Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRESENTASI HASIL PERAWATAN

GIGI TIRUAN LENGKAP LEPASAN


EDENTULOUS

Diajukan oleh:
ERVYANTI AUDRI ANWAR
J530155033
PERIODE III

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI PENYAKIT
Edentulous adalah kondisi dimana tidak ada gigi, tanpa gigi asli
dalam mulut, seperti saat lahir atau setelah pencabutan gigi. Penting untuk
diperhatikan bahwa kehilangan gigi dapat menimbulkan kondisi patologis
yang tidak dirasakan pasien secara langsung. Seiring berjalannya waktu,
kondisi patologis seperti ini dapat timbul dan menyebabkan perubahan yang
merugikan pada jaringan tulang residual, mukosa oral, sendi temporo-
mandibula, otot-otot pengunyahan dan sistem persarafan. Oleh karena itu,
untuk menghindari dampak dari tidak menggantikan gigi yang hilang yang
telah disebutkan tadi, biasanya dibuat suatu alat tiruan sebagai pengganti gigi
yang hilang. Untuk pasien dengan kondisi edentulous, salah satunya adalah
dengan memakai gigi tiruan penuh.
Gigi tiruan penuh didefinisikan sebagai suatu protesa yang
menggantikan keseluruhan gigi geligi dan berhubungan dengan struktur
rahang atas dan rahang bawah. Secara garis besar, gigi tiruan penuh dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu gigi tiruan penuh lepasan dan
gigi tiruan penuh cekat. Gigi tiruan penuh tersebut harus dapat berfungsi
mengembalikan estetik, mastikasi dan fonetik, sehingga diharapkan dapat
memperbaiki rasa percaya diri, aktivitas sosial pasien dan kualitas hidup
pasien.

B. ETIOLOGI
Penyebab kehilangan gigi diantaranya karies, penyakit periodontal,
usia, trauma, keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan. Faktor penyebab
tersebut dapat juga diperparah dengan adanya penyakit sistemik, salah
satunya Diabetes Melitus.
Faktor yang bukan penyakit seperti umur, jenis kelamin, faktor
sosial ekonomi, pengetahuan, akses pelayanan, petugas kesehatan,
fasilitas kesehatan juga berpengaruh terhadap kehilangan gigi. (Maulana,
2016)

C. PATOGENESIS
Salah satu gejala diabetes melitus adalah Poliuria, dimana penderita
banyak buang air kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang
dapat mengakibatkan jumlah saliva berkurang dan mulut terasa kering.
Aliran saliva menurun menyebabkan penumpka sisa makanan, rasa tak
nyaman dan rentan terjadi ulserasi (luka). Selain itu, rongga mulut menjadi
ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang sehingga
meningkatkan fator resiko karies, akumulasi plak dan kalkulus serta
periodontitis.
Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi
dan tulang). Diabetes melitus selain merusak sel darah putih, juga
menyebabkan menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat
aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini
menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan
periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Bakteri yng berkembang biak dalam jaringan periodontal menyebabkan
rusaknya jaringan periodontal sehingga membuat gusi tidak lagi melekat ke
gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang dan
lebih parahnya gigi dapat terlepas dengan sendirinya.

D. GEJALA
Tanda-tanda periodontitis antara lain gusi mudah berdarah, warna
gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruk (stippling) hilang, sulkus gusi
menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh
giginya goyah sehingga mudah lepas.
BAB II
KASUS

A. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
1. Data Pasien
Nama Lengkap : Heri Indarmanto
Alamat : Panularan 06/08 Surakarta
Nomor Telepon : 081296036748
TTL : 21 Februari 1963
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Wirausaha
Agama : Islam

2. Data Medik Umum


Golongan Darah :0
Alergi : Tidak Ada
Penyakit sistemik : Diabetes Melitus
Operator : Ervyanti Audri Anwar

3. Anamnesis
- Keluhan utama (CC):
Pasien datang dengan keluhan kurang percaya diri dengan keadaan giginya
dan ingin dibuatkan gigi tiruan.
- Riwayat perjalanan penyakit (PI):
Pasien mengalami keluhan tersebut sejak 5 tahun yang lalu
Pasien mengalami kehilangan gigi karena gigi terlepas sendiri
Saat ini pasien tidak merasa sakit pada gigi maupun daerah yang tidak
bergigi.
- Riwayat kesehatan umum (PMH):
Pasien pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit diabetes sekitar 10
tahun yang lalu.
Pasien memiliki penyakit diabetes dan rutin kontrol
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan ataupun obat
Pasien sedang dalam perawatan dokter dan mengonsumsi obat rutin per
oral satu kali sehari dan obat suntik (insulin) satu kali sehari.
- Riwayat kesehatan gigi (PDH):
Pasien pernah ke dokter gigi untuk mencabutkan gigi atas belakang kiri
sekitar 1 tahun yang lalu tanpa komplikasi.
- Riwayat kesehatan keluarga (FH):
Umum
Ayah : menurut keterangan pasien, tidak dicurigai menderita penyakit
sistemik, tidak memiliki gangguan perdarahan, tidak memiliki alergi.
Ibu : menurut keterangan pasien, memiliki penyakit diabetes.
Gigi
Ayah : tidak memiliki keluhan gigi.
Ibu : tidak memiliki keluhan gigi.
- Riwayat Kehidupan Pribadi/Sosial (SH):
Pasien memiliki kebiasaan menyikat gigi 1x sehari saat mandi pagi.
Pasien tinggal di rumah dengan lingkungan yang bersih.

B. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum Kesehatan Penderita:
Jasmani : Sehat (tidak ada gangguan)
Mental : Sehat (kooperatif dan komunikatif)
2. Vital Sign
Tekanan Darah : 130/80 mmHg (Normal)
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 36,8oC
Berat Badan : 51 kg
Tinggi Badan : 161 cm
3. Pemeriksaan Ekstra Oral
Neuromus Kelenjar Kelenjar Tulang
Fasial TMJ
kular Ludah Limfe Rahang
Deformitas TAK TAK TAK TAK TAK TAK
Nyeri TAK TAK TAK TAK TAK TAK
Tumor TAK TAK TAK TAK TAK TAK
Gangguan Clicking
Fungsi TAK TAK TAK TAK TAK sebelah
kanan

4. Pemeriksaan Intra Oral


Mukosa Bibir : Dalam Batas Normal, Tidak Ada Kelainan
Mukosa Pipi : Dalam Batas Normal, Tidak Ada Kelainan
Dasar Mulut : Dalam Batas Normal, Tidak Ada Kelainan
Lidah : Dalam Batas Normal, Tidak Ada Kelainan
Gingiva :Terdapat pembesaran papilla interdental, warna
kemerahan, tidak berdarah saat palpasi pada
gingiva di regio 33, 34, 35
Orofaring : Dalam Batas Normal, Tidak Ada Kelainan
Oklusi : Normal bite
Torus Palatinus : Tidak Ada
Torus Mandibula : Tidak Ada
Bentuk Palatum : U, Normal
Frenulum : Sedang
Lidah : Normal
Alveolus : RA sedang, RB rendah
Supernumery teeth : Tidak Ada
Diastema : Tidak Ada
Gigi Anomali : Tidak Ada
Gigi Tiruan : Tidak Ada
Oral Hygiene : 7,9 (Buruk)
Lain- lain :-
5. Hasil Pemeriksaan Jaringan Lunak

Keterangan:
17, 18 : Terdapat pembesaran papilla interdental, warna kemerahan, tidak
berdarah saat palpasi pada gingiva di regio gigi 33, 34, 35
D/ Gingivitis ringan

6. Odontogram

Pemeriksaan Odontogram
Ringkasan Hasil Rencana
Elemen Diagnosis
Pemeriksaan Perawatan
26 Terdapat kavitas dibagian disto D/ Periodontitis TP/ Ekstraksi
oklusal kedalaman dentin Kronis
disertai kegoyahan lebih dari 1
mm ke segala arah dan
penurunan gingiva hingga 2/3
akar dibagian bukal dan palatal
Sond (-) Perk (-)
Palp (-) Vit (+)
27 Terdapat kavitas di bagian D/ Karies Dentin TP/ Ekstraksi
oklusal distal kedalam dentin.
Sond (-) Perk (-)
Palp (-) Vit (+)
38 Terdapat sisa akar D/ Radices TP/ Ekstrasi
37 Terdapat sisa akar D/ Radices TP/ Ekstrasi
33 Terdapat pengikisan gigi D/ Atrisi TP/ Ekstraksi
dibagian incisal distal
47 Terdapat kavitas di pit fisur D/Karies dentin TP/ Ekstraksi
oklusal dan bukal kedalaman
dentin
Sond (-) Perk (-)
Palp (-) Vit (+)

Gambaran pemeriksaan panoramik


7. Oral Hygiene Index
DEBRIS
Buccal
Palatal/ Kanan Ant. Kiri Total
Lingual
- - 2 2
Atas
- - 1 1
2 - 2 4
Bawah
2 - 2 4
2 - 4 6
Total
2 - 3 3
DI = 11/3 = 3.6
CALCULUS
Buccal
Palatal/ Kanan Ant. Kiri Total
Lingual
- - 3 3
Atas
- - 0 0
1 - 3 4
Bawah
3 - 3 6
1 - 6 7
Total
3 - 3 6
CI = 13/3 =4.3
OHI = DI + CI
= 3.6 + 4.3
= 7.9 (Buruk)

C. DIAGNOSIS
D/ gigi 18,17,16,15,14,13,12,11,21,22,23,24,25,28,36, 32,31,41,42,43,46
edentulous

D. RENCANA PERAWATAN
TP/ - Ekstraksi
- Gigi Tiruan Lengkap Lepasan

E. TAHAPAN PERAWATAN
Kunjungan I
5 Januari 2017
- Indikasi gigi tiruan lengkap lepasan dengan pencabutan gigi 26, 27, 38,
37, 35, 34, 33, 44, 45 dan 47.

Gambar 1. Muka tampak depan Gambar 2. Muka tampak samping

Kunjungan II
4 Februari 2017
D/ Gigi 37 dan 38 Radices, perkusi (-), palpasi (-)
T/ Ekstraksi
(TD: 140/90 mmHg; Nadi: 80x/menit; Pernafasan: 18x/menit; GDS: 134)
Alat dan Bahan :
- Diagnostic set - Benzokain
- Cotton pellet - Spuit
- Kasa - Pehacain
- Povidon Iodine - Bein lurus
Tahapan perawatan:
1. Asepsis area kerja menggunakan povidone iodine.
2. Aplikasi benzokain pada titik penyuntikan.
3. Melakukan anastesi infiltrasi pada lipatan mukobukal bagian labial dan
anastesi intraligamen pada bagian lingual.
4. Melakukan evaluasi anastesi pada gigi yang akan dilakukan ekstraksi.
5. Melakukan separasi untuk memisahkan jaringan keras dan lunak
menggunakan ekskavator.
6. Melakukan luksasi menggunakan bein dari sisi mesial dan distal gigi.
7. Jika gigi telah keluar dari soket, melakukan reposisi soket gigi dengan ibu
jari dan telunjuk
8. Pasien diintruksikan untuk mengigit tampon yang diberi povidone iodine
9. Pemberian medikasi berupa analgetik (Asam Mefenamat)
10. Memberikan instruksi pasca pencabutan kepada pasien berupa:
- Gigit tampon selama ½ sampai 1 jam
- Tidak berkumur terlalu keras dan makan/minum panas
- Tidak memainkan bekas luka dengan jari atau lidah
- Makan pada sisi berlawanan, tidak menghisap area pencabutan
- Minum obat yang telah diresepkan sesuai anjuran dokter
- Jika terdapat perdarahan yang berlanjut dan mengalir terus
menerus atau keluhan lain segera menghubungi operator.

A B C
Gambar 3. A) Gigi 37 dan 38; B) Gigi 33, 34 dan 35; C) Gigi 37 dan 38
Kunjungan III
9 Februari 2017
D/ Gigi 26 karies dentin disertai luksasi derajat 3, perkusi (-), palpasi (-)
D/ Gigi 27 karies dentin, sondasi (-), perkusi (-), palpasi (-), tes vit. (+)
T/ Ekstraksi
(TD: 120/80 mmHg; Nadi: 80x/menit; Pernafasan: 18x/menit; GDS: 145)
Alat dan Bahan :
- Diagnostic set - Spuit
- Cotton pellet - Pehacain
- Kasa - Tang mahkota molar kiri
- Povidon Iodine RA
- Benzokain - Bein lurus
Tahapan perawatan:
1. Asepsis area kerja menggunakan povidone iodine dan aplikasi benzokain
pada titik penyuntikan.
2. Melakukan anastesi infiltrasi pada fornix bagian labial dan palatal.
3. Melakukan evaluasi anastesi pada gigi yang akan dilakukan ekstraksi.
4. Melakukan separasi untuk memisahkan jaringan keras dan lunak
menggunakan ekskavator.
5. Melakukan luksasi menggunakan bein dari sisi mesial dan distal gigi.
6. Setelah gigi luksasi, gigi dipegang menggunakan tang mahkota molar kiri
RA kemudian digerakkan dengan gerakan rotasi ke mesial dan distal.
7. Jika gigi telah keluar dari soket, melakukan reposisi soket gigi dengan ibu
jari dan telunjuk
8. Pasien diintruksikan untuk mengigit tampon yang diberi povidone iodine
9. Memberikan instruksi pasca pencabutan kepada pasien
10. Pemberian medikasi berupa analgetik (Asam Mefenamat)

Gambar 4. Gigi 26 dan 27


Kunjungan IV
1 Maret 2017
D/ Gigi 33, 34 dan 35 vital (indikasi pencabutan untuk pembuatan GTL),
sondasi (-), perkusi (-), palpasi (-), tes vit. (+)
T/ Ekstraksi
(TD: 130/80 mmHg; Nadi: 80x/menit; Pernafasan: 18x/menit; GDS: 140)
Alat dan Bahan :
- Diagnostic set - Pehacain
- Cotton pellet - Tang mahkota posterior
- Kasa RB
- Povidon Iodine - Tang mahkota anterior
- Benzokain RB
- Spuit - Bein lurus
Tahapan perawatan:
1. Asepsis area kerja menggunakan povidone iodine dan aplikasi benzokain
pada titik penyuntikan.
2. Melakukan anastesi infiltrasi pada lipatan mukobukal bagian labial dan
anastesi intraligamen pada bagian lingual.
3. Melakukan evaluasi anastesi pada gigi yang akan dilakukan ekstraksi.
4. Melakukan separasi untuk memisahkan jaringan keras dan lunak
menggunakan ekskavator.
5. Melakukan luksasi menggunakan bein dari sisi mesial dan distal gigi.
6. Setelah gigi luksasi, gigi dipegang menggunakan tang mahkota posterior
RB kemudian digerakkan dengan gerakan rotasi ke mesial dan distal.
7. Jika gigi telah keluar dari soket, melakukan reposisi soket gigi dengan ibu
jari dan telunjuk
8. Pasien diintruksikan untuk mengigit tampon yang diberi povidone iodine
9. Memberikan instruksi pasca pencabutan kepada pasien
10. Pemberian medikasi berupa analgetik (Asam Mefenamat)
Gambar 5. Setelah pencabutan Gambar 6. Lengkung rahang atas
gigi 26,27,33,34,35,37,38. setelah pencabutan.

A B
Gambar 7. A) Gigi 33,34,35; B) Gigi 44,45,47
Kunjungan V
27 Maret 2017
D/ Gigi 44, 45 dan 47 vital (indikasi pencabutan untuk pembuatan GTL),
sondasi (-), perkusi (-), palpasi (-), tes vit. (+)
T/ Ekstraksi
(TD: 130/80 mmHg; Nadi: 80x/menit; Pernafasan: 18x/menit; GDS: 165)
Alat dan Bahan :
- Diagnostic set - Spuit
- Cotton pellet - Pehacain
- Kasa - Tang mahkota posterior
- Povidon Iodine kanan RB
- Benzokain - Bein lurus
Tahapan perawatan:
1. Asepsis area kerja menggunakan povidone iodine dan aplikasi benzokain
pada titik penyuntikan.
2. Melakukan anastesi infiltrasi pada lipatan mukobukal bagian labial dan
anastesi intraligamen pada bagian lingual.
3. Melakukan evaluasi anastesi pada gigi yang akan dilakukan ekstraksi.
4. Melakukan separasi untuk memisahkan jaringan keras dan lunak
menggunakan ekskavator.
5. Melakukan luksasi menggunakan bein dari sisi mesial dan distal gigi.
6. Setelah gigi luksasi, gigi dipegang menggunakan tang mahkota posterior
kanan RB kemudian digerakkan dengan gerakan rotasi ke mesial dan
distal.
7. Jika gigi telah keluar dari soket, melakukan reposisi soket gigi dengan ibu
jari dan telunjuk
8. Pasien diintruksikan untuk mengigit tampon yang diberi povidone iodine
9. Memberikan instruksi pasca pencabutan kepada pasien
10. Pemberian medikasi berupa analgetik (Asam Mefenamat)

Kunjungan VI
8 Juni 2017
D/ Jaringan lunak no.18 Eksostosis
T/ Alveolektomi
(TD: 140/80 mmHg; Nadi: 80x/menit; Pernafasan: 18x/menit; GDS: 180)
Alat dan Bahan :
- Diagnostic set - Handpiece lowspeed
- Cotton pellet - Needle dan holder
- Kasa - Benang suturing
- Blade no. 15 - Povidon Iodine
- Handle blade - Benzokain
- Raspatorium - Citojack
- Bur tulang fissure - Mepivacain
Tahapan perawatan:
1. Asepsis area kerja menggunakan povidone iodine dan aplikasi benzokain
pada titik penyuntikan.
2. Evaluasi anastesi pada area kerja.
3. Melakukan incisi pada area kerja berbentuk garis lurus memanjang, tidak
terputus menggunakan blade.
4. Melakukan pemisahan mukosa gingiva dan tulang menggunakan
raspatorium, kemudian dilakukan pengurangan tulang yang mengalami
eksostosis menggunakan bur tulang sambil disiram air secara terus
menerus menggunakan three-way-syringe.
5. Evaluasi dilakukan dengan cara palpasi. Jika sudah tidak terdapat
penonjolan tulang maupun tulang yang tajam, dilakukan suturing.
6. Pemberian medikasi berupa antibiotik (Amoxicillin tab 500mg 3 kali
sehari selama 3 hari) dan analgetik (Asam Mefenamat tab 500mg, jika
terasa nyeri)

Kunjungan VII
14 Juni 2017
D/ Jaringan lunak no.18 paska alveolektomi
T/ Kontrol Alveolektomi
Pemeriksaan subjektif : Pasien tidak mengalami keluhan pada jaringan yang
dilakukan alveolektomi.
Pemeriksaan objektif : Benang telah terlepas 1, bekas luka telah menutup
namun belum menutup secara sempurna, palpasi (-) tidak terasa nyeri.
Perawatan : Pengambilan benang suturing dengan gunting bedah dan pinset.

D/ Jaringan lunak no. 17 Eksostosis


T/ Alveolektomi
(TD: 130/80 mmHg; Nadi: 80x/menit; Pernafasan: 18x/menit; GDS: 165)
Alat dan Bahan :
- Diagnostic set - Handpiece lowspeed
- Cotton pellet - Needle dan holder
- Kasa - Benang suturing
- Blade no. 15 - Povidon Iodine
- Handle blade - Benzokain
- Raspatorium - Citojack
- Bur tulang fissure - Mepivacain
Tahapan perawatan:
1. Asepsis area kerja menggunakan povidone iodine dan aplikasi benzokain
pada titik penyuntikan.
2. Evaluasi anastesi pada area kerja.
3. Melakukan incisi pada area kerja berbentuk garis lurus memanjang, tidak
terputus menggunakan blade.
4. Melakukan pemisahan mukosa gingiva dan tulang menggunakan
raspatorium, kemudian dilakukan pengurangan tulang yang mengalami
eksostosis menggunakan bur tulang sambil disiram air secara terus
menerus menggunakan three-way-syringe.
5. Evaluasi dilakukan dengan cara palpasi. Jika sudah tidak terdapat
penonjolan tulang maupun tulang yang tajam, dilakukan suturing.
6. Pemberian medikasi berupa antibiotik (Amoxicillin tab 500mg 3 kali
sehari selama 3 hari) dan analgetik (Asam Mefenamat tab 500mg, jika
terasa nyeri)

Kunjungan VIII
19 Juni 2017
D/ Jaringan lunak no.17 paska alveolektomi
T/ Kontrol Alveolektomi
Pemeriksaan subjektif : Pasien tidak mengalami keluhan pada jaringan yang
dilakukan alveolektomi.
Pemeriksaan objektif : Benang masih dalam keadaan baik, bekas luka telah
menutup namun belum sempurna, palpasi (-) tidak terasa nyeri.
Perawatan : Pengambilan benang suturing menggunakan gunting bedah dan
pinset.

D/ Jaringan lunak no.16 Eksostosis


T/ Alveolektomi
(TD: 130/80 mmHg; Nadi: 80x/menit; Pernafasan: 18x/menit; GDS: 135)
Alat dan Bahan :
- Diagnostic set - Handle blade
- Cotton pellet - Raspatorium
- Kasa - Bur tulang fissure
- Blade no. 15 - Handpiece lowspeed
- Needle dan holder - Benzokain
- Benang suturing - Citojack
- Povidon Iodine - Mepivacain
Tahapan perawatan:
1. Asepsis area kerja menggunakan povidone iodine dan aplikasi benzokain
pada titik penyuntikan.
2. Evaluasi anastesi pada area kerja.
3. Melakukan incisi pada area kerja berbentuk garis lurus memanjang, tidak
terputus menggunakan blade.
4. Melakukan pemisahan mukosa gingiva dan tulang menggunakan
raspatorium, kemudian dilakukan pengurangan tulang yang mengalami
eksostosis menggunakan bur tulang sambil disiram air secara terus
menerus menggunakan three-way-syringe.
5. Evaluasi dilakukan dengan cara palpasi. Jika sudah tidak terdapat
penonjolan tulang maupun tulang yang tajam, dilakukan suturing.
6. Pemberian medikasi berupa antibiotik (Amoxicillin tab 500mg 3 kali
sehari selama 3 hari) dan analgetik (Asam Mefenamat tab 500mg, jika
terasa nyeri)

Kunjungan IX
5 Juli 2017
D/ Jaringan lunak no.16 paska alveolektomi
T/ Kontrol Alveolektomi
Pemeriksaan subjektif : Pasien tidak mengalami keluhan terhadap rongga
mulut.
Pemeriksaan objektif : jaringan lunak telah menutup sempurna pasca
perawatan alveolektomi. Tidak terdapat penonjolan tulang pada rahang atas
dan bawah. Bagian anterior masih sedikit tampak area kemerahan dan sedikit
menonjol.
Perawatan :
1. Pemberian medikasi berupa fundamin E untuk mempercepat proses
penyembuhan dan regenerasi jaringan.
2. Pencetakan model studi awal
a. Sendok cetak : perforated stock tray
b. Bahan cetak : alginat (Hidrokoloid irreversible)
c. Metode mencetak: mukostatik
d. Cara mencetak :
i. Sendok cetak dicobakan pada pasien dan pasien diajarkan
beberapa instruksi saat pencetakan.
ii. Alginat dimanipulasi dengan rubber bowl dan spatula hingga
mencapai konsistensi tertentu kemudian dimasukkan ke sendok
cetak edentulous RA .
iii. Sendok cetak kemudian dimasukkan ke dalam mulut pasien dan
ditekan pada processus alveolaris RA dengan otot-otot bibir dan
pipi ditarik dan dilakukan muscle trimming agar bahan cetak
mencapai lipatan mukobukal. Posisi dipertahankan hingga alginat
setting.
iv. Sendok dikeluarkan dari dalam mulut dan disiram dengan air
untuk membersihkan saliva kemudian diisi sesegera mungkin
dengan gips investment untuk membuat model studi.
v. Pencetakan RB dilakukan dengan cara yang sama dengan
tambahan setelah sendok cetak ditekan pada rahang, lidah pasien
diinstruksikan untuk diangkat kemudian kembali ke posisi rileks
supaya tidak terjebak atau terjepit dibawah sendok cetak. Bagian
lingual posterior ditekan dengan jari supaya bahan cetak mengalir
ke dinding lingual bagian posterior.

A B C
Gambar 8. A) model studi RB sebelum alveolektomi; B) model studi RB setelah
alveolektomi; C) model studi RA.
3. Pembuatan desain gigi tiruan lengkap lepasan.
Desain gigi tiruan lengkap rahang atas dan rahang bawah sebagai berikut:

4. Pembuatan sendok cetak individual


a. Alat dan bahan : shellac, lampu spirtus, spirtus, korek api, crown
mess, wax mess.
b. Tahapan pembuatan :
i. Menggambar batas-batas lingir shellac pada model kurang lebih
1 mm diatas fornix.
ii. Shellac dilunakkan diatas api lampu spirtus, kemudian dibentuk
diatas model.
iii. Shellac dipotong sesuai dengan batas-batas yang telah digambar
pada model menggunakan crownmess yang dipanaskan.
iv. Pegangan sendok cetak individual dibuat dari shellac yang
ditempel tegak lurus dengan bagian dasar sendok cetak.
v. Dibagian dasar sendok cetak dibuat lubang-lubang kecil dengan
jarak kurang lebih 5-10 mm, untuk mengalirkan kelebihan
bahan cetak.

A B
Gambar 9. A) Sendok cetak individual RB; B) Sendok cetak individual RA
Kunjungan X
2 Agustus 2017
1. Try in sendok cetak individual :
Sendok cetak dicobakan satu persatu pada rongga mulut pasien. Bagian
pipi pasien ditarik seperti gerakan mencetak, untuk mengetahui apakah
sendok cetak menyebabkan keluhan sakit pada pasien atau tidak. Bagian
lingir tepi sendok cetak diobservasi apakah sudah berada tepat dibawah
fornix. Sendok cetak diobservasi apakah telah mencakup seluruh area pada
rahang atas dan rahang bawah yang ingin dicetak dan tidak terdapat
undercut yang dapat menghalangi saat pencetakan fisiologis.
2. Membuat model kerja RA&RB
1. Bahan sendok : shellac base plate
2. Bahan cetak : elastomer
3. Metode mencetak : mukodinamik
4. Cara mencetak :
a. Pembuatan border moulding menggunakan green stick di seluruh
lingir sendok cetak rahang atas dan rahang bawah.
b. Shellac yang telah dilakukan border moulding dicobakan pada
pasien untuk melihat kesesuaian dan mengetahui ada tidaknya
lingir yang tajam.
c. Pasien diberikan instruksi mengenai proses pencetakan.
d. Pencetakan rahang atas : manipulasi elastomer dengan
mencampurkan bahan base dan katalis diatas glassplate
menggunakan semen spatula kemudian dimasukkan dalam sendok
cetak.
e. Sendok cetak dimasukkan ke dalam mulut kemudian ditekan ke
processus alveolaris. Dilakukan trimming pada bagian pipi agar
bahan cetak mencapai lipatan mukobukal, pipi dan bibir ditarik
keatas dan ke bawah. Posisi dipertahankan sampai setting
kemudian sendok cetak dilepas.
f. Pencetakan RB dilakukan dengan cara yang sama dengan
tambahan setelah sendok cetak ditekan pada rahang, lidah pasien
diinstruksikan untuk diangkat kemudian kembali ke posisi rileks
supaya tidak terjebak atau terjepit dibawah sendok cetak. Bagian
lingual posterior dan anterior ditekan-tekan dengan jari supaya
bahan cetak mengalir ke dinding lingual dengan baik.
g. Sendok dikeluarkan dari dalam mulut dan disiram dengan air untuk
membersihkan saliva kemudian diisi dengan gips investment untuk
membuat model kerja.

A B

C D
Gambar 10. A dan B) Hasil pencetakan RA dan RB dengan elastomer; C
dan D) model kerja RA dan RB.

h. Pembuatan base plate dari malam merah : menentukan batas tepi


base plate dengan memperhatikan batas fornix kemudian
menentukan posterior palatal seal. Malam merah dilunakkan diatas
api spirtus kemudian ditekan pada rahang model, malam dipotong
sesuai dengan batas tepi yang digambar. Seal dibuat pada tepi base
plate.
Gambar 11. Base plate malam rahang atas dan rahang bawah.

i. Base plate malam kemudian dicobakan pada pasien untuk


memeriksa stabilisasi, retensi dan apakah base plate telah menutup
rapat pada seluruh bagian rahang, tidak terlalu panjang atau terlalu
pendek.

TAHAP LABORATORIS
Model kerja dan malam base plate dikirim ke laboratorium untuk diprosesing
menjadi base plate akrilik.

Kunjungan XI
4 September 2017
1. Try in base plate akrilik. Base plate akrilik dicobakan pada pasien dan
diperiksa stabilisasi, retensi serta apakah base plate telah menutup rapat
pada seluruh bagian rahang, tidak terlalu panjang atau terlalu pendek.
2. Pembuatan bite rim. Malam dilunakkan menggunakan api spirtus
kemudian digulung hingga membentuk silinder. Gulungan malam
kemudian dibentuk seperti tapal kuda. Gulungan malam diletakkan diatas
base plate sesuai dengan garis alveolar ridge, tepi malam dipanaskan dan
dilekatkan. Ukuran bite rim pada rahang atas dan rahang bawah yaitu
bagian anterior, tinggi sebesar 12 mm, lebar sebesar 4 mm, bagian
posterior, tinggi sebesar 10-11 mm, lebar 6 mm. Bite rim rahang atas dan
rahang bawah bagian posterior dipotong sebatas bagian distal molar 2.
3. Try in base plate dan bite rim. Pasien diinstruksikan untuk duduk tegak
dan nyaman. Bite rim diinsersikan kedalam mulut pasien, kemudian pasien
diposisikan oklusi dengan nyaman. Profil muka harus tampak seperti
bergigi, posisi bibir menutup normal tidak seperti dipaksakan, tidak
tampak cekung atau terlalu dalam dibagian sulcus naso labialis dan
philtrum. Bite rim rahang atas saat rest position harus tampak kurang lebih
1,5-2 mm dibawah bibir atas.
4. Pengukuran MMR.
a. Occusal bite rim rahang atas diinsersikan pada rahang atas pasien.
b. Pasien diinstruksikan untuk duduk tegak. Meletakkan tali pada
wajah pasien membentuk garis chamfer (garis yang berjalan dari
ala nasi sampai condyl kiri dan kanan) sejajar dengan lantai
kemudian dilekatkan menggunakan plester.
c. Occlusal guide plane diinsersikan pada rongga mulut pasien dan
ditekan pada bite rim rahang atas, setelah itu diamati dengan
ketentuan: untuk bagian posterior bite rim atas sejajar dengan garis
chamfer dan bagian anterior sejajar garis pupil.
d. Occlusal guide plane kemudian dikeluarkan dari rongga mulut
pasien dan base plate dengan bite rim rahang bawah diinsersikan
pada rahang bawah pasien. Pasien diinstruksikan untuk beroklusi
dan diamati apakah seluruh bagian oklusal bite rim rahang atas dan
rahang bawah pasien telah berkontak.

Gambar 12. Pengukuran MMR


Kunjungan XII
11 September 2017
1. Pengukuran Vertical Dimension Occlusion (VDO)
Base plate dengan bite rim rahang atas dan bawah diinsersikan pada
rongga mulut pasien, kemudian diposisikan pada oklusi sentrik. Pasien
diinstruksikan untuk duduk tegak dan melihat lurus kedepan. Mengukur
Vertical Dimension Rest-position (VDRp) menggunakan jarak pupil dan
sudut mulut dengan jangka sorong. VDO didapatkan dengan VDRp
dikurangi free way space (dibuat 2 mm), hasil perhitungan kemudian
diaplikasikan dengan mengukur jarak hidung dan dagu (PM-HD) pada
keadaan oklusi sentrik. Penyesuaian VDO dilakukan dengan
menambahkan atau mengurangi bite rim pada rahang bawah.
2. Pasien kemudian diinstruksikan untuk membentuk oklusi sentrik, pasien
diminta mengadahkan kepala sedemikian rupa dan diminta menelan
berulang-ulang sampai pasien biasa dengan oklusi tersebut. Posisi oklusi
sentrik dipertahankan dan dibuat garis midline segaris dengan philtrum,
dan garis distal caninus segaris dengan garis terluar hidung kiri dan kanan
pada bite rim, kemudian dilakukan fiksasi bite rim rahang atas dan rahang
bawah menggunakan paper klip pada anterior dan posterior.
3. Tahap selanjutnya yaitu mounting artikulator dengan cara karet
diposisikan melingkar sejajar dengan mounting table, mounting table
dilepas dari artikulator, manipulasi gips plaster kemudian diletakkan
dibagian bawah artikulator, model gigi dengan base plate dan bite rim
yang telah difiksasi diposisikan pada artikulator dengan garis oklusal
sejajar dengan karet dan tepi luar midline bagian incisal berhimpit dengan
ujung incisal guide pin, setelah gips plaster setting karet dilepas dan
artikulator dibuka, manipulasi gips plaster dan letakkan dibagian model
rahang atas, tutup artikulator dan rapikan gips. Incisal guide pin difiksasi
menggunakan malam merah.
Gambar 13. Mounting articulator

Kunjungan XIII
2 Oktober 2017
1. Pemilihan anasir gigi ditentukan dengan mempertimbangkan faktor
bentuk muka, warna kulit, jenis kelamin, umur pasien dan pilihan dari
pasien itu sendiri.
2. Selanjutnya dilakukan pemasangan gigi anasir anterior rahang atas.
a. Incisivus centralis superior
Tampak labial : sumbu gigi hampir sejajar atau sedikit
membentuk sudut 50 dengan median line dan incisal
edge menempel pada bite rim RB.
Tampak proximal: Bagan 1/3 permukaan labial agak depresi.
b. Incisivus lateralis superior
Tampak labial : Sumbu gigi membentuk sudut lebih besar darioada
incisivus centralis superior, incical edge
menggantung berjarak kurang lebih 2 mm dengan
bite rim RB, bagian mesio incisal berkontak dengan
permukaan distal incisivus centralis.
Tampak proxsimal : Permukaan labial agak ke palatal dan
mengikuti lengkung bite rim RA.
c. Caninus superior
Tampak labial : Sumbu gigi hamper sejajar atau sedikit miring dengan
median line maksimal outline distal tegak lurus bite
rim RB. Pucak cusp menyentuh bidang oklusi dan sisi
mesio incisal berkontak dengan sisi disto incisal
incisivus lateralis superior.
Tampak proxsimal : 1/3 labio cervical lebih prominent dan sesuai
lengkung bite rim RB, gigi caninus terletak pada
ruang tepi distal incisivus lateralis, pemasangan gigi
caninus simetris kiri dan kanan.

Gambar 14. Penyusunan anasir gigi anterior rahang atas


3. Melakukan try in pada rongga mulut pasien dengan menginsersikan plat
rahang atas dan rahang bawah, kemudian observasi kesesuaian susunan
gigi geligi anterior rahang atas, bentuk gigi, ukuran gigi, posisi gigi,
garis midline, garis caninus pada saat rest position terletak pada sudut
mulut, garis ketawa pada batas servikal gigi atas, gusi tidak terlihat pada
saat ketawa, simetris, stabilitas, retensi dan fonetik dengan mengucapkan
huruf s, f, t, r, m.

Gambar 15. Try in gigi anasir anterior rahang atas dan rahang bawah
Kunjungan XIV
5 Oktober 2017
Pemasangan gigi anasir anterior rahang bawah
1. Incisivus centralis inferior
Tampak labial : Sumbu gigi tegak gigi lurus bidang incisal
Tampak proximal : Bagian servikal permukaan labial sedikit depresi.
Incisal edge incisivus centralis superior kanan dan kiri berkontak dengan
incisal edge incisivus centralis inferior kanan dan kiri.
2. Incisivus lateralis inferior
Tampak labial : Sumbu gigi sedikit miring ke mesial
Tampak proximal : Permukaan labial tegak lurus dengan bidang incisal.
3. Caninus inferior
Tampak labial : Sumbu gigi miring ke mesial.
Tampak proximal: Bagian servikal permukaan labial lebih prominent,
ujung cusp berada di antara caninus superior dan incisivus lateralis
superior.
Protrusive relation:
- Permukaan incisal atas dan bawah menunjukkan hubungan hamper
edge to edge, incisal edge incisivus centralis superior kanan dan kiri
berkontak dengan sisi mesial gigi caninus inferior, distal labial slope
caninus inferior kanan dan kiri berkontak dengan mesio palatal slope
caninus superior kanan dan kiri.

Gambar 16. Penyusunan gigi anasir anterior rahang bawah.


4. Selanjutnya dilakukan sliding ke kiri dan ke kanan pada artikulator.
Melakukan try in pada rongga mulut pasien dengan menginsersikan plat
rahang atas dan rahang bawah, kemudian observasi kesesuaian susunan
gigi geligi anterior rahang bawah, posisi gigi, posisi saat oklusi tidak
mengalami “open”, over jet dan over bite (2-4 mm), simetris, stabilitas,
retensi dan fonetik dengan mengucapkan huruf s, f, t, r, m.
Gambar 17. Try in gigi anasir anterior atas dan bawah pada pasien

Kunjungan XV
12 Oktober 2017
Penyusunan gigi posterior disesuaikan dengan antero-posterior curve (kurva
von spee) yang terdiri dari:
i. Bidang horizontal, tempat disusunnya gigi premolar superior pertama
dan kedua.
ii. Oblique plane, tempat disusunnya gigi molar superior pertama dan
kedua.
Lateral curve terdiri dari:
i. Kurva Monson : bidang yang terbentuk dari garis singgung pada
occlusal bite rim, dimana permukaan bukal gigi premolar ditempatkan.
ii. Kurva Anti Monson : bidang dengan sudut penyimpangan 60 dari bite
rim ke arah palatal, dimana terletak permukaan bukal gigi molar.

Pemasangan gigi geligi posterior RA :


a. Premolar superior pertama
- Inklinasi mesiodistal : sumbu gigi tegak lurus bite rim.
- Inklinasi bukopalatal : sumbu gigi tegak lurus bidang oklusal, tonjol
buccal menyentuh bidang oklusal dan tonjol palatinal menggantung.
b. Premolar superior kedua
- Inklinasi mesiodistal : sumbu gigi tegak lurus bidang oklusal.
- Inklinasi bukopalatal : sumbu gigi tegak lurus bidang oklusal dan
kedua tonjol menyentuh bidang oklusal.
c. Molar superior pertama
- Inklinasi mesiodistal : sumbu gigi miring ke arah mesial.
- Inklinasi bukopalatal : tonjol mesiopalatinal menyentuh bidang
oklusal, tonjol mesiobukal dan distobukal menggantung ± 0,5mm dari
bidang oklusal, tonjol distopalatinal menggantung ± 0,5-0,75mm dari
bidang oklusal.
- Tampak oklusal : Cuspidnya terletak pada curve lateral dengan
permukaan bukal terletak bidang yang membentuk sudut 60 ke palatal.
d. Molar superior kedua
- Inklinasi mesiodistal : sumbu gigi lebih miring daripada molar superior
pertama.
- Inklinasi bukopalatal : tonjol mesiobukal dan mesiopalatinal lebih
menggantung ± 1 mm daripada tonjol mesiobukal dan mesiopalatinal
gigi molar superior pertama, tonjl distobukal lebih menggantung
daripada tonjol distobukal gigi molar superior pertama, tonjol
distopalatinal lebih menggantung daripada gigi molar superior
pertama.

Gambar 18. Penyusunan gigi anasir posterior rahang atas kiri dan kanan.

Gambar 19. Try in pada pasien.

Kunjungan XVI
15 Oktober 2017
1. Pemasangan gigi anasir posterior rahang bawah
a. Molar inferior pertama
- Inklinasi mesiodistal : Tonjol mesiobukal molar superior pertama
berada di mesiobuccal groove molar inferior pertama
- Inklinasi mesiolingual : tonjol mesiopalatinal molar superior pertama
berada di fossa sentral molar inferior pertama.
- Lengan artikulator kemudian digerakkan kenana dan kiri, pada gerakan
lengan artikulator ke kanan maka terjadi:
o Working occlusion : tonjol mesiodistal molar pertama inferior
kanan berkontak antara tonjol bukal premolar superior kedua
kanan dan tonjol mesiobukal molar superior pertama kanan.
o Balancing contact : tonjol mesiobukal dan distobukal molar
inferior pertama kiri berkontak dengan tonjol palatinalpremolar
superior kedua kiri dan tonjol mesiopalatinal molar superior
pertama kiri.
b. Premolar inferior kedua
- Inklinasi mesiodistal : Tonjol bukal premolar inferior kedua terletak di
antara premolar superor kedua dan premolar superior pertama dengan
ujung tonjolnya berkontak dengan marginal ridge premolar superior
kedua dan premolar superior pertama. Tonjo lingual premolar inferior
kedua terletak diantara tonjol palatinal premolar superior kedua dan
premolar superior pertama.
- Inklinasi bukolingual : tonjol bukal premolar inferior kedua berada di
garis sentral developmental groove premolar superior kedua dan
premolar superior pertama.
- Working occlusion : slope tonjol distobukal premolar inferior kedua
berkontak dengan slope tonjol mesio bukal premolar superior pertama,
slope tonjol mesiobukal premolar inferior kedua berkontak dengan
slope tonjol distobukal premolar superior pertama, tonjol lingual
premolar inferior kedua berkontak dengan area distolingual premolar
superior pertama dan area mesiolingual premolar superior kedua.
c. Premolar inferior pertama
- Centric occlusion : tonjol bukal premolar inferior pertama terletak
diantara tonjol bukal premolar superior kedua dan caninus superior,
ujung tonjolnya berkontak dengan marginal ridge premolar superior
kedua dan caninus superior.
- Working occlusion : slope distobukal premolar inferior pertama
berkontak denga slope mesiobukal premolar superior kedua, slope
mesiobukal premolar inferior pertama berkontak dengan slope
distobukal caninus superior, slope distolingual premolar inferior
pertama berkontak dengan slope mesiopalatal premolar superior
pertama.
d. Molar kedua
- Centric occlusion : garis inklinasi mesiobukal molar inferior kedua
berkontak dengan garis tepi pada tonjol distobukal molar superior
pertama, tonjol palatal molar inferior kedua berkontak dengan fossa
sentral molar superior kedua.
- Working occlusion : tonjol molar inferior kedua berkontak dengan
tonjol mesiobukl molar superior pertma dan tonjol-tonjol molar
superior kedua.
- Balancing contact : tonjol mesiobukal molar inferior kedua berkontak
dengan tonjol distopalatal molar superior pertama, tonjol distobukal
molar inferior kedua berkontak dengan tonjol mesiopalatal molar
superior kedua.
2. Try in pada pasien.
- Melakukan try in pada rongga mulut pasien dengan menginsersikan
plat rahang atas dan rahang bawah, kemudian observasi kesesuaian
susunan, bentuk, ukuran dan posisi gigi, pemeriksaan oklusi dengan
articulating paper, pemeriksaan basis gigi tiruan rahang bawah tidak
menghalangi gerakan lidah, pemeriksaan stabilitas dan retensi basis
gigi tiruan rahang atas, fonetik dengan mengucapkan huruf S, D, O, M,
R, A, T dan huruf lainnya
Gambar 20. Try in penyusunan gigi anasir posterior atas dan bawah.
3. Melakukan konturing gingiva sehingga menyerupai bentuk anatomis
gingiva dan jaringan lunak yang asli, kemudian dilakukan try in kembali
pada pasien untuk dilakukan pemeriksaan pada susunan gigi geligi
apakah terdapat perubahan atau tidak.

Gambar 21. Proses konturing gingiva sebelum dilakukan finishing.

Gambar 22. Try in pada pasien setelah dilakukan konturing gingiva.


Tahap Laboratotis
Prosesing akrilik.

Kunjungan XVII
8 November 2017
- Insersi gigi tiruan lepasan yang telah diprosesing akrilik dan melakuakn
pemeriksaan :
o Memeriksa retensi dengan menggerakkan pipi dan bibir.
o Memeriksa oklusi dengan articulating paper, bagian yang
mengalami premature contact harus dilakukan grinding pada
gigi tiruannya.
o Memeriksa stabilitas, pasien diinstruksikan untuk melakukan
gerakan mastikasi, menelan, berbicara, ekspresi wajah dan
sebagainya.
o Memeriksa adaptasi tepi basis gigi tiruan terhadap jaringan
pendukung, bagian yang menutupi frenulum dilakukan
pengurangan.
- Pasien diajarkan cara melepas dan memasang gigi tiruan, diberikan
instruksi pemakaian gigi tiruan, cara menjaga oral hygiene dan kontrol
1 minggu kemudian
- Instruksi pada pasien : Pasien dianjurkan untuk memakai protesa untuk
beradaptasi sampai terbiasa. Pada waktu tidur protesa dilepas agar
jaringan mulut istirahat lalu protesa direndam dalam air dingin. Protesa
dibersihkan sesudah makan. Bila ada rasa sakit, gangguan bicara,
protesa tidak stabil, pasien dianjurkan untuk datang ke klinik. Kontrol
sesuai waktu yang telah ditentukan guna mengecek kembali lebih
lanjut, jika tidak ada gangguan pasien dapat terus memakai gigi tiruan.

Gambar 23. Insersi gigi tiruan akrilik, foto profil muka pasien dengan
menggunakan gigi tiruan tampak depan dan samping.
Kunjungan XVIII
4 Desember 2017
Kontrol gigi tiruan lepasan
Pemeriksaan subjektif :
- Pasien tidak mengalami keluhan pada rahang atas, rahang bawah,
maupun pada gigi tiruan.
- Pasien sudah merasa nyaman dengan gigi tiruan dan tidak memiliki
keluhan saat makan, berbicara, maupun secara estetis.
- Pasien merasa nyeri pada rahang atas bagian kanan belakang saat
melepas gigi tiruan.
Pemeriksaan objektif:
- Gigi tiruan dalam keadaan baik, tidak longgar atau lepas saat
melakukan gerakan fungsional.
- Tidak traumatik jaringan pada rahang bawah.
- Terdapat lesi kemerahan membulat dengan diameter kurang lebih 3
mm pada gingiva bagian posterior kanan rahang atas.
Perawatan :
- Pengurangan tepi plat akrilik bagian posterior kanan rahang atas.

Gambar 24. Kontrol gigi tiruan lengkap lepasan.


BAB III
HASIL PERAWATAN
A. HASIL PERAWATAN
Sebelum perawatan:

Setelah perawatan:

B. PEMBAHASAN
Perawatan pada pasien edentulous maxilla dan mandibula dengan gigi
tiruan lengkap (GTL) lepasan telah selesai dilakukan. Pasien sudah merasa
nyaman pada gigi tiruan saat melakukan kontrol satu minggu pasca
perawatan. Pasien tidak merasakan sakit saat digunakan untuk makan
maupun berbicara. Pemeriksaan objektif menunjukkan GTL dalam
keadaan baik. Retensi dan stabilisasi masih baik. Mukosa dibawahnya dan
jaringan sekitar tidak terdapat traumatik jaringan dan tidak terdapat
traumatik oklusi.
Perawatan GTL dipilih untuk mengembalikan fungsi fisiologis rongga
mulut, bentuk profil wajah dan estetik, sehingga diperlukan pertimbangan
yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Pembuatan GTL merupakan
proses yang cukup sulit dan memakan waktu lama jika tidak cermat dalam
proses pengerjaan. Setiap tahapan harus dilakukan dengan cermat selama
gigi tiruan masih lebih mudah diperbaiki pada tahap awal, untuk
meminimalkan kesalahan setelah proses packing. Perlu untuk memberikan
informasi kepada pasien mengenai tahapan pengerjaan yang cukup
panjang dan membutuhkan kunjungan beberapa kali. Instruksi penggunaan
dan perawatan gigi tiruan perlu disampaikan dengan jelas dan tepat,
sehingga GTL yang digunakan bisa diterima dengan baik pada rongga
mulut pasien dan pasien merasa lebih nyaman dalam penggunaan GTL.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Perawatan gigi tiruan lengkap lepasan merupakan perawatan yang
tepat untuk menggantikan fungsi fisiologis rongga mulut dan estetis pasien
dengan edentulous maxilla dan mandibula. Diperlukan kekooperatifan
pasien untuk meningkatkan kesuksesan perawatan gigi tiruan lengkap
sehingga dapat memenuhi tujuan tersebut.
B. Saran
1. Pengerjaan gigi tiruan lengkap perlu dilakukan secermat mungkin pada
tahapan awal saat gigi tiruan masih dapat diperbaiki, sehingga
meminimalkan terjadinya kesalahan setelah gigi tiruan di packing.
2. KIE perlu dilakukan pada pasien dengan jelas dan tepat sehingga gigi
tiruan dapat diterima pasien dengan baik dan dapat digunakan dengan
nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Bakar, A. 2012. kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta : Quantum Sinergis Media.


Maulana, E.G., dkk. 2016. Faktor yang Mempengaruhi Kehilangan Gigi pada
Usia 35-44 Tahun di Kecamatan Juai Kabupaten Balangan Tahun 2014
Tinjauan Terhadap Pengetahuan dan Sosial Ekonomi. Dentino (Jur. Ked.
Gigi), Vol I. No 1. Maret 2016 : 98 – 103.
Schuurs, H.B. 1992. Patologi Gigi-Geligi, Kelainan-Kelainan Jaringan Keras
Gigi. Yogyakarta; UGM, p. 135-152.
Kumar, R., Khan, R., 2016. Neutral Zone Approach for Complete Denture
Fabrication: A Case Report. International Journal of Health Sciences and
Research. Vol. 6; Issue 7; p. 384-8.
Karnam, S., Basimi, S, Surapaneni, H., et.al., 2015. Severely Resorbed Edenulous
Ridges: A Preventive Prosthodontic Approach – A Case Report. Journal of
Clinical and Diagnostic Research. Vol. 9(10): ZD17-ZD19

Anda mungkin juga menyukai