Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ORAL DIAGNOSIS

MINGGU KE – 1
(Periode 7-17 Desember)

Disusun Oleh:

Halimah (2020-16-063)

Pembimbing:
Nety Trisnawaty, drg, Ph.D

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2020
KASUS ORAL DIAGNOSIS MINGGU KE 1
Seorang perempuan usia 21th datang ke RSGM FKG UPDMB dengan keluhan gigi depan atas
maju, gigi depan bawah crowding, sehingga kurang menarik dan tidak percaya diri. Gusi depan
bawah sering berdarah, gigi belakang bawah kanan berlubang. Pasien ingin ditambal giginya.

Pemeriksaan Ekstra Oral : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Intra Oral:

o Palatum dalam
o Overbite 5mm
o Mesiobuccal cusp M1 RA di buccal groove RB
o Gigi 32 distolinguoversi
o Gigi 31, 41, 42 mesiolinguoversi
o Gusi depan bawah sering berdarah
o Gigi 31, 41, 42 gusi merah & bengkak, terdapat karang gigi di daerah lingual
o Gigi 47 karies mencapai pulpa. Sondase (-), CE (-), PT (+)
o Gigi 46 karies dentin. Sondase (+), CE (+), PT (-)
o Gigi 31 karies email di bagian mesial. Sondase (-), CE (-), PT (-)
o Gigi 32 karies email di bagian mesial. Sondase (-), CE (-), PT (-)
o Gigi 16 karies mencapai pulpa. Sondase (+), CE (+), PT (-)
REKAM MEDIS DIAGNOSIS ORAL

I. IDENTIFIKASI PASIEN
1.Nama : Dinda Salsabila
2.Usia/Tanggal Lahir : 21 Tahun /1 Juni 1999
3.Pekerjaan : Mahasiswa
4.Alamat Tempat Tinggal : Jl. Anggrek Cakra No.31
5.Telepon Rumah/ Kantor : 021-5482223
6.Email : dinda_salsabila@yahoo.com
7.Pendidikan Terakhir : SMA
8.Usia Ayah : 50 Tahun
9.Usia Ibu : 45 Tahun

II. PSIKOSOSIAL BUDAYA EKONOMI


1.Status Perkawinan : Lajang Menikah Cerai
2.Riwayat Kebiasaan : Merokok Alkohol Lainnya TAK

3.Hambatan Fisik : Pendengaran Bicara Penglihatan TAK


4.Hambatan Kognitif : TAK
5.Hambatan Sosial : Budaya Kepercayaan TAK
6.Bahasa Yang Diakui : Bahasa Indonesia
7.Ekonomi : Baik Sedang Rendah
III. INFORMASI MEDIS
1. Pemeriksaan Fisik :
a. TD : 120/80 mmHg (Optimal)
b. Nadi : 70 x/menit (Normal : 60-100 x/menit)
c. Suhu : 37 ℃ (Normal : 36-37,2 ⁰C)
d. Respirasi : 18 (Normal : 14-20 x/menit)
e. BB : 54 Kg
f. TB : 159 Cm
g. Golongan Darah : A / B / AB / O

Tinggi Badan Pasien : 159 cm

Berat Badan Pasien : 54 kg

R = ( TB – 100 ) – 10% ( TB – 100 )


= ( 159 – 100 ) – 10% ( 159 – 100 )
= 59 – 5,9
= 53,1 Kg

2. Pemeriksaan Penyakit Sistemik


a. Penyakit Tekanan darah : Normal / Hipotensi /Hipertensi
b. Penyakit Jantung : Tidak ada / Ada
c. Penyakit diabetes : Tidak ada / Ada
d. Penyakit Haemophilia : Tidak ada / Ada
e. Penyakit Hepatitis : Tidak ada / Ada
f. Penyakit Gastritis : Tidak ada / Ada
g. Alergi Obat-Obatan : Tidak ada / Ada
h. TBC : Tidak ada / Ada
i. Asma : Tidak ada / Ada
j Penyakit Lainnya : Tidak ada / Ada

3. Status Gizi : baik / sedang / buruk


4. Risiko Jatuh : cara berjalan seimbang / tidak seimbang

IV. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF


1. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan gigi depan atas maju dan gigi
depan bawah berantakan, gusi sering berdarah dan gigi belakang kanan bawah
berlubang.
2. Riwayat Perjalanan Penyakit : Tidak ada
3. Riwayat Penyakit yang Diturunkan : Tidak ada

V. PEMERIKSAAN OBJEKTIF / INFORMASI DENTAL


1.Ekstra Oral :
a. Wajah : simetris/ asimetris
b. Pipi : simetris / asimetris
c. Bibir : simetris / asimetris
d. Limfonodi: teraba / tidak teraba
e. TMJ : normal / unilateral / bilateral
2. Intra Oral :
a.Vitalitas Gigi : + / - 47, + /- 46,16, 32,31
b. Perkusi : + / - 46, 31, 32, 16, + /- 47
c. Palpasi : + / - lunak dan edematus pada gigi 31,41,42
d. Mobilitas :+/-
e. Oklusi : normal/ crossbite/ steepbite /Deepbite 5mm
f. Poket :+/-
g. Resesi : kelas 1/2/3/4 Miller TAK
h. Migrasi : + / - 32,31,41,42
i. Titik Kontak :+/-
j. Torus Palatinus : tidak ada / kecil / sedang / besar / multiple
k.Torus Mandibula : tidak ada / sisi kiri / sisi kanan / kedua sisi
l. Palatum : rendah / sedang / dalam
m.Vestibulum : normal / dangkal / dalam / dasar
n. Frenulum : normal / tinggi / rendah
o. Perlekatan Dasar Mulut : normal / tinggi / rendah
p. Mukosa Oral : Gusi di regio 31,41,42 merah & bengkak

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.Interpretasi Pemeriksaan Radiologi : dental / PA/OPG/ceph
2.Interpretasi Pemeriksaan Laboratorium : ada / tidak ada

VII. RESUME
1.Diagnosis :
• Maloklusi dental klas I Angle modifikasi Dewey tipe 1 dan 2.
• Gigi 47 Nekrosis pulpa disertai periodontitis apikalis kronis oleh karena
bakteri plak.
Diagnosis Banding : Pulpa normal & pulpitis irreversible, periodontitis
apikalis akut
• Gigi 46 Hiperemi pulpa oleh karena bakteri plak
Diagnosis Banding : Iritasi pulpa dan pulpitis irreversible
• Gigi 31 Iritasi pulpa oleh karena bakteri plak dan kalkulus
Diagnosis Banding : Pulpa normal dan hiperemi pulpa
• Gigi 32 Iritasi pulpa oleh karena bakteri plak dan kalkulus
Diagnosis Banding : Pulpa normal dan hiperemi pulpa
• Gigi 16 Pulpitis irreversible oleh karena bakteri plak
Diagnosis Banding : Pulpitis revesible dan nekrosis pulpa
• Gigi 31,41,42 Gingivitis kronis lokalis oleh karena bakteri plak dan
kalkulus diperberat crowding
Diagnosis Banding : Periodontitis

VIII. PROGNOSIS

1.Baik, karena pasien kooperatif, gigi yang mengalami kerusakan periodontitis


masih di bawah 30% dari gigi yang ada dan tidak terdapat penyakit sistemik.

2.Sedang,

3.Buruk,

IX. RENCANA PERAWATAN


1.Kegawat Daruratan : Ya / Tidak
2.DHE : Ya / Tidak
3.OHI : Ya / Tidak
4. Scalling : Ya / Tidak
5.Pencabutan : Ya / Tidak
6. Tumpatan : Ya / Tidak
7. Pembuatan Gigi Tiruan :Ya / Tidak
8. Pembuatan Pesawat Orto: Ya / Tidak
9. Pembedahan : Ya / Tidak
10. Splinting : Ya / Tidak
11. Perawatan Oklusi : Ya / Tidak
• Fase Pre Eliminary : Menjelaskan kepada pasien tahap/prosedur
perawatan
• Fase I (Inisial) : DHE + OHI, Scalling & Rootplaning RB, Restorasi
gigi, Perawatan ortodonti lepasan
• Fase IV (Pemeliharaan) : Pengecekan OHIS, cek oklusi, cek kondisi gingiva,
dan cek apakah ada perubahan patologis lain/tidak.
• Fase II (Bedah) : Terapi endodontik (PSA)
• Fase III (Koreksi) : Restorasi akhir resin komposit

X. RUJUKAN
• Pro ro” OPG dan periapikal (16,47) Lab radiologi
• Pro scalling & rootplaning RB Lab periodonsia
• Pro filling komposit 16,31,32,47,46 Lab konservasi
• Pro PSA 16,47 Lab konservasi
• Perawatan ortodonti menggunakan piranti ortodonti lepasan Lab
ortodonsia

ODONTOGRAM

O car

O car - O car
nvt
mesio mesio M car - M car -
linguo linguo mesiolin mesiolin
versi versi guoversi guoversi
Keterangan

16 : Karies oklusal

31 : Karies mesial, mesiolinguoversi, kalkulus

32 : Karies mesial, mesiolinguoversi

41 : Mesiolinguoversi, kalkulus

42 : Mesiolinguoversi, kalkulus

46 : Karies oklusal

47 : Karies oklusal dan nonvital.


PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus diatas adalah maloklusi dental klas I Angle modifikasi Dewey tipe 1,2,
karena hubungan mesiobuccal cusp M1 RA yang terletak di buccal groove RB, serta terdapat gigi
crowding di anterior RB dan protrusif pada gigi anterior RA. Maloklusi merupakan oklusi yang
menyimpang dari keadaan normal, terdapat ketidakteraturan gigi atau penempatan yang salah
lengkung gigi di luar rentang normal. Maloklusi merupakan masalah gigi yang paling umum
dikeluhkan seseorang, sehingga memiliki keinginan untuk melakukan tindakan perawatan
ortodontik. Salah satu kondisi maloklusi yang paling sering terjadi adalah adanya gigi crowding
yang dapat menjadi pemicu adanya masalah jaringan periodontal. Gigi yang crowding sangat sulit
dibersihkan dengan menyikat gigi, kondisi ini dapat menyebabkan penumpukan plak yang juga
menjadi salah satu faktor resiko terjadinya kalkulus dan gingivitis. Hal ini dapat disebabkan karena
pada saat menyikat gigi, sikat gigi tersebut sulit menjangkau sisa makanan yang menempel di area
interdental sehingga terjadi akumulasi plak dan membentuk kalkulus kemudian menjadi pemicu
terjadinya gigi berlubang (karies) dan penyakit gusi (gingivitis).1 Selain itu, adanya kebiasaan
buruk juga merupakan salah satu faktor umum yang berperan dalam terjadinya maloklusi. Salah
satu jenis kebiasaan buruk yang sering terjadi adalah menghisap ibu jari (thumb sucking). Suatu
kebiasaan yang berdurasi total sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas
yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Dari ketiga faktor ini yang paling berpengaruh adalah
durasi atau lamanya kebiasaan tersebut berlangsung. Kebiasaan buruk seperti thumb sucking sering
didistribusikan sebagai penyebab atau faktor resiko terjadinya berbagai macam maloklusi yang
mengakibatkan palatum yang dalam, insisif maksila protrusif, serta menyebabkan peningkatan
overjet.2

KLASIFIKASI MALOKLUSI

Klasifikasi Angle:

M1 RA merupakan kunci oklusi/ anatomical points (hubungan molar)

• Maloklusi Klas I (Neutrocclusion), yaitu mesiobuccal cusp M1 RA beroklusi pada buccal


groove M1 RB permanen.
• Maloklusi Klas II (Distocclussion), yaitu distobuccal cusp M1 RA beroklusi pada buccal
groove M1 RB.
a. Divisi 1 : Proklinasi I atas; bibir atas hipotonik dan pendek sehingga pasien gagal
menutup mulut; lip trap (bibir bawah di palatal I atas); meningkatknya aktivitas
buccinator dan mentalis menyebabkan RA menyempit (berbentuk “V”).

b. Divisi 2 : I1 atas retroklinasi; I2 atas proklinasi; deep bite (I2 atas dapat menyebabkan
trauma pada gingiva labial mandibula); lengkung gigi tampak berbentuk persegi;
aktivitas otot perioral normal.

c. Subdivisi : bila satau sisi hubungan M klas II, sisi lainnya klas I.
• Maloklusi Klas III (Mesiocclusion), yaitu mesibuccal cusp M1 RA beroklusi pada
interdental M1 dan M2 permanen.
a. True class III : Kelas III skeletal
b. Pseudo class III : Mandibula bergerak ke depan/maju saat menutup mulut
c. Subdivisi : Satu sisi Klas III, sisanya Klas I.

Klasifikasi Dewey (Hubungan Rahang dengan Dental)

• Klas I Modifikasi Dewey


a. Tipe 1 : Crowding anterior teeth
b. Tipe 2 : Protrusif I atas
c. Tipe 3 : Crossbite anterior
d. Tipe 4 : Crossbite posterior
e. Tipe 5 : M1 permanen drifting ke mesial
• Klas III Modifikasi Dewey
a. Tipe 1 : Edge to edge
b. Tipe 2 : I bawah crowding dan lebih ke lingual dari I atas
c. Tipe 3 : Crossbite anterior, I atas crowding.3
• Dalam kasus ini pasien masuk kedalam maloklusi dental klas I Angle modifikasi Dewey
tipe 1 dan 2.
PERAWATAN DENGAN PIRANTI ORTODONTI LEPASAN

Pada kasus diatas, pasien dilakukan dengan menggunakan piranti ortodonti lepasan atau bisa
disebut juga dengan removable appliance. Piranti ortodonti lepasan adalah piranti ortodonti yang
dapat dipasang dan dilepas sendiri oleh pasien. Piranti lepasan dapat memberikan hasil yang
maksimal apabila dipakai terus-menerus. Piranti lepasan dapat digunakan untuk perawatan
maloklusi yang ringan. Kunci utama keberhasilan perawatan ortodonti pada pemakaian piranti
lepasan adalah penentuan rencana perawatan dan sekaligus desain pirantinya. Dari rencana
perawatan dapat ditentukan beberapa alternatif desain pirantinya. Khusus desain piranti ortodonti
lepasan, harus mencakup seluruh komponen-komponen dari piranti ortodonti lepasan. Komponen-
komponen tersebut meliputi:

• Komponen aktif
• Komponen retentif (pasif)
• Penjangkaran
• Lempeng akrilik 4

➢ Untuk gigi anterior RA pasien yang protrusif, pasien dapat dilakukan perawatan dengan
menggunakan labial bow aktif dengan menggunakan kawat berdiameter 0,6-0,7mm.
Panjang labial bow dapat diletakkan dari gigi 13 ke 23 atau 14 ke 24. Bentuk labial bow
ini, mengikuti lengkung gigi anterior dan sejajar bidang oklusal. Tujuan dari penggunaan
labial bow aktif ini adalah untuk meretraksi gigi-gigi anterior kearah palatal.
➢ Pada gigi pasien yang crowding dapat menggunakan klamer aktif berupa bumper terbuka
(z spring), double mershon, serta labial bow. Bumper terbuka digunakan pada gigi 32, dapat
menggunakan kawat dengan diameter 0,6mm yang diletakkan di daerah lingual. Tujuan
dari penggunaan bumper terbuka pada gigi 32 ini adalah untuk mendorong sisi distal gigi
32 ke arah labial. Kemudian, untuk gigi 31,41,42 yang mesiolinguoversi, dapat
menggunakan double mershon. Klamer yang dipakai dapat menggunakan kawat dengan
diameter 0,6-0,7mm. Tujuan dari penggunaan double mershon ini adalah untuk mendorong
lebih dari 2 gigi anterior ke arah labial secara bersamaan (mendorong sisi mesial kearah
labial). Selanjutnya, penggunaan klamer yang terakhir adalah labial bow pada daerah labial
rahang bawah. Tujuan dari labial bow ini adalah untuk mempertahankan lengkung gigi dari
arah labial. Dapat diletakkan dari 33 ke 43 atau 44 ke 34
➢ Selain menggunakan komponen aktif, perawatan juga dilakukan dengan menggunakan
komponen pasif seperti adams klamer. Adams klamer dapat digunakan pada gigi-gigi molar
rahang atas dan bawah yaitu 16, 26, 36 dan 46. Kawat yang digunakan menggunakan
diameter 0,7mm-0,8mm. Tujuan dari penggunaan adams klamer ini adalah sebagai alat
retensi plat aktif serta penjangkaran.3

NEKROSIS PULPA

Diagnosis yang kedua, gigi 47 mengalami nekrosis pulpa disertai periodontitis apikalis
simptomatik, karena terdapat karies mencapai pulpa dengan vitalitas (-) serta PT(+). Nekrosis
pulpa merupakan kematian pulpa yang diakibatkan oleh pulpitis irreversible simptomatik atau
asimptomatik yang tidak dirawat atau terjadi karena trauma yang mengganggu suplai darah ke
pulpa. Pulpa biasanya tidak responsif terhadap pulp testing. Ketika nekrosis pulpa (atau pulpa
nonvital) terjadi, suplai darah pulpa tidak ada dan saraf pulpa tidak berfungsi. Bila terjadi
peningkatan jaringan dalam ruang pulpa, dapat menyebabkan kolapsnya pembuluh darah sehingga
terjadi nekrosis. Setelah pulpa menjadi nekrotik total, gigi biasanya akan menjadi asimptomatik
sampai terjadi perluasan penyakit ke jaringan periradikuler. Dengan nekrosis pulpa, gigi biasanya
tidak merespon electric test atau stimulasi dingin.5,6

Gejala Umum Nekrosis pulpa

• Gejala seringkali mirip dengan pulpitis irreversible


• Pernah nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri
• Memiliki perubahan-perubahan radiografis definitif seperti pelebaran ligamen periodontal
atau kehilangan lamina dura
• Terdapat lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar di sekitar apeks dari salah satu
atau beberapa gigi
• Gigi berlubang dalam, kadang sakit bila terkena rangsangan panas
• Halitosis
• Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitaman
PERIODONTITIS APIKALIS KRONIS

Periodontitis apikalis kronis didefinisikan sebagai peradangan dan kerusakan jaringan


periodonsium apikal yang berasal dari pulpa, muncul sebagai daerah radiolusen apikal, dan tidak
menimbulkan gejala klinis. Gigi ini biasanya tidak merespon tes vitalitas pulpa, dan radiograf atau
gambaran radiografis akan menunjukkan adanya radiolusensi di apikal. Gigi umumnya tidak
sensitif terhadap tekanan gigitan tetapi mungkin “terasa berbeda” pada saat pasien dilakukan
perkusi.

PERAWATAN NEKROSIS PULPA DISERTAI LESI PERIAPIKAL

➢ Pada kasus diatas, gigi yang mengalami nekrosis pulpa disertai lesi periapikal dapat
dilakukan rencana perawatan seperti pembersihan karang gigi (scalling) terlebih dahulu,
perawatan saluran akar (PSA) dan restorasi resin komposit kavitas kelas I. Adapun tahapan
perawatannya pada kunjungan pertama, terdiri dari pembuangan jaringan karies dan
pembukaan akses ke ruang pulpa hingga ke orifis. Kemudian dilanjutkan irigasi saluran
akar, pengukuran panjang kerja estimasi (panjang saluran akar pada radiograf dikurangi 1),
lalu eksplorasi saluran akar dengan menggunakan K-file. Selanjutnya penentuan panjang
kerja (dengan apex locator), dan melakukan preparasi saluran akar dengan teknik tertentu
(setiap pergantian instrument harus melakukan irigasi), dan kemudian irigasi kembali
saluran akar dan berikan dressing dan tumpatan sementara.
➢ Pada kunjungan kedua, melakukan kontrol kepada pasien dengan melakukan pemeriksaan
objektif seperti pemeriksaan IO (perkusi, palpasi dan mobilitas) dan membongkar
tumpatan sementara. Kemudian dilakukan pengisian saluran dan hasil pengisian saluran
akar diperiksa dengan pengambilan foto radiograf untuk memastikan hasil yang hermetis.
Pasien diinstruksikan untuk datang kembali untuk observasi jaringan periodontal dan
dilakukan tumpatan permanen.7

IRITASI PULPA

Iritasi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan enamel gigi mengalami kerusakan sampai batas
dentino enamel junction;
Pemeriksaan obyektif:
a) Terlihat karies yang kecil
b) Pemeriksaan dengan sonde tidak memberi reaksi, tetapi kadang terasa sedikit
c) Tes thermis : dengan chlor etil terasa ngilu, bila rangsang dihilangkan biasanya rasa ngilu juga
hilang.
➢ Perawatan pada gigi 31 dan 32 yang iritasi pulpa adalah preparasi kavitas dan restorasi
resin komposit klas II. 8

HIPEREMI PULPA

Hiperemi pulpa adalah penumpukkan darah secara berlebihan pada pulpa, yang disebabkan
kongesti vaskular. Hiperemi pulpa dapat disebabkan oleh trauma (seperti trauma oklusi, syok
termal pada saat preparasi kavitas, dehidrasi akibat penggunaan alkohol dan iritasi terhadap dentin
yang terbuka disekitar servikal gigi), kimiawi (makanan asam atau manis, bahan sterilisasi dentin
seperti fenol atau H2O2), dan bakteri yang dapat menyebar melalui lesi karies atau tubulus dentin
ke pulpa. Hiperemi pulpa ditandai dengan rasa sakit yang tajam dan pendek. Umumnya rasa sakit
timbul karena rangsangan makanan atau minuman yang manis, asin, atau dingin. Rasa sakit ini
tidak spontan dan tidak berlanjut ketika rangsangan dihilangkan.8,9

Pemeriksaan obyektif:
a) Terlihat karies media atau profunda
b) Bila di tes dengan chlor etil terasa ngilu,
c) Di test dengan sonde kadang terasa ngilu,kadang tidak.
d) Perkusi negatif.

➢ Perawatan pada gigi 46 dapat dilakukan dengan melakukan restorasi resin komposit
secara langsung apabila karies tersebut belum mendekati pulpa, restorasi dapat langsung
dilakukan tanpa dilakukan perawatan saraf.
➢ Perawatan dapat juga dilakukan dengan pulp capping direk/indirek. Tergantung indikasi
dan kontraindikasi pada tiap pemilihan teknik pulp capping.

PULPITIS IRREVERSIBLE

Saat keadaan penyakit pulpa berkembang, peradangan pada pulpa bisa berubah menjadi pulpitis
ireversibel. Kondisi ini dapat dibagi menjadi subkategori pulpitis irreversible simptomatik dan
asimptomatik.

• Pulpitis irreversible simptomatik


Gejala pulpitis irreversible didasarkan pada temuan subjektif dan obyektif bahwa pulpa
vital yang meradang tidak mampu sembuh dan PSA diindikasikan. Gigi yang memiliki
gejala pulpitis ireversible menunjukkan nyeri intermiten atau spontan. Paparan yang cepat
terhadap perubahan suhu (terutama terhadap rangsangan dingin) akan menimbulkan nyeri
yang meningkat dan berkepanjangan (biasanya 30 detik atau lebih bahkan setelah stimulus
dihilangkan). Nyeri tajam atau tumpul, terlokalisir, dan menyebar. Kadang-kadang rasa
sakit dapat ditekankan pada saat berbaring atau membungkuk. Biasanya, ada sedikit atau
tidak ada perubahan pada tampilan radiografi pada tulang periradikuler, penebalan ligamen
periodontal dapat terlihat pada radiograf, dan mungkin terdapat iritasi pulpa karena
kalsifikasi ruang saluran akar. Gigi dengan gejala pulpitis irreversible mungkin sulit
didiagnosis karena peradangan belum mencapai jaringan periapikal, sehingga
menyebabkan tidak ada rasa sakit pada saat perkusi. Dalam kasus seperti itu, riwayat gigi
dan pengujian termal adalah alat utama untuk menilai status pulpa. 7,9
• Pulpitis irreversible asimptomatik
Gejala pulpitis irreversible didasarkan pada temuan subjektif dan obyektif bahwa pulpa
vital yang meradang tidak mampu sembuh. Namun, pasien tidak mengeluhkan gejala apa
pun. Kadang karies juga tidak menimbulkan gejala, meskipun secara klinis atau radiografik
karies sudah meluas ke pulpa. Jika tidak dirawat, pulpa dapat menjadi simptomatik ataupun
menjadi nekrotik. Dalam kasus pulpitis ireversible asimptomatik, perawatan endodontik
harus dilakukan sesegera mungkin sehingga pulpitis tidak berkembang menjadi nekrosis
atau menyebabkan nyeri yang parah pada pasien.9
➢ Pada gigi 16, gigi dengan diagnosis pulpitis ireversible (akut) sangat responsif terhadap
rangsang dingin, rasa sakit berlangsung bermenit-menit sampai berjam-jam, kadang-
kadang rasa sakit timbul spontan, mengganggu tidur atau timbul bila membungkuk.
Perawatan darurat yang lebih baik dilakukan adalah pulpektomi daripada terapi paliatif.
Kemudian dilakukan restorasi permanen dengan menggunakan resin komposit kavitas klas
I.

GINGIVITIS KRONIS LOKALIS

Gingivitis didefinisikan sebagai peradangan pada gingiva. Ini terjadi ketika microbial plaque
(bakteri) menumpuk di permukaan gigi sebagai akibat dari penyikatan gigi yang tidak efektif. Oleh
karena itu, menyikat gigi yang efektif sangat penting untuk memastikan pembuangan sisa makanan
yang memadai, yang dapat mencegah perkembangan plak lebih lanjut. Gingivitis diklasifikasikan
sebagai lokalis, ketika sekitar 30% atau kurang dari jaringan gingiva yang berdarah saat
pemeriksaan periodontal, dan generalis jika lebih dari 30% .Pada gingivitis, tidak ada bukti
kerusakan jaringan periodontal dan hilangnya perlekatan gigi yang dapat diamati dari gambaran
radiografi. Dengan demikian, gingivitis dapat disembuhkan dan dicegah dengan memelihara
kesehatan jaringan gigi dan mulut yang tepat.
Pasien dengan gingivitis umumnya halitosis dan perdarahan di gingiva tanpa disertai rasa sakit,
baik secara spontan atau selama menyikat gigi. Namun untuk mendiagnosis gingivitis perlu
dilakukan pemeriksaan perubahan gingiva secara menyeluruh seperti warna, konsistensi, tekstur,
dan ukuran. Gingiva yang meradang akan tampak eritematosa dan edema, dan berdarah saat
probing.

Pada kasus diatas, gigi 32,31,42,41 didiagnosis gingivitis kronis lokalis, dengan gejala klinis
gingiva merah, bengkak, adanya kalkulus di area lingual serta sering berdarah. Selain itu, gingivitis
hanya terlibat pada beberapa gigi saja di rongga mulut. Gejala klinis lain yang dimiliki gingivitis
kronis antara lain pembesaran gingiva pada interdental dan margin gingiva, tidak disertai rasa sakit,
permukaan licin dan mengkilat serta konsistensi lebih lunak. Kemungkinan terjadinya gingivitis
kronis lokalis ini, dapat disebabkan oleh gigi yang crowding pada RB dan kesulitan untuk
melakukan metode kebersihan mulut yang efektif sehingga, dapat menyebabkan penumpukan plak
yang juga menjadi salah satu faktor resiko terjadinya kalkulus dan gingivitis.

➢ Terapi gingivitis pada regio 31,41,42 diarahkan untuk mengontrol dan mengurangi
faktor etiologi, seperti mikrobial biofilm dan kalkulus. Tahap pertama yang dilakukan
adalah melakukan edukasi terhadap pasien terhadap pemeliharaan oral hygiene-nya dengan
edukasi cara menyikat gigi yang benar serta penggunaan dental floss. Selain itu, dilakukan
prosedur scalling dan root planing pada RB. Namun, apabila plak dan kalkulus hanya
sebatas permukaan enamel saja, maka cukup dilakukan scalling. Namun jika terdapat
exposed dari akar maka dapat dilakukan rootplaning. Setelah dilakukan scalling dan root
planing, pemberian antibacterial seperti obat kumur yang mengandung chlorhexidine
digluconate atau triclosan. Jika digunakan dengan benar, pasien dengan OH yang buruk,
dapat mereduksi gingivitis. Namun antibacterial ini hanya dapat mengontrol plak
supragingiva, tetapi tidak untuk plak subgingiva. Antibacterial harus mengurangi plak dan
menunjukkan pengurangan gingivitis setidaknya 6 bulan. Agen antibacterial juga harus
aman dan tidak menimbulkan efek samping yang merugikan. 11,12
Pre Eliminary Phase

Menjelaskan kepada pasien tahap/prosedur perawatan

Fase Inisial (Fase 1)


(DHE+ OHI, scalling & rootplaning RB, restorasi gigi 31,32,46, dan perawatan ortodonti lepasan
pada RA dan RB)

Fase Maintenance (Fase IV)


(Pengecekkan OHIS, cek oklusi, cek kondisi gingiva, dan cek apakah ada perubahan patologis
lain/tidak)

Fase bedah (Fase II) Fase Restorasi (Fase III)


(Terapi endodontik/PSA pada gigi 16,47) (Restorasi final resin komposit pada gigi 16,47)
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyuningsih S, Hardjono S, Suparwitri S. Perawatan Maloklusi Angle Klas I Dengan Gigi
Depan Crowding Berat dan Cross Bite Menggunakan Teknik Begg Pada Pasien Dengan
Kebersihan Mulut Buruk. Maj Ked Gi. 2014; 21(2): 205 – 211.
2. Guspitasari et al. Prevalensi Kebiasaan Buruk Sebagai Etiologi Maloklusi Klas I Angle Pada
Pasien Klinik Ortodonsia RSGM Universitas Jember Tahun 2015-2016. e-Jurnal Pustaka
Kesehatan. 2018; 6(2): 365-370.
3. Soeprapto A. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi. Yogyakarta: STPI bina
insan mulia; 2017:123-134.
4. Ardani IGAW, Narmada IB, Hamid T, Sjafei A, Sjamsudin J, Winoto ER, et al. Pengantar
Ilmu Ortodonti II. Surabaya: Airlangga University Press; 2017: 10.
5. Rukmo M, Rulianto M, Samadi M, Lunardhi CGJ. Kelainan Endoperio. Surabaya: Airlangga
University Press; 2015: 18-21.
6. Lin LM, Huang GTJ. Diagnosis. Dalam: Kenneth MH, Berman LH (Editor). Cohen’s
Pathways of the Pulp, 11th ed. St. Louis: Elsevier, 2016: 28-29.
7. Sulistio I, Kristanti Y. Penatalaksanaan Lesi Endo-Perio dengan Perawatan Endodontik Non
Bedah. Maj Ked Gi. Juni 2014; 21(1): 56-60.
8. Yani RWE, Hadnyanawati H, Kiswaluyo, Meliawaty Z. Gambaran Tingkat Keparahan Karies
Gigi Anak Sekolah Dasar di 10 Kecamatan Kabupaten Jember. Stomatognatic (J. K. G Unej).
2015; 12(2): 42-45.
9. Tarigan R. Penyakit pulpa. Dalam: Juwono L (editor). Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti)
Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004: 27-28.
10. Ali SG, Mulay S. Pulpitis: A review. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences. 2015;
14(8): 92-97.
11. Suhana MI, Farha A, Hassan BM. Inflammation of the Gums. Malays Fam Physician. 2020;
15(1): 71–73.
12. American Academy of Periodontology. Treatment of Plaque-induced Gingivitis, Chronic
Periodontitis, and Other Clinical Conditions. J Periodontology. 2001;72(12):1790-1800.

Anda mungkin juga menyukai