Anda di halaman 1dari 16

REFLEKSI KASUS

FRAKTUR AKAR GIGI PREMOLAR RAHANG ATAS AKIBAT KESALAHAN


PROSEDUR PENCABUTAN GIGI

Pembimbing: drg. Jaka Kusnanta, Sp.BM

Disusun Oleh:

Furi Drian Primanita 112.110.195

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

1
I. DESKRIPSI KASUS (kunjungan I, 20 Agustus 2016)
a. IdentitasPasien
Nama : Zimam Mulkaq
Usia : 24th
JK : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Pemalang
b. Pemeriksaan Subyektif
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan gigi atas belakang kanan berlubang besar dan ingin
dicabut
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan gigi atas belakang kanan berlubang besar sejak 4
tahun lalu dan pasien ingin giginya dicabut. Gigi dulu pernah sakit dan sekarang
tidak pernah sakit, pasien merasa tidak percaya diri karena gigi tersebut berubah
warna menjadi kecoklatan. Pasien tidak pernah datang ke dokter gigi untuk
memeriksakan giginya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus dan hipertensi. Dari riwayat keluarga pasien tidak memiliki
riwayat penyakit sistemik
Pemeriksaan Riwayat penyakit Sistemik
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
c. Pemeriksaan Obyektif
General
Tekanan darah : 110/70 mm/Hg Nadi : 80 x/menit
Berat badan : 65 Kg Respiration rate : 19 x/menit
Temperatur : t.d.l Tinggi badan : 160 cm
Ekstraoral
Inspeksi : d.ta.k
Palpasi : d.t.a.k
Intraoral
d.t.a.k

2
Gigi Geligi
ELEMEN GIGI JENIS KASUS
16 Karies superfisial klas 1
14 Nekrosis pulpa
26 Karies superfisial klas 1
27 Karies superfisial klas 1
28 Karies superfisial klas 1
38 Karies superfisial klas I
37 Karies superfisial klas 1
46 Karies superfisial klas 1
47 Karies superficial klas 1

d. Pemeriksaan Subyektif
Pasien datang dengan keluhan gigi atas belakang kanan berlubang besar sejak 4
tahun lalu dan pasien ingin giginya dicabut. Gigi dulu pernah sakit dan sekarang
tidak pernah sakit, pasien merasa tidak percaya diri karena gigi tersebut berubah
warna menjadi kecoklatan. Pasien tidak pernah datang ke dokter gigi untuk
memeriksakan giginya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus dan hipertensi. Dari riwayat keluarga pasien tidak memiliki
riwayat penyakit sistemik
e. Gambaran Klinis dan Radiografi

Pada gigi 14 : nekrosis pulpa disertai granuloma


Perkusi (-)
Palpasi (-)

3
Sondasi (-)
Mobilitas (-)
CE (-)
f. Diagnosis
Nekrosis pulpa disertai granuloma
g. Tindakan
Ekstraksi gigi posteror RA
Kunjungan II (25 Agustus 2016)
 Pemeriksaan Subjektif :
Pasien datang dengan keluhan gigi atas belakang kanan berlubang besar sejak 4 tahun
lalu dan pasien ingin giginya dicabut. Gigi dulu pernah sakit dan sekarang tidak pernah
sakit, pasien merasa tidak percaya diri karena gigi tersebut berubah warna menjadi
kecoklatan. Pasien tidak pernah datang ke dokter gigi untuk memeriksakan giginya.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan hipertensi.
Dari riwayat keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
 Pemeriksaan Objektif :
- Gigi 14  karies pada bagian servikal mencapai pula dan sudah terjadi
perubahan warna serta adanya radiolusen pada gambaran radiografi
 Sondasi :(-)
 Perkusi :(-)
 Palpasi :(-)
 Mobilitas :(-)
 CE :(-)
 Diagnosis : nekrosis pulpa disertai granuloma
 Tindakan : Ekstraksi gigi posterior RA
 Persiapan alat dan bahan
 Desinfeksi area yang akan dilakukan pencabutan dengan povidon iodin 10%
 Anestesi infiltrasi kemudian dicek apakah gigi sudah teranastesi
 Lalu gigi digoyangkan dengan bein sampai gigi terasa goyang
 Pengambilan gigi dengan tang mahkota premolar rahang atas
 Pengecekan soket dengan menggunakan currete, penghalusan tulang dengan
bone file lalu soket dipijat
 Gigit tampon selama 30-60 menit

4
 Edukasi pasien
 Pemberian obat analgesik dan antibiotik
Kunjungan III (Kontrol post 7 hari pencabutan)
 Pemeriksaan Subjektif :
Pasien datang dengan keluhan gigi atas belakang kanan berlubang besar sejak 2
tahun lalu dan pasien ingin giginya dicabut. Gigi dulu pernah sakit dan sekarang tidak
pernah sakit, pasien merasa tidak percaya diri karena gigi tersebut berubah warna
menjadi kecoklatan. Pasien tidak pernah datang ke dokter gigi untuk memeriksakan
giginya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan
hipertensi. Dari riwayat keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik

5
 Pemeriksaan Objektif :
- Gigi 14 sudah dilakukan ekstraksi 1 minggu yang lalu. Tidak ada keluhan, soket
bekas pencabutan masih terbuka sedikit. Tanda-tanda inflamasi :
 Rubor :(-)
 Dolor :(-)
 Kalor :(-)
 Tumor :(-)
 Fungsiolesa :(-)
 Diagnosis : nekrosis pulpa disertai granuloma
 Tindakan : kontrol
 Pengecekan soket bekas pencabutan gigi
 Pelepasan benang jahit bekas pencabutan

II. PERTANYAAN KRITIS

1. Definisi pencabutan gigi


2. Indikasi dan kontraindikasi pencabutan gigi
3. Metode pencabutan gigi
4. Komplikasi pencabutan gigi

III. LANDASAN TEORI

1. Definisi Pencabutan Gigi


Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus,
dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

6
gigi juga merupakan suatu tindakan pembedahan yang melibatkan jaringan bergerak
dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan
selanjutnya dihubungkan atau disatukan oleh gerakan lidah dan rahang.Defenisi
pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan gigi dengan satu gigi utuh atau akar
gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi sehingga bekas
pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak menimbulkan masalah prostetik
paska operasi di masa yang akan datang. Dokter gigi harus berusaha untuk melakukan
setiap pencabutan gigi secara ideal dan untuk memperolehnya ia harus mampu
menyesuaikan teknik pencabutan gigi agar bisa menangani kesulitan-kesulitan selama
pencabutan dan kemungkinan komplikasi dari tiap pencabutan gigi yang dapat terjadi.

2. Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi


Indikasi pencabutan gigi banyak dan bervariasi. Jika perawatan konservasi
gagal atau tidak indikasi sebuah gigi harus dicabut karena hal lain sebagai berikut:

a. Gigi karies yang parah dan tidak bisa dirawat lagi.

b. Penyakit periodontal ( gigi mobility II dan mobility III ).

c. Infeksi periapikal.

d. Abrasi, erosi, atrisi yang parah

e. Gigi impaksi

f. Kelainan pulpa ( nekrosis pulpa dan irreversible pulpitis).

g. Gigi berlebih (supernumery teeth).

h. Keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan prostetik.

i. Gigi fraktur yang parah.

Kontra indikasi pencabutan gigi sebagai berikut:

a. Faktor lokal

a) Akut perikoronitis pada molar 3 dengan fasial selulitis, gingivitis, stomatitis,


sinusitis akut maxilla pada molar dan premolar atas.

b) Pertumbuhan gigi yang disertai tumor ganas.

7
b. Faktor sistemik

a) Diabetes mellitus tidak terkontrol.

b) Kelainan darah ( hemofili, leukemia, anemia).

c) Kehamilan pada trimester I dan trimester 3.

d) Kelainan kardiovaskular ( hipertensi).

e) Pasien dengan kelainan hati (hepatitis).

3. Metode Pencabutan Gigi


Pada dasarnya hanya ada dua cara pencabutan gigi, cara pertama yang sering
dilakukan pada kebanyakan kasus biasanya disebut pencabutan dengan tang, yang
terdiri atas pencabutan gigi atau akar gigi dengan menggunakan tang atau elevator
(bein) atau keduanya. Metode ini disebut juga pencabutan intra-alveolar.

Metode yang lain adalah dengan pembelahan gigi atau akar gigi dari
perlekatan tulangnya. Pemisahan ini dilakukan dengan membuang sebagian tulang
yang menutupi akar gigi, kemudian pencabutan dilakukan dengan menggukan bein
dan tang, metode ini disebut pencabutan trans-alveolar.
a) Pencabutan intra-alveolar

Pencabutan intra-alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi dengan


menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut. Metode ini
sering juga disebut forceps extraction dan merupakan metode yang biasa
dilakukan pada sebagian besar kasus pencabutan gigi.
Dalam metode ini instrumen yang digunakan yaitu tang atau bein
ditekan masuk ke dalam ligamen periodontal diantara akar gigi dengan
dinding tulang alveolar. Bila akar telah terpegang kuat oleh tang, dilakukan
gerakan kearah buko-lingual atau buko-palatal dengan maksud menggerakkan
gigi dari soketnya. Gerakan rotasi kemudian dilakukan setelah dirasakan gigi
agak goyang. Tekanan dan gerakan yang dilakukan haruslah merata dan
terkontrol sehingga fraktur gigi dapat dihindari.
b) Pencabutan trans-alveolar

Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan dengan


metode intra-alveolar sering kali mengalami kegagalan sehingga perlu

8
dilakukan pencabutan dengan metode trans-alveolar. Metode pencabutan ini
dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil sebagian tulang penyangga gigi.
Metode ini juga sering disebut metode terbuka atau metode bedah yang
digunakan pada kasus-kasus:

 Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar

 Gigi yang mengalami hipersementosis atau ankilosis

 Gigi yang mengalami germinasi atau dilaserasi

 Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan
dengan bein, terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus
maxillaris.

Perencanaan dalam setiap tahap dari metode trans-alveolar harus


dibuat secermat mungkin untuk menghindari kemungkinan yang tidak
diinginkan. Masing-masing kasus membutuhkan perencanaan yang berbeda
yang disesuaikan dengan keadaan dari setiap kasus. Secara garis besarnya,
komponen penting dalam perencanaan adalah bentuk flep mukoperiostal dan
cara yang digunakan untuk mengeluarkan gigi atau akar gigi dari soketnya
serta seberapa banyak pengambilan tulang yang diperlukan.

4. Komplikasi Pencabutan Gigi


Berbicara masalah pencabutan gigi tidak terlepas dari beberapa komplikasi
normal yang menyertainya seperti terjadinya perdarahan sesaat, oedem
(pembengkakan) dan timbulnya rasa sakit. Komplikasi sendiri merupakan kejadian
yang merugikan dan timbul diluar perencanaan dokter gigi. Oleh karena itu, kita
sebagai dokter gigi harus tetap mewaspadai segala kemungkinan dan berusaha untuk
mengantisipasinya sebaik mungkin. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi lanjutan dengan resiko yang lebih besar.
a) Perdarahan

9
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya komplikasi diantaranya
karena kondisi sistemik dan lokal pasien serta keahlian, keterampilan dan
pengalaman operator serta standar prosedur pelaksanaan juga mempengaruhi.
Berbagai komplikasi dapat terjadi, seperti: Perdarahan mungkin merupakan
komplikasi yang paling ditakuti oleh dokter maupun pasien karena dianggap
dapat mengancam hidup. Pasien dengan gangguan pembekuan darah sangatlah
jarang ditemukan, kebanyakan adalah individu dengan penyakit hati, misalnya
seorang alkoholik yang menderita sirosis, pasien yang menerima terapi
antikoagulan, atau pasien yang mengkonsumsi aspirin dosis tinggi atau agen
antiradang nonsteroid. Semua itu mempunyai resiko perdarahan.
b) Infeksi
Meskipun jarang terjadi tetapi hal ini jangan dianggap sepele. Bila
terjadi dokter gigi dapat memberikan resep berupa antibiotik untuk pasien
yang beresiko terkena infeksi.
c) Pembengkakan
Keadaan ini terjadi akibat perdarahan yang hebat saat pencabutan gigi.
Ini terjadi karena bermacam hal seperti; kelainan sistemik pada pasien
d) Dry socket
Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada saat
pencabutan gigi (pencabutan dengan komplikasi), dokter gigi yang kurang
berhati-hati penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid dan
suplai darah (suplai darah di rahang bawah lebih sedikit daripada rahang atas).
Kurangnya irigasi saat dokter gigi melakukan tindakan juga dapat
menyebabkan dry socket. Gerakan menghisap dan menyedot seperti kumur-
kumur dan merokok segera setelah pencabutan dapat mengganggu dan
merusak bekuan darah
e) Rasa sakit

Rasa sakit paska operasi akibat trauma jaringan keras dapat berasal dari
cederanya tulang karena terkena instrumen atau bur yang terlalu panas selama
pembuangan tulang. Dengan mencegah kesalahan teknis dan memperhatikan
penghalusan tepi tulang yang tajam, serta pembersihan soket tulang setelah
pencabutan dapat menghilangkan penyebab rasa sakit setelah pencabutan gigi.

10
f) Fraktur

 Fraktur mahkota gigi

Selama pencabutan mungkin tidak dapat dihindari bila gigi sudah


mengalami karies atau restorasi besar. Namun hal ini sering juga disebabkan
oleh tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi, bila tang di aplikasikan pada
mahkota gigi bukan pada akar atau massa akar gigi atau dengan sumbu
panjang tang yang tidak sejajar dengan sumbu panjang gigi. Bila operator
memilih tang dengan ujung terlalu lebar dan hanya memberikan kontak 1 titik
gigi dapat pecah bila tang ditekan. Bila tangkai tang tidak dipegang dengan
kuat, ujung tang mungkin terlepas dari akar dan mematahkan mahkota gigi.
Terburu-buru biasanya merupakan penyebab dari semua kesalahan, yang
sebenarnya dapat dihindari bila operator bekerja sesuai metode. Pemberian
tekanan berlebihan dalam upaya mengatasi perlawanan dari gigi tidak
dianjurkan dan bisa menyebabkan fraktur mahkota gigi.

 Fraktur tulang alveolar

Dapat terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar. Bila terasa
bahwa terjadi fraktur tulang alveolar sebaiknya giginya dipisahkan terlebih
1
dahulu dari tulang yang patah, baru dilanjutkan pencabutan.

 Fraktur yang bersebelahan atau gigi antagonis

Gigi antagonis bisa pecah atau fraktur bila gigi yang akan dicabut tiba-
tiba diberikan tekanan yang tidak terkendali dan tang membentur gigi tersebut.
Teknik pencabutan yang terkontrol dapat mencegah kejadian ini.

 Fraktur mandibula atau maxilla

Kondisi ini terjadinya fraktur (patah tulang) yang tidak diharapkan dari
bagian soket gigi atau bahkan tulang mandibula atau maksila tempat
melekatnya tulang alveolar berada. Paling umum terjadi dikarenakan
kesalahan teknik operator saat melakukan pencabutan gigi. Oleh karena itu
operator diharuskan memiliki teknik yang benar dan bisa memperhitungkan

11
seberapa besar penggunaan tenaga saat mencabut gigi dan cara menggunakan
alat dengan tepat.

IV. REFLEKSI KASUS

Pada kasus ini operator melakukan kesalahan fraktur gigi selama pencabutan
gigi dikarenakan kondisi gigi yang sudah lama non vital kira-kira 4 tahun yang lalu
dan kesalahan teknik pencabutan operator tidak menggoyangkan gigi terlebih dahulu
tetapi langsung menggunakan forceps sehingga menyebabkan gigi fraktur. Pada gigi
yang non vital rentan terjadi fraktur karena kondisi pulpa yang sudah mati sehingga
tidak dapat menutrisi dan mensuplai darah dan gigi non vital menyebabkan adanya
penurunan kelembaban pada dentin. Selama pencabutan gigi, perencanaan teknik
ekstraksi dari operator kurang mantap dikarenakan pada saat itu operator baru
pertama kali melakukan pencabutan gigi posterior rahang atas sehingga operator
belum ada pengalaman pencabutan sebelumnya.
Penyebab fraktur gigi pada kasus ini yaitu :
1. Kesalahan dalam menempatkan paruh forsep, paruh forsep memegang bagian
gigi di luar daerah sementum atau poros panjang paruh forsep tidak sejajar
dengan poros panjang gigi.
2. Pemilihan forsep yang salah atau tidak tepat. Ukuran forsep gigi dibuat berbeda
untuk masing-masing gigi atau ukuran gigi. Pemilihan forsep gigi yang tidak
tepat akan memberi tekanan tidak merata pada bagian gigi yang akan diekstraksi
dan dapat berakibat fraktur gigi.
3. Kerapuhan struktur gigi yang berhubungan dengan nekrosis jaringan pulpa gigi
yang menyebabkan gigi menjadi rapuh.
4. Gerakan ekstraksi gigi yang salah arah yaitu tanpa mengindahkan arah sumbu
panjang gigi. Menggerakkan gigi yang akan diekstraksi ke satu arah saja dengan
kekuatan yang melebihi batas kekuatan struktur gigi tersebut.
Pada prakteknya eksodonsia dapat dilakukan dengan mudah tetapi ada yang
menemui kesukaran karena hambatan dan keadaan gigi, akar gigi, atau jaringan
pendukung gigi yang berkaitan. Pada kasus ini hambatan yang dihadapi yaitu keadaan
gigi yang rapuh karena gigi non vital sehingga apabila eksodonsia yang dipaksakan
dapat membawa akibat fraktur mahkota gigi atau bagian akar gigi yang meninggalkan
sisa akar di dalam soket gigi. Pada prinsipnya, sisa akar yang tertinggal seluruhnya
harus diambil segera terutama bila gigi yang bersangkutan berasal dari gigi yang telah

12
terinfeksi.
Sisa akar yang tertinggal akibat kegagalan ekstraksi harus segera diambil,
karena tujuan utamanya ialah untuk menghilangkan fokus infeksi. Mungkin gigi yang
akan diekstraksi itu berasal dari gigi yang tidak infeksi tetapi pada saat ekstraksi akar
gigi itu akan terinfeksi dari kuman-kuman mulut yang masuk kedalam saluran akar
gigi atau oleh proses dekomposisi jaringan saluran akar. Sisa akar yang tertinggal
dapat menjadi iritan mekanis dan dapat menimbulkan reaksi peradangan pada jaringan
sekitarnya yang dapat menimbulkan neralgia yang sukar ditemukan sebab-sebabnya
dalam diagnosis.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa sisa akar gigi sehat dapat ditinggalkan
saja dengan harapan sisa akar tersebut akan terdorong ke permukaan soket karena
dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Penulis memahami pendapat itu namun
hanya pada keadaan tertentu misalnya bila berhadapan dengan sinus maksilaris dan
kanalis mandibulans. Bila keadaan memungkinkan untuk mengambil sisa akar itu
penulis menyarankan untuk mengambil sisa akar gigi tersebut sampai bersih.
Untuk menghindari hal tersebut maka dapat berprinsip pada:
 Selama ekstraksi gigi sedapat mungkin hindari fraktur akar dengan perencanaan
teknik ekstraksi gigi yang matang;
 Bila fraktur akar titik dapat dihindari, rencanakan agar bagian akar gigi yang
tertinggal sepanjang mungkin dan berstruktur kuat sehingga mudah
pengambilannya;
 Jangan tinggalkan sisa akar gigi sedikitpun dalam soket gigi;
Penanganan yang dapat dilakukan pada terjadinya fraktur gigi yaitu :
1) Bila sisa akar tersebut dapat terambil dengan menggunakan forsep akar gigi,
lakukan pengambilan sisa akar tersebut dengan alat itu;
2) Bila sisa akar-akar tersebut tidak dapat tercakup oleh paruh forsep maka langkah
berikutnya adalah:
 Pengambilan sisa akar gigi dilakukan dengan cara tertutup (Closed Method
atauIntra Alveolar Operation) yaitu cara pengambilan sisa akar gigi dengan
atau tanpa mengurangi jaringan tulang sekitarnya tanpa membuka lapisan
(flap) jaringan mukoperiostealnya; bila dengan cara ini operator menemui
keadaan hambatan ekstraksi (eksementosis, ankilosis) maka tulang yang
terdapat di sekitar akar gigi tersebut dikurangi dengan menggunakan bur
tulang tipe fisura nomer 3-4. Ektraksi gigi dengan cara mengurangi atau
13
mengambil bagian tulang disekitarnya disebut odontektomi. Bila
odontektomi tak dilakukan ektraksi gigi tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan elevator meskipun harus dihadapi banyak hambatan dan
akhirnya akan membutuhkan waktu ekstraksi yang panjang;
 Pengambilan sisa akar dengan cara terbuka (open method atau open flap
operation) yaitu pengambilan gigi atau sisa akar gigi dengan membuka
lapisan jaringan mukoperiosteal dan biasanya diikuti dengan odontektomi.
Penanganan pada kasus ini yaitu dilakukan pengambilan sisa akar dengan cara
terbuka (open method atau open flap operation) yaitu pengambilan gigi atau sisa akar
gigi dengan membuka lapisan jaringan mukoperiosteal

V. KESIMPULAN

Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan gigi dengan satu gigi utuh atau
akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi sehingga bekas
pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak menimbulkan masalah prostetik
paska operasi di masa yang akan datang. Dokter gigi harus berusaha untuk melakukan
setiap pencabutan gigi secara ideal dan untuk memperolehnya ia harus mampu
menyesuaikan teknik pencabutan gigi agar bisa menangani kesulitan-kesulitan selama
pencabutan dan kemungkinan komplikasi dari tiap pencabutan gigi yang dapat terjadi.
Berbicara masalah pencabutan gigi tidak terlepas dari beberapa komplikasi
normal yang menyertainya seperti terjadinya perdarahan sesaat, oedem
(pembengkakan) dan timbulnya rasa sakit. Komplikasi sendiri merupakan kejadian
yang merugikan dan timbul diluar perencanaan dokter gigi. Oleh karena itu, kita
sebagai dokter gigi harus tetap mewaspadai segala kemungkinan dan berusaha untuk
mengantisipasinya sebaik mungkin. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi lanjutan dengan resiko yang lebih besar.
Kerapuhan struktur gigi yang berhubungan dengan usia lanjut atau nekrosis
jaringan pulpa gigi merupakan penyebab terjadinya fraktur gigi selama pencabutan.
Penanganan yang dapat dilakukan pada terjadinya fraktur gigi yaitu :
1. Bila sisa akar tersebut dapat terambil dengan menggunakan forsep akar gigi,
lakukan pengambilan sisa akar tersebut dengan alat itu;
2. Bila sisa akar-akar tersebut tidak dapat tercakup oleh paruh forsep maka langkah

14
berikutnya adalah:
 Pengambilan sisa akar gigi dilakukan dengan cara tertutup (Closed
Method atauIntra Alveolar Operation) yaitu cara pengambilan sisa
akar gigi dengan atau tanpa mengurangi jaringan tulang sekitarnya
tanpa membuka lapisan (flap) jaringan mukoperiostealnya
 Pengambilan sisa akar dengan cara terbuka (open method atau
open flap operation) yaitu pengambilan gigi atau sisa akar gigi
dengan membuka lapisan jaringan mukoperiosteal dan biasanya
diikuti dengan odontektomi.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Archer, H.W., 1975, Oral and Maxillofacial Surgery, 5th ed., W.B. Saunders, University
Book Publishing Co. Taipei Taiwan, The Republic of China.

2. Kruger, G.O., 1989, Oral and Maxillofacial Surgery., 6th ed., The CV. Mosby Co., Saint
Louis Toronto

3. Peterson, L.J., 1998, Oral and Maxillofacial Surgery., 3rd ed., Mosby-Year Book Inc.,
Saint Louis.

4. Thoma, K.H., 1969, Oral Surgery, 5th ed., The CV. Mosby Co. Saint Louis Thoma, K.H.,
and Gold man,H.M., 1960, Oral Pathology, 5th ed., The CV. Mosby Co., Saint Louis.

16

Anda mungkin juga menyukai