://
Aqib, Zainal, 2011. Pendidikan Karakter Membangun
akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/26/
Perilaku Positif Anak Bangsa, CV. Yrama Widya,
pendidikan-holistik
Bandung
Surya, Muhammad. 2003. Psikologi Pembelajaran dan
Asmani, Jamal Ma’mur, 2011. Buku Panduan Inter-
Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
nalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, Diva
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan
Press, Jogjakarta
Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Ros-
Brewer, Jo Ann, 2007. Early Childhood Education,
dakarya.
Preschool through Primary Grades, Pearson,
Zubaedi, 2011. Desain Pendidikan Karakter, Konsep
United States, Sixth Edition.
Creswell, John W. 2007. Qualitative Inquiry & Research dan Aplikasinya, Prenada Media Group, Jakarta
Design: Choosing Among Five Approaches, Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral & Budi Pekerti
New Delhi: Sage Publications. dalam Perspektif Perubahan; Menggagas Plat-
Dewantara, Ki Hajar. 2004. Bagian Pertama: Pen- form Pendidikan Budi Pekerti secara Kontekstu-
didikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan al dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara
Taman Siswa

Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019 25
26 Jurnal Ilmiah VISI PGTK PAUD dan Dikmas - Vol. 14 No. 1, Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai