MUHAMMAD ARIF
STIKES An-Nasher Kaliwadas, Sumber, Cirebon Jawa Barat Indonesia
Abstrak
ECVT adalah salah satu metode pencitraan kapasitansi volumetrik yang dapat menghasilkan citra 3D dari
daerah yang dilingkupi oleh sensor kapasitansi. Metode ini digunakan dalam penelitian untuk mengetahui
aktifitas kelistrikan otak pada penderita epilepsi dan pasien normal. Pasien diperiksa menggunakan EEG
untuk mengetahui normal/abnormalitas pasien dan posisi abnormalitas yang menunjukkan gelombang
epileptiform. Setelah diperiksa EEG, pasien diperiksa kembali menggunakan ECVT. Citra kepala pasien
normal menunjukkan adanya pola yang seragam satu sama lain, tampak aktifitas listrik otak yang tinggi
homogen dan kontinu pada daerah korteks. Sedangkan citra pasien epilepsi menunjukkan perbedaan
pasien satu dengan yang lain dengan aktifitas listrik korteks tidak kontinu dan tidak homogen. Pada
daerah abnormalitas menunjukkan aktifitas listrik otak yang lebih tinggi akibat lepasan muatan sedangkan
pada daerah yang sama untuk pasien normal tidak menunjukkan adanya aktifitas listrik otak.
Abstract
ECVT is a methode that used to measure volumetric capacitance that could generate 3D images of the
enclosed region with capacitance sensor. This methode is used for this research to study brain electric
activity of epilepsy patient and normal patient. Patients were examined using EEG to get information
about normal/abnormal of the patient and abnormality position which show epileptiform wave and then
examined using ECVT. Normal patients image shows a similar uniform distribution of high brain electric
activity, homogen and continue around cortex. Epilepsy patient image shows difference one and each
other with brain electric activity is heterogen. Abnormality region of epilepsy patient shows brain electric
activity which is not shown in the normal patient’s brain.
1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Otak
Otak adalah pusat sistem syaraf yang mempunyai beberapa fungsi yang terintegrasi
dan terhubung dengan organ-organ dalam tubuh. Otak adalah pusat pengaturan dan
aktifitas seluruh organ dalam tubuh. Sistem syaraf berfungsi sebagai jaringan yang
menyampaikan pesan dari otak ke organ tubuh dan arah sebaliknya. Oleh karena itu, otak
berfungsi sebagai regulator dan koordinator sebagian besar fungsi tubuh
manusia. Otak manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu otak besar, otak tengah, dan
otak belakang. Tiap bagian otak ini mempunyai fungsi dan karakteristik khusus.
Otak besar adalah bagian yang terbesar dan paling kompleks. Otak besar terbagi
menjadi empat lobus, yaitu lobus frontal, lobus pariental, lobus temporal, dan lobus
okipital. Lobus frontalis berhubungan dengan kemampuan eksekusi pemecahan
masalah, hal-hal abstrak, wawasan, penilaian, perencanaan, pengolahan informasi, dan
organisasi. Lobus parientalis adalah daerah sensor utama pada otak, menerima
informasi tentang suhu, sentuhan rasa, dan gerakan dari seluruh tubuh. Selain itu, lobus
ini juga berperan saat sedang membaca dan aritmatika. Lobus temporal menerima
informasi dari telinga sehingga mengendalikan apresiasi kita terhadap musik dan suara.
Lobus temporal berhubungan dengan fungsi membentuk, mengambil dan
mengintegrasikan kenangan dan sensasi rasa, penglihatan suara, dan sentuhan. Lobus
oksipital berhubungan dengan fungsi proses visual.
Otak tengah terletak di depan otak belakang. Otak tengah adalah bagian sistem
syaraf pusat yang berhubungan dengan penglihatan, pendengaran, kendali motorik,
tidur/terbangun, dan pengaturan suhu. Selain itu, pada otak tengah juga terdapat bagian
yang berhubungan dengan sistem homeostasis dan lintasan refleks.
2
Otak belakang bertanggung jawab untuk kontrol fungsi dan proses pada tubuh,
termasuk pernafasan dan detak jantung. Pada bagian otak ini terdapat cerebellum yang
berhubugan dengan fungsi keseimbangan, pergerakan, dan koordinasi gerakan otot
ketika sadar. Selain itu, pada otak belakang terdapat brainstem yang berfungsi mengatur
pernafasan dan menelan. Brainstem menghubungkan otak ke spinal cord.
Sel Syaraf
Berdasarkan fungsinya, sel syaraf dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu neuron
sensor, neuron motorik, dan interneuron. Neuron sensor berfungsi membawa impuls
(sentuhan, suara, cahaya, dll) dari reseptor ke sistem syaraf pusat. Neuron motorik
berfungsi membawa impuls dari sistem syaraf pusat menuju efektor (otot dan kelenjar).
Interneuron berfungsi membawa impuls sensoratau motorik saja atau menyatukan fungsi-
fungsi tersebut. Beberapa interneuron dalam otak berhubungan dengan fungsi berfikir,
belajar, dan memori.
Impuls syaraf melintasi sepanjang membran sel syaraf dengan menggunakan
prinsip kelistrikan. Namun, prinsip ini tidak berlaku saat harus melintasi sinapsis,
sebuah rongga antara axon sebuah neuron dan dendrit atau badan sel neuron tetangga,
impuls syaraf menggunakan prinsik kimia yang disebut neurotransmitter.
Sinapsis memungkinkan neuron melepas sinyal kimia atau listrik ke sel lain. Pada
sinapsis kimia, neuron presinapsis melepas zat kimia yang disebut neurotransmiter yang
mengikat reseptor pada sel postsinapsis. Zat ini akan memulai respon listrik yang dapat
merangsang atau menghambat neuron presinapsis. Sebuah neuron dapat dicirikan dari
neurotransmiter yang melepaskannya. Beberapa neurotransmitter yang paling banyak
digunakan adalah glutamat, yang berfungsi sebagai neurokimia eksitatorik dan gamma-
aminobutyric acid (GABA) yang bertindak sebagai penghambat[6, 7]. Neurotransmiter
ini dapat mengalami breaksystem sehingga mengganggu komunikasi antar neuron.
Neurotransmiter yang berperan adalah :
Glutamat sebagai neurotransmiter eksitator pada otak.
GABA (Gamma Aminobutyric Acid) sebagai neurotransmiter inhibitor pada otak
Kurangnya konsentrasi GABA pada otak dapat mengurangi fungsi inhibitor
sehingga terjadi pelepasan impuls secara berlebihan. Kurangnya GABA berhubungan
dengan kontrol serangan yang kurang baik [8, 9]. Penderita epilepsi memiliki
konsentrasi GABA yang rendah pada lobus oksipitalis [10], Sedangkan tingginya
konsentrasi neurotransmiter eksitatorik dapat meningkatkan fungsi eksitatorik sehingga
terjadi pelepasan impuls secara belebihan, atau neuron inhibitor normal, namun
eksitatorik dominan. Pelepasan impuls secara belebihan ini disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi glutamat pada otak. Pada penderita epilepsi ditemukan
peningkatan konsentrasi glutamat pada otak [11, 12].
Epilepsi
Epilepsi membatasi kemampuan otak untuk melakukan fungsinya karena
abnormalitas transmisi sinyal listrik pada otak. Sehingga sinyal-sinyal listrik ini
mengalami abnormalitas, neuron mengalami lepas muatan atau muatan yang berlebihan.
Kejang epilepsi disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok saraf di otak secara
spontan, bukan akibat penyakit otak akut. Kejang ini dapat timbul mendadak, hilang
spontan, dan cenderung berulang. Selain itu, penurunan fungsi pada bagian otak (akibat
3
cedera, stroke, tumor dll) dapat menimbulkan abnormalitas komunikasi antar
neuron(eksitasi berlebih, inhibisi kurang) dan dapat menimbulkan kejang bila ada
stimulus.
Epilepsi ditandai dengan munculnya kejang-kejang. Kejang-kejang antara lain
disebabkan akibat trauma (benturan/cedera) pada kepala, tumor otak dan faktor
genetika. Beberapa faktor penyebab epilepsi adalah perubahan kimia pada otak,
penyakit turunan (genetika), gangguan fisik dan mental, cedera pada kepala, luka saat
kehamilan, dan pengaruh ligkungan. Kejang-kejang ini dapat muncul secara spontan,
atau muncul akibat adanya stimulus/pencetus, seperti: cahaya, hiperventilasi, stres,
emosional, kurang tidur, demam/sakit, hormonal. Untuk menghindari kekambuhan,
penderita epilepsi harus mengetahui stimulus spesifik yang dapat mencetuskan
terjadinya kejang.
Medan Elektrostatis
Medan Listrik Pada Dielektrik
Hukum Gauss berhubungan dengan muatan listrik yang menghasilkan medan
listrik. Hukum ini menyatakan bahwa fluks medan listrik yang keluar dari suatu
permukaan tertutup sebanding dengan jumlah muatan listrik yang dilingkupi oleh
permukaan tertutup tersebut.
Polarisasi dapat terjadi jika sebuah material dielektrik dipengaruhi oleh suatu
medan listrik, maka molekul pada material tersebut akan mengalami momen dipol.
Polarisasi ini berhubungan dengan perubahan muatan terikat pada material tersebut
yang menimbulkan perubahan rapat muatan. Dari hubungan hukum Gauss, total rapat
muatan, dan electric displacement dapat disimpulkan bahwa pengaruh medan listrik
pada suatu material hanya berpengaruh hanya pada muatan bebas.
Suatu material dielektrik akan memiliki polarisasi yang berbeda-beda terhadap
suatu medan listrik. Polarisasi terhadap medan listrik dapat diketahui melalui
suseptibilitas material tersebut. Momen dipole dari suatu material akan sebanding
dengan suseptibilitas material dielektrik dan medan listrik yang mempengaruhinya.
Permitivitas relatif suatu material berhubungan dengan konsentrasi fluks medan
listrik. Selain itu, besaran ini juga menunjukkan perbandingan jumlah energi listrik yang
tersimpan dalam suatu material dielektrik jika diberikan suatu tegangan pada ruang
hampa. Besaran ini juga menyatakan perbandingan kapasitansi suatu kapasitor yang
menggunakan material dielektrik tersebut dibandingkan dengan material yang sama
yang menggunakan ruang hampa sebagai dielektriknya.
4
Metodologi
Pemeriksaan EEG dan Pemeriksaan ECVT
Sebelum pemeriksaan, pasien dipasang elektroda-elektroda EEG. Pasien
diperiksa dengan kondisi berbaring dan dalam kondisi sadar tanpa disertai deprivasi.
Selama pemeriksaan, pasien diberi perlakuan : buka tutup mata, hiperventilasi (bernafas
cepat), fotik, rileks, dan rileks dengan pertanyaan.
Keenam pasien selanjutnya diperiksa menggunakan ECVT 32 channel setelah
lima bulan pemeriksaan EEG. Kalibrasi dilakukan sebelum pengukuran untuk
menentukan nilai batas atas dan batas bawah tegangan yang selanjutnya digunakan
untuk menentukan nilai kapasitansi tiap pasangan elektroda pada tiap frame. Kalibrasi
ini dilakukan dengan mengukur nilai permitivitas saat sensor diisi udara sebagai nilai
batas bawah dan mengukur nilai permitivitas saat sensor diisi air sebagai nilai batas
atas. Setelah proses kalibrasi selesai, dilakukan pengukuran aktifitas listrik kepala
pasien. Pemeriksaan dilakukan pada pasien selama beberapa menit. Selama
pemeriksaan, pasien diminta diam hingga proses pemeriksaan selesai.
Citra 2D yang dihasilkan akan dibandingkan terhadap pasien normal dan pasien
epilepsi. Citra pasien epilepsi digunakan untuk membandingkan dengan hasil
pemeriksaan EEG.
5
Citra ECVT Otak Pasien Normal I
Citra otak pasien normal I ditampilkan dalam beberapa irisan untuk dianalisa
kuantifikasi indeks aktifitas otaknya.
F R F R
(a) (b)
F R F R
(c) (d)
R L R L
(e) (f)
Gambar 1: Profil indeks aktifitas otak pasien normal I pada y = 17 (a) sagital irisan 15 (b) sagital
irisan 16 (c) sagital irisan 17 (d) sagital irisan 18 (e) koronal irisan 14 dan (f) koronal irisan 22
Tabel 2 : Nilai Indeks Aktifitas Listrik Otak Pasien Normal I pada Beberapa Irisan
F R F R
(a) (b)
F R F R
(c) (d)
R L R L
(e) (f)
Gambar 2: Profil indeks aktifitas otak pasien normal II, y = 17 (a) sagital irisan 15 (b) sagital irisan
16 (c) sagital irisan 17 (d) sagital irisan 18 (e) koronal irisan 14 dan (f) koronal irisan 22
Tabel 3 : Nilai Indeks Aktifitas Listrik Otak Pasien Normal II pada Beberapa Irisan
F R F R
(a) (b)
F R F R
(c) (d)
R L R L
(e) (f)
Gambar 3: Profil indeks aktifitas otak pasien normal III, y = 17 (a) sagital irisan 15 (b) sagital irisan 16
(c) sagital irisan 17 (d) sagital irisan 18 (e) koronal irisan 14 dan (f) koronal irisan 22
Tabel 4 : Nilai Distribusi Indeks Aktifitas Listrik Otak Pasien Normal III pada Beberapa Irisan
F R F R
(a) (b)
F R F R
(c) (d)
R L R L
(e) (f)
Gambar 4: Profil indeks aktifitas otak pasien epilepsi IV, y = 17 (a) sagital irisan 15 (b) sagital irisan 16
(c) sagital irisan 17 (d) sagital irisan 18 (e) koronal irisan 14 dan (f) koronal irisan 22
Tabel 6 : Nilai Distribusi Indeks Aktifitas Listrik Otak Pasien Epilepsi IV pada Beberapa Irisan
F R F R
(a) (b)
F R F R
(c) (d)
R L R L
(e) (f)
Gambar 5: Profil indeks aktifitas otak pasien epilepsi V, y = 17 (a) sagital irisan 15 (b) sagital irisan 16
(c) sagital irisan 17 (d) sagital irisan 18 (e) koronal irisan 14 dan (f) koronal irisan 22
Tabel 7 : Nilai Distribusi Indeks Aktifitas Listrik Otak Pasien Epilepsi V pada Beberapa Irisan
F R F R
(a) (b)
F R F R
(c) (d)
R L R L
(e) (f)
Gambar 6: Profil indeks aktifitas otak pasien epilepsi VI, y = 17 (a) sagital irisan 15 (b) sagital irisan 16
(c) sagital irisan 17 (d) sagital irisan 18 (e) koronal irisan 14 (f) koronal irisan 22
Tabel 7 : Nilai Distribusi Indeks Aktifitas Listrik Otak Pasien Epilepsi VI pada Beberapa Irisa
KESIMPULAN
Telah dikembangkan sistem pencitraan ECVT untuk diagnosa kepala yang berisi
32 elektroda yang berbentuk helm. Dalam penelitian ini, sistem pencitraan
ECVT digunakan untuk deteksi pasien epilepsi. Dari hasil penelitian diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
- Pada umumnya, citra ECVT otak pasien normal menunjukkan pola yang sama,
yaitu aktifitas listrik otak yang tinggi hampir melingkupi seluruh korteks.
- Pola kontinuitas aktifitas listrik otak pada pasien epilepsi berbeda antara pasien
epilepsi satu dengan pasien epilepsi lain.
- Pada pasien epilepsi, daerah abnormalitas menunjukkan adanya aktifitas listrik
otak yang lebih tinggi dibandingkan aktifitas listrik otak normal.
- Lepasan muatan yang berlebihan pada daerah abnormalitas mengakibatkan
aktifitas listrik daerah tersebut lebih tinggi.
- Daerah abnormalitas hasil EEG sesuai dengan hasil abnormalitas ECVT.
DAFTAR PUSTAKA
14
11. Astrid G. Chapman, Glutamate and Epilepsy, J. Nutr. vol. 130 no. 4 1043S-5S,
2000
12. Jullie W. Pan et al., Neurometabolism in Human Epilepsy, Epilepsia, 49: 31-41,
2008
13. W. Warsito et al., Electrical Capacitance Volume Tomography, IEEE Sensors
Journal, vol. 7 no. 4, pp. 525-532, 2007
14. Warsito et al., 4D Brain Activity Scanner using Electrical Capacitance Volume
Tomography (ECVT), dipresentasikan pada International Symposium on
Biomedical Imaging, San Fransisco, CA, 2013