DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I
UNIVERSITAS MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Filsafat IPA yang berjudul “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)”. Tak lupa pula kami haturkan
shalawat serta salam atas junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga,
sahabat dan kita semua selaku ummatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun selain untuk menyelesaikan tugas kelompok, juga disusun untuk
memberikan informasi kepada pembacanya tentang apa itu Ilmu pengetahuan alam (IPA). Materi
penyusunan makalah ini diambil dari berbagai sumber seperti buku, internet, dan lain-lain yang
kami tau semuanya itu jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
serta masukkan guna untuk perbaikan pada tugas atau makalah pada waktu berikutnya.
Demikian makalah ini kami buat, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. aamiin
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................3
2.1 Definisi.......................................................................................................................3
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................13
3.2 Saran.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................14
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan yang dilakukan melalui pendekatan
ilmiah membuat pembelajaran IPA bukan hanya merupakan transfer pengetahuan melainkan
juga transfer ilmu. Untuk mengetahui konsep IPA, Ruang lingkup, Posisi, dan Paradigma
pembelajaran IPA maka dipandang perlu adanya tulisan tentang “Ilmu Pengetahuan Alam”.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan, maka dapat dirumuskan tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi IPA.
2. Untuk menjelaskan maksud dari pendekatan Ilmiah.
3. Untuk menjabarkan konsep IPA.
4. Untuk menjelaskan posisi IPA dalam kehidupan manusia.
5. Untuk mendeskripsikan paradigma Pendidikan IPA.
6. Untyk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi Pendidikan IPA.
1.4 Manfaat
Tulisan ini diharpkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai makna IPA,
Ruang lingkup, Posisi, dan Paradigma pembelajaran IPA.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
semesta dengan segala isinya. IPA merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki objek dan
menggunakan metode ilmiah”.
6
2.4 IPA Sebagai Produk, Proses dan Sikap
Pada hakikatnya sains atau IPA mencakup produk, proses dan sikap (Gunawan, 2005).
IPA sebagai produk adalah pemenuhan kebutuhan manusia, hal ini terjadi melalui interaksi
antara manusia dengan alam di sekitarnya. Interaksi tersebut memberikan pelajaran kepada
manusia sehingga menemukan pengalaman yang mampu meningkatkan pengetahuan. IPA
sebagai produk juga lebih menekankan pada apa yang akan dihasilkan dalam IPA itu sendiri
seperti prinsip-prinsip, hukum-hukum, konsep-konsep, maupun persamaan-persamaan. Pada
tahap ini tidak dituntut untuk memahami tahapan yang dilakukan, tetapi lebih menitik beratkan
pada isi kandungan dari prinsip atau hukum yang dipelajari dan bagaimana peserta didik mampu
menggunakan persamaan-persamaan untuk memecahkan permalahan dalam hidupnya kelak.
Sains sebagai proses menakankan posisinya dalam metodologi untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep IPA. Sehingga IPA sebagai proses disebut dengan a way of
investigating merupakan gambaran mengenai bagaimana para ilmuwan bekerja melakukan
penemuan-penemuannya. Sehingga sains sebagai proses adalah fokus bagaimana cara
mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut. Proses disini dalam konteks pembelajaran di sekolah
menekankan pada bagaimana peserta didik menemukan sendiri konsep penting yang sedang
dipelajarinya. Artinya konsep tersebut tidak murni hasil pemikiran peserta didik melainkan pada
bagaimana tahapan yang dilakukan tersebut benar dan dapat dipertanggungjawabkan. IPA
berupa proses adalah peserta didik mendapatkan kemampuan mengamati, mengumpulkan,
mengolah, menginterprestasikan data, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.
Sains sebagai sikap merupakan kegiatan kreatif yang meliputi pengamatan, pengukuran
dan penyelidikan atau percobaan. Hal tersebut memerlukan proses mental dan sikap yang
berasal dari pemikiran. Dengan pemikirannya, orang bertindak dan bersikap, sehingga dapat
melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah. Sehingga sains sebagai sikap menekankan pada upaya
membekali, melatih, atau menanamkan nilai-nilai positif dalam diri kita. Sikap teliti, jujur,
toleran, bertanggungjawab, merupakan contoh yang diharapkan tumbuh saat seseorang belajar
tentang sains. Selain keterampilan proses dan produk yang dihasilkan, diharapkan adanya sikap
terbuka, obyektif, berorientasi pada kenyataan dan bertanggung jawab, bekerja sama dan
sebagainya.
7
2.5 Paradigma Pendidikan IPA
Lorraine Ling dan Peter Ling (2017) mendefinisikan bahwa ‘Paradigms defined as
worldviews or frameworks for higher order of thinking serve to make explicit the assumtions that
guide thinking throughout the research process and to insure that decisions are made that a
recongruent with paradigmatic assumptions”. Kemudian paradigma ilmu dirumuskan oleh Kuhn
(1970) sebagai kerangka teoritis, atau suatu cara memandang dan memahami alam, yang telah
digunakan oleh komunitas ilmuwan sebagai pandangan dunianya. Paradigma ilmu ini berfungsi
sebagai lensa, sehingga melalui lensa ini para ilmuwan dapat mengamati dan memahami
masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan jawaban-jawaban ilmiah terhadap
masalah-masalah tersebut.
Paradigma diartikan sebagai alam disiplin intelektual, yaitu cara pandang seseorang
terhadap diri dan lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap
(afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi,
konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas kepada sebuah komunitas
yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.
Dengan pengertian-pengertian di atas, Paradigma Pendidikan dan Paradigma Pendidikan
Nasional dapat dirumuskan bahwa ‛Paradigma pendidikan adalah suatu cara memandang dan
memahami pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah-
masalah pendidikan yang dihadapi dan mencari cara mengatasi permasalahan tersebut‛
Paradigma dan visi pendidikan yang sesuai untuk menjawab tantangan zaman
sebagaimana yang pernah dibahas oleh UNESCO melalui International Commission on
Education for The 21st Century (Geremeck, 1986) yang antara lain bertujuan untuk mengubah
dunia “from technologically divided world where high technology is privilege of the few to
technologically united world” Pendidikan hendaknya mengubah paradigma teaching (mengajar)
menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini proses pendidikan menjadi ‚proses bagaimana
belajar bersama antara guru dan peserta didik‛. Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam
proses belajar. Sehingga lingkungan sekolah, meminjam istilahnya Ivan Illich, menjadi learning
society (masyarakat belajar). Dalam Kurikulum 2013, dikenal dengan Guru Pembelajar (GP).
Dalam paradigma ini, peserta didik tidak lagi disebut pupil (siswa), melainkan sebagailearner
(pembelajar).
8
Paradigma pendidikan yang dicetuskan oleh UNESCO ini menitikberatkan pada
paradigma learning, tidak lagi pada teaching. Keempat paradigma pendidikan ini disebut sebagai
pilar pendidikan abad ke-21 menghadapi arus informasi dan kehidupan yang mengalami
perubahan secara dinamis.
Pertama, learning to think (belajar berpikir). Ini berarti pendidikan berorientasi pada
pengetahuan logis dan rasional sehingga learner memiliki karakter berfikir kritis dan kreatif,
berani menyatakan pendapat. Generasi ini ditandai dengan generasi yang mempunyai minat baca
yang tinggi. Sebagai dasar dari cara berfikir kritis adalah harus mempunyai ilmu pengetahuan
dasar, yang salah satunya diperoleh dari membaca. Berfikir adalah suatu tahapan belajar yang
terjadi secara kontinu, tanpa dibatasi oleh waktu. Sehubungan dengan itu maka penguasaan
bahasa digital telah harus dikuasai oleh anak-anak kita karena dengan demikian dia dapat
memasuki dunia tanpa batas. Dengan demikian konsep belajar dan pembelajaran harus diubah
dan membuka pintu kepada teknologi pembelajaran modern. Meskipun tetap dibutuhkan
pendampingan dari orang tua, guru dan masyarakat, dalam rangka menanamkan pendidikan
karakter pada pembelajar.
Kedua, learning to do (belajar berbuat). Abad 21 menuntut generasi pembelajar sebagai
manusia yang tidak sekedar NATO (No Action Talk Only). Manusia yang berbuat adalah
manusia yang ingin memperbaiki kualitas kehidupannya. Dengan melakukan sesuatu, maka
manusia telah melakukan sebuah perubahan yang diharapkan lebih baik dari sebelumnya. Tanpa
berbuat pemikiran atau konsep tidak mempunyai arti. Yang diinginkan pada pilar kedua ini
adalah para pembelajar akan mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (problem
solving).
Ketiga, learning to live together (belajar hidup bersama). Disini pendidikan diarahkan
pada pembentukan karakter seorang pembelajar yang memiliki kesadaran, bahwa manusia tidak
dapat menjalani kehidupannya secara individu, melainkan membutuhkan orang lain untuk
membersamainya dalam menjalankan roda kehidupan. Untuk itu, dibutuhkan pemahaman bahwa
setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang beragam, baik suku bangsa, agama, warna kulit,
maupun bahasa. Untuk dapat hidup bersama, maka seorang pembelajar harus memahami
bagaimana menghargai orang lain, sopan santun, toleransi, bersimpati dan berempati terhadap
masyarakat yang ada di sekitarnya.
9
Keempat, learning to be (belajar menjadi diri sendiri). Pilar ini sangat penting, di saat
generasi muda saat ini banyak yang mengalami krisis identitas. Apa yang dia sering lihat dan
sering saksikan, akan menjadi kiblat dan teladannya. Segala sesuatu dipandang dari segi materi
dan untung rugi. Karena itu pendidikan hendaknya diorientasikan pada bagaimana seorang
peserta didik di masa depannya bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mandiri,
memiliki harga diri dan tidak sekadar memiliki (materi materi dan jabatan-jabatan politis).
Paradigma pendidikan tersebut di atas bila disimpulkan akan diperoleh kata kunci berupa
‚learning how to learn‛ (belajar bagaimana belajar). Sehingga pendidikan tidak hanya
berorientasi pada nilai di atas kertas, yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan
juga berorientasi pada bagaimana seorang peserta didik bisa belajar dari lingkungan, dari
pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan dan luasnya hamparan alam, sehingga
mereka bisa mengembangkan sikap kreatif dan daya berpikir imaginatif.
10
dali pelajaran IPA yang memiliki irisa dengan bidang lainnya seperti informasi usha ternak ikan
yang memiliki irisan dengan bidang ekonomi.
Sosial budaya dan ekonomi dapan mempengaruhi Pendidikan IPA. Kebiasaan dan tradisi
yang dilakukan orang-orang bisa jadi memiliki aspek IPA yang banyak dikenal saat ini dengan
etnosains. Dimana etnosains ini banyak dikembangkan menjadi bahan ajar dalam pembelajaran
IPA. Kemudian status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan IPA seseorang.
Lingkungan merupakan factor yang tak terelakkan bagi Pendidikan IPA. Lingkungan dan
individu merupakan kesatuan yang utuh, antara lingkungan dan individu terjadi interaksi (timbal
balik). Adanya interaksi timbal balik akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu
khususnya intraksi dan pengalaman yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan praktikum.
Pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
masa lalu (Rakhmawati, 2014). Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan
memberikan pengetahuan dan keterampilan professional.
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang dalam proses
pendidikan. Bahkan Jean Piaget (1952) dalam Hipsky (2008) membagi perkemabangan manusia
menjadi 4 fase yaitu sensorimotor (0-2 tahun), praopperasional (2-7 tahun), operasional konkret
(7-11 tahun), dan operasional formal (11 tahun ke atas). Berdasarkan pendapata Piaget (1952)
tersebut, dapat dinyatakan semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Semakin tua
semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang
dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pendahuluan dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. IPA merupakan cabang ilmu yang fokus kajiannya adalah alam dan proses-proses yang
ada di dalamnya kemudian pembelajaran IPA merupakan studi tentang manusia atau
studi tentang masalah-masalah bagaimana manusia mengembangkan satu kehidupan
yang lebih baik.
2. Pendekatan ilmiah merupakan suatu cara untuk membuat suatu himpunan pengetahuan
dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan yang menggunakan perpaduan penalaran
rasionalisme dan penalaran empirisme. Cara-cara tersebut meriapakn suau Langkah-
langkah yang terdiri atas: 1) Perumusan masalah, 2) Merumuskan hipotesis, 3)
Pengujianchipotesis, 4) Mengumpulkan data, 5) Kesimpulan.
3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara umum meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu
fisika, biologi, dan kimia diimana bidang-bidang tersebut mengandung nilai-nilai ilmiah,
dalam usaha membaca alam untuk menjawab hubungan sebab akibat, sains memiliki
potensi pengembangan nilai-nilai individu.
4. IPA terpadu dalam penerapannya dapat brposisi sebagai produk, proses, dan sikap.
5. Paradigma Pendidikan saat ini bertujuan mengubah dunia dari dunia yang terbagi secara
teknologi di mana teknologi tinggi adalah hak istimewa segelintir orang menjadi dunia
yang bersatu secara teknologi.
6. Beberapa faktor yang mempengaruhi Pendidikan IPA adalah: informasi/media, social
budaya, lingkungan, dan usia.
3.2 Saran
Disarankan dalam pemeblajaran IPA tidak hanya memfasilitasi transfer pengetahuan,
akan tetpi juga memfasilitasi transfer ilmu melalui pendekatan ilmiah dan pemecahan
masalah.
12
DAFTAR PUSTAKA
Blackburn, Simon W. 1996. The Oxford Dictionary of Philosophy. Oxford New York: Oxford
University Press.
Collette, A.T. & Chiappetta, E.L. 1994. Science Instruction in the Middle and Secondary
Schools (3rd ed). New York: Merrill
Geremeck, B. 1986. Education for The Twenty First Century. Inter parliamentary Conference on
Education, Science, Culture and Communication on The Eve of The 21st Century.Paris :
UNESCO
Gunawan, 2005. Model Pembelajaran Sains Berbasis ICT. Mataram: Fkip Press.
Hipsky, S. (2008). Piaget's Developmental Stages. In Encyclopedia of Information Technology
Curriculum Integration (pp. 713-715). IGI Global.
Ling, L & Ling, P. 2017. Methods and Paradigms in Education Research. United States of
America : IGI Global
Maunah, B. (2009). Peer Review Buku Landasan Pendidikan.
Prasetyo, Zuhdan. 2010. Student As A Scientist. Yogyakarta: UNY Press.
Rakhmawati, D. (2014). Pengaruh Faktor Lingkungan Dan Pengetahuan Tentang Seks
Terhadap Perilaku Seks Pra Nikah Di Kalangan Mahasiswa (Survei Di Akademi
Kebidanan Bina Husada Jember) (Doctoral dissertation, UNS (Sebelas Maret
University).
Susanto, Tedjo. 1999. Mengajar Sains Dengan Cara Discovery Inquiry. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta Press.
Usman Samatowa. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks Permata Puri
Media.
Wahana, Paulus. 2016. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Diamond.
13