Anda di halaman 1dari 16

FILSAFAT PENDIDIKAN IPA

“ILMU PENGETAHUAN ALAM”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK I

Lalu Hasan Nasirudin Zohri (I2E0200032)


Anak Agung Ayu Diah Kusumadewi (I2E021001)
Moammar Qadafi (I2E0210007)
Via Monica Devi (I2E0210013)
Ferniawan (I2E0210014)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA

UNIVERSITAS MATARAM

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Filsafat IPA yang berjudul “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)”. Tak lupa pula kami haturkan
shalawat serta salam atas junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga,
sahabat dan kita semua selaku ummatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun selain untuk menyelesaikan tugas kelompok, juga disusun untuk
memberikan informasi kepada pembacanya tentang apa itu Ilmu pengetahuan alam (IPA). Materi
penyusunan makalah ini diambil dari berbagai sumber seperti buku, internet, dan lain-lain yang
kami tau semuanya itu jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
serta masukkan guna untuk perbaikan pada tugas atau makalah pada waktu berikutnya.
Demikian makalah ini kami buat, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. aamiin

Mataram, September 2021


Penyusun,Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................2

1.3 Tujuan........................................................................................................................2

1.4 Manfaat......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................3

2.1 Definisi.......................................................................................................................3

2.2 Pendekatan Ilmiah......................................................................................................4

2.3 Konsep Ilmu Pengetahuan Alam................................................................................6

2.4 IPA Sebagai Produk, Proses dan Sikap......................................................................7

2.5 Paradigma Pendidikan IPA........................................................................................8

2.6 Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Pengetahuan IPA Peserta Didik.......................11

BAB III PENUTUP...................................................................................................................13

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................13

3.2 Saran.........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................14

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan merupakan produk rasional dan indrawi yang berkembang dari rasa
ingin tahu yang merupakan ciri khas dari manusia karena manusia adalah satu-satunya
makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Mahluk lain seperti
hewan juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan
hidup (survival). Manusia mengembangkan pengetahuan untuk mengatasi kebutuhan-
kebutuhan kelangsungan hidup ini dan berbagai problem yang menyelimuti kehidupan.
Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini guna memperoleh
pengetahuan yang benar dan kebenaran hidup itu sendiri. Manusia merupakan makhluk yang
berakal budi yang selalu ingin mengejar kebenaran dengan akal budinya, manusia mampu
mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi yang menyangkut daya cipta, rasa
maupun karsa semua pengetahuan kita dimulai dengan indra, kemudian melanjutkan dengan
pemahaman, dan berakhir dengan alasan. Tidak ada yang lebih tinggi dari alasan.
Pengatahuan-pengetahuan yang diperoleh oleh manusia yang terkonfirmasi
kebenarnnya melalui teori-teori kebenaran dikenal dengan ilmu. Hal ini sejalan dengan
pendapat Wahana (2016) yang menyatakan ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis
dari pengetahuan (any systematic body of knowledge). Sehingga, ilmu pengetahuan
sesungguhnya hanyalah merupakan hasil atau produk dari sesuatu kegiatan yang dilakukan
oleh manusia. Namun kegiatan yang menghasilkan suatu produk yang dinamakan ilmu
pengetahuan, kiranya bukan sembarang kegiatan dan dengan cara yang asal-asalan,
melainkan merupakan suatu proses atau serangkaian aktivitas yang dilakukan manusia
dengan menggunakan suatu metode (cara) teratur guna memperoleh pengetahuan yang
obyektif dan yang dikenal dengan metode atau pendekatan ilmiah.
Pengetahuan-pengetahuan dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan objek alamiah
dikenal dengan “Ilmu Pengetahuan Alam”. Sehingga ilmu Pengetahuan Alam adalah bidang
studi yang berkaitan dengan mengetahui alam secara sistematis. Kemudian IPA bukan
hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

1
saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan yang dilakukan melalui pendekatan
ilmiah membuat pembelajaran IPA bukan hanya merupakan transfer pengetahuan melainkan
juga transfer ilmu. Untuk mengetahui konsep IPA, Ruang lingkup, Posisi, dan Paradigma
pembelajaran IPA maka dipandang perlu adanya tulisan tentang “Ilmu Pengetahuan Alam”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasrkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dapat dimunculkan
rusmusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan IPA?
2. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan Ilmiah?
3. Bagaimanakah konsep IPA?
4. Bagaimanakah posisi IPA dalam kehidupan manusia?
5. Bagaimanakah paradigma Pendidikan IPA?
6. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi Pendidikan IPA?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan, maka dapat dirumuskan tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi IPA.
2. Untuk menjelaskan maksud dari pendekatan Ilmiah.
3. Untuk menjabarkan konsep IPA.
4. Untuk menjelaskan posisi IPA dalam kehidupan manusia.
5. Untuk mendeskripsikan paradigma Pendidikan IPA.
6. Untyk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi Pendidikan IPA.

1.4 Manfaat
Tulisan ini diharpkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai makna IPA,
Ruang lingkup, Posisi, dan Paradigma pembelajaran IPA.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi IPA


IPA merupakan cabang ilmu yang fokus kajiannya adalah alam dan proses-proses yang
ada di dalamnya (Ina Fitriyana, 2010 : 11). Pembelajaran IPA merupakan studi tentang manusia
atau studi tentang masalah-masalah bagaimana manusia mengembangkan satu kehidupan yang
lebih baik. Kata science yang digunakan saat ini tidak sama benar dengan science menurut
pandangan orang-orang Yunani pada abad pertengahan. Lama kelamaan natural philosophy
tidak lagi digunakan, sedangkan natural science dalam penggunaan sehari-hari seringkali
disingkat dengan science saja. Hingga saat ini apabila disebut science atau sains saja, baik dalam
buku-buku teks maupun dalarn percakapan sehari-hari yang dimaksud adalah "natural science "
atau pengetahuan alam. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah kumpulan pengetahuan tentang
beberapa kelas benda, objek atau fenomena di dunia, tentang karakteristik dan sifat-sifat yang
dimiliki, tentang bagaimana berperilaku dan berinteraksi satu sama lain. Tugas utama dari ilmu
alam adalah untuk membuat tempat yang indah, untuk menunjukkan bahwa kompleksitas, dilihat
dengan benar, hanyalah topeng untuk kesederhanaan, untuk menemukan pola yang tersembunyi
dalam kekacauan yang nyata (Blackburn, 1996). Ilmu pengetahuan alam (IPA) sering disebut
dengan istilah natural science, mulai dikenal ribuan tahun yang lalu. Seiring dengan
perkembangan zaman, IPA juga mengalami perkembangan. Munculnya teori-teori dan konsep
baru, menggantikan teori dan konsep yang terlebih dahulu lahir. IPA hakikatnya merupakan
suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan
sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang
dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk
sains, dan sebagai aplikasi, teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan
bagi kehidupan. (Laksmi Prihantono, dkk, dalam Trianto, 2010). Sedangkan Sugiyono (2010)
menjelaskan bahwa sains adalah suatu cara berpikir untuk memahami suatu gejala alam, suatu
cara untuk memahami gejala alam, dan sebagai batang tubuh keilmuan yang diperoleh dari
suatu penyelidikan. Hendro Darmojo dalam Usman Samatowa (2011:2) menyatakan bahwa
“Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam

3
semesta dengan segala isinya. IPA merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki objek dan
menggunakan metode ilmiah”.

2.2 Pendekatan Ilmiah


Agar suatu himpunan pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan, maka
digunakan perpaduan penalaran rasionalisme dan penalaran empirisme. Inilah yang disebut
dengan pendekatan ilmiah. Perpaduan dari kerangka pemikiran yang koheran dan logis, yang
terdapat di dalam pemikiran rasionalis. Kemudian kerangka pemikiran tersebut dipastikan
kebenarannya melalui pengujian (empirisme). Suatu pengetahuan disebut sebagai ilmu apabila
bersifat konsisten, sistematis, dan teruji secara empiris. Jadi dapat dikatakan, bahwa himpunan
pengetahuan dapat disebut IPA apabila obyeknya merupakan gejala gejala alam yang
dikumpulkan melalui metode keilmuan serta mempunyai manfaat untuk kesejahteraan manusia.
Hasrat ingin tahu manusia terpuaskan kalau dia memperoleh pengetahuan megenai hal
yang dipertanyakan. Pengetahuan yang diinginkannya adalah pengetahuan yang benar.
Pengetahuan yang benar atau kebenaran memang secara inherent dapat dicapai manusia, baik
melalui pendekatan non ilmiah maupun pendekatan ilmiah (Priyono, 2016: 5).
Proses keilmuan ini merupakan langkah-langkah yang harus memenuhi prosedural
yaitu: 1) Perumusan masalah, 2) Merumuskan hipotesis, 3) Pengujianchipotesis, 4)
Mengumpulkan data, 5) Kesimpulan. Selanjutnya dapat diikuti sedikit uraian mengenai langkah-
langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan kebenaran ilmiah tersebut.
1) Perumusan masalah
Langkah-langkah metode ilmiah dimulai dengan sebuah kesadaran akan
adanya masalah. Permasalahan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk kalimat
tanya. Dengan menggunakan kalimat tanya, orang yang melakukan metode ilmiah
akan dimudahkan dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, untuk kemudian
menganalisis data tersebut. Permusan masalah diambil sebagai langkah awal, sebagai
momentum mencari suatu pemecahan masalah.
2) Merumuskan Hipotesis
Menurut KBBI, hipotesis /hi.po.te.sis/ adalah sesuatu yang dianggap benar
untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dan sebagainya) meskipun
kebenarannya masih harus dibuktikan. Jadi hipotesis adalah jawaban sementara dari
4
rumusan masalah yang telah disusun sebelumnya untuk kemudian dibuktikan dengan
penelitian atau eksperimen terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Merumuskan
hipotesis sangatlah penting dalam langkah metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah.
Rumusan hipotesis yang jelas bisa membantu mengarahkan peneliti melanjutkan pada
proses selanjutnya dalam metode ilmiah. Seorang saintis atau peneliti seringkali
merasa semua data yang menunjang pada hipotesis sangat penting saat melakukan
eksperimen. Tahap selanjutnya adalah mengumpulkan data. Oleh sebab itu, melalui
rumusan hipotesis yang baik dan benar akan memudahkan saintis/peneliti untuk
mengumpulkan data-data yang dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan proses berpikir
ilmiah dilaksanakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan saja.
3) Mengumpulkan Data
Dalam langkah-langkah metode ilmiah, pengumpulan data merupakan tahapan
yang sedikit berbeda dari tahapan-tahapan lain sebelumnya. Pengumpulan data
dilakukan di lapangan. Seorang saintis atau peneliti yang sedang menerapkan metode
ilmiah harus mengumpulkan data dengan mendasarkannya pada hipotesis yang telah
dirumuskan. Pengumpulan data sangat berperan penting dalam langkah-langkah
metode ilmiah, sebab akan berkaitan dengan pengujian hipotesis. Diterima atau
ditolaknya sebuah hipotesis, bergantung pada data yang dikumpulkan.
4) Menguji Hipotesis
Berpikir ilmiah pada hakikatnya adalah sebuah proses pengujian hipotesis.
Dalam tahapan atau langkah menguji hipotesis, saintis atau peneliti tidak menyalahkan
atau membenarkan hipotesis, namun menolak atau menerima hipotesis tersebut. Oleh
karena itu, sebelum proses pengujian hipotesis dilakukan, seorang saintis/peneliti
harus terlebih dahulu menentukan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf
signifikansi yang ditentukan, maka akan semakin tinggi juga derjat kepercayaan
terhadap hasil suatu penelitian/eksperimen.
5) Merumuskan Kesimpulan
Langkah terakhir dalam langkah-langkah metode ilmiah dan berpikir ilmiah
pada sebuah metode ilmiah adalah kegiatan merumuskan kesimpulan. Rumusan
simpulan harus bersesuaian dengan rumusan masalah yang telah diajukan di awal.
Simpulan atau kesimpulan ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat dan
5
jelas. Data-data yang tidak relevan dengan rumusan masalah yang diajukan, tidak
perlu dituliskan, walaupun dianggap cukup penting. Hal ini perlu ditekankan sebab
banyak peneliti terkelabui dengan temuan yang dianggapnya penting, walaupun pada
hakikatnya tidak bersesuaian dengan rumusan masalah yang diajukannya.

2.3 Konsep Ilmu Pengetahuan Alam


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara umum meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu fisika,
biologi, dan kimia. Sains mengandung nilai-nilai ilmiah, dalam usaha membaca alam untuk
menjawab hubungan sebab akibat, sains memiliki potensi pengembangan nilai-nilai individu.
Pengkajian terhadap keteraturan sistem alam mendorong peningkatan kekaguman, keingintahuan
terhadap alam, dan kemahfuman akan kebesaran Tuhan yang menciptakannya. Nilai-nilai etika
dan moral yang terpatri pada pembacaan alam ini akan berkembang dari dampak pengiring oleh
sikap ilmiah di atas yang dibiasakan dan terbiasa penerapannya dalam perilaku keseharian
(Prasetyo, Zuhdan, 2010).
Collete & Chiapetta (1994: 30) menyatakan bahwa sains merupakan suatu cara berpikir
dalam upaya penyelidikan tentang gejala alam, dan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang
didapatkan dari proses penyelidikan. IPA sebagai cara berpikir (a way of thinking) ditandai oleh
adanya proses berpikir untuk memberikan gambaran tentang rasa keingintahuannya tentang
fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan (a way of investigating) ditandai dengan
penggunaan metode ilmiah dalam memahami gejala-gejala alam dan segala hal yang terlibat di
dalamnya. IPA sebagai kumpulan pengetahuan (a body of knowledge) ditandai dengan
keberadaan fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model.
Berdasarkan dari beberapa definisi hakikat IPA, maka dapat disimpulkan bahwa IPA
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam melalui serangkaian proses yang
dikenal dengan proses ilmiah. Proses ilmiah ini dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya
terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen yaitu sebagai produk, proses,
dan aplikasi. IPA sebagai produk dan proses untuk menghasilkan sikap ilmiah hingga dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pengetahuan yang dimiliki dan
mampu melakukan kerja ilmiah yang diiringi sikap ilmiah maka dapat diperoleh produk IPA
yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model.

6
2.4 IPA Sebagai Produk, Proses dan Sikap
Pada hakikatnya sains atau IPA mencakup produk, proses dan sikap (Gunawan, 2005).
IPA sebagai produk adalah pemenuhan kebutuhan manusia, hal ini terjadi melalui interaksi
antara manusia dengan alam di sekitarnya. Interaksi tersebut memberikan pelajaran kepada
manusia sehingga menemukan pengalaman yang mampu meningkatkan pengetahuan. IPA
sebagai produk juga lebih menekankan pada apa yang akan dihasilkan dalam IPA itu sendiri
seperti prinsip-prinsip, hukum-hukum, konsep-konsep, maupun persamaan-persamaan. Pada
tahap ini tidak dituntut untuk memahami tahapan yang dilakukan, tetapi lebih menitik beratkan
pada isi kandungan dari prinsip atau hukum yang dipelajari dan bagaimana peserta didik mampu
menggunakan persamaan-persamaan untuk memecahkan permalahan dalam hidupnya kelak.
Sains sebagai proses menakankan posisinya dalam metodologi untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep IPA. Sehingga IPA sebagai proses disebut dengan a way of
investigating merupakan gambaran mengenai bagaimana para ilmuwan bekerja melakukan
penemuan-penemuannya. Sehingga sains sebagai proses adalah fokus bagaimana cara
mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut. Proses disini dalam konteks pembelajaran di sekolah
menekankan pada bagaimana peserta didik menemukan sendiri konsep penting yang sedang
dipelajarinya. Artinya konsep tersebut tidak murni hasil pemikiran peserta didik melainkan pada
bagaimana tahapan yang dilakukan tersebut benar dan dapat dipertanggungjawabkan. IPA
berupa proses adalah peserta didik mendapatkan kemampuan mengamati, mengumpulkan,
mengolah, menginterprestasikan data, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.
Sains sebagai sikap merupakan kegiatan kreatif yang meliputi pengamatan, pengukuran
dan penyelidikan atau percobaan. Hal tersebut memerlukan proses mental dan sikap yang
berasal dari pemikiran. Dengan pemikirannya, orang bertindak dan bersikap, sehingga dapat
melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah. Sehingga sains sebagai sikap menekankan pada upaya
membekali, melatih, atau menanamkan nilai-nilai positif dalam diri kita. Sikap teliti, jujur,
toleran, bertanggungjawab, merupakan contoh yang diharapkan tumbuh saat seseorang belajar
tentang sains. Selain keterampilan proses dan produk yang dihasilkan, diharapkan adanya sikap
terbuka, obyektif, berorientasi pada kenyataan dan bertanggung jawab, bekerja sama dan
sebagainya.

7
2.5 Paradigma Pendidikan IPA
Lorraine Ling dan Peter Ling (2017) mendefinisikan bahwa ‘Paradigms defined as
worldviews or frameworks for higher order of thinking serve to make explicit the assumtions that
guide thinking throughout the research process and to insure that decisions are made that a
recongruent with paradigmatic assumptions”. Kemudian paradigma ilmu dirumuskan oleh Kuhn
(1970) sebagai kerangka teoritis, atau suatu cara memandang dan memahami alam, yang telah
digunakan oleh komunitas ilmuwan sebagai pandangan dunianya. Paradigma ilmu ini berfungsi
sebagai lensa, sehingga melalui lensa ini para ilmuwan dapat mengamati dan memahami
masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan jawaban-jawaban ilmiah terhadap
masalah-masalah tersebut.
Paradigma diartikan sebagai alam disiplin intelektual, yaitu cara pandang seseorang
terhadap diri dan lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap
(afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi,
konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas kepada sebuah komunitas
yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.
Dengan pengertian-pengertian di atas, Paradigma Pendidikan dan Paradigma Pendidikan
Nasional dapat dirumuskan bahwa ‛Paradigma pendidikan adalah suatu cara memandang dan
memahami pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah-
masalah pendidikan yang dihadapi dan mencari cara mengatasi permasalahan tersebut‛
Paradigma dan visi pendidikan yang sesuai untuk menjawab tantangan zaman
sebagaimana yang pernah dibahas oleh UNESCO melalui International Commission on
Education for The 21st Century (Geremeck, 1986) yang antara lain bertujuan untuk mengubah
dunia “from technologically divided world where high technology is privilege of the few to
technologically united world” Pendidikan hendaknya mengubah paradigma teaching (mengajar)
menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini proses pendidikan menjadi ‚proses bagaimana
belajar bersama antara guru dan peserta didik‛. Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam
proses belajar. Sehingga lingkungan sekolah, meminjam istilahnya Ivan Illich, menjadi learning
society (masyarakat belajar). Dalam Kurikulum 2013, dikenal dengan Guru Pembelajar (GP).
Dalam paradigma ini, peserta didik tidak lagi disebut pupil (siswa), melainkan sebagailearner
(pembelajar).

8
Paradigma pendidikan yang dicetuskan oleh UNESCO ini menitikberatkan pada
paradigma learning, tidak lagi pada teaching. Keempat paradigma pendidikan ini disebut sebagai
pilar pendidikan abad ke-21 menghadapi arus informasi dan kehidupan yang mengalami
perubahan secara dinamis.
Pertama, learning to think (belajar berpikir). Ini berarti pendidikan berorientasi pada
pengetahuan logis dan rasional sehingga learner memiliki karakter berfikir kritis dan kreatif,
berani menyatakan pendapat. Generasi ini ditandai dengan generasi yang mempunyai minat baca
yang tinggi. Sebagai dasar dari cara berfikir kritis adalah harus mempunyai ilmu pengetahuan
dasar, yang salah satunya diperoleh dari membaca. Berfikir adalah suatu tahapan belajar yang
terjadi secara kontinu, tanpa dibatasi oleh waktu. Sehubungan dengan itu maka penguasaan
bahasa digital telah harus dikuasai oleh anak-anak kita karena dengan demikian dia dapat
memasuki dunia tanpa batas. Dengan demikian konsep belajar dan pembelajaran harus diubah
dan membuka pintu kepada teknologi pembelajaran modern. Meskipun tetap dibutuhkan
pendampingan dari orang tua, guru dan masyarakat, dalam rangka menanamkan pendidikan
karakter pada pembelajar.
Kedua, learning to do (belajar berbuat). Abad 21 menuntut generasi pembelajar sebagai
manusia yang tidak sekedar NATO (No Action Talk Only). Manusia yang berbuat adalah
manusia yang ingin memperbaiki kualitas kehidupannya. Dengan melakukan sesuatu, maka
manusia telah melakukan sebuah perubahan yang diharapkan lebih baik dari sebelumnya. Tanpa
berbuat pemikiran atau konsep tidak mempunyai arti. Yang diinginkan pada pilar kedua ini
adalah para pembelajar akan mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (problem
solving).
Ketiga, learning to live together (belajar hidup bersama). Disini pendidikan diarahkan
pada pembentukan karakter seorang pembelajar yang memiliki kesadaran, bahwa manusia tidak
dapat menjalani kehidupannya secara individu, melainkan membutuhkan orang lain untuk
membersamainya dalam menjalankan roda kehidupan. Untuk itu, dibutuhkan pemahaman bahwa
setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang beragam, baik suku bangsa, agama, warna kulit,
maupun bahasa. Untuk dapat hidup bersama, maka seorang pembelajar harus memahami
bagaimana menghargai orang lain, sopan santun, toleransi, bersimpati dan berempati terhadap
masyarakat yang ada di sekitarnya.

9
Keempat, learning to be (belajar menjadi diri sendiri). Pilar ini sangat penting, di saat
generasi muda saat ini banyak yang mengalami krisis identitas. Apa yang dia sering lihat dan
sering saksikan, akan menjadi kiblat dan teladannya. Segala sesuatu dipandang dari segi materi
dan untung rugi. Karena itu pendidikan hendaknya diorientasikan pada bagaimana seorang
peserta didik di masa depannya bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mandiri,
memiliki harga diri dan tidak sekadar memiliki (materi materi dan jabatan-jabatan politis).
Paradigma pendidikan tersebut di atas bila disimpulkan akan diperoleh kata kunci berupa
‚learning how to learn‛ (belajar bagaimana belajar). Sehingga pendidikan tidak hanya
berorientasi pada nilai di atas kertas, yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan
juga berorientasi pada bagaimana seorang peserta didik bisa belajar dari lingkungan, dari
pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan dan luasnya hamparan alam, sehingga
mereka bisa mengembangkan sikap kreatif dan daya berpikir imaginatif.

2.6 Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Pengetahuan IPA Peserta Didik


Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam masa pertumbuhan
dan perkembangannya untuk mencapai tingkat kedewasaan (Maunah, 2009). Lebih lanjut
Maunah (2009) menyatakan bimbingan tersebut dapat berupa proses untuk meningkatkan,
memperbaiki, mengubah pengetahuan, ketrampilan, sikap serta tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia. Bimmbingan ini bertjuan untuk
menambah ilmu pengetahuan, membentuk karakter diri, dan mengarahkan anak untuk menjadi
pribadi yang lebih baik. Sehingga Makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi infrmasi-informasi IPA yang dihadapkan padanua. Semakin
banyak informasi IPA yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan untuk
menelaah konsep IPA lainnya.
Informasi/Media Massa merupakan sumber Informasi sebagai transfer pengetahuan.
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan
pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan
pengetahuan. Informasi-informasi tersebut juga kadang me gandung materi atau unsur IPA,
sehingga menambah khazanah ilmu pengetahuan alam pada seseorang yang memperhatikannya.
Selain itu, tak jarang informasi pada media massa mengandung penerapan-penerapan kontekstual

10
dali pelajaran IPA yang memiliki irisa dengan bidang lainnya seperti informasi usha ternak ikan
yang memiliki irisan dengan bidang ekonomi.
Sosial budaya dan ekonomi dapan mempengaruhi Pendidikan IPA. Kebiasaan dan tradisi
yang dilakukan orang-orang bisa jadi memiliki aspek IPA yang banyak dikenal saat ini dengan
etnosains. Dimana etnosains ini banyak dikembangkan menjadi bahan ajar dalam pembelajaran
IPA. Kemudian status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan IPA seseorang.
Lingkungan merupakan factor yang tak terelakkan bagi Pendidikan IPA. Lingkungan dan
individu merupakan kesatuan yang utuh, antara lingkungan dan individu terjadi interaksi (timbal
balik). Adanya interaksi timbal balik akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu
khususnya intraksi dan pengalaman yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan praktikum.
Pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
masa lalu (Rakhmawati, 2014). Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan
memberikan pengetahuan dan keterampilan professional.
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang dalam proses
pendidikan. Bahkan Jean Piaget (1952) dalam Hipsky (2008) membagi perkemabangan manusia
menjadi 4 fase yaitu sensorimotor (0-2 tahun), praopperasional (2-7 tahun), operasional konkret
(7-11 tahun), dan operasional formal (11 tahun ke atas). Berdasarkan pendapata Piaget (1952)
tersebut, dapat dinyatakan semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Semakin tua
semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang
dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pendahuluan dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. IPA merupakan cabang ilmu yang fokus kajiannya adalah alam dan proses-proses yang
ada di dalamnya kemudian pembelajaran IPA merupakan studi tentang manusia atau
studi tentang masalah-masalah bagaimana manusia mengembangkan satu kehidupan
yang lebih baik.
2. Pendekatan ilmiah merupakan suatu cara untuk membuat suatu himpunan pengetahuan
dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan yang menggunakan perpaduan penalaran
rasionalisme dan penalaran empirisme. Cara-cara tersebut meriapakn suau Langkah-
langkah yang terdiri atas: 1) Perumusan masalah, 2) Merumuskan hipotesis, 3)
Pengujianchipotesis, 4) Mengumpulkan data, 5) Kesimpulan.
3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara umum meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu
fisika, biologi, dan kimia diimana bidang-bidang tersebut mengandung nilai-nilai ilmiah,
dalam usaha membaca alam untuk menjawab hubungan sebab akibat, sains memiliki
potensi pengembangan nilai-nilai individu.
4. IPA terpadu dalam penerapannya dapat brposisi sebagai produk, proses, dan sikap.
5. Paradigma Pendidikan saat ini bertujuan mengubah dunia dari dunia yang terbagi secara
teknologi di mana teknologi tinggi adalah hak istimewa segelintir orang menjadi dunia
yang bersatu secara teknologi.
6. Beberapa faktor yang mempengaruhi Pendidikan IPA adalah: informasi/media, social
budaya, lingkungan, dan usia.

3.2 Saran
Disarankan dalam pemeblajaran IPA tidak hanya memfasilitasi transfer pengetahuan,
akan tetpi juga memfasilitasi transfer ilmu melalui pendekatan ilmiah dan pemecahan
masalah.

12
DAFTAR PUSTAKA
Blackburn, Simon W. 1996. The Oxford Dictionary of Philosophy. Oxford New York: Oxford
University Press.
Collette, A.T. & Chiappetta, E.L. 1994. Science Instruction in the Middle and Secondary
Schools (3rd ed). New York: Merrill
Geremeck, B. 1986. Education for The Twenty First Century. Inter parliamentary Conference on
Education, Science, Culture and Communication on The Eve of The 21st Century.Paris :
UNESCO
Gunawan, 2005. Model Pembelajaran Sains Berbasis ICT. Mataram: Fkip Press.
Hipsky, S. (2008). Piaget's Developmental Stages. In Encyclopedia of Information Technology
Curriculum Integration (pp. 713-715). IGI Global.
Ling, L & Ling, P. 2017. Methods and Paradigms in Education Research. United States of
America : IGI Global
Maunah, B. (2009). Peer Review Buku Landasan Pendidikan.
Prasetyo, Zuhdan. 2010. Student As A Scientist. Yogyakarta: UNY Press.
Rakhmawati, D. (2014). Pengaruh Faktor Lingkungan Dan Pengetahuan Tentang Seks
Terhadap Perilaku Seks Pra Nikah Di Kalangan Mahasiswa (Survei Di Akademi
Kebidanan Bina Husada Jember) (Doctoral dissertation, UNS (Sebelas Maret
University).
Susanto, Tedjo. 1999. Mengajar Sains Dengan Cara Discovery Inquiry. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta Press.
Usman Samatowa. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks Permata Puri
Media.
Wahana, Paulus. 2016. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Diamond.

13

Anda mungkin juga menyukai