Anda di halaman 1dari 29

REFLEKSI KASUS

PENGISIAN SALURAN AKAR YANG KURANG BAIK PADA PERAWATAN


PULPEKTOMY DECIDUI

Disusun Oleh:

Wahyu lusiana H
112110234

BAGIAN PEDODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
I. DESKRIPSI KASUS
IdentitasPasien
Nama : Umi nur hanifah
Usia : 6 th
JK : perempuan
Pekerjaan : pelajar TK ,
Alamat : genuk indah , Semarang

Kunjungan I (27-3- 2019)


Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan gigi kanan bawahnya berlubang dan
berwarna hitam sejak lama. Gigi tersebut sakit saat kemasukan makanan. Orang tua
pasien tersebut ingin gigi anaknya dirawat. Pasien belum pernah datang ke dokter
gigi. Pasien menyikat gigi 2 kali sehari saat pagi dan sebelum tidur.
Pemeriksaan Riwayat penyakit Sistemik
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
Pemeriksaan Obyektif
General
Tekanan darah : 106/86 mm/Hg Nadi :56 x/menit
Berat badan : 30 Kg Respiration rate : 19 x/menit
Temperatur : t.d.l Tinggi badan : 135 cm
Ekstraoral
Inspeksi : d.ta.k
Palpasi , : d.t.a.k
Intraoral
Gigi 85 :
Inspeksi : tampak karies kedalaman pulpa, pada oklusal
Sondasi : ( - ) , kedalaman pulpa
Perkusi : ( - )
Palpasi : ( - )
Mobilitas : ( - )
CE :(+)
,

Diagnosis :
Karies profunda disertai Nekrosis pulpa
Tindakan :
 Open akses gigi 85 membersihkan jaringan karies
Kunjungan II (30-5-19)
Pemeriksaan Subjektif :
Pasien datang dengan keluhan gigi belakang bawah kanan berlubang. Pasien
tidak merasakan sakit.
Pemeriksaan Objektif :
- Gigi 85 :
Inspeksi :
Terdapat Karies Profunda Terbuka Kelas I disertai Nekrosis pulpa
Sondasi : ( - ) ,
Perkusi : ( - )
Palpasi : ( - )
Mobilitas : ( - )
CE :(-)
 Tindakan :
 Preparasi saluran akar
 Ditemukan 3 saluran akar ( mesiobukal, distolingual dan distobukal )
 Ekstirpasi
 Rontgen panjang kerja

 Perhitungan panjang kerja =PGS-1 mm


PIS x PGR 13 x 10
Akar disto = PGS = = = 11.8 – 1 = 10,8 mm
Bukal PIR 11

PIS x PGR 13 x 10
Akar disto = PGS = = = 11,8 – 1 = 10,8 mm
Lingual PIR 11

Akar mesio = PGS = PIS xPGR =12x 10 = 12– 1 = 11 mm


bucal PIR 10

Kunjungan III (30-7-19)


 Pemeriksaan Subjektif :
Pasien datang untuk melanjutkan perawatan, tidak ada keluhan sakit.
 Pemeriksaan Objektif :
- Gigi 85 :
Inspeksi :
Terdapat Karies Profunda Terbuka Kelas I disertai Nekrosis pulpa
Sondasi : ( - ) ,
Perkusi : ( - )
Palpasi : ( - )
Mobilitas : ( - )
CE :(-)
 Tindakan :
 Preparasi saluran akar
 Preparasi saluran akar dengan menggunakan K – File #50
 Irigasi setiap pergantian file dengan salin
 Dikeringkan dengan paper point
 sterilisasi dengan cresophene (diambil uapnya dengan cotton pellet) dan di
tumpat dengan tumpatan sementara

Kunjungan IV (4-8-16)
 Pemeriksaan Subjektif :
Pasien datang untuk melanjutkan perawatan, tidak ada keluhan sakit.
 Pemeriksaan Objektif :
- Gigi 85 :
Inspeksi :
Terdapat Karies Profunda Terbuka Kelas I disertai Nekrosis pulpa
Sondasi : ( - ) ,
Perkusi : ( - )
Palpasi : ( - )
Mobilitas : ( - )
CE :(-)
Tindakan :,
 Rontgen setelah preparasi
 Pembukaan tumpatan sementara
 Sterilisasi dengan ChKM (diambil uapnya dengan cotton pellet) dan di
tumpat dengan tumpatan sementara
,

Kunjungan V & VI (20-11-19, 26-11-19)


 Pemeriksaan Subjektif :
Pasien datang untuk melanjutkan perawatan, tidak ada keluhan sakit.
 Pemeriksaan Objektif :
- Gigi 85 :
Inspeksi :
Terdapat tumpatan sementara dg gigi Karies Profunda Terbuka Kelas I disertai
Nekrosis pulpa
Perkusi : ( - )
Palpasi : ( - )
Mobilitas : ( - )
CE :(-)
Tindakan :
 Rontgen pasca preparasi
 Isolasi saliva
 Pemeriksaan objektif
 Desinfeksi dengan povidon iodine
 Pembukaan tumpatan sementara
 Pengambilan bahan dressing
 Obturasi saluran akar dengan zinc oxide eugenolsesuai panjang kerja
setiap saluran akar.
Pada saat pengisian, terjadi underfilling pada saluran akar.
 Pengaplikasian basis dengan zinc fosfat
]
Obturasi I Obturasi II

II. PERTANYAAN KRITIS

1. Definisi pulpektomi
2. Macam perawatan pulpektomi untuk gigi sulung
3. Syarat bahan pengisi saluran akar gigi sulung
4. Bahan pengisi saluran akar gigi sulung
5. Penyebab gagalnya pulpektomi

III. LANDASAN TEORI


1. Perawatan Endodontik Pada Anak

Tujuan dari perawatan endodontik pada anak mirip dengan pasien dewasa,

yaitu untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan

periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat
diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Gigi yang sakit apabila dirawat

dan direstorasi dengan baik akan bertahan seperti gigi vital selama akarnya terletak

pada jaringan sekitarnya yang sehat. Syarat utama keberhasilan perawatan saluran

akar pada gigi sulung adalah bahwa bahan saluran akar harus bisa terserap pada

waktu yang sama seperti resorpsi fisiologis akarnya. Adapun syarat-syarat yang

lainnya adalah bahan pengisi saluran akar harus radiopaque, nontoksik pada jaringan

periapikal dan benih gigi, mudah aplikasinya, tidak mengkerut, dan mempunyai sifat

desinfektan.

Untuk mengatasi masalah endodontik, maka dilakukanlah perawatan saluran

akar. Masing-masing perawatan pulpa pada gigi anak memiliki indikasi,

kontraindikasi, dan cara yang berbeda-beda. Perawatan endodontik yang dilakukan

pada gigi desidui bertujuan untuk mempertahankan gigi walaupun dalam keadaan

non vital, menghilangkan bakteri dalam saluran akar, menjaga fungsi bicara, dan

mempertahankan kesehatan gigi dan mulut. Faktor pertimbangan khusus diperlukan

pada saat memutuskan rencana perawatan yang sesuai untuk gigi geligi desidui yaitu

untuk mempertahankan panjang lengkung rahang. Banyaknya kunjungan pada anak

sering kali membuat pasien tidak kooperatif dan sering juga kesibukan oleh orang

tua yang menyebabkan perawatan endodontik pada anak sering mengalami

kegagalan. Perawatan endodontik 1 visit merupakan alternative suatu perawatan

yang bisa dilakukan untuk mempersingkat waktu dan dilakukan seideal mungkin.

Terdapat beberapa jenis perawatan pulpa yang berbeda yang dapat dilakukan

pada gigi sulung. Perawatan tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua golongan

yaitu perawatan pulpa konservatif dan perawatan pulpa radikal. Perawatan pulpa

konservatif bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa seperti perlindungan

pulpa indirek, perawatan pulpa direk, dan pulpotomi. Perawatan pulpa radikal ialah
pulpektomi yang diikuti dengan pengisian saluran akar. Berbagai macam bahan

pengisian saluran akar telah banyak digunakan diantaranya pasta iodoform (kri

paste), pasta ZOE, dan pasta Ca(OH merupakan bahan yang paling sering

digunakan dipraktek kedokteran gigi ketiga bahan tersebut memiliki bahan

tersendiri.

2. Definisi pulpektomi
Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi merupakan
perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat
irreversibel atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Jika seluruh
jaringan pulpa dan kotoran diangkat serta saluran akar diisi dengan baik akan
diperoleh hasil perawatan yang baik pula (Andlaw dan Rock, 2012).
Indikasi perawatan pulpektomi pada anak adalah gigi yang dapat direstorasi, anak
dengan keadaan trauma pada gigi sulung dengan kondisi patologis, tidak ada
gambaran patologis dengan resorpsi akar tidak lebih dari dua pertiga atau tiga
perempat (Andlaw dan Rock, 2012)

.
3. Macam perawatan pulpektomi gigi sulung
Pulpektomi merupakan perawatan saluran akar gigi decidui yang telah mengalami
kerusakan luas hingga pulpa. Tujuan pulpektomi yaitu untuk mengeliminasi bakteri dan
produk-produknya pada pulpa dan saluran akar kemudian mengisi saluran akar secara
hermetis sehingga gigi decidui dapat berfungsi maksimal di rongga mulut sampai gigi
tersebut tanggal secara normal.
Indikasi :
- Pulpa yang telah nekrosis.
- Hyperemia pulpa / perdarahan pada pulpa / riwayat sakit spontan.
- Bentuk akar masih panjang dan belum mengalami resorbsi sampai 2/3 nya.
- Gigi dengan inlfamasi irreversibel dan meluas ke jaringan radicular (lesi
periapikal seperti abses / muncul fistula).
Macam perawatan pulpektomi pada gigi decidui berdasarkan vitalitas pulpa yaitu :
 Partial pulpectomy : merupakan prosedur pulpektomi pada gigi dengan jaringan
pulpa vital namun menunjukan gejala klinis hyperemia. Gigi tersebut mungkin /
tidak pernah memiliki riwayat sakit spontan. Pada gambaran radiografi tidak
menunjukan adanya lesi periapikal / pelebaran periodontal ligamen
Prinsip posedur partial pulpectomy yaitu membuang seluruh jaringan pulpa di
ruang pulpa dan saluran akar. Perawatan ini dapat dilakukan dalam 1 kali
kunjungan tergantung kekooperatifan pasien.
 Complete pulpectomy : merupakan prosedur pulpektomi yang dilakukan pada gigi
yang telah nekrosis tanpa disertai tanda kegoyangan / mobilitas pada gigi
tersebut. Karena kondisi gigi yang telah nonvital saat dilakukan pembukaan atap
pulpa dan pembersihan saluran akar maka perlu di sterilisasi dengan bahan
desinfektan sebelum diobturasi dan ditumpat permanen. Biasanya perawatan
complete pulpectomy ini dilakukan berkali-kali kunjungan.

4. Syarat bahan pengisi saluran akar gigi sulung


Syarat bahan pengisi saluran akar gigi sulung antara lain (Putri, 2012):
 Dapat diresorpsi sesuai kecepatan resorpsi akar.
 Tidak merusak jaringan periapikal.
 Dapat diresorpsi bila overfilling.
 Bersifat antiseptik.
 Bersifat hermetis dan radiopak.
 Mengeras dalam waktu yang lama.
 Mengeras dalam waktu yang lama.
 Tidak menyebabkan diskolorasi.

5. Bahan pengisi saluran akar gigi sulung


Macam bahan pengisi saluran akar gigi sulung antara lain:

a. Pasta Zinc Oxide Eugenol

Pasta zinc oksida eugenol merupakan bahan pengisi saluran akar yang
paling banyak digunakan. Menurut Camp, pasta ini diberikan untuk pengisian
pada gigi yang tidak memperlihatkan gejala klinis atau simptom infeksi. Tingkat
keberhasilan bahan ini cukup tinggi, baik digunakan sendiri atau ditambahkan
dengan bahan fiksatif lain. Untuk memudahkan pengisian, bahan tersebut diaduk
hingga mencapai konsistensi yang cukup encer untuk bisa masuk ke dalam
saluran akar, namun harus berhati-hati agar tidak terjadi overfilling. Sebaliknya,
pasta yang terlalu kental menyulitkan obturasi dan menyebabkan underfilling
(Sita, 2011).
Campuran bahan zinc oksida eugenol untuk pengisian saluran akar telah
menghasilkan bentuk yang cukup keras sehingga memungkinkan terjadinya
perubahan arah pada gigi permanen pengganti, dan dapat pula terjadi
keterlambatan erupsi atau bahkan erupsi yang lebih dini. Barker dan Locket juga
mensinyalir bahwa apabila bahan tersebut ditekan terlalu dalam dan keluar
melampaui akar gigi, maka bahan tersebut tidak akan diresorbsi dan
menimbulkan reaksi tubuh terhadap adanya benda asing. Namun Woods dan
Kildea menyatakan bahwa bahan tersebut masih dapat diresorbsi hanya saja
memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun (Octiara, 2014).
Kelebihan pasta zinc oksida eugenol cenderung akan dibuang oleh tubuh
sebagai mekanisme pertahanan terhadap benda asing. Pasta tersebut cenderung
bergerak dari region apikal ke region interadikuler yang lebih sedikit
hambatannya.Gerakan ini disebabkan tekanan erupsi gigi permanen dan
mekanisme tubuh untuk membuang benda asing (Sita, 2011).
Erausquin dan Muruzabal memperlihatkan bahwa zinc oksida eugenol
mengiritasi jaringan periapikal dan menyebabkan nekrosis tulang dan sementum.
Pasta zinc oksida eugenol tidak memiliki kemampuan bakterisid kecuali bila
dicampur dengan bahan lain misalnya formokresol. Namun efek dari pemakaian
formokresol masih dipertanyakan terlebih bila terjadi overfiling. Dikhawatirkan
efek formaldehid bahan tersebut akan difus pada organisme makhluk hidup
(Octiara, 2014).
b. Iodoform

Iodoform merupakan bahan yang dicampurkan dengan camphor,


parachlorophenol, dan menthol membentuk pasta yang dikenal sebagai pasta
Walkhoff atau pasta KRI 1. Pemakaian pasta tersebut dianjurkan oleh Rifkin
karena secara klinis dan radiografis perawatan pulpektomi dengan bahan tersebut
memperlihatkan hasil yang baik. Penelitian yang dilakukan Garcia-Godoy juga
memperlihatkan bahwa pemakaian pasta KRI efektif sebagai bahan pengisi
saluran akar pada gigi sulung yang terinfeksi dan disertai dengan pembentukan
abses (Octiara, 2014).
Pasta iodiform memiliki efek bakterisid yang cukup baik dan mampu
berpenetrasi ke dalam jaringan dan mengontrol infeksi. Potensi bakterisid ini
bahkan dikatakan hanya hilang sebesar 20% selama 10 tahun. Kemampuan ini
sangat menguntungkan bagi perawatan pulpektomi gigi sulung, mengingat bahwa
pembersihan maksimal saluran akar sulit dilakukan karena kompleksitas dari akar
gigi sulung. Oleh karena itu, efek tersebut dapat mengkompensasi adanya
kemungkinan mikroorganisme yang tertinggal (Sita, 2011).
Iodoform diresorbsi dengan baik dan cepat oleh tubuh. Keuntungan lain adalah
pasta tersebut tidak mengeras sehingga mudah untuk dibersihkan bila diperlukan.
Pasta ini memberikan gambaran radioopak yang memudahkan untuk evaluasi
pengisian. Kekurangannya adalah ditemukannya perubahan warna gigi pada
beberapa kasus. Perubahan warna tersebut berupa bercak putih kecil hingga
kuning kecoklatan. Mengatasi hal tersebut, maka dianjurkan untuk melakukan
pengisian hanya sampai saluran akar, terutama untuk gigi anterior. Kamar pulpa
dibersihkan dengan seksama untuk mencegah kelebihan pasta KRI kemudian
mengisinya dengan pasta lain (Octiara, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Woodhouse dan Wright memperlihatkan bahwa
pasta KRI mengiritasi jaringan periapikal dan meningkatkan cytotoxicity.
Belakangan dikenal pula pasta Maisto yang merupakan penyesuaian kandungan
KRI dan menambahkan zinc oksida, thymol dan lanonin. Pasta ini terbukti
memberikan keberhasilan dalam merawat gigi sulung yang terinfeksi (Sita, 2011).

c. Calcium Hydroxide

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, kalsium hidroksida dianggap tidak


sukses sebagai bahan pengisi saluran akar gigi sulung. Hal ini karena bahan
tersebut menimbulkan resorbsi internal pada akar gigi sulung. Pemakaian kalsium
hidroksida lebih diindikasikan untuk perawatan apeksogenesis atau apeksifikasi
gigi permanen muda karena bahan tersebut dapat menstimulus pembentukan
dentin baru (Octiara, 2014).
Namun hasil tersebut berbeda menurut Marni, yang menyatakan bahwa
kalsium hidroksida merupakan bahan pengisi saluran akar gigi sulung yang paling
baik. Kalsium hidroksida sering digunakan dalam perawatan resorbsi dan
perforasi akar. Kelebihannya yang berhubungan dengan kerapatan penutupan
apeks adalah mudahnya cara penggunaan dan baik adaptasinya. Menurut Golberg,
penggunaan pasta kalsium hidroksida dapat beradaptasi dengan baik pada dentin
maupun permukaan guttap point. Kelebihan lain menurut penelitian Holland dkk,
penggunaannya dalam proses pengisian saluran akar dapat mengurangi kebocoran
foramen apical (Sita, 2011)
Kekurangan utama kalsium hidroksida adalah tidak dapat menutup
permukaan fraktur pada kasus injuri traumatik pada gigi vital. Oleh karena itu
dibutuhkan pemakaian bahan tambahan yang dapat menjamin pulpa tidak
terkontaminasi oleh bakteri terutama pada fase kritis penyembuhan. Pasta ini juga
tidak terlihat secara radiografi dan tidak tahan lama, namun hal tersebut timenjadi
masalah, mengingat masa retensi gigi sulung yang relative pendek. Selain itu
harganya relative mahal dan pemakaiannya yang kurang praktis dibandingkan
dengan dressing lainnya karena pasta harus melapisi dinding saluran akar
dimasukkan sesuai panjang kerja (Octiara, 2014).
Kalsium hidroksida mempunyai pH 12,5 serta memiliki efek antibakteri
dan mampu memperbaiki kondisi patologis lesi periapikal. Kalsium hidroksida
juga mempunyai sifat alkalin yang dapat berperan sebagai iritan, dengan merusak
sel pada daerah yang berkontak kemudian menstimulasi sel-sel yang berdekatan
untuk memacu terbentuknya jaringan terkalsifikasi. Sifat fisis kalsium hidroksida
adalah daya larutnya yang tinggi di dalam air dan gliserol, tidak larut dalam
alkohol, dan tidak berbau. Mekanisme kerja kalsium hidroksida di dalam saluran
akar belum diketahui secara pasti, tetapi difusi ion kalsium dan hidroksil ke tubuli
dentin sudah terbukti (Sita, 2011).
Indikasi penggunaan kalsium hidroksida adalah sebagai bahan dressing
pada sebagian besar kasus perawatan saluran akar baik pada gigi vital maupun
non vital.Peletakan kalsium hidroksida di antara waktu kunjungan dianjurkan
pada gigi dengan pembersihan dan pembentukan saluran akar yang belum
sempurna, simptomatis, waktu antar kunjungan lama, ada infeksi periapikal, juga
pada kasus injuri traumatic (Octiara, 2014).
Berbagai cara dan instrumen telah dibuat dan dimodifikasi untuk
memasukkan pasta ke dalam saluran akar. Dua metode yang populer adalah
metode penyuntikan dan penggunaan jarum lentulo (Octiara, 2014).
 Penyuntikan dilakukan dengan cara menggunakan jarum semprot dengan
tabung dan jarum khusus. Pasta dicampur dan dimasukkan dalam tabung,
tangkai yang disekrup dipasang dan diputar, pasta akan keluar melalui jarum
khusus. Jarum dimasukkan sejauh mungkin dalam saluran akar dan pasta
disuntikkan sambil jarum ditarik perlahan-lahan. Cara ini dapat mengisi
seluruh saluran akar dari apeks sampai orifis.
 Peletakan dapat dilakukan dengan jarum lentulo. Pasta dicampur, diletakkan
pada jarum lentulo kemudian dimasukkan dan diputar didalam saluran akar.
Seperti halnya dengan suntikan, saluran akar akan terisi dengan memutar
lentulo dan menarikanya perlahan-lahan

6. Penyebab gagalnya pulpektomi

Faktor Kegagalan Tahap Pra-perawatan


Kegagalan perawatan saluran akar pada tahap praperawatan sering disebabkan
oleh :
1. Diagnosis yang keliru
a. Diagnosis yang tidak tepat, biasanya berasal dari kurangnya atau salahnya
interpretasi informasi, baik informasi klinis maupun radiografis.
Radiograf merupakan alat bantu utama dalam penilaian konfigurasi
anatomik sistem saluran akar perawatan (Armilia, 2006).
b. Tidak teridentifikasinya penyimpangan berbagai sistem saluran akar pada
radiograf sering menjadi penyebab kegagalan perawatan saluran akar.
Fraktur dentin akar atau didiagnosis keliru. Inflamasi kronis yang timbul
akan menyebabkan defek periodontal, defek ini sering baru terlihat di
kemudian hari (Armilia, 2006).
c. Dalam mendiagnosis suatu penyakit sangat diperlukan ketelitian dan
pemahaman dokter gigi akan gejala-gejala suatu penyakit. Karena
keterbatasan pengetahuan, peralatan ataupun karena kelalaian dokter gigi,
tidak jarang terjadi kesalahan dalam mendiagnosis penyakit yang dapat
mengakibatkan timbulnya masalah dalam proses penyembuhan (Armilia,
2006).
2. Kesalahan dalam perencanaan perawatan
Sebagian rencana perawatan adalah mengidentifikasi kasus-kasus mana yang
cenderung akan mengalami kegagalan walaupun baiknya perawatan yang
dilakukan (Armilia, 2006).
3. Seleksi kasus yang buruk
Seleksi kasus menentukan apakah perawatan dapat dilakukan atau tidak.
Sejumlah kegagalan yang disebabkan oleh seleksi kasus yang buruk akan
menimbulkan kekliruan dalam menilai kerjasama pasien serta kesukaran yang
mungkin timbul selama perawatan (Armilia, 2006).
4. Merawat gigi dengan prognosis yang buruk.

Faktor Kegagalan Selama Perawatan


Banyak kegagalan perawatan saluran akar yang disebabkan oleh kesalahan-
kesalahan dalam prosedur perawatan, kesalahan dapat terjadi pada saat
pembukaan kamar pulpa, saat melakukan preparasi saluran akar dan saat
pengisian saluran akar (Walton dan Torabinejad, 2008).
A. Kesalahan Pembukaan Kamar Pulpa
Tujuan utama pembukaan kamar pulpa adalah untuk mendapatkan
jalan langsung ke foramen apikal tanpa adanya hambatan serta untuk
memudahkan penglihatan pada semua orofis saluran akar. Pembukaan kamar
pulpa untuk setiap gigi mempunyai desain yang berbeda, suatu pembukaan
yang dilakukan dengan baik akan menghilangkan kesulitan-kesulitan teknis
yang dijumpai dalam perawatan saluran akar (Walton dan Torabinejad, 2008).
Kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama melakukan pembukaan
kamar pulpa adalah :
1. Perforasi Permukaan akar
Perforasi dapat terjadi ke arah proksimal atau labial. Perforasi disebabkan
karena preparasi pembukaan dilakukan dengan sudut yang tidak mengarah
ke kamar pulpa. Hal ini terjadi karena waktu melakukan preparasi akses,
ditemui kesulitan menemukan lokasi kamar pulpa walaupun dari gambaran
foto Rontgen jelas (Walton dan Torabinejad, 2008).
2. Perusakan dasar kamar pulpa
Bor yang memotong dasar kamar pulpa dapat menyebabkan terjadinya
perforasi pada furkasi. Selai itu, pemakaian bor fisur yang berujung datar
akan membuat dasar kamar pulpa menadi datar sehingga merusak bentuk
corong alamiah orifis yang akan menyulitkan pemasukan instrumen, paper
point serta bahan pengisian ke dalam saluran akar (Walton dan Torabinejad,
2008).
3. Preparasi saluran melalui tanduk pulpa
Preparasi yang terlalu dangkal akan menyebabkan saluran akar dicapai
melalui tanduk pulpa, selain itu akan menyulitkan pembersihan kamar
pulpa dan saluran akar dengan baik (Walton dan Torabinejad, 2008).
4. Membuat pembukaan proksimal
Pembukaan yang dilakukan melalui karies yang ada proksimal akan
menyebabkan instrumen yang dipakai untuk saluran akar harus
dibengkokkan, akibatnya preparasi saluran akar tidak tepat dan instrumen
dapat patah dalam saluran akar (Walton dan Torabinejad, 2008).
5. Membuat pembukaan yang terlalu kecil
Pembukaan yang terlalu kecil akan mengakibatkan terperangkapnya
jaringan pulpa terutama yang berada dibawah tanduk pulpa, juga akan
menyulitkan pencarian orifis sehingga saluran akar tidak dapat ditemukan
(Walton dan Torabinejad, 2008).
6. Preparasi pembukaan melebar ke arah dasar kamar pulpa
Pada preparasi yang melebar ke arah dasar kamar pulpa akan
mengakibatkan melemahnya kemampuan menerima daya kunyah sehingga
dapat melepaskan tambalan sementara dan akhirnya terjadi kebocoran
(Walton dan Torabinejad, 2008).
B. Kesalahan Selama Preparasi Saluran Akar
Tahap preparasi saluran akar mencakup proses pembersihan (cleaning)
dan pembentukan (shaping). Pada tahap ini dapat terjadi kegagalan
perawatan saluran akar yang disebabkan oleh (Armilia, 2006) :
1. Instrumentasi berlebih (over instrumentasi)
Instrumen menembus ke luar melalui foramen apikal sehingga dapat
menyebabakan terjadinya inflamasi periapikal. Instrumentasi yang melewati
konstriksi apikal dapat mentransfer mikroorganisme dan mendorong bubuk
dentin dari saluran akar ke jaringan periapikal sehingga dapat memperburuk
hasil perawatan (Armilia, 2006).
2. Instrumentasi kurang (underinstrumentasi)
Instrumen tidak mencapai panjang kerja yang benar sehingga pembersihan
saluran akar tidak sempurna, masih meninggalkan jaringan nekrotik di
dalam saluran akar (Armilia, 2006).
3. Preparasi berlebihan
Yang dimaksud dengan preparasi berlebihan adalah pengambilan jaringan
gigi yang berlebih dalam arah mesio-distal dan buko-lingual. Hal ini dapat
terjadi dibagian koronal atau pertengahan saluran sehingga melemahkan
akar dan dapat menyebabkan fraktur akarselama berlangsungnya
kondensasi (Armilia, 2006).
4. Preparasi yang kurang
Preparasi yang kurang adalah kegagalan dalam pengambilan jaringan pulpa,
kikiran dentin dan mikroorganisme dari sistem saluran akar. Saluran
dibentuk sempurna sehingga pengisian kurang hermetis (Armilia, 2006).
5. Terbentuknya birai (ledge) dan perforasi
Terbentuknya birai atau perforasi laterala dapat menghalangi proses
pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar yang sempurna.
Adanya birai atau perforasi lateral akan meninggalkan bahan iritasi dan atau
akan menambah buruk keadaan pada ligamen perodontal sehingga
prognosisnya menjadi buruk (Armilia, 2006).
6. Instrumen patah dalam saluran akar
Instrumen patah dalam saluran menyebabkan kesulitan tahap perawatan
saluran akar selanjutnya. Prognosisnya buruk bila saluran akar disebelah
apical patahan yang belum dibersihkan masih panjang atau fragmen patahan
keluar dari foramen apical (Armilia, 2006).
7. Kesalahan pada waktu irigasi saluran akar
Bila bahan irigasi yang dipakai bersifat toksik, dapat menyebabkan iritasi
pada jaringan periapikal. Cara penyemprotan bahan irigasi terlalu keras atau
memasukkan jarumnya terlalu dalam dapat mendorong bubuk dentin dan
mikroorganisme keluar dari foramen apikal, sehingga dapat mengiritasi
jaringan periapikal (Walton dan Torabinejad, 2008).
8. Kesalahan dalam sterilisasi saluran akar
Mikroorganisme masih tersisa di dalam tubuli dentin, saluran lateral atau
ramifikasi saluran akar karena obat-obat disinfeksi yang digunakan kurang
efektif, sehingga dapat menyebabkan terjadinya reinfeksi (Armilia, 2006).
C. Kesalahan Saat Pengisian Saluran Akar
Kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan karena kesalahan-
kesalahan yang terjadi saat pengisian saluran akar, yaitu :
1. Pengisian yang tidak sempurna
Pengisian yang berlebih (overfilling), pengisian yang kurang (underfilling)
atau pengisian yang tidak hermetis, dapat memicu terjadinya inflamasi
jaringan periapikal, saluran akar dapat terkontaminasi bakteri dari
periapikal sehingga terjadi reinfeksi (Walton dan Torabinejad, 2008).
2. Pengisian saluran akar dilakukan pada saat yang tidak tepat.
Pengisian saluran akar dilakukan pada keadaan belum steril, masih terdapat
eksudat yang persisten atau masih terdapat sisa jaringan yang terinfeksi
(Walton dan Torabinejad, 2008).
3. Pengisian saluran akar dilakukan pada keadaan tidak steril.
Keadaan rongga mulut maupun alat-alat yang digunakan pada waktu dilakukan
pengisian saluran akar, tidak steril (Walton dan Torabinejad, 2008).

Faktor Penyebab Kegagalan Pasca Perawatan


Kejadian pasca perawatan dapat menyebabkan kegagalan perawatan secara
langsung atau tidak langsung, misalnya :
1. Restorasi yang kurang baik atau desain restorasi yang buruk.
Restorasi yang baik akan melindungi sisa gigi dan mencegah kebocoran
dari rongga mulut kedalam sistem saluran akar. Restorasi pasca perawatan
saluran akar yang kurang baik akan menyebabkan terbukanya semen dan
menyebabkan terkontaminasinya kamar pulpa dan saluran akar oleh saliva
dan bakteri, sehingga mengakibatkan kegagalan perawatan saluran akar
(Walton dan Torabinejad, 2008).
2. Trauma dan fraktur
Kesalahan preparasi pada waktu pembuatan pasak dapat menyebabkan
kegagalan perawatan. Pengambilan dentin saluran akar yang terlalu banyak
akan melemahkan akar gigi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya fraktur
vertical (Walton dan Torabinejad, 2008).
3. Terkenanya jaringan periodontal
Kegagalan bisa disebabkan karena non endodontik, walaupun perawatan
saluran akar dilakukan dengan baik. Hal ini dapat disebabkan karena efek
merusak dari perawatan ortodontik atau penyakit periodontium penyebab
dan akibat kegagalan obturasi (Walton dan Torabinejad, 2008).
Tanda-tanda Kegagalan secara Klinis
a) Rasa nyeri baik secara spontan maupun bila kena rangsang.
b) Perkusi dan tekanan terasa peka.
c) Palpasi mukosa sekitar gigi terasa peka.
d) Pembengkakan pada mukosa sekitar gigi dan nyeri bila ditekan.
e) Adanya fistula pada daerah apical (Walton dan Torabinejad, 2008).
Tanda-tanda Kegagalan secara Radiografis
a) Perluasan daerah radiolusen di dalam ruang pulpa (internal
resorption).
b) Pelebaran jaringan periodontium.
c) Perluasan gambaran radiolusen di daerah periapikal.
d) Gigi terlalu cepat atau terlambat tanggal
Gigi infeksi kronis dapat menyebabkan gigi tanggal lebih cepat

karena gigimengalami resorpsi tidak normal. Kemungkinan juga

tanggalnya gigi menjadi terlambat sehingga mengganggu erupsi gigi

permanen (Armilia, 2006).


Tanda-tanda Kegagalan secara Histologis (Mikroskopis)
a) Adanya sel-sel radang akut dan kronik di dalam jaringan pulpa dan
periapikal.
b) Ada mikro abses.
c) Jaringan pulpa mengalami degeneratif sampai nekrotik (Armilia,
2006).
7. Macam Teknik Obturasi Pulpektomi dengan alat

a. Endodontic pressure syringe: Alat ini terdiri dari laras jarum suntik, plugger, skrew dan
jarum ulir. Jarum itu dimasukkan ke dalam saluran hingga 1-2mm diatas apex. Secara
perlahan, plugger diputar ¼ putaran searah dengan jarum jam kemudian sebelum mengisi
saluran akar yang tersisa jarum ditarik 3mm agar tidak overfilling. jarum ini sangat
fleksibel dan dapat dengan mudah bermanuver di saluran akar yang berliku-liku.
b. Mechanical syringe: cara ini menghasilkan hasil yang buruk pada pengisian saluran akar
yang melengkung
c. Tuberculin syringe: jarum suntik yang digunakan adalah jarum suntik standar 26-gauge,
jarum 3/8 inci. Ini adalah jarum yang terkecil dan yang paling umum digunakan untuk
jarum suntik tuberkulin. Material dimasukkan ke kanal oleh tekanan jari yang lambat
sampai kanal itu tampak penuh pada orificenya.
d. The Insulin Syringe Technique: campuran homogen dari ZOE, sesuai dengan instruksi
produsen dimuat ke jarum suntik insulin dan stopper digunakan setelah menilai panjang
kerja kanal. Jarum dimasukkan ke kanal dan terus sampai 2 mm dari apex. Bahan
kemudian ditekan ke kanal dan saat melakukannya jarum diambil dari kanal keluar
sambil terus menekan material ke dalam kanal. Setelah saluran akar teisi penuh sampai
orifice kemudian ditekan dan dikompresi menggunakan kapas basah. Dapat disimpulkan
dari penelitian ini bahwa dengan keterampilan operator yang optimal dan manipulasi
bahan yang tepat dapat mengisi optimal saluran akar.
e. Disposable Injection Technique: ZOE dapat dimuat dalam jarum suntik 2-ml dengan 24-
gauge bersama dengan stopper disesuaikan sampai panjang kerja. Bahan didorong
dengan lembut ke kanal sampai bahan terlihat mengalir keluar dari lubang saluran, jarum
secara bertahap ditarik sambil mendorong materi sampai jarum mencapai kamar pulpa.
Teknik yang dijelaskan sederhana, ekonomis, dapat digunakan pada hampir semua bahan
pengisi saluran akar dan mudah dengan minimal kemungkinan.
f. The Incremental Filling Technique teknik ini pertama kali digunakan oleh Gould pada
tahun 1972. Teknik ini menggunakan endodontic plugger / amalgam kondenser yang
ukurannya disesuaikan dengan diameter saluran akar. Kemudian bahan obturasi berupa
pasta ZOE dicampur dengan viskositas padat kemudian dimasukan ke ruang pulpa.
Panjang kerja dari endodontic plugger dibuat sama dengan panjang kerja preparasi
saluran akar. Kekurangan dari teknik ini yaitu endodontic plugger bersifat kaku dan tidak
lentur sehingga sulit diaplikasikan untuk obturasi akar yang melengkung. Hartman dan
Pruhs (1980) merekomendasikan penggunaan cotton pellet basah untuk mendorong
material obturasi kedalam saluran akar gigi desidui. Paper poitn juga dapat digunakan
untuk membantu memasukan bahan obturasi kedalam saluran akar.
g. Pastinject: Pastinject (Micromega) adalah pembawa pasta yang dirancang khusus
dengan pisau pipih, yang meningkatkan penempatan bahan ke dalam saluran akar
h. Jiffy Tube: Ujung tabung ditempatkan ke dalam orifice dan bahan dimasukkan ke
saluran akar dengan gerakan meremas ke bawah hingga orifice tampak penuh.
i. NaviTip: Baru-baru ini, ujung logam tipis dan fleksibel diperkenalkan yaitu, NaviTip
(Ultradent vitapex), untuk memasukkan sealer ke saluran akar. NaviTip ini datang dalam
berbagai panjang dan rubber stop dapat disesuaikan. Kekurangan dari tip bentuk metal
ini yaitu tidak dapat menyalurkan bahan obturasi dengan viskositas yang terlalu padat.
j. Bi-Directional Spiral: Teknik ini meminimalisasi bahan obturating yang overfilling.
Karena spiral pada koronal instrumen memutar material ke bawah menuju apex,
sedangkan spiral pada akhir apikal memutar materil ke atas menuju koronal, dimana
mereka akan bertemu (sekitar 3-4 mm dari ujung apikal).
k. Lentulo spiral: Lentulo spiral adalah salah satu teknik maju yang paling efektif dan
langsung untuk menerapkan sealer dan kalsium hidroksida ke dalam saluran akar gigi
permanen atau pasta ke dalam kanal gigi decidui. Desain dan fleksibilitas dari spiral
lentulo memungkinkan file untuk membawa pasta ke saluran akar yang
sempit/melengkung tetapi fraktur instrumen, penyesuaian dengan rubber stop sulit
merupakan kerugian dari instrumen lentulo.
l. The Reamer Technique: reamer diolesi dengan ZOE pasta dimasukkan ke dalam saluran
dengan rotasi searah jarum jam, disertai dengan getaran untuk memungkinkan material
mencapai apex, dan kemudian ditarik dari kanal, sementara secara bersamaan
melanjutkan gerakan berputar searah jarum jam. Sebuah stopper karet digunakan untuk
menjaga alat agar sesuai dengan panjang kerja yang telah ditentukan, dan proses diulang
5-7 kali untuk setiap kanal sampai orifice penuh diisi dengan pasta.

REFLEKSI KASUS

Pada kasus ini dilakukan pengisian dengan Zinc Oxide Eugenol, saat pengisian
saluran akar seluruh bagian masih belum terisi sempurna sampai hermetis. Pengisian
dilakukan dengan menggunakan lentulo. Kemungkinan penyebab saluran akar belum terisi
karena bahan obturasi yang terlalu kental dengan perbandingan P : L yang kurang seimbang
sehingga saat lentulo ditarik, bahan tersebut ikut keluar menempel pada lentulonya. Akibat
yang dapat ditumbulkan apabila saluran akar dalam keadaan tidak terisi oleh bahan obturasi
yaitu terjadi kegagalan perawatan pulpektomi karena ruang kosong disaluran tersebut dapat
menyebabkan infeksi bakteri dengan gejala klinis seperti rasa nyeri baik secara spontan
maupun bila kena rangsang, perkusi dan tekanan terasa peka. Tanda-tanda kegagalan secara
radiografis seperti perluasan daerah radiolusen karena pelebaran jaringan periodontium,
perluasan gambaran radiolusen di daerah periapikal. Tanda-tanda kegagalan secara histologis
seperti adanya sel-sel radang akut dan kronik di dalam jaringan pulpa dan periapikal, ada
mikro abses, jaringan pulpa mengalami degeneratif sampai nekrotik. Dalam melakukan
obturasi pada gigi desidui diperlukan teknik pengisian yang tepat sehingga hasil obturasi
dapat hermetis dan tidak over atau underfiling.

TUGAS DULLAH
EFEK YANG DITIMBULKAN JIKA PULPEK TIDAK HERMETIS
(PROSES MASUKNYA BAKTERI KEDALAM SALURAN AKAR , HINGGA
TIMBULNYA GEJALA NYERI DAN LESI PERIAPIKAL)

Lindkk., (2003) melakukan penelitian pada 200 kasus kegagalan endodontik yang dievaluasi
yaitu pengisian yang kurang dari panjang kerja, pengisian yang tidak hermetis, atau pengisian
berlebih, dan hampir 70% memperlihatkan adanya mikroorganisme dalam jaringan
periradikular atau saluran akar yang tak terisi. Hasilnya pada kasus-kasus ini tidak ada yang
melibatkan penyakit periodontal lanjut, perforasi post, atau fraktur akar dan mahkota. Hal ini
menunjukkan fakta bahwa kasus dengan radiolusensi periapical preoperatif memiliki lebih
tinggi tingkat kegagalan sampai 70% dibandingkan dengan tanpa destruksi tulang
periradikular yang terlihat dari gambaran radiografik (Torneck dan Torabinejad, 2011).

Kakehashidkk., (1969) membuktikan bahwa tanpa keterlibatan bakteri, hanya inflamasi


minor yang terjadi dalam pulpa yang terbuka. Abses pulpa, lesi periapikal, pembengkakan,
dan nyeri merupakan hasil dari infeksi mikrobial campuran. Pada analisa lesi periapikal
refraktori dari terapi endodontik terlihat bahwa daerah kultur lesi memperlihatkan kira-kira
satu setengah strain bakteri diidentifikasi merupakan bentuk anaerobik namun hampir 80%
dari flora total terdiri dari bakteri gram-positif seperti Staphylococcus dan Enterococcus
(Sunde,Olsen, & Debelian, 2002). Kegagalan perawatan endodontik biasanya terjadi ketika
prosedur perawatan tidak memenuhi standar yang memuaskan untuk pencegahan dan kontrol
infeksi endodontik penyebab dari periodontitis apikalis.

Beberapa penelitian menunjukkan sebagian besar pasien dengan penyakit pasca perawatan
hadir dengan perawatan saluran akar yang tidak adekuat (Kesalahan prosedur, seperti
instrument yang patah, perforasi, overfilling, underfilling, ledge, dan sebagainya merupakan
penyebab langsung kegagalan endodontik. Kesalahan prosedur umumnya tidak
membahayakan hasil perawatan endodontik kecuali terdapat infeksi yang bersamaan (De-
Deus,Murad,Paciornik,dkk, 2008). Berhubungan dengan kualitas perawatan saluran akar,
penyebab kegagalan pada dasarnya sama yaitu mikroorganisme biasanya terlibat dalam
infeksi intraradikular yang persisten /sekunder dan terkadang berhubungan dengan infeksi
ekstraradikular.

Gigi yang dirawat dengan tidak baik memiliki kesempatan yang semakin besar akan
kegagalan perawatan daripada gigi yang dirawat dengan baik karena kemungkinan infeksi
sekunder atau infeksi yang persisten secara jelas semakin tinggi (Nair, 2003). Tronstad (2002)
melakukan penelitian pada 60 gigi dengan periodontitis apikalis yang telah diobturasi dan
diekstraksi. Pada identifikasi mikrobial ditemukan bakteri di seluruh saluran akar, hal ini
memperlihatkan penting pengisian yang tidak hermetic pada semua bagian dan gigi yang
telah diisi dilindungidengan restorasi koronal yang baik dan solid (Stuart,Schwartz,Beeson,
2006).

Ekologi Mikrobiota Endodontik

Saluran akar dengan pulpa nekrotik memberikan ruangan untuk bakteri berkolonisasi dan
memberikan bakteri kelembaban, hangat, bernutrisi, dan lingkungan anaerobik, yang
terlindungi dari pertahanan tubuh karena kurangnya mikrosirkulasi aktif dalam jaringan
nekrotik. Saluran akar nekrotik adalah lingkungan yang subur untuk pertumbuhan bakteri dan
kolonisasi untuk setiap spesies bakteri oral. Walau lebih dari 700 jenis bakteri yang berbeda
telah dilaporkan terjadi dalam kavitas oral dan tiap mulut individu dapat memiliki 100 sampai
200 jenis bakteri, hanya sejumlah bakteri terbatas ini saja yang ditemukan dalam saluran akar
yang terinfeksi.
Faktor ekologi mikrobiota mempengaruhi komposisi mikrobiota dalam saluran akar nekrotik
yang meliputi tekanan oksigen dan potensial redoks, tipe dan jumlah nutrisi yang ada,dan
interaksi bakteri (Baumgartner dkk.,2002;Schorkdkk.,2000) Flora mikrobal saluran akar
terdiri dari organisme yang dapat hidup pada jaringan pulpa mati, yaitusaprofit, yang dapat
tumbuh pada suatu lingkungan dengan tegangan oksigenrendah, dan yang dapat bertahan
dalam lingkungan dengan nutrisi terbatas.Meskipun semua mikroorganisme mempunyai
kesempatan sama untuk masuk ke jaringan pulpa atau saluran akar, hanya yang paling cocok
dengan lingkungan yang dapat bertahan.

Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang biasa ditemukan dalam saluran akar dan tetap

bertahan di dalamnya meskipun telah dilakukan perawatan. (Hancock dkk,2001) Bakteri ini

bertanggung jawab terhadap 80-90 % infeksi saluran akar yang biasanya merupakan satu-

satunya spesies Enterococcus yang diisolasi dari saluran akar yang telah selesai dilakukan

perawatan. (Fisher, 2009) Suatu hasil penelitian lain juga menyebutkan bahwa 63% dari

kegagalan perawatan saluran akar mengalami infeksi ulang disebabkan oleh Enterococcus

faecalis.(Porteiner dkk, 2003) Kemampuan bakteri ini untuk bertahan hidup dalam

lingkungan pH yang tinggi dan bertahan dalam saluran akar yang dapat menginvasi tubuli

dentin, menyebabkan Enterococcus faecalis menjadi bakteri pathogen dan dapat

menyebabkan kegagalan perawatan saluran akar.(Molander dkk, 1998) Bakteri ini juga biasa

ditemukan dalam saluran akar yang telah diobturasi dan menjadi penanda adanya

periodontitis apikalis kronis (Kundabala & sucihtra, 2002).

Pada studi invitro, Enterococcus faecalis menunjukan kemampuan untuk menginvasi tubuli

dentin, dimana tidak semua bakteri memiliki kemampuan tersebut (Lleo, 2001).

Enterococcus faecalis dapat memasuki fase Viable But Non Culturable (VBNC) suatu fase

bakteri yang dapat bertahan hidup tetapi tidak berkembang biak (Lleo, 2001). Mekanisme

pertahanan hidup ini dimiliki beberapa spesies bakteri ketika berada dalam lingkungan yang

sulit. Kondisi ini akan terus berlangsung hingga lingkungan kembali normal. Habitat bakteri
ini adalah pada saluran pencernaan, saluran kemih dan juga dapat berkoloni dalam rongga

mulut manusia.

Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, fakultatif anaerob,

kokus gram positif dan tidak menghasilkan reaksi katalase dengan hidrogen peroksida

(Rollins, 2009) Dinding sel bakteri Enterococcus faecalis ini terdiri dari peptidoglikan 40%,

sisanya merupakan teichoic acid dan polisakarida (Luis dkk, 2004) Sintesis peptidoglikan

dihasilkan oleh keseimbangan antara enzim polimerisasi dan hidrolitik. Peptidoglikan

merupakan makromolekul utama yang terlibat dalam penentuan bentuk sel dan

pemeliharaannya. Zat ini juga berguna sebagai lapisan pelindung dari kerusakan oleh tekanan

osmotik sitoplasma yang tinggi (Sginoreto dkk, 2000).

Faktor–faktor virulen yang dimiliki Enterococcus faecalis menyebabkan bakteri ini memiliki

kemampuan untuk membentuk kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan bakteri lain,

resisten terhadap mekanisme pertahanan host, menghasilkan perubahan patogen baik secara

langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan terhadap

mediator inflamasi. Faktor-faktor virulen tersebut adalah komponen aggregation substance

(AS), surface adhesins, sex pheromones, lipoteichoic acid (LTA), extraceluller superoxide

production (ESP), gelatinase lytic enzyme, hyalurodinase, dan cytolysin toxin (Kayaoglu&

Ørstavik, 2004).

Faktor-faktor virulensi ini berperan penting dalam patogenesis, sehingga Enterococcus

faecalis dapat melekat pada sel hospes dan matrik ekstraselular, memudahkan invasi ke

jaringan, mempunyai efek immunomodulasi, dan menimbulkan kerusakan melalui media

toksinnya (Distel dkk, 2002). Enterococcus faecalis dapat berkolonisasi dalam saluran akar

dan bertahan tanpa bantuan dari bakteri lain. Bakteri ini mengkontaminasi saluran akar dan

membentuk koloni di permukaan dentin dengan bantuan LTA, sedangkan AS dan surface

adhesin lainnya berperan pada perlekatan di kolagen. Cytolysin, AS-48 dan bacteriosin
menghambat pertumbuhan bakteri lain. Hal ini menjelaskan rendahnya jumlah bakteri lain

pada infeksi saluran akar yang persisten sehingga Enterococcus .faecalis menjadi

mikroorganisme dominan pada saluran akar (Kayaoglu& Ørstavik, 2004).

Bakteri Enterococcus .faecalis menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung melalui

produksi toksin atau secara tidak langsung dengan cara menginduksi proses inflamasi. Sex

pheromones, LTA dan peptide corresponding inhibitor memodulasi proses inflamasi lokal

dengan cara menstimulasi leukosit untuk melepas beberapa mediator yang ikut berperan

dalam kerusakan periradikular. Lipoteichoic Acid (LTA) menstimulasi leukosit untuk melepas

beberapa mediator inflamasi berupa TNF-, interleukin 1 beta (IL-1β), interleukin 6 (IL-6),

interleukin 8 (IL-8) dan superoxide anion yang dikultur dari monosit dan leukosit manusia.
Gambar diatas menunjukkan sebuah model penyakit saluran akar terkait dengan faktor-faktor

virulensi Enterococcus faecalis. Faktor-faktor tersebut ditemukan pada sampel periapikal dan

diketahui dapat merusak serta menarik leukosit. Hal ini menyebabkan apoptosis pada sel-sel

(osteoblas, osteoklas, jaringan ikat ligamen periodontal, makrofag dan neutrofil) sehingga

berakibat terjadinya lesi periradikular (Kayaoglu& Ørstavik, 2004). Faktor virulensi yang

menyebabkan perubahan patogen secara langsung adalah gelatinase, hyalurodinase, cytolysin

dan extracelullar superoxide anion. Gelatinase berperan terhadap terjadinya resorpsi tulang

dan degradasi dentin matrik organik sehingga berkontribusi terhadap timbulnya inflamasi

periapikal. Hyaluronidase membantu degradasi hyaluronan yang terdapat pada dentin untuk

menghasikan energi organisme, sedangkan extracellular superoxide anion dan cytolysin

berperan aktif terhadap kerusakan jaringan. Selain berperan dalam perlekatan di kolagen, AS

juga berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan mekanisme pertahanan host (induk)

melalui mekanisme media reseptor dengan cara pengikatan neutrofil sehingga Enterococcus

faecalis menjadi tetap hidup walaupun mekanisme fagositosis aktif berlangsung (Kayaoglu&

Ørstavik, 2004).

Enterococcus faecalis resisten terhadap banyak antibiotik spektrum luas, Resistensi

Enterococcus faecalis terhadap antimikroba diperoleh secara intrinsic maupun acquired

(didapat) melalui transfer gen. Resistensi acquired diperoleh dari mutasi DNA atau dapat juga

dari gen yang baru melalui transfer plasmid dan transposons (Kundabala & Suchitra, 2002).

Selain itu, adanya mekanisme yang mempertahankan level pH cytoplasmic tetap optimal

menyebabkan bakteri tersebut juga resisten terhadap antimikroba kalsium hidroksida. Seperti

diketahui bahwa dalam lingkungan alkali. Enterococcus faecalis akan menjaga homeostasis

melalui pH internal yang berfungsi untuk menjaga agar enzim dan protein berfungsi normal.

Prinsip homeostasis terdiri dari dua komponen, yaitu fungsi pasif dan aktif. Fungsi pasif

terdiri dari permeabilitas membran yang rendah dan kemampuan buffer sitoplasma.
Sedangkan mekanisme aktif melalui kontrol transport kation ( kalium, natrium dan proton)

melalui membran sel. Pada lingkungan asam sistem antiport kation akan meningkatkan pH

internal dengan keluarnya proton melalui membrane sel. Pada keadaan basa kation/proton

akan dipompa ke dalam sel agar pH internal lebih rendah. Fungsi pompa proton intraseluler

merupakan faktor utama dari resistensi Enterococcus faecalis terhadap pH (Evan dkk, 2002).

Saluran akar yang terinfeksi merupakan salah satu kondisi di mana nutrisi kurang memadai,

adanya toksin dari bakteri lain dan invasi dari bahan medikamen saluran akar. Kondisi ini

dapat menyebabkan perubahan fisiologi spesifik dari Enterococcus faecalis. Pada kondisi ini

bakteri kehilangan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang tetapi tetap hidup dan bersifat

patogen. Kondisi inilah yang disebut dengan fase VBNC. Pada kondisi VBNC ini,

Enterococcus faecalis dapat memanjang, berbentuk cocobacillary dengan permukaan yang

tidak rata, terjadi peningkatan produksi Penicillin Binding Protein (PBP) yang bila diproduksi

dalam jumlah banyak dapat menyebabkan resistensi terhadap penisilin, kuantitas LTA juga

menjadi 2 kali lipat lebih tebal sehingga dinding sel lebih kuat dan lebih tahan terhadap

kerusakan mekanis (Signoreto dkk, 2000). Tidak hanya dapat melakukan fermentasi untuk

menghasilkan asam laktik, bakteri ini juga dapat mengkatabolisasi sumber energi dari

karbohidrat, gliserol, laktat, malat dan sitrat (Luis dkk, 2004). Hal ini sangat membantu

ketika Enterococcus faecalis hidup di daerah yang minim nutrisi seperti saluran akar yang

terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Andlawa, R.J and Rock, W.P. 2012. Perawatan Gigi Anak Edisi 2. Jakarta : Widya
Medika
2. Putri, M.U. 2012. Gigi Dengan Pengisian Saluran Akar Yang Tidak Hermetis.
Palembang : FKG UNSRI
3. Sita, A.D.P. 2011. Bahan Pengisi Saluran Akar. Jember : FKG UNEJ
4. Octiara, E. 2014. Perbandingan Keberhasilan Perawatan Saluran Akar Pada Gigi
Sulung Dengan Bahan Pasta ZOE, Ca(OH)2 dan Pasta Iodoform. Medan : Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
5. Armilia, M. 2006. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Perawatan Saluran Akar.
Bandung : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran
6. Walton, R. & Torabinejad, M., 1996. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Edisi
kedua. Jakarta:EGC
7. Kitaura H., Kimura K, Ishida H. 2013. Formating and Bone Resoprption during
Mechanical Force Loading of the Periodontal Membrane. The scientific World
Journal Volume. 617032. P:7
8. Ross, Patrick. 2008. Osteoclast Biology and Bone Resorption. American Society for
Bone and Mineral Research
9. Indriani, N. 2011. Waktu Erupsi Gigi Permanen Ditinjau Dari Usia Kronologi Pada
Anak Etnis Tionghoa Usia 6 Sampai 12 Tahun di SD Wr. Supratman 2. Medan :
FKG USU
10. Peciuliene V, Balciuniene I, Eriksen HM, Haapasalo M. Isolation of Enterococcus
faecalis in previously root filled canals in a lithuanian population. J Endod.2000;26:
593-5.
11. Evan M, Davies JK, Sundqvist G, Fidgor D. Mechanisms involved in the resistence
of the Enteococcus faecalis to calcium hydroxide. Int Endod J 2002;35: 221-8.
12. Hancock HH, Sigurdson A, Trope M, Moiseiwitsch J. Bacteria Isolated after
unsesccessful endodontic treatment in a north american population. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol.2001;91: 579-86.
13. Portenier I, Waltimo T M, Haapsalo M. Enterococcus faecalis- the root canal
survival and star in post treatment disease. Endodontic Topics.2003;6: 135-59.
14. Love R.M. Enterococci faecalis-a mechanism for its role in endodontic failure. Int
Endod J. 2001;34(5): 399-405.
15. Sundqvist G and Fidgor D. Life as an endodontic pathogen: ecological difference
between untreated and filled root canal. Endodontic Topics.2003;6: 3-28.
16. Molander A, Relt C, Dahlen G, Kvist T. Microbiologic status of root-filled teeth with
apical periodontitis. Int Endod J.1998;31: 1-7.
17. Kundabala M, Suchitra U. Enterococcus faecalis: An endodontic pathogen. J Endod
2002; 11-3.
18. Rollins DM, Joseph SW. BSCI 424 - Pathogenic Microbiology –Enterococcus
Summary. (23 Agt 2009)
19. Luis M, Marie T, Pezzlo, et al. Color Atlas of Medical Bacteriology. Washington
DC: American Society for Microbiology Press, 2004.
20. Signoretto C, Tafi MC, Canepari P, et al. Cell wall chemical composition of
Enterococcus faecalis in the viable but nonculturable state. Applied and
Enviromental Microbiology 2000; 66(5):1953-9
21. Kayaoglu G, Ørstavik D. Virulence factors of Enterococcus faecalis :Relationship of
endodontic disease. Crit Rev Oral Biol Med 2004; 15(5) : 308- 20.
22. Signoretto C, Tafi MC, Canepari P, et al. Cell wall chemical composition of
Enterococcus faecalis in the viable but nonculturable state. Applied and
Enviromental Microbiology 2000; 66(5):1953-9

Anda mungkin juga menyukai