Anda di halaman 1dari 14

FULL DAY SCHOOL

SEBAGAI SARANA MENUMBUHKAN NILAI-NILAI KARAKTER


DI SMA NASIONAL MALANG

Eka Listiyaningsih, M.Pd.

SMA Nasional Malang


email: ekalistiyaningsih23@gmail.com

ABSTRAK : Era globalisasi menimbulkan degradasi moral di kalangan remaja.


Fenomena ini dapat ditandai dengan munculnya berbagai penyimpangan yang
terjadi di kalangan pelajar. Penyimpangan tersebut tejadi karena kurangnya
penanaman nilai karakter dalam diri siswa. Sebagai jenjang pendidikan formal,
sekolah harus mampu menanamkan nilai karakter, baik melalui kegiatan
pembelajaran, ekstrakurikuler, dan sebagainya. Salah satu program mendikbud
yang bertujuan untuk mengurangi kenakalan dan kriminalitas di kalangan remaja
adalah full day school. Full day school juga menjadi program yang tepat untuk
mengintegrasikan nilai karakter ke dalam aktivitas pembelajaran. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskipsikan pengintegrasian nilai-nilai karakter pada
program full day school di SMA Nasional Malang. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan desain penelitian studi lapangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengintegrasian nilai karakter dalam program full day
school di SMA Nasional Malang dilakukan melalui (1) budaya salim, (2)
tausiyah, (3) m-gopek, (4) budaya 3S, (5) pekerjaan sekolah, (6) ekstrakurikuler,
dan (7) kegiatan kerohanian.

KATA KUNCI : nilai karakter, full day school

ABSTRACT : Globalization era cause degradation moral among teenagers. This


phenomenon can be characterized by the emergence of various forms of
deception which occur among students. The deception happen because there is a
lack of character’s value planting in students. As formal education, school must
be able to infuse the value of a character, both through learning activities,
extracurricular, and other activities. One of the programs from Education and
Culture Ministry that has purpose to reduce mischief and crime within teenagers
is full day school. Full day school also can be a right program to integrate the
character’s values into learning activity. This study attempts to describe the
integration of character’s values in the full day school in SMA Nasional Malang.
This study adopted qualitative approaches with field study design. The research
results show that the integration of the character’s values in full day school
program in SMA Nasional Malang done through (1) handshake culture, (2)
tausiah, (3) m-gopek, (4) 3S culture, and (5) school activity, (6) extracurricular,
and (7) spiritual activities.

Keywords : character’s values, full day school

Era globalisasi membuat keadaan moral remaja mengalami kemrosotan.


Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya perilaku menyimpang yang mereka
lakukan, seperti hamil sebelum nikah, geng motor, narkoba, tawuran, dan seks
bebas. Perilaku tersebut menandakan bahwa nilai karakter remaja di Indonesia
semakin rapuh. Fenomena ini diperkuat dengan pendapat Ilahi (2012:19) bahwa di
kalangan generasi muda, pendidikan moral cenderung diabaikan, bahkan
seringkali tidak menjadi prioritas utama dalam setiap agenda pendidikan di
lembaga-lembaga sekolah. Selain itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 telah menjelaskan
bahwa pendidikan harus memiliki fungsi sebagai berikut.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Menurunnya nilai karakter pada remaja dapat dilihat dari berbagai


fenomena yang terjadi di masyarakat, khusunya di kalangan pelajar. Cara
berpakaian mereka juga sudah menunjukkan karakter mereka. Sebagai contoh,
saat ini sebagian remaja mengenakan pakaian yang tidak menutup aurat, dari
mengenakan bawahan di atas lutut dan baju yang kekurangan kain atau tembus
pandang. Hal ini merupakan salah satu bentuk penurunan nilai kesopanan di
kalangan remaja. Selain itu, fenomena lain yang sering kita jumpai di masyarakat
yaitu memudarnya sikap acuh di kalangan pelajar. Saat ini pelajar cenderung
mementingkan diri sendiri dan masa bodoh dengan orang lain. Fenomena tersebut
menjadi bukti bahwa lingkup pendidikan formal tidak menjamin kualitas karakter
siswa.
Beberapa fenomena yang terjadi pada remaja tersebut disebabkan oleh
kurang matangnya penanaman pendidikan karakter pada diri mereka. Padahal
pendidikan karakter sudah mereka terima tidak hanya melalui jenjang formal
seperti sekolah, tetapi justru telah mereka terima sejak kecil dari lingkup informal,
dalam hal ini adalah keluarga. Sungguh memprihatinkan ketika melihat
pendidikan formal dan informal yang telah berjalan selama ini belum cukup
mendidik karakter mereka menjadi manusia yang bermoral dan berakhlak mulia.
Padahal sejak kecil mereka diajarkan berbagai karakter dan diharapkan dapat
tumbuh hingga dewasa, misalnya, karakter ketuhanan yang mewajibkan anak
untuk bertakwa kepada Tuhan YME, karakter individu seperti sikap tanggung
jawab, dan karakter sosial seperti sikap toleransi. Akan tetapi, pada kenyataannya
masih terjadi pula muncul karakter-karakter lain yang menyimpang.
Penyimpangan karakter yang terjadi sebagai akibat dari pengaruh luar yang masuk
ke dalam diri seorang anak. Oleh karena itu, pada kurikulum 2013 pemerintah
mulai memasukkan unsur pendidikan karakter sebagai salah satu esensi pokok
dari standar kelulusan siswa. Muatan pendidikan karakter dikembangkan dalam
kompetensi inti yang diintegrasikan ke dalam pembelajaran di sekolah. Tidak
hanya pengubahan kurikulum saja, tetapi tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan juga mencanangkan program full day school. Gagasan terkait full day
school bertujuan untuk mengurangi kenakalan dan kriminalitas di kalangan
remaja. Oleh karena itu, penelitian ini akan mendeskripsikan pengintegrasian
muatan nilai karakter dalam program full day school di SMA Nasional Malang.

METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Desain penelitian ini
adalah studi lapangan. Penelitian ini mendeskripsikan pengintegrasian muatan
karakter melalui full day scholl di SMA Nasional Malang sesuai dengan keadaan
sebenarnya berdasarkan data yang diperoleh peneliti tanpa rekayasa.
Sumber data pada penelitian ini adalah seluruh kegiatan full day school di
SMA Nasional Malang, mulai pukul 06.45—16.30 WIB. Instrumen yang
digunakan untuk menunjang pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu (1)
panduan wawancara dan panduan analisis data. Panduan wawancara berisi butir-
butir pertanyaan yang harus dijawab oleh narasumber selama kegatan wawancara
berlangsung. Melalui wawancara, peneliti dapat menggali informasi terkait
penerapan full day school di SMA Nasional Malang. Panduan analisis data
berfungsi untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang memuat nilai
karakter dalam full day school di SMA Nasional Malang. Panduan tersebut berisi
indikator-indikator muatan karakter yang ingin dideskripsikan pada kegiatan full
day school.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara
dan studi lapangan. Wawancara adalah mengumpulkan informasi dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan kepala SMA
Nasional Malang untuk memeproleh informasi terkait pelaksanaan full day school
di SMA Nasional Malang. Pada teknik studi lapangan, peneliti melakukan
observasi atau terjun langsung mengamati pelaksanaan full day school di SMA
Nasional Malang dan mencatat hasil obsetvasi sebagai pelaporan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakter dibangun pada diri anak secara terus menerus sejak ia lahir
hingga dewasa. Karakter mendarah daging dan lekat membentuk sebuah ciri.
Samani (2012:43) menyatakan bahwa karakter dapat diartikan sebagai nilai dasar
yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
senada dengan pendapat Kesuma, dkk. (2012:24) bahwa karakter berkaitan
dengan tingkah laku yang diatur oleh upaya dan keinginan.
Karakter membedakan individu satu dengan yang lain. Karakter yang lekat
dengan anak, yaitu karakter baik dan karakter buruk. Kedua jenis karakter tersebut
ditentukan dan dapat diketahui berdasarkan kualitas bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan
wataknya. Oleh karena itu, seorang anak akan dikatakan berkarakter baik jika ia
memiliki seluruh kriteria tersebut dengan lengkap, begitu pula sebaliknya.
Seorang anak dikatakan tidak berkarakter baik jika menyimpang dari standar
perilaku baik tersebut. Menurut Samani (2012:41), karakter dinilai sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama,
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter
menentukan kualitas cara berpikir seseorang, kualitas berperilaku, dan kualitas
dalam menempatkan diri di mana ia berada.
Karakter tidak lahir secara tiba-tiba melalui garis lahir atau silsilah
keluarga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karakter tumbuh melalui
proses penjang yang semakin lama terus mendarah daging. Helen G. Douglas
(dalam Samani, 2012:41) berpendapat bahwa karakter tidak diwariskan, tetapi
sesuatu yang dibangung secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran
dan perbuatan, pikiran demi pikiran, dan tindakan demi tindakan. Oleh karena itu,
karakter bisa muncul pada diri seseorang melalui banyak cara, antara lain melalui
keluarga, pendidikan, dan lingkungan. Kondisi lingkungan keluarga, sekolah, dan
tempat tinggal yang sehat akan mempengaruhi kualitas bentukan karakter pada
diri individu tersebut.
Seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya bahwa karakter
anak dapat dibentuk oleh lingkungan sekolah atau lingkungan pendidikan.
Lingkungan pendidikan menjadi tempat terdekat kedua setelah keluarga bagi
anak. Hampir 50 persen waktu anak dihabiskan di sekolah bersama pendidik dan
teman-teman sekolahnya. Oleh karena itu, manajemen pendidikan di sekolah
harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak. Menurut Wiyani (2014:49),
manajemen merupakan rangkaian kegiatan yang berupan proses, perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan bersama. Adapun manajemen pendidikan karakter adalah
pengelola atau penataan dalam bidang pendidikan karakter yang dilakukan
melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi
secara sistematis untuk mencapai yujuan yang sudah ditetapkan secara efektif dan
efisien (Wibowo, 2013:137). Peran pendidik dalam pendidikan formal dan
nonformal juga penting. Pendidik tidak hanya menjadi guru untuk mengajarkan
sesuatu, tetapi juga harus mampu mendidik mereka menjadi pribadi berkarakter.
Adisusilo (2012:126) berpendapat bahwa dengan teknik tertentu pendidik dapat
mempengaruhi tingkat kedewasaan moral peserta didik. Oleh karena itu, peran
pendidik dalam dunia pendidikan penting untuk mempengaruhi dan membangun
moral, serta mengajarkan nilai-nilai karakter baik bagi peserta didik.
Nilai adalah sesuatu kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai,
dikejar, diinginkan, dihargai, berguna, dan dapat membuat banyak orang yang
menghayatinya menjadi bermartabat (Adisusilo, 2012:56). Karakter jika dikaitkan
dengan nilai yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan nilai-nilai baik yang
melekat dalam diri individu dan terintegrasi dalam perilaku. Untuk mengetahui
baik atau buruk sebuah karakter, terdapat standar nilai yang dinamakan nilai
karakter. Nilai karakter merupakan standar untuk mempertimbangkan dan meraih
perilaku tentang karakter yang baik atau tidak baik untuk dilakukan. Nilai karakter
tersebut menjadi patokan bagaimana seorang anak dinilai berkarakter baik atau
sebaliknya.
Samani (2013:24) menjelaskan bahwa karakter individu yang dijiwai oleh
sila-sila pancasila dikembangkan dari buku Desain Induk Pembangunan Karakter
Bangsa 2010-2025 oleh Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2010. Manusia
yang telah menerima pendidikan karakter sejak mereka menempuh pendidikan
informal di keluarga hingga pendidikan formal selayaknya mampu mewujudkan
keterpaduan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam prinsip empat olah, yaitu:
olah hati, olah pikir, olahraga, dan olah karsa. Hal tersebut karena keempat prinsip
olah diri tersebut secara tidak langsung telah mereka terima dalam kehidupan
sehari-hari baik melalui pendidikan formal maupun nonformal. Lebih lanjut,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah melansir bahwa
nilai karakter yang bersumber dari keempat prinsip olah diri dikelompokkan
menjadi lima aspek. Kelima aspek tersebut antara lain nilai-nilai perilaku manusia
dalam hubungannya dengan (1) Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, (3)
sesama manusia, (4) lingkungan, serta (5) kebangsaan.
Karakter anak dapat ditumbuhkan melalui pengintegrasian nilai-nilai
karakter pada kegiatan full day school. Full day school merupakan konsep
kemendikbud sebagai upaya untuk mengurangi kenalakalan pelajar. Hal tersebut
sangat dimungkinkan karena hampir seharian siswa berada di sekolah, sehingga
memperkecil mereka untuk melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat di luar
sekolah. Mulai semester genap tahun ajaran 2016/2017, full day school sudah
diterapkan hampir sebagian besar sekolah di Malang, salah satunya SMA
Nasional Malang. SMA Nasional sudah berusaha merancang program
fullday school yang menyenangkan bagi siswa, sehingga para siswa
merasa nyaman meskipun seharian berada di sekolah. Program tersebut
diintegrasikan dengan nilai-nilai karakter. Berdasarkan hasil studi lapangan
dapat diketahui bahwa pengintegrasian nilai karakter dalam program full day
school di SMA Nasional Malang dilakukan melalui (1) budaya salim, (2)
tausiyah, (3) m-gopek, (4) budaya 3S, (5) pekerjaan sekolah, (6) ekstrakulikuler,
dan (7) kegiatan kerohanian
Budaya Salim
Salim berasal dari bahasa Jawa yang berarti berjabat tangan. Jika
memasuki wilayah SMA Nasional Malang akan ditemukan pemandangan menarik
terkait budaya salim. Setiap pagi menjelang jam pertama dimulai, terlihat guru,
maupun karyawan menyambut kedatangan siswa dengan berbaris di dekat tangga.
Sembari berjalan menuju kelasnya masing-masing, para siswa salim ke guru
tersebut. Tak hanya kepada guru, karyawan, maupun kepala sekolah, keluarga
SMA Nasional Malang juga akan menjabat tangan setiap tamu yang datang ke
sekolah tersebut. Aktivitas ini akan mengajarkan pada siswa tentang nilai
menghargai orang lain.

Tausiyah
Tausiyah merujuk ada kegiatan siar agama yang disampaikan secara
informal. Tausiyah dapat pula diartikan ceramah keagamaan yang berisi pesan-
pesan dalam hal kebenaran. Di SMA Nasional Malang kegiatan tausiyah
dilakukan selama 15 menit. Kegiatan pembelajaran di SMA Nasional Malang
dimulai pukul 06.45 WIB, siswa masuk ke dalam kelas dan berdoa dengan
panduan dari pusat. Setelah membaca doa untuk mengawali pembelajaran,
dilanjutkan dengan tausiyah yang disampaikan oleh Kepala Sekolah. Tausiyah ini
berisi kandungan ayat, cerita yang dapat diteladai, dan nasihat-nasihat yang
berguna di masa yang akan datang. Tujuan utama dari tausiyah adalah
menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa, guru, maupun karyawan. Dengan
adanya tausiyah, diharapkan dapat mengetuk hati siswa maupun Bapak Ibu guru
untuk selalu berada di jalan kebaikan dan seminimal mungkin melakukan
keburukan. Setelah kegiatan tausiyah, dilanjutkan dengan M-Gopek.

M-Gopek
M-Gopek merupakan akronim dari manajemen gopek. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia manajemen berarti penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran; pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya
perusahaan dan organisasi. Gopek dapat diartikan sebagai uang koin lima ratus
rupiah. Dalam pembahasan ini M-Gopek berarti penggunaan uang lima ratus
rupiah sebagai salah satu upaya menumbuhkan nilai karakter pada siswa di SMA
Nasional Malang. M-Gopek merupakan inovasi dari SMA Nasional Malang
sebagai pembelajaran karakter bagi siswa yang dilaunching perdana pada bulan
September tahun 2015.
Setiap hari warga SMA Nasional Malang mulai dari siswa, guru,
karyawan, hingga kepala sekolah memasukkan uang lima ratus koin ke dalam
botol. Botol-botol tersebut diletakkan di masing-masing kelas siswa dan di kantor
guru. Botol-botol tersebut juga sengaja dihias semenarik mungkin berdasakan
kreativitas individu agar termotivasi dalam beramal melalui M-Gopek. Uang
dalam botol ini setiap akhir bulan akan dihitung di setiap kelas dan dilaporkan
dalam sidang terbuka yang dihadiri seluruh warga sekolah. Sidang pleno dihadiri
oleh direktur utama M-Gopek (Kepala Sekolah), bendara M-Gopek, dewan guru,
dan seluruh siswa. Pelaporan hasil perhitungan M-Gopek periode September 2015
—Agustus 2016 dapat dilihat pada tabel berikut.
REKAP HASIL GOPEK
Bulan Jumlah
September Rp 3.433.900
Oktober Rp 4.205.300
Nov & Des Rp 5.661.200
Januari 2016 Rp 3.680.600
Feb & Mar
2016 Rp 5.659.600
April – Juni Rp 4.169.000
Juli-Agustus
2016 Rp 7.774.600
Rp 34.584.200

Berdasarkan rekapan tersebut dapat diketahui bahwa dapat dikatakan


setiap bulannya perhitungan M-Gopek selalu melngalami peningkatan. Uang yang
terkumpul sebagian sudah dimanfaatkan untuk membantu siswa yang kurang
mampu dan rumahnya jauh dari sekolah. Masing-masing siswa yang kurang
mampu tiap harinya akan mendapatkan uang transpot sejumlah lima ribu rupiah
yang diambilkan dari uang gopek. Selain itu, pemanfaatan uang gopek yang sudah
terealisasi yaitu untuk pembelian karpet dan disumbangkan di salah satu masjid
yang keadaan fisik lantainya begitu memprihatinkan jika digunakan beribadah.
Rencana jangka panjang untuk pengelolaan uang M-Gopek yaitu untuk
pembuatan rombong beserta isinya. Rombong tersebut nantinya akan diberikan
kepada orang tua siswa yang tidak memiliki pekerjaan untuk digunakan berjualan.
Jika hal tersebut sudah terealisasi maka setiap harinya orang tua tersbeut hanya
menyisihkan uang lima ribu rupiah dan uang tersebut dimasukkan ke dalam botol
gopek.
Berdasarkan paparan tersebut secara tidak langsung M-Gopek telah
menumbuhkan beberapa nilai karakter pada warga SMA Nasional Malang.
Menurut Adisusilo (2012:56), nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal
itu disukai, dikejar, diinginkan, dihargai, berguna, dan dapat membuat banyak
orang yang menghayatinya menjadi bermartabat. Sementara itu, karakter jika
dikaitkan dengan nilai yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan nilai-nilai
baik yang melekat dalam diri individu dan terintegrasi dalam perilaku. Untuk
mengetahui baik atau buruk sebuah karakter, terdapat standar nilai yang
dinamakan nilai karakter. Nilai karakter merupakan standar untuk
mempertimbangkan dan meraih perilaku tentang karakter yang baik atau tidak
baik untuk dilakukan. Nilai karakter tersebut menjadi patokan bagaimana seorang
anak dinilai berkarakter baik atau sebaliknya. Nilai karakter yang dapat
ditumbuhkan melalui M-Gopek dapat dilihat dari perilaku manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, dan (3) sesama
manusia.
Pertama, nilai-nilai perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan berkaitan
pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang diupayakan selalu berdasarkan pada
nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya. Para siswa secara ikhlas tanpa
paksaan mengisi botol M-Gopek setiap hari. Mereka meyakini bahwa apa yang
dilakukan mereka termasuk salah satu upaya mendekatkan diri kepada Tuhan,
karena dalam pepatah juga diajarkan bahwa tangan di atas lebih baik daripada
tangan di bawah, artinya memberi lebih baik daripada meminta. Dengan
demikian, secara tidak langsung siswa akan berlomba-lomba mengisi M-Gopek
karena dalam benak mereka semakin banyak mereka mengisi botol gopek maka
semakin banyak kesempatan untuk berbuat baik yang dapat mereka lakukan.
Kedua, berkaitan dengan nilai-nilai perilaku yang berhubungan dengan diri
sendiri, M-Gopek menumbuhkan karakter jujur pada siswa. Karakter jujur
ditumbuhkan selama pengisian M-Gopek. Botol M-Gopek tidak pernah dibawa
pulang ke rumah siswa ataupun guru, botol-botol tersebut selalu berada di ruang
kelas, ruang guru, dan ruang kepala sekolah. Selama proses tersebut siswa dilatih
untuk jujur. Kejujuran tersebut dapat dilihat dari jumlah uang yang ada dalam
botol ketika perhitungan selalu sesuai dengan jumlah uang ketika dimasukkan
dalam botol. Selain nilai kejujuran, juga mengajarkan tanggung jawab pada siswa.
Tanggung jawab ditunjukkan dengan sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara,
dan Tuhan YME. Salah satunya cerminan dari karakter tanggung jawab dapat
dilihat saat ketua kelas atau wakilnya bertanggung jawab saat sidang pleno
melaporkan jumlah gopek sesuai dengan perhitungan di kelas.
Ketiga, nilai karakter yang berhubungan dengan nilai-nilai perilaku
manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, yaitu karakter peduli
sosial. Sikap peduli sosial berkaitan dengan sikap dan tidakan yang selalu ingin
memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. M-Gopek
mengajarkan siswa untuk peka terhadap keadaan orang lain. Melalui M-Gopek
mereka dapat meringankan beban orang lain, terlebih teman dan orang tua siswa.
Kepedulian yang ditanamkan pada siswa mengutamakan kepedulian terhadap
lingkungan terdekat, hal ini sesuai dengan ajaran islam bahwa utamakan
membantu orang-orang terdekat sebelum ke masyarakat luas.

Budaya 3S
SMA Nasional Malang terkenal dengan kekeluargaan yang begitu dekat di
antara warga sekolah, baik guru dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan
guru, kepala sekolah, maupun karyawan. Fenomena inilah yang membuat lahirya
budaya 3S di lingkungan SMA Nasional Malang. Budaya 3S merupakan budaya
salam, sapa, dan senyum. Seluruh keluarga besar di SMANAS diharuskan salam,
sapa, dan senyum ketika bertemu dengan siswa, guru, maupun orang lain yang
berkunjung di SMA Nasional Malang. Budaya 3S mengajarkan nilai karakter
kesopanan, dan peduli. Nilai sopan santun dan penduli dapat dilihat bahwa dengan
mengucapkan salam, sapa, dan senyum kepada orang lain berarti kita menghargai
orang tersebut.

Pekerjaan Sekolah (PS)


Seperti yang terdapat dalam program full day school bahwasanya dengan
penerapan fullday school berarti guru sudah tidak diperkenankan lagi memberikan
pekerjaan rumah kepada siswa. Hal ini merupakan salah satu tujuan full day schol
yaitu memusatkan seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah, sehingga nanti ya
ketika pulang dari sekolah, siswa tinggal istirahat dan menikmati waktu dengan
keluarga. Kegiatan PS di SMA Nasional Malang dimulai pukul 14.30 atau ketika
pembelajaran berakhir. Pekerjaan sekolah dilaksanakan mulai hari Senin—Rabu.
Setiap hari siswa dalam satu kelas hanya mendapatkan satu kali PS. Pekerjaan
sekolah dijadwalkan satu matapelajaran, satu pekerjaan rumah dalam satu bulan.
Ketika kegiatan pekerjaan sekoah berlangsung, guu hanya mendampingi siswa
untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang sebelumnya telah diberikan. Dalam hal
ini guru bertindak sebagai fasilitator atau membantu siswa jika mengalami
kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah yang telah diberikan. Kegiatan
pekerjaan (PS) ini sebagai salah satu upaya menumbuhkan nilai kepedulian
antarsiswa. Dengan adanya pekerjaan sekolah, diharapkan siswa yang memiliki
pengetahuan lebih dapat memberikan penjelasan atau membantu temannya yang
kesulitan mengerjakan tugas.

Kegiatan Ekstrakurikuler
Ekstrakurikuler merupakan kegiatan nonakademik yang dilakukan siswa
di luar pembelajaran yang bersifata akademik. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 menjelaskan bahwa
kegiatan ekstrakulikuler menjembatani kebutuhan perkembangan peserta didik
yang berbeda; seperti perbedaan sense akan nilai moral dan sikap, kemampuan,
dan kreativitas. Di SMA Nasional terdapat lima belas ekstrakulikuler, yaitu: (1)
Badan Dakwah Islam (BD1),(2) Paskibra, (3) dance, (4) mading, (5) band, (6)
Karya Ilmiah Remaja,(7) bahasa Jerman, (8) bahasa Jepang, (9) English Studi
Club, (10)tari tradisional, (11) silat, (12) futsal, (13) bulu tangkis,(14) voli,dan
(15) basket. Kegiatan ekstrakurikuler di SMA Nasional Malang dilakukan dua
hari, yaitu Kamis dan Jumat. Waktu pelaksanaannya dimulai pukul 13.00—16.30
WIB. Setiap siswa diwajibkan mengikuti satu ekstrakulikuler dalam satu hari, jadi
masing-masing siswa maksimal mengikuti dua ekskul. Boleh juga lebih dari dua
ekstrakurikuler asalkan jadwal ekskul tidak bentrok dengan ekstrakulikuler
lainnya. Melalui kegiatan ekstrakurikuler, seorang anak akan memperoleh
berbagai penanaman nilai berdasarkan kegiatan yang diikutiya, misalnya
ekstrakurikuler paskibra mengajarkan nilai kebangsaan pada siswa,
ekstrakurikuler BDI mengajarkan nilai religi, dan sebagainya.

Kegiatan Kerohanian
Kegiatan kerohanian dapat diartikan sebagai kegiatan keagamaan.
Maksudin (2013:5) berpendapat bahwa usaha untuk mencapai individualitas dan
kolektivitas dalam lingkungan hidup manusia, pendidikan agama dapat dijadikan
sebagai proses pematangan fitrah. Dengan demikian, untuk membentuk karakter
yang baik, pendidikan agama perlu dijadikan fokus utama dalam pendidikan anak.
Kegiatan kerohanian di SMA Nasional Malang dimulai setelah kegiatan
pekerjaasn sekolah, yaitu pukul 15.15 WIB. Kegiatan dimulai dengan sholat ashar
berjamaah dan dilanjutkan dengan mengaji. Pada kegiatan mengaji siswa
digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan baca al quran yang
dikuasai siswa, yaitu ula (rendah), wustho (menengah), dan ulya (lancar). Setiap
kelompok mengaji didampingi oleh dua ustadzah atau ustad. Dalam praktiknya
masing-masing siswa mengaji dan disimak oleh ustad atau ustadzah penanggung
jawab kelompok. Kegiatan kerohanian di SMA Nasional Malang diakhiri pukul
16.30 WIB. Dengan berakhirnya kegiatan kerohanian berarti kegiatan full day di
SMA Nasional Malang telah berakhir dan siswa diperkenankan untuk
melanjutkan belajar di rumah.

PENUTUP
SIMPULAN
Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa era globalisasi
membuat nilai karakter generasi muda cenderung merosot. Nilai-nilai tersebut
dapat dilihat dari perilaku manusia dalam hubungannya dengan (1) Tuhan Yang
Maha Esa, (2) diri sendiri, dan (3) sesama manusia yang semakin hari kian
menurun. Oleh karena itu, diperlukan pengintegrasian nilai-nilai karakter pada
remaja, salah satunya melalui manajemen pendidikan sekolah. Nilai-nilai karakter
tersebut dapat diintegrasikan melalui program full day school Full day school
adalah gagasan mendikbud dalam rangka mengurangi kenakalan remaja.
Pengintegrasian nilai karakter dalam program full day school di SMA Nasional
Malang dilakukan melalui (1) budaya salim, (2) tausiyah, (3) m-gopek, (4) budaya
3S, (5) pekerjaan sekolah, (6) ekstrakurikuler, dan (7) kegiatan kerohanian .
Dengan pengintegrasian nilai karakter pada program full day school diharapkan
memperbaiki karakter siswa.

SARAN
Berdasarkan simpulan dapat dikemukakan tiga saran. Pertama, bagi guru
diharapkan mampu menjadi contoh yang baik untuk memperbaiki karakter siswa.
Kedua, bagi siswa disarankan agar mengikuti program full day school dengan
sungguh-sungguh agar mendapatkan manfaat yang semestinya didapat. Ketiga,
bagi sekolah lain pengintegrasian nilai-nilai karakter melalui full day school di
SMA Nasional Malang diharapkan dapat memberikan inspirasi terkait manajemen
pendidikan karakater di sekolah lain, diharapkan sekolah lain mampu
menyumbangkan bentuk pengintegrasian nilai karakter yang berbeda, sehingga
akan memperkaya wacana kita terkait pengintegrasian nilai karakter pada program
full day school.

Daftar Rujukan
Adisusilo J.R., Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter: Konstruktivisme dan
VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Ilahi, Muhammad T. 2012. Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Kesuma, dkk. 2012. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Lickona, T. 2013. Pendidikan
Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik
(Irfan M. Zakie, Ed). Bandung: Nusa Media.
Maksudin. 2013. Pendidikan Karakter Non-Dikotomik.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Samani, M. dan Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Wibowo, Agus. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wiyani, N.A. 2014. Manajemen Kelas; Teori dan Aplikasi untuk Menciptakan
Kelas yang Kondusif. Yogjakarta:Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai