Disusun Oleh:
Wahyu lusiana H
112110234
BAGIAN PEDODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
I. DESKRIPSI KASUS
IdentitasPasien
Nama : Umi nur hanifah
Usia : 6 th
JK : perempuan
Pekerjaan : pelajar TK ,
Alamat : genuk indah , Semarang
Diagnosis :
Karies profunda disertai Nekrosis pulpa
Tindakan :
Open akses gigi 85 membersihkan jaringan karies
Kunjungan II (30-5-19)
Pemeriksaan Subjektif :
Pasien datang dengan keluhan gigi belakang bawah kanan berlubang. Pasien
tidak merasakan sakit.
Pemeriksaan Objektif :
- Gigi 85 :
Inspeksi :
Terdapat Karies Profunda Terbuka Kelas I disertai Nekrosis pulpa
Sondasi : ( - ) ,
Perkusi : ( - )
Palpasi : ( - )
Mobilitas : ( - )
CE :(-)
Tindakan :
Preparasi saluran akar
Ditemukan 3 saluran akar ( mesiobukal, distolingual dan distobukal )
Ekstirpasi
Rontgen panjang kerja
PIS x PGR 13 x 10
Akar disto = PGS = = = 11,8 – 1 = 10,8 mm
Lingual PIR 11
Kunjungan IV (4-8-16)
Pemeriksaan Subjektif :
Pasien datang untuk melanjutkan perawatan, tidak ada keluhan sakit.
Pemeriksaan Objektif :
- Gigi 85 :
Inspeksi :
Terdapat Karies Profunda Terbuka Kelas I disertai Nekrosis pulpa
Sondasi : ( - ) ,
Perkusi : ( - )
Palpasi : ( - )
Mobilitas : ( - )
CE :(-)
Tindakan :,
Rontgen setelah preparasi
Pembukaan tumpatan sementara
Sterilisasi dengan ChKM (diambil uapnya dengan cotton pellet) dan di
tumpat dengan tumpatan sementara
,
1. Definisi pulpektomi
2. Macam perawatan pulpektomi untuk gigi sulung
3. Syarat bahan pengisi saluran akar gigi sulung
4. Bahan pengisi saluran akar gigi sulung
5. Penyebab gagalnya pulpektomi
Tujuan dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien dewasa,
yaitu untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan
periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat
diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Gigi yang sakit apabila dirawat
dan direstorasi dengan baik akan bertahan seperti gigi vital selama akarnya terletak
pada jaringan sekitarnya yang sehat. Syarat utama keberhasilan perawatan saluran
akar pada gigi sulung adalah bahwa bahan saluran akar harus bisa terserap pada
waktu yang sama seperti resorpsi fisiologis akarnya. Adapun syarat-syarat yang
lainnya adalah bahan pengisi saluran akar harus radiopaque, nontoksik pada jaringan
periapikal dan benih gigi, mudah aplikasinya, tidak mengkerut, dan mempunyai sifat
desinfektan.
pada gigi desidui bertujuan untuk mempertahankan gigi walaupun dalam keadaan
non vital, menghilangkan bakteri dalam saluran akar, menjaga fungsi bicara, dan
pada saat memutuskan rencana perawatan yang sesuai untuk gigi geligi desidui yaitu
sering kali membuat pasien tidak kooperatif dan sering juga kesibukan oleh orang
yang bisa dilakukan untuk mempersingkat waktu dan dilakukan seideal mungkin.
Terdapat beberapa jenis perawatan pulpa yang berbeda yang dapat dilakukan
pada gigi sulung. Perawatan tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua golongan
yaitu perawatan pulpa konservatif dan perawatan pulpa radikal. Perawatan pulpa
pulpa indirek, perawatan pulpa direk, dan pulpotomi. Perawatan pulpa radikal ialah
pulpektomi yang diikuti dengan pengisian saluran akar. Berbagai macam bahan
pengisian saluran akar telah banyak digunakan diantaranya pasta iodoform (kri
paste), pasta ZOE, dan pasta Ca(OH merupakan bahan yang paling sering
tersendiri.
2. Definisi pulpektomi
Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi merupakan
perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat
irreversibel atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Jika seluruh
jaringan pulpa dan kotoran diangkat serta saluran akar diisi dengan baik akan
diperoleh hasil perawatan yang baik pula (Andlaw dan Rock, 2012).
Indikasi perawatan pulpektomi pada anak adalah gigi yang dapat direstorasi, anak
dengan keadaan trauma pada gigi sulung dengan kondisi patologis, tidak ada
gambaran patologis dengan resorpsi akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga
perempat (Andlaw dan Rock, 2012)
.
3. Macam perawatan pulpektomi gigi sulung
Pulpektomi merupakan perawatan saluran akar gigi decidui yang telah mengalami
kerusakan luas hingga pulpa. Tujuan pulpektomi yaitu untuk mengeliminasi bakteri dan
produk-produknya pada pulpa dan saluran akar kemudian mengisi saluran akar secara
hermetis sehingga gigi decidui dapat berfungsi maksimal di rongga mulut sampai gigi
tersebut tanggal secara normal.
Indikasi :
- Pulpa yang telah nekrosis.
- Hyperemia pulpa / perdarahan pada pulpa / riwayat sakit spontan.
- Bentuk akar masih panjang dan belum mengalami resorbsi sampai 2/3 nya.
- Gigi dengan inlfamasi irreversibel dan meluas ke jaringan radicular (lesi
periapikal seperti abses / muncul fistula).
Macam perawatan pulpektomi pada gigi decidui berdasarkan vitalitas pulpa yaitu :
Partial pulpectomy : merupakan prosedur pulpektomi pada gigi dengan jaringan
pulpa vital namun menunjukan gejala klinis hyperemia. Gigi tersebut mungkin /
tidak pernah memiliki riwayat sakit spontan. Pada gambaran radiografi tidak
menunjukan adanya lesi periapikal / pelebaran periodontal ligamen
Prinsip posedur partial pulpectomy yaitu membuang seluruh jaringan pulpa di
ruang pulpa dan saluran akar. Perawatan ini dapat dilakukan dalam 1 kali
kunjungan tergantung kekooperatifan pasien.
Complete pulpectomy : merupakan prosedur pulpektomi yang dilakukan pada gigi
yang telah nekrosis tanpa disertai tanda kegoyangan / mobilitas pada gigi
tersebut. Karena kondisi gigi yang telah nonvital saat dilakukan pembukaan atap
pulpa dan pembersihan saluran akar maka perlu di sterilisasi dengan bahan
desinfektan sebelum diobturasi dan ditumpat permanen. Biasanya perawatan
complete pulpectomy ini dilakukan berkali-kali kunjungan.
Pasta zinc oksida eugenol merupakan bahan pengisi saluran akar yang
paling banyak digunakan. Menurut Camp, pasta ini diberikan untuk pengisian
pada gigi yang tidak memperlihatkan gejala klinis atau simptom infeksi. Tingkat
keberhasilan bahan ini cukup tinggi, baik digunakan sendiri atau ditambahkan
dengan bahan fiksatif lain. Untuk memudahkan pengisian, bahan tersebut diaduk
hingga mencapai konsistensi yang cukup encer untuk bisa masuk ke dalam
saluran akar, namun harus berhati-hati agar tidak terjadi overfilling. Sebaliknya,
pasta yang terlalu kental menyulitkan obturasi dan menyebabkan underfilling
(Sita, 2011).
Campuran bahan zinc oksida eugenol untuk pengisian saluran akar telah
menghasilkan bentuk yang cukup keras sehingga memungkinkan terjadinya
perubahan arah pada gigi permanen pengganti, dan dapat pula terjadi
keterlambatan erupsi atau bahkan erupsi yang lebih dini. Barker dan Locket juga
mensinyalir bahwa apabila bahan tersebut ditekan terlalu dalam dan keluar
melampaui akar gigi, maka bahan tersebut tidak akan diresorbsi dan
menimbulkan reaksi tubuh terhadap adanya benda asing. Namun Woods dan
Kildea menyatakan bahwa bahan tersebut masih dapat diresorbsi hanya saja
memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun (Octiara, 2014).
Kelebihan pasta zinc oksida eugenol cenderung akan dibuang oleh tubuh
sebagai mekanisme pertahanan terhadap benda asing. Pasta tersebut cenderung
bergerak dari region apikal ke region interadikuler yang lebih sedikit
hambatannya.Gerakan ini disebabkan tekanan erupsi gigi permanen dan
mekanisme tubuh untuk membuang benda asing (Sita, 2011).
Erausquin dan Muruzabal memperlihatkan bahwa zinc oksida eugenol
mengiritasi jaringan periapikal dan menyebabkan nekrosis tulang dan sementum.
Pasta zinc oksida eugenol tidak memiliki kemampuan bakterisid kecuali bila
dicampur dengan bahan lain misalnya formokresol. Namun efek dari pemakaian
formokresol masih dipertanyakan terlebih bila terjadi overfiling. Dikhawatirkan
efek formaldehid bahan tersebut akan difus pada organisme makhluk hidup
(Octiara, 2014).
b. Iodoform
c. Calcium Hydroxide
a. Endodontic pressure syringe: Alat ini terdiri dari laras jarum suntik, plugger, skrew dan
jarum ulir. Jarum itu dimasukkan ke dalam saluran hingga 1-2mm diatas apex. Secara
perlahan, plugger diputar ¼ putaran searah dengan jarum jam kemudian sebelum mengisi
saluran akar yang tersisa jarum ditarik 3mm agar tidak overfilling. jarum ini sangat
fleksibel dan dapat dengan mudah bermanuver di saluran akar yang berliku-liku.
b. Mechanical syringe: cara ini menghasilkan hasil yang buruk pada pengisian saluran akar
yang melengkung
c. Tuberculin syringe: jarum suntik yang digunakan adalah jarum suntik standar 26-gauge,
jarum 3/8 inci. Ini adalah jarum yang terkecil dan yang paling umum digunakan untuk
jarum suntik tuberkulin. Material dimasukkan ke kanal oleh tekanan jari yang lambat
sampai kanal itu tampak penuh pada orificenya.
d. The Insulin Syringe Technique: campuran homogen dari ZOE, sesuai dengan instruksi
produsen dimuat ke jarum suntik insulin dan stopper digunakan setelah menilai panjang
kerja kanal. Jarum dimasukkan ke kanal dan terus sampai 2 mm dari apex. Bahan
kemudian ditekan ke kanal dan saat melakukannya jarum diambil dari kanal keluar
sambil terus menekan material ke dalam kanal. Setelah saluran akar teisi penuh sampai
orifice kemudian ditekan dan dikompresi menggunakan kapas basah. Dapat disimpulkan
dari penelitian ini bahwa dengan keterampilan operator yang optimal dan manipulasi
bahan yang tepat dapat mengisi optimal saluran akar.
e. Disposable Injection Technique: ZOE dapat dimuat dalam jarum suntik 2-ml dengan 24-
gauge bersama dengan stopper disesuaikan sampai panjang kerja. Bahan didorong
dengan lembut ke kanal sampai bahan terlihat mengalir keluar dari lubang saluran, jarum
secara bertahap ditarik sambil mendorong materi sampai jarum mencapai kamar pulpa.
Teknik yang dijelaskan sederhana, ekonomis, dapat digunakan pada hampir semua bahan
pengisi saluran akar dan mudah dengan minimal kemungkinan.
f. The Incremental Filling Technique teknik ini pertama kali digunakan oleh Gould pada
tahun 1972. Teknik ini menggunakan endodontic plugger / amalgam kondenser yang
ukurannya disesuaikan dengan diameter saluran akar. Kemudian bahan obturasi berupa
pasta ZOE dicampur dengan viskositas padat kemudian dimasukan ke ruang pulpa.
Panjang kerja dari endodontic plugger dibuat sama dengan panjang kerja preparasi
saluran akar. Kekurangan dari teknik ini yaitu endodontic plugger bersifat kaku dan tidak
lentur sehingga sulit diaplikasikan untuk obturasi akar yang melengkung. Hartman dan
Pruhs (1980) merekomendasikan penggunaan cotton pellet basah untuk mendorong
material obturasi kedalam saluran akar gigi desidui. Paper poitn juga dapat digunakan
untuk membantu memasukan bahan obturasi kedalam saluran akar.
g. Pastinject: Pastinject (Micromega) adalah pembawa pasta yang dirancang khusus
dengan pisau pipih, yang meningkatkan penempatan bahan ke dalam saluran akar
h. Jiffy Tube: Ujung tabung ditempatkan ke dalam orifice dan bahan dimasukkan ke
saluran akar dengan gerakan meremas ke bawah hingga orifice tampak penuh.
i. NaviTip: Baru-baru ini, ujung logam tipis dan fleksibel diperkenalkan yaitu, NaviTip
(Ultradent vitapex), untuk memasukkan sealer ke saluran akar. NaviTip ini datang dalam
berbagai panjang dan rubber stop dapat disesuaikan. Kekurangan dari tip bentuk metal
ini yaitu tidak dapat menyalurkan bahan obturasi dengan viskositas yang terlalu padat.
j. Bi-Directional Spiral: Teknik ini meminimalisasi bahan obturating yang overfilling.
Karena spiral pada koronal instrumen memutar material ke bawah menuju apex,
sedangkan spiral pada akhir apikal memutar materil ke atas menuju koronal, dimana
mereka akan bertemu (sekitar 3-4 mm dari ujung apikal).
k. Lentulo spiral: Lentulo spiral adalah salah satu teknik maju yang paling efektif dan
langsung untuk menerapkan sealer dan kalsium hidroksida ke dalam saluran akar gigi
permanen atau pasta ke dalam kanal gigi decidui. Desain dan fleksibilitas dari spiral
lentulo memungkinkan file untuk membawa pasta ke saluran akar yang
sempit/melengkung tetapi fraktur instrumen, penyesuaian dengan rubber stop sulit
merupakan kerugian dari instrumen lentulo.
l. The Reamer Technique: reamer diolesi dengan ZOE pasta dimasukkan ke dalam saluran
dengan rotasi searah jarum jam, disertai dengan getaran untuk memungkinkan material
mencapai apex, dan kemudian ditarik dari kanal, sementara secara bersamaan
melanjutkan gerakan berputar searah jarum jam. Sebuah stopper karet digunakan untuk
menjaga alat agar sesuai dengan panjang kerja yang telah ditentukan, dan proses diulang
5-7 kali untuk setiap kanal sampai orifice penuh diisi dengan pasta.
REFLEKSI KASUS
Pada kasus ini dilakukan pengisian dengan Zinc Oxide Eugenol, saat pengisian
saluran akar seluruh bagian masih belum terisi sempurna sampai hermetis. Pengisian
dilakukan dengan menggunakan lentulo. Kemungkinan penyebab saluran akar belum terisi
karena bahan obturasi yang terlalu kental dengan perbandingan P : L yang kurang seimbang
sehingga saat lentulo ditarik, bahan tersebut ikut keluar menempel pada lentulonya. Akibat
yang dapat ditumbulkan apabila saluran akar dalam keadaan tidak terisi oleh bahan obturasi
yaitu terjadi kegagalan perawatan pulpektomi karena ruang kosong disaluran tersebut dapat
menyebabkan infeksi bakteri dengan gejala klinis seperti rasa nyeri baik secara spontan
maupun bila kena rangsang, perkusi dan tekanan terasa peka. Tanda-tanda kegagalan secara
radiografis seperti perluasan daerah radiolusen karena pelebaran jaringan periodontium,
perluasan gambaran radiolusen di daerah periapikal. Tanda-tanda kegagalan secara histologis
seperti adanya sel-sel radang akut dan kronik di dalam jaringan pulpa dan periapikal, ada
mikro abses, jaringan pulpa mengalami degeneratif sampai nekrotik. Dalam melakukan
obturasi pada gigi desidui diperlukan teknik pengisian yang tepat sehingga hasil obturasi
dapat hermetis dan tidak over atau underfiling.
TUGAS DULLAH
EFEK YANG DITIMBULKAN JIKA PULPEK TIDAK HERMETIS
(PROSES MASUKNYA BAKTERI KEDALAM SALURAN AKAR , HINGGA
TIMBULNYA GEJALA NYERI DAN LESI PERIAPIKAL)
Lindkk., (2003) melakukan penelitian pada 200 kasus kegagalan endodontik yang dievaluasi
yaitu pengisian yang kurang dari panjang kerja, pengisian yang tidak hermetis, atau pengisian
berlebih, dan hampir 70% memperlihatkan adanya mikroorganisme dalam jaringan
periradikular atau saluran akar yang tak terisi. Hasilnya pada kasus-kasus ini tidak ada yang
melibatkan penyakit periodontal lanjut, perforasi post, atau fraktur akar dan mahkota. Hal ini
menunjukkan fakta bahwa kasus dengan radiolusensi periapical preoperatif memiliki lebih
tinggi tingkat kegagalan sampai 70% dibandingkan dengan tanpa destruksi tulang
periradikular yang terlihat dari gambaran radiografik (Torneck dan Torabinejad, 2011).
Beberapa penelitian menunjukkan sebagian besar pasien dengan penyakit pasca perawatan
hadir dengan perawatan saluran akar yang tidak adekuat (Kesalahan prosedur, seperti
instrument yang patah, perforasi, overfilling, underfilling, ledge, dan sebagainya merupakan
penyebab langsung kegagalan endodontik. Kesalahan prosedur umumnya tidak
membahayakan hasil perawatan endodontik kecuali terdapat infeksi yang bersamaan (De-
Deus,Murad,Paciornik,dkk, 2008). Berhubungan dengan kualitas perawatan saluran akar,
penyebab kegagalan pada dasarnya sama yaitu mikroorganisme biasanya terlibat dalam
infeksi intraradikular yang persisten /sekunder dan terkadang berhubungan dengan infeksi
ekstraradikular.
Gigi yang dirawat dengan tidak baik memiliki kesempatan yang semakin besar akan
kegagalan perawatan daripada gigi yang dirawat dengan baik karena kemungkinan infeksi
sekunder atau infeksi yang persisten secara jelas semakin tinggi (Nair, 2003). Tronstad (2002)
melakukan penelitian pada 60 gigi dengan periodontitis apikalis yang telah diobturasi dan
diekstraksi. Pada identifikasi mikrobial ditemukan bakteri di seluruh saluran akar, hal ini
memperlihatkan penting pengisian yang tidak hermetic pada semua bagian dan gigi yang
telah diisi dilindungidengan restorasi koronal yang baik dan solid (Stuart,Schwartz,Beeson,
2006).
Saluran akar dengan pulpa nekrotik memberikan ruangan untuk bakteri berkolonisasi dan
memberikan bakteri kelembaban, hangat, bernutrisi, dan lingkungan anaerobik, yang
terlindungi dari pertahanan tubuh karena kurangnya mikrosirkulasi aktif dalam jaringan
nekrotik. Saluran akar nekrotik adalah lingkungan yang subur untuk pertumbuhan bakteri dan
kolonisasi untuk setiap spesies bakteri oral. Walau lebih dari 700 jenis bakteri yang berbeda
telah dilaporkan terjadi dalam kavitas oral dan tiap mulut individu dapat memiliki 100 sampai
200 jenis bakteri, hanya sejumlah bakteri terbatas ini saja yang ditemukan dalam saluran akar
yang terinfeksi.
Faktor ekologi mikrobiota mempengaruhi komposisi mikrobiota dalam saluran akar nekrotik
yang meliputi tekanan oksigen dan potensial redoks, tipe dan jumlah nutrisi yang ada,dan
interaksi bakteri (Baumgartner dkk.,2002;Schorkdkk.,2000) Flora mikrobal saluran akar
terdiri dari organisme yang dapat hidup pada jaringan pulpa mati, yaitusaprofit, yang dapat
tumbuh pada suatu lingkungan dengan tegangan oksigenrendah, dan yang dapat bertahan
dalam lingkungan dengan nutrisi terbatas.Meskipun semua mikroorganisme mempunyai
kesempatan sama untuk masuk ke jaringan pulpa atau saluran akar, hanya yang paling cocok
dengan lingkungan yang dapat bertahan.
Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang biasa ditemukan dalam saluran akar dan tetap
bertahan di dalamnya meskipun telah dilakukan perawatan. (Hancock dkk,2001) Bakteri ini
bertanggung jawab terhadap 80-90 % infeksi saluran akar yang biasanya merupakan satu-
satunya spesies Enterococcus yang diisolasi dari saluran akar yang telah selesai dilakukan
perawatan. (Fisher, 2009) Suatu hasil penelitian lain juga menyebutkan bahwa 63% dari
kegagalan perawatan saluran akar mengalami infeksi ulang disebabkan oleh Enterococcus
faecalis.(Porteiner dkk, 2003) Kemampuan bakteri ini untuk bertahan hidup dalam
lingkungan pH yang tinggi dan bertahan dalam saluran akar yang dapat menginvasi tubuli
menyebabkan kegagalan perawatan saluran akar.(Molander dkk, 1998) Bakteri ini juga biasa
ditemukan dalam saluran akar yang telah diobturasi dan menjadi penanda adanya
Pada studi invitro, Enterococcus faecalis menunjukan kemampuan untuk menginvasi tubuli
dentin, dimana tidak semua bakteri memiliki kemampuan tersebut (Lleo, 2001).
Enterococcus faecalis dapat memasuki fase Viable But Non Culturable (VBNC) suatu fase
bakteri yang dapat bertahan hidup tetapi tidak berkembang biak (Lleo, 2001). Mekanisme
pertahanan hidup ini dimiliki beberapa spesies bakteri ketika berada dalam lingkungan yang
sulit. Kondisi ini akan terus berlangsung hingga lingkungan kembali normal. Habitat bakteri
ini adalah pada saluran pencernaan, saluran kemih dan juga dapat berkoloni dalam rongga
mulut manusia.
Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, fakultatif anaerob,
kokus gram positif dan tidak menghasilkan reaksi katalase dengan hidrogen peroksida
(Rollins, 2009) Dinding sel bakteri Enterococcus faecalis ini terdiri dari peptidoglikan 40%,
sisanya merupakan teichoic acid dan polisakarida (Luis dkk, 2004) Sintesis peptidoglikan
merupakan makromolekul utama yang terlibat dalam penentuan bentuk sel dan
pemeliharaannya. Zat ini juga berguna sebagai lapisan pelindung dari kerusakan oleh tekanan
Faktor–faktor virulen yang dimiliki Enterococcus faecalis menyebabkan bakteri ini memiliki
kemampuan untuk membentuk kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan bakteri lain,
resisten terhadap mekanisme pertahanan host, menghasilkan perubahan patogen baik secara
langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan terhadap
(AS), surface adhesins, sex pheromones, lipoteichoic acid (LTA), extraceluller superoxide
production (ESP), gelatinase lytic enzyme, hyalurodinase, dan cytolysin toxin (Kayaoglu&
Ørstavik, 2004).
faecalis dapat melekat pada sel hospes dan matrik ekstraselular, memudahkan invasi ke
toksinnya (Distel dkk, 2002). Enterococcus faecalis dapat berkolonisasi dalam saluran akar
dan bertahan tanpa bantuan dari bakteri lain. Bakteri ini mengkontaminasi saluran akar dan
membentuk koloni di permukaan dentin dengan bantuan LTA, sedangkan AS dan surface
adhesin lainnya berperan pada perlekatan di kolagen. Cytolysin, AS-48 dan bacteriosin
menghambat pertumbuhan bakteri lain. Hal ini menjelaskan rendahnya jumlah bakteri lain
pada infeksi saluran akar yang persisten sehingga Enterococcus .faecalis menjadi
Bakteri Enterococcus .faecalis menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung melalui
produksi toksin atau secara tidak langsung dengan cara menginduksi proses inflamasi. Sex
pheromones, LTA dan peptide corresponding inhibitor memodulasi proses inflamasi lokal
dengan cara menstimulasi leukosit untuk melepas beberapa mediator yang ikut berperan
dalam kerusakan periradikular. Lipoteichoic Acid (LTA) menstimulasi leukosit untuk melepas
beberapa mediator inflamasi berupa TNF-, interleukin 1 beta (IL-1β), interleukin 6 (IL-6),
interleukin 8 (IL-8) dan superoxide anion yang dikultur dari monosit dan leukosit manusia.
Gambar diatas menunjukkan sebuah model penyakit saluran akar terkait dengan faktor-faktor
virulensi Enterococcus faecalis. Faktor-faktor tersebut ditemukan pada sampel periapikal dan
diketahui dapat merusak serta menarik leukosit. Hal ini menyebabkan apoptosis pada sel-sel
(osteoblas, osteoklas, jaringan ikat ligamen periodontal, makrofag dan neutrofil) sehingga
berakibat terjadinya lesi periradikular (Kayaoglu& Ørstavik, 2004). Faktor virulensi yang
dan extracelullar superoxide anion. Gelatinase berperan terhadap terjadinya resorpsi tulang
dan degradasi dentin matrik organik sehingga berkontribusi terhadap timbulnya inflamasi
periapikal. Hyaluronidase membantu degradasi hyaluronan yang terdapat pada dentin untuk
berperan aktif terhadap kerusakan jaringan. Selain berperan dalam perlekatan di kolagen, AS
juga berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan mekanisme pertahanan host (induk)
melalui mekanisme media reseptor dengan cara pengikatan neutrofil sehingga Enterococcus
faecalis menjadi tetap hidup walaupun mekanisme fagositosis aktif berlangsung (Kayaoglu&
Ørstavik, 2004).
(didapat) melalui transfer gen. Resistensi acquired diperoleh dari mutasi DNA atau dapat juga
dari gen yang baru melalui transfer plasmid dan transposons (Kundabala & Suchitra, 2002).
Selain itu, adanya mekanisme yang mempertahankan level pH cytoplasmic tetap optimal
menyebabkan bakteri tersebut juga resisten terhadap antimikroba kalsium hidroksida. Seperti
diketahui bahwa dalam lingkungan alkali. Enterococcus faecalis akan menjaga homeostasis
melalui pH internal yang berfungsi untuk menjaga agar enzim dan protein berfungsi normal.
Prinsip homeostasis terdiri dari dua komponen, yaitu fungsi pasif dan aktif. Fungsi pasif
terdiri dari permeabilitas membran yang rendah dan kemampuan buffer sitoplasma.
Sedangkan mekanisme aktif melalui kontrol transport kation ( kalium, natrium dan proton)
melalui membran sel. Pada lingkungan asam sistem antiport kation akan meningkatkan pH
internal dengan keluarnya proton melalui membrane sel. Pada keadaan basa kation/proton
akan dipompa ke dalam sel agar pH internal lebih rendah. Fungsi pompa proton intraseluler
merupakan faktor utama dari resistensi Enterococcus faecalis terhadap pH (Evan dkk, 2002).
Saluran akar yang terinfeksi merupakan salah satu kondisi di mana nutrisi kurang memadai,
adanya toksin dari bakteri lain dan invasi dari bahan medikamen saluran akar. Kondisi ini
dapat menyebabkan perubahan fisiologi spesifik dari Enterococcus faecalis. Pada kondisi ini
bakteri kehilangan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang tetapi tetap hidup dan bersifat
patogen. Kondisi inilah yang disebut dengan fase VBNC. Pada kondisi VBNC ini,
tidak rata, terjadi peningkatan produksi Penicillin Binding Protein (PBP) yang bila diproduksi
dalam jumlah banyak dapat menyebabkan resistensi terhadap penisilin, kuantitas LTA juga
menjadi 2 kali lipat lebih tebal sehingga dinding sel lebih kuat dan lebih tahan terhadap
kerusakan mekanis (Signoreto dkk, 2000). Tidak hanya dapat melakukan fermentasi untuk
menghasilkan asam laktik, bakteri ini juga dapat mengkatabolisasi sumber energi dari
karbohidrat, gliserol, laktat, malat dan sitrat (Luis dkk, 2004). Hal ini sangat membantu
ketika Enterococcus faecalis hidup di daerah yang minim nutrisi seperti saluran akar yang
terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andlawa, R.J and Rock, W.P. 2012. Perawatan Gigi Anak Edisi 2. Jakarta : Widya
Medika
2. Putri, M.U. 2012. Gigi Dengan Pengisian Saluran Akar Yang Tidak Hermetis.
Palembang : FKG UNSRI
3. Sita, A.D.P. 2011. Bahan Pengisi Saluran Akar. Jember : FKG UNEJ
4. Octiara, E. 2014. Perbandingan Keberhasilan Perawatan Saluran Akar Pada Gigi
Sulung Dengan Bahan Pasta ZOE, Ca(OH)2 dan Pasta Iodoform. Medan : Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
5. Armilia, M. 2006. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Perawatan Saluran Akar.
Bandung : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran
6. Walton, R. & Torabinejad, M., 1996. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Edisi
kedua. Jakarta:EGC
7. Kitaura H., Kimura K, Ishida H. 2013. Formating and Bone Resoprption during
Mechanical Force Loading of the Periodontal Membrane. The scientific World
Journal Volume. 617032. P:7
8. Ross, Patrick. 2008. Osteoclast Biology and Bone Resorption. American Society for
Bone and Mineral Research
9. Indriani, N. 2011. Waktu Erupsi Gigi Permanen Ditinjau Dari Usia Kronologi Pada
Anak Etnis Tionghoa Usia 6 Sampai 12 Tahun di SD Wr. Supratman 2. Medan :
FKG USU
10. Peciuliene V, Balciuniene I, Eriksen HM, Haapasalo M. Isolation of Enterococcus
faecalis in previously root filled canals in a lithuanian population. J Endod.2000;26:
593-5.
11. Evan M, Davies JK, Sundqvist G, Fidgor D. Mechanisms involved in the resistence
of the Enteococcus faecalis to calcium hydroxide. Int Endod J 2002;35: 221-8.
12. Hancock HH, Sigurdson A, Trope M, Moiseiwitsch J. Bacteria Isolated after
unsesccessful endodontic treatment in a north american population. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol.2001;91: 579-86.
13. Portenier I, Waltimo T M, Haapsalo M. Enterococcus faecalis- the root canal
survival and star in post treatment disease. Endodontic Topics.2003;6: 135-59.
14. Love R.M. Enterococci faecalis-a mechanism for its role in endodontic failure. Int
Endod J. 2001;34(5): 399-405.
15. Sundqvist G and Fidgor D. Life as an endodontic pathogen: ecological difference
between untreated and filled root canal. Endodontic Topics.2003;6: 3-28.
16. Molander A, Relt C, Dahlen G, Kvist T. Microbiologic status of root-filled teeth with
apical periodontitis. Int Endod J.1998;31: 1-7.
17. Kundabala M, Suchitra U. Enterococcus faecalis: An endodontic pathogen. J Endod
2002; 11-3.
18. Rollins DM, Joseph SW. BSCI 424 - Pathogenic Microbiology –Enterococcus
Summary. (23 Agt 2009)
19. Luis M, Marie T, Pezzlo, et al. Color Atlas of Medical Bacteriology. Washington
DC: American Society for Microbiology Press, 2004.
20. Signoretto C, Tafi MC, Canepari P, et al. Cell wall chemical composition of
Enterococcus faecalis in the viable but nonculturable state. Applied and
Enviromental Microbiology 2000; 66(5):1953-9
21. Kayaoglu G, Ørstavik D. Virulence factors of Enterococcus faecalis :Relationship of
endodontic disease. Crit Rev Oral Biol Med 2004; 15(5) : 308- 20.
22. Signoretto C, Tafi MC, Canepari P, et al. Cell wall chemical composition of
Enterococcus faecalis in the viable but nonculturable state. Applied and
Enviromental Microbiology 2000; 66(5):1953-9