Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KASUS

“ ALVEOLITIS ”

Disusun Oleh :

drg. Febby Nabilla Ruvi

Dokter Pendamping :

drg. Andri Admira Harahap


NIP : 19800621 201001 2 020

Program Internship Dokter Gigi Indonesia


UPT Puskesmas Rengas Pulau
Kecamatan Medan Marelan
Periode Februari 2023 – Mei 2023
PEMERINTAHAN KOTA MEDAN DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS RENGAS PULAU
JALAN MARELAN V No. 101 – MEDAN
Email :

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

“FUSION TEETH”

Disusun oleh : drg. Febby Nabilla Ruvi

Pendamping : drg. Andri Admira Harahap


NIP 19800621 201001 2 020

Nama Pasien/No.Kartu/ Kasus : Raditya Al Fuad / A-578 / Fusion Teeth


Waktu : 27 Februari 2023

Medan, 3 Mei 2023


Dokter Gigi Internsip

drg. Febby Nabilla Ruvi

Diketahui,
Dokter Pendamping

drg. Andri Admira Harahap


NIP. 19800621 201001 2 020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dry socket adalah komplikasi yang umum terjadi setelah pencabutan gigi. Kondisi ini
juga diketahui sebagai alveolalgia, osteitis lokal, osteitis fibrinolitik atau alveolitis sicca
dolorosa.l Dry socket digambarkan sebagai komplikasi pada disintegrasi bekuan darah
intra alveolar yang dimulai sejak hari ke dua hingga ke empat pasca pencabutan gigi.
Dry socket adalah gangguan dalam penyembuhan yang terjadi setelah pembentukan
bekuan darah, tapi sebelum bekuan darah tersebut digantikan oleh jaringan granulasi.2
Dry soclet diketahui sebagai tampilan kering dari soket, tereksposnya tulang, dipenuhi
dengan debris. Kondisi ini telah dijelaskan oleh Crawford pada 1896.3
Insidensi dry socket telah dilaporkan menjadi 1% - 4% di dunia. Ini jarang terjadi
pada anak-anak tetapi umum terjadi diantara pasien yang sehat dan kompromis medis.
Meskipun gejala dan tandanya jelas dapat dikenali secara klinis dengan segera tanpa
bantuan pemeriksaan khusus lebih lanjut. Etiologinya sendiri lebih sulit untuk dipahami.
Pada pencabutan gigi lebih sering terjadi pada molar mandibula sekitar 3%-38%.
Pencabutan gigi secara bedah juga dilaporkan dapat menimbulkan insidensi dry socket
10 kali lebih tinggi. Angka kejadian dry socket pada wanita menunjukkan peningkatan
dari laki-laki sekitar 2:1. 1,4,5
Trauma setelah pencabutan gigi yang dipaksa, penggunaan vasokonstriksi yang
berlebih pada anestesi lokal, infeksi, keluarnya pembekuan darah dari cara berkumur
yang kuat, penggunaan kontrasepsi dan perokok berat telah di implikasi sebagai etiologi
dari dry socket. Peningkatan fibrinolisis lokal pada daerah luka juga mekanisme
kemungkinan terjadinya..6
Dikarenakan etiologinya yang sulit dipahami, berbagai modalitas perawatan telah di
implikasi pada perawatan alvolitis dengan berbagai klaim keberhasilan oleh dokter gigi.
Tidak ada rekomendasi standar khusus untuk perawatan alvolitis. 4,7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Alveolitis ditujukan pada soket pasca ekstraksi dimana seluruh tulang pada soket atau
disekitar perimeter oklusal soket terekspos beberapa hari setelah pencabutan, dikarenakan
tulang tidak tertutupi oleh pembekuan darah awal dan persisten atau tidak tertutupi oleh
lapisan epitel penyembuhan, vital dan persisten. Pasien mungkin tidak dapat mencegah
partikel makanan atau lidah yang secara mekanikal berstimulasi pada tulang yang terekspos,
dimana secara akut sakit untuk disentuh, menghasilkan nyeri akut yang frekuen. Seluruh
bagian dari lesi dry socket, kecuali tulang yang terekspos dapat disentuh dengan lembut
dengan probe periodontal atau jarum irigasi tanpa menyebabkan nyeri akut.8

2.2 Etiologi
Etiologi pasti dari dry socket belum didefinisikan. Akan tetapi, beberapa faktor lokal dan
sistemik diketahui berperan dan telah dijelaskan dalam penelitian yang telah dipublikasikan.
Dry socket sejati ditandai dengan kehilangan prematur bekuan darah sebagian atau total yang
terbentuk pada bagian dalam alveolus setelah pencabutan gigi.2

2.3 Faktor Risiko


1. Trauma bedah dan kesulitan bedah
Liberasi langsung dari aktivator sekunder jaringan
2. Kurangnya pengalaman operator
Berhubungan dengan trauma saat pencabutan, terutama ekstraksi bedah molar
mandibular ketiga
3. Penyakit sistemik
Penyakit sistemik atau pasien diabetes dapat menyebabkan penyembuhan tertunda
4. Kontrasepsi Oral
Penggunaan kontrasepsi, dimana estrogen memiliki peran signifikan dalam proses
fibrinolitik. Dipercaya secara tidak langsung mengaktivasi sistem fibrinolitik dan oleh
karena itu meningkatkan lisis pada pembekuan darah.
5. Merokok
Studi melaporkan diantara dari 400 pasien yang melakukan pencabutan molar tiga
mandibula, diantaranya yang merokok setengah bungkus per hari memiliki
alveolitis dibandingkan pasien yang tidak merokok.
6. Keluarnya bekuan darah secara fisik
Keluarnya pembekuan darah akibat manipulasi atau tekanan negatif yang diciptakan
dengan menghisap sedotan dapat menjadi kontributot besar.
7. Infeksi bakteri

2.4 Dampak pada Pasien


Sama seperti anomali geminasi, anomali fusi tidak menunjukkan gelaja dan tidak
memerlukan perawatan, tetapi dapat menimbulkan beberapa masalah. Estetik yang buruk,
maloklusi, perubahan panjang lengkung gigi, penyakit periodontal, dan resiko karies gigi
dapat terjadi akibat anomali gigi ini.10

2.5 Penatalaksanaan
Beberapa alternatif perawatan gigi fusi yaitu restorasi untuk memperbaiki estetik,
tindakan pembelahan dan ekstraksi gigi, serta perawatan ortodonti. Perawatan restorasi gigi
fusi dapat menggunakan bahan kompomer sesuai dengan bentuk masing-masing gigi untuk
mempertahankan gigi sampai waktunya tanggal. Bahan kompomer dipilih karena bahan ini
dapat menghasilkan estetik yang baik mengingat kelainan ini terjadi pada regio anterior.
Selain itu dapat juga dilakukan perawatan pemisahan gigi dan ekstraksi.
BAB III
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
No. Rekam Medik : A-578
Nama : Raditya Al Fuad
Umur : 7 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam

B. Anamnesis

Autoanamnesis √ Alloanamnesis

Keluhan Utama : Gigi berlapis dan terasa goyang sehingga anak tidak nyaman saat
makan
Deskripsi : Pasien datang dengan ibunya mengeluhkan gigi depan bawah anak
yang berlapis dan sudah goyang. Ibu pasien mengatakan gigi yang
goyang tersebut memang tumbuh berukuran lebih besar dibandingkan
gigi seri yang lain dan ingin memastikan apakah gigi tersebut adalah
gigi susu. Ibu pasien mengatakan ingin mencabut gigi tersebut karena
anak sulit makan karena gigi depannya yang sudah goyang. Saat
dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan, ditemukan adanya gigi
fusi (gigi 81 & 82) dengan mobiliti derajat 2.
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Penyakit Terdahulu : -
Riwayat Penggunaan Obat : -

C. Pemeriksaan Ekstra Oral


Asimetri wajah : Normal
TMJ : Normal
Pembengkakan : Tidak ada

D. Pemeriksaan Intra Oral


Kebersihan Mulut : Baik
Gingiva : Normal
Lidah : Normal
Palatum : Normal
Mukosa mulut : Normal
Radiks : Tidak ada
Karies : Tidak ada

E. Deskripsi Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
F. Gambaran Klinis

G. Penatalaksanaan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan ekstra oral dan intra oral ditemukan bahwa
pasien berada pada periode gigi sulung. Selanjutnya ditemukan anomali gigi yaitu gigi fusi
yang merupakan gigi 81 & 82 yang menyatu. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan gigi fusi
tersebut sudah mobiliti derajat 2 dan gigi permanen penggantinya sudah erupsi sebagian
sehingga gigi anak terlihat berlapis. Tidak terdapat kelainan lain dalam rongga mulut pasien.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ditegakkan diagnosis gigi fusi (gigi 81 & 82). Selanjutnya
dilakukan tindakan yang secara rinci akan dipaparkan dibawah ini:
1. Persiapan alat dan bahan seperti kaca mulut, pinset, sonde halfmoon, cotton pellet,
tampon, betadine, tang radiks posterior,syringe 1cc, dan Pehacain®.
2. Asepsis daerah kerja dengan mengoleskan povidone iodine 10% dengan gerakan
memutar, dari dalam ke luar menggunakan betadine di area yang akan diekstraksi
3. Anastesi dengan suntikan Pehacain® pada daerah kerja (Lidocain HCL 20 mg dan
Epinefrin 0,0125 dalam 1 mg) dengan jarum suntik 1cc pada mukosa gingiva bukal
gigi 64.
4. Periksa apakah obat bius sudah bekerja secara objektif dengan menggunakan sonde
dan subjektif dengan menanyakan kepada pasien apakah sudah terasa kebas atau
belum.
5. Pencabutan gigi fusi (gigi 81& 82) dengan tang anterior rahang bawah.
6. Kontrol perdarahan dengan kasa.
7. Beri pasien instruksi pasca pencabutan dan instruksikan pasien untuk kontrol satu
minggu pasca tindakan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Fusi atau sinodontia adalah kelainan perkembangan berupa penyatuan dua benih gigi
berdekatan yang merupakan hasil mutasi pada saat perkembangan embriologi gigi.
Etiologi fusi belum diketahui dengan jelas, tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat
memengaruhi anomali fusi. Faktor yang dapat memengaruhi anomali tersebut yaitu faktor
genetik dan trauma. Beberapa alternatif perawatan gigi fusi yaitu restorasi untuk
memperbaiki estetik, tindakan pembelahan dan ekstraksi gigi, serta perawatan ortodonti.

4.2 Saran
1. Perlu nya pengetahuan kepada pasien mengenai gigi fusi
2. Perlunya pemeriksaan rutin ke dokter gigi 6 bulan sekali untuk mengetahui kondisi
rongga mulut pasien secara keseluruhan
DAFTAR PUSTAKA

1. Velasco-Luiz FL, Ferreira ES. Esthetic and Functional Treatment of a Fused Permanent
Totth: A Case Report. Quintessence Int 1997; 28: 677-80.
2. Alpoz AR, Munanoglu D, Oncag O. Mandibular Bilateral Fusion in Primary Dentition:
Case Report. J Dent Child 2003; 70: 74-6.
3. Nunes E. Bilateral Fusion of Mandibular Second Molars with Supernuerary Teeth: Case
Report. Braz Dent J 2002: 13:2; 137-41.
4. Soarnes JV dan Southarn JC. Oral Pathology. 2nd ed. New York: Oxford University
Press, 1993: 6-7.
5. Laskaris G. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents. New York:
Thieme. 2000: 6-7.
6. Peretz B, Brezniak N. Fusion of Primary Mandibular Teeth Report of Case. J Dent Child
1992; 59(5): 366-8.
7. Neville BW. Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders,
2002: 74-7.
8. Thopte S, Khaire S, Nisa SUI, Jadhav A. Developmental anomalies affecting shape of
teeth. IJCMPR. 2016; 2: 469-473.
9. Rajshekar M, Mithun T, Idiculla JJ, Tennant M. Developmental anomalies of teeth and
their applications in forensic odontology. Eur J Forensic Sci. 2016; 3(2).
10. Welbury R, Duggal MS, Hosey MT, editor. Paediatric Dentistry. 4 th ed. United
Kingdom: Oxford University Press; 2012.
11. De Siquera VCF. Dental Fusion and Evaginatus in the Permanent Dentition: Literature
Review and Clinical Case Report with Conservative Treatment. J Dent Child 2004; 71:
69-72.
12. Tannenbaum KA, Alling EE. Anomalous tooth development. Case reports of gemination
and twinning. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1963; 16: 883-887.
13. Gadimli C, Sari Z. Interdisciplinary treatment of a fused upper premolar with
supernumerary tooth. Eur J Dent 2011; 5: 349-353.
14. Aldred MJ, Cameron AC, King NM, Widmer RP. Dental Anomalies. In: Cameron AC,
Widmer RP, editor. Handbook of Pediatic Dentistry. Australia: Canberra. Publishing;
2013. P.269.
15. Shrivastava S, Tijare M, Singh S. Fusion/Double Teeth. J Indian Acad O Med Radiol.
2011; 23(3): s468-470.
16. Ghaderi F, Rafiee A. Bilateral Supernumerary Deciduous Maxillary Lateral Incisor with
Fusion: Report of a Rare Case. J Dentt (Shiraz). 2016; 17(1): 67-70.
17. Davidson CL, Mjor IA. Advanced in Glass Ionomers Cements. Chicago: Quintessence,
1999: 86-97.

Anda mungkin juga menyukai