Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

IMPAKSI GIGI MOLAR KETIGA DISERTAI DENGAN


HIPERTENSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh


Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi(PPPDG)
Bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut RSUD Tugurejo Semarang
Dosen Pembimbing
drg. Baroroh

Oleh :

Vicki Betsi Dyah Hapsari

31101200317

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2017
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Impaksi Gigi Molar Ketiga Disertai dengan Hipertensi

Studi Kasus di Poli Gigi dan Mulut RSUD Tugurejo Semarang


Oleh:
Vicki Betsi Dyah Hapsari
31101200317
Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi (PPPDG)
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Tanggal 2017

Mengetahui,
Ketua KSM Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut Dosen Pembimbing
RSUD Tugurejo Semarang

(drg. Evalina) (drg. Baroroh)


BAB I

DESKRIPSI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn.S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 31 tahun

Agama : Islam

Alamat : Bentur RT 3/1 Mijen, Semarang

No CM : 119781

Tanggal diperiksa : 04 Agustus 2017

II. KELUHAN SUBJEKTIF ANAMNESA

Keluhan Utama : Pasien merasakan pusing sudah 3 bulan yang lalu,

menjalar sampai ke telinga dan mata.

Anamnesa : Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 04

Agustus 2017
a) Riwayat penyakit pasien :

Pasien laki-laki usia 31 tahun datang ke RSUD dengan keluhan

pusing sudah sekitar 3 bulan yang lalu, menjalar sampai ke telinga dan

mata. Pasien mengira setelah pencabutan gigi 36 yang dahulu. Setelah

dilakukan rontgen terdapat gigi impaksi 18 dan 28. Pasien memiliki

riwayat penyakit sistemik yaitu hipertensi.

b) Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat alergi obat : dtak

Riwayat DM : dtak

Riwayat Hipertensi : Ada

Riwayat jantung : dtak

Riwayat gigi dan mulut : dtak

Riwayat lain : dtak

c) Riwayat penyakit keluarga :

Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit sistemik


III. PEMERIKSAAN OBJEKTIF

1. Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan Gizi : Baik

2. Status present

TD : 155/102mmHg

N : 124 x / menit

3. Extra oral

Asimetris muka : (-)

Fluktuasi : (-)

Tanda tanda radang : Calor - , Rubor - , Dolor - , Tumor - , Fungsiolesa -

4. Intra oral

a. Gigi : Gigi 18 impaksi

- Perkusi (+)

- Sondasi (-)

- Vitalitas (+)

- Mobilitas (-)

- Palpasi (-)
Gingiva : tidak ada kelainan

Mukosa : tidak ada kelainan

Lidah : tidak ada kelainan

Palatum : tidak ada kelainan

Foto Klinis Gigi 18

b. Gigi : Gigi 28 impaksi

- Perkusi (+)

- Sondasi (-)

- Vitalitas (+)

- Mobilitas (-)

- Palpasi (-)

Gingiva : tidak ada kelainan

Mukosa : tidak ada kelainan

Lidah : tidak ada kelainan


Palatum : tidak ada kelainan

Foto Klinis Gigi 28

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Rontgen Panoramik


Interpretasi:

- Gigi 18 dan 28 tumbuh tidak sempurna

V. DIAGNOSA KELUHAN UTAMA

Impaksi gigi 18 dan 28

VI. TERAPI

Pemberian medikamen penghilang rasa sakit

Kolaborasi dengan dokter spesialis penyakit dalam untuk melakukan

pemeriksaan penyakit sistemiknya (hipertensi)

Setelah tensi normal serta dokter spesialis penyakit dalam mengijinkan

dilakukan odontektomi, lalu dirujuk ke spesialis bedah mulut untuk

dilakukan tindakan odontektomi.

VII. KOMPLIKASI
Perdarahan, dry socket, parastesi

VIII. PROGNOSIS

Baik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. IMPAKSI

A. Definisi Impaksi

Gigi impaksi merupakan gigi yang erupsi sebagian atau tidak dapat

erupsi oleh karena terhalang oleh gigi, tulang atau jaringan lunak yang ada

disekitarnya. Hal ini memerlukan penanganan medis khusus. Pada kasus gigi

impaksi, gigi geraham biasanya dapat mengganggu pengunyahan.

Menurut Indonesian Journal ofDentistry, gigi impaksi adalah gigi

yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitarnya atau jaringan

patologis, gigi yang letaknya tidak normal pada lengkung rahang.Gigi

impaksi merupakan sumber potensial yang terus menerus menimbulkan

keluhan di masyarakat sejak gigi mulai erupsi, keluhan utama yang paling

sering dirasakan adalah rasa sakit danpembengkakan yang terjadi di

sekeliling gusi tersebut yang dapat mempengaruhi estetis, gangguan

pengunyahan, kesulitan bicara dan mengganggu aktivitas sehari-hari dan

dapat juga menyebabkan masalah misalnya infeksi seperti perikoronitis dan

operkulitis. Gigi impaksi juga sering menjadi tempat retensi makanan yang

sulit dibersihkan. Retensi debris makanan dan plak akan menyebabkan karies

pada gigi tersebut atau pada gigi tetangganya dan menyebabkan bau mulut.

Insidensi gigi impaksi terjadi hampirpada seluruh ras di dunia,

termasuk diantaranya ras Kaukasia. Frekuensi gigi impaksi secara berurutan


paling tinggi pada molar tiga mandibula, molar tiga maksila, kaninus

maksila, premolar mandibula, kaninus mandibula, premolar maksila,

insisivus sentralis maksila dan insisivus lateralis maksila.

B. ETIOLOGI

Etiologi gigi impaksi dapat diakibatkan baik secara lokal maupun

sistemik. Etiologi gigi impaksi secara lokal adalah persistensi gigi sulung,

malposisi benih gigi, defisiensi lengkung rahang, gigi supernumerari, tumor

odontogenik, lokasi erupsi yang abnormal, inflamasi kronis, bone necrosis

disease, prematur ekstraksi dan tekanan dari gigi sebelahnya.

Sedangkan etiologi gigi impaksi secara sistemik baik pada masa

prenatal maupun postnatal. Pada masa prenatal yaitu hereditary syndrome

dan miscegenation. Etiologi postnatal seperti; rickets, anemia, syphilis,

tuberculosis dan endocrine deficiencies. Etiologi penyebab gangguan

pertumbuhan yaitu oxycephaly, cleidocranial dysplasia, achondroplasia,

progeria, cleft palate.

C. DAMPAK IMPAKSI GIGI

a. Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu perikoronitis yang lanjutannya menjadi

abses dento - alveolar akut - kronis, ulkus sub -mukus yang apabila

keadaan tubuh lemah dan tidak mendapat perawatan dapat berlanjut

menjadi osteomyelitis. Biasanya gejala - gejala ini timbul bila sudah ada

hubungan soket gigi atau folikel gigi dengan rongga mulut.

b. Resorpsi gigi tetangga


Setiap gigi yang sedang erupsi mempunyai daya tumbuh ke arah oklusal

gigi tersebut. Jika pada stadium erupsi, gigi mendapat rintangan dari gigi

tetangga maka gigi mempunyai daya untuk melawan rintangan tersebut.

Misalnya gigi terpendam molar ketiga dapat menekan molar kedua,

kaninus dapat menekan insisivus dua dan premolar. Premolar dua dapat

menekan premolar satu. Disamping mengalami resorpsi, gigi tetangga

tersebut dapat berubah arah atau posisi.

c. Rasa sakit

Rasa sakit dapat timbul bila gigi terpendam menekan syaraf atau menekan

gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi tetangga lain di

dalam deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa sakit.

Rasa sakit dapat timbul karena :

1. Periodontitis pada gigi yang mengalami trauma kronis

2. Gigi terpendam langsung menekan nervus alveolaris inferior

padakanalis mandibularis.

D. KLASIFIKASI

Gigi impaksi M3 pada mandibula di klasifikasikan berdasarkan angulasi gigi

menurut George Winter yaitu angulasi sumbu panjang gigi impaksi molar
terhadap sumbu panjang gigi M2, meliputi; impaksi mesioangular,

horizontal, distoangular dan vertikal.

Klasifikasi gigi M3 pada mandibula berdasarkan antero-posterior mandibula

klasifikasi Pell dan Gregory I, II dan III yaitu berdasarkan perbandingan ukuran

mesio-distal M3 bawah dengan ruang yang tersedia dari distal M2 sampai ramus

asenden mandibula. Kelas I jika antero-posterior gigi M3=jarak dari anterior

ramus ke distal M2, Kelas II jika jarak dari anterior ramus ke distal M2 lebih

kecil dari anterioposterior gigi M3, terdapat sejumlah tulang yang masih

menutupi bagian distal M3, Kelas III jika tidak ada ruang sama sekali untuk

erupsi gigi M3.

Klasifikasi gigi M3 pada mandibula berdasarkan hubungan bidang oklusal

menurut Pell dan Gregory yang dilihat berdasarkan letak molar tiga dalam tulang

mandibula dibedakan menjadi beberapa, yaitu :

Kelas A jika ketinggian puncak gigi M3 sama dengan oklusal gigi M2.

Kelas B jika ketinggian puncak gigi M3 dibawah garis oklusal gigi M2,

tetapi diatas garis servikal.


Kelas C jika ketinggian puncak gigi M3 di bawah garis servikal gigi

E. ODONTEKTOMI

1. DEFINISI ODONTEKTOMI

Odontektomi adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah

dengan pengangkatan mukoperiosteal flap dan membuang tulang yang

ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar bukal dengan chisel, bur,

atau rongeurs. Tindakan odontektomi dilakukan pada kondisi gigi yang

dalam keadaan tidak dapat bertumbuh atau bertumbuh sebagian

(impaksi) dimana gigi tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan cara

pencabutan tang biasa melainkan diawali dengan pembuatan flap

mukoperiostal, diikuti dengan pengambilan tulang undercut yang

meghalangi pengeluaran gigi tersebut, sehingga diperlukan persiapan

yang baik dan rencana operasi yang tepat dan benar dalam melakukan

tindakan bedah pengangkatan molar bawah yang terpendam, untuk

menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan.

2. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI ODONTEKTOMI


Menurut Andersson (1997) dan Pederson (1998) semua gigi impaksi

sebaiknya segera dipertimbangkan untuk dilakukan penatalaksanaannya

dengan mempertimbangkan indikasi dan kontra indikasinya.

Adapun indikasi yang perlu diperhatikan pada tindakan

odontektomi adalah sebagai berikut:

a) Pencegahan penyakit periodontal dijadikan sebagai indikasi yang

penting diperhatikan dalam tindakan odontektomi oleh karena

merupakan daerah yang paling dekat gigi impaksi sebagai tempat

predisposisi terjadinya penyakit periodontal.

b) Pencegahan karies dan perikoronitis karena daerah tersebut

merupakan retensi sisa makanan dan tempat perkembangan bakteri.

Apabila tidak dilakukan pembersihan secara maksimal akan berisiko

mudah terjadi karies dan perikoronitis.

c) Pencegahan resorpsi akar dijadikan sebagai indikasi dalam

odontektomi karena gigi impaksi dapat menyebabkan tekanan pada

akar gigi sebelahnya sehingga menyebabkan resorpsi akar.

Pencabutan gigi impaksi dapat menyelamatkan gigi terdekat dengan

adanya perbaikan pada sementumnya.

d) Pencegahan kista dan tumor odontogen termasuk indikasi

odontektomi karena gigi impaksi yang berada di dalam tulang

alveolar mengakibatkan follicular sacc tertahan. Folikel gigi ini akan

mengalami degenerasi kistik sehingga menyebabkan terjadinya kista

dentigerous dan keratokis. Tumor odontogen dapat terjadi disekitar

gigi impaksi yang terbentuk dari folikel gigi.


e) Rasa sakit daerah gigi impaksi akan terjadi karena penekanan syaraf,

maka odontektomi akan menyebabkan dekompresi syaraf daerah

tersebut.

f) Sebelum perawatan ortodonti dan protodonti gigi impaksi harus

diambil / odontektomi, karena apabila tidak dilakukan tindakan

tersebut, perawatan ortodonti dan protodonti akan mengalami

kegagalan.

g) Gigi molar ketiga impaksi diprediksi tidak dapat erupsi.

h) Pada rahang atas bila terdapat keluhan pada TMJ.

Adapun hal-hal yang menjadi kontra indikasi dalam odontektomi

adalah :

a) Periapikal patologi; apabila pencabutan gigi dilakukan maka infeksi

akan menyebar luas dan sistemik, maka antibiotik harus diberikan

sebelum dilakukan pencabutan gigi.

b) Adanya infeksi oral seperti Vincents Angina, Herpetic

gingivostomatitis. Hal ini harus dirawat terlebih dahulu sebelum

dilakukan pencabutan gigi.

c) Perikoronitis akut; perikoronitis harus dirawat terlebih dahulu

sebelum dilakukan pencabutan pada gigi yang terlibat, jika tidak

maka infeksi bakteri akan menurun ke bagian bawah kepala dan

leher.

d) Pasien-pasien dengan compromised medis juga menjadi hal penting

yang perlu diperhatikan sebelum odontektomi karena apabila pasien


memiliki riwayat medis seperti gangguan fungsi kardiovascular,

gangguan pernapasan, gangguan pertahanan tubuh, atau memiliki

kongenital koagulopati, maka operator sebaiknya mempertimbangkan

untuk tidak melakukan tindakan pencabutan gigi impaksi atau

odontektomi. Akan tetapi, jika gigi impaksi tersebut bermasalah maka

sebelum tindakan operator harus konsultasi medis terlebih dahulu

kepada dokter yang merawatnya.

e) Demam yang asalnya tidak dapattidak dapat dijelaskan. Penyebab

paling umum dari demam tersebut kemungkinan adalah endokarditis

bakteri subakut dan apabila dilakukan prosedur ekstraksi dalam

kondisi ini dapat menyebabkan bakterimia, maka sebelum tindakan

perlu diberikan antibiotika sebagai profilaksis.

3. TANDA DAN KELUHAN GIGI IMPAKSI

a. Inflamasi, yaitu pembengkakan di sekitar rahang dan

warnakemerahan pada gusidi sekitar gigi yang diduga impaksi.

b. Resorpsi gigi tetangga karena letak benih gigi yang abnormal.

c. Kista (folikuler).

d. Rasa sakit atau perih di sekitar gusi atau rahang dan sakit kepala

yang lama (neuralgia).

e. Fraktur rahang

4. FAKTOR PENYULIT

Selain indikasi dan kontra indikasi, dalam tindakan odontektomi

operator juga harus mempertimbangkan beberapa faktor yang dapat


menjadi penyulit tindakan antara lain : bentuk akar yang abnormal,

hipersementosis, tingkatkepadatan tulang, dekat pembuluh darah,

saraf dan sinus maksilaris, serta pandangan operasi yang sempit.

5. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi disaat atau setelah tindakan odontektomi.

Komplikasi Pre-operatif:

a. Infeksi Infeksi perikoronal, abses alveolar akut atau kronis,

osteitis supuratif kronis, nekrosis dan osteomielitis.

b. Nyeri Nyeri tidak hanya berkaitan dengan area distribusi saraf

yang berkaitan dengan gigiimpaksi, namun juga bisa terasa di

telinga. Nyeri dapat terjadi secara ringan dan terbatas padadaerah

sekitar gigi impaksi, severe, ataupun menyiksa: yang melibatkan

semua gigi RA dan RBpada sisi rongga mulut yang mengalami

impaksi, daerah telinga, postauricular, bahkan bagianyang

disuplai saraf trigeminal. Hal ini termasuk nyeri temporal.

Nyeri dapat terjadi secaraintermiten, konstan atau periodik.


c. Fraktur Gigi impaksi merupakan faktor yang

memperlemah tulang di daerah yangditempatinya akibat bone

displacement sehingga lebih rentan terjadi fraktur tulang.


Komplikasi Post-operatif
Infeksi dapat terjadi infeksi pasca bedah oleh karena operasi

dilakukan pada saat di daerah gigimolar ke-3 tersebut masih dalam

keadaan infeksi, sehingga tindakan operasi tersebut semakin

menyebarkan infeksi.
a. Nyeri dan Pembengkakan

b. Edema

Merupakan komplikasi sekunder terhadap trauma jaringan lunak.

Hasil ekstravasasi cairan oleh jaringan trauma karena kerusakan

atau terhalangnya pembuluh getah bening yangterakumulasi dalam

jaringan.

Pencegahan:

o Kompres dingin segera setelah operasi

o 10-15 menit setiap setengah jam selama 4-6 jam

c. Granuloma pasca ekstraksi

Muncul 4-5 hari setelah operasi. Diakibatkan oleh

masuknya benda asing ke alveolus. Perawatan dengan

debridement alveolus dan menghilangkan penyebabnya.

d. Dry soket

Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma

pada saat ekstraksi (ekstraksi dengan komplikasi), dokter gigi yang

kurang berhati-hati, penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan

kortikosteroid, dan suplai darah (suplai darah di rahang bawah lebih


sedikit daripada rahang atas). Kurangnya irigasi saat dokter gigi

melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket. Gerakan

menghisap dan menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera

setelah pencabutan dapat mengganggu dan merusak bekuan

darah.Selain itu, kontaminasi bakteri adalah faktor penting, oleh

karena itu, orang dengan kebersihan mulut yang buruk lebih beresiko

mengalami dry socket paska pencabutan gigi. Demikian juga pasien

yang menderita gingivitis (radang gusi), periodontitis (peradangan

pada jaringan penyangga gusi), dan perikoronitis (peradangan gusi di

sekitar mahkota gigi molar tiga yang impaksi).

e. Trismus

Akibat dari banyak injeksi anestesi lokal, khususnya jika injeksi

mengenai otot. Otot yang palingsering terkena adalah pterygoid

medial yang terkena jarum anestesi lokal selama injeksi bloknervus

alveolaris inferior.

f. Parastesi

Parestesi didefinisikan sebagai suatu fenomena sensorik berupa

kebas, rasa terbakar dari kulit tanpa adanya stimulus yang

jelas dan salah satu manisfestasi klinis adanya sensasi yang

tidak normal, hal ini terjadi akibat adanya perubahan sensasi


pada sistem saraf perifer, dapat bersifat sementara atau menetap.

Parestesi disebabkan oleh cedera saraf yang dapat mengenai N.

Alveolaris inferior, N. Lingualis, N. Bukalis, N. Milohiodeus dan N.

Mentalis. Adapun manifestasi klinis parestesi yaitu berupa hilangnya

sensasi pada bagian tertentu dari wajah, biasanya pada bibir atau

dagu. Penanganan yang dapat dilakukan pada parestesi salah satunya

adalah dengan terapi obat neurotropik.

6. ODONTEKTOMI DENGAN KASUS HIPERTENSI

Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyakit yang banyak

diderita oleh masyarakat, salah satunya adalah hipertensi. Dari hasil

penelitian sebelumnya, prevalensipenyakit kardiovaskular tertinggi

adalah hipertensi. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah

persisten dimna tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan

diastoliknya diatas 90 mmHg. Hipertensi merupakan salah satu faktor

resiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan

pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menujukkan gejala, sehingga

bau disadari bila telah menyebabkan gangguan organ sperti gngguan

fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara

tidak sengaja pada waktu pemeiksaan kesehatan rutin atau datang

keluhan lain.

Tanda dan Gejala

Hipertensi jarang menujukkan gejaladan pengnalanya biasanya

melalu skrining atau saat mencari penanganan medis untuk masalah


kesehatan yang tidak erkaitan. Beberapa orang dengan tekanan darah

tiggi melaporkan skit kepala (terutama di bagian kepala belakang dan

pada pagi hari), serta pusing, vertigo, tinitus (dengung atau desis di

dalam telinga), gangguan penglihatan atau pingsan. Pada

pemeriksaan fisik, hipertensi juga dicurigai ketika terdeteksi adanya

retinopati hipertensi pada pemeriksaan fundus optik di belakang mata

dengan menggunakan oftalmoskop. Biasanya beratnya perubahan

retinopati hipertensi dibagi atas tingkat I-IV, walaupun jenis yang

lebih ringan mungkin sulit dibedakan antara satu dan lainnya. Hasil

oftalmoskopi juga dapat memberi petunjuk berapa lama seorang telah

mengalami hipertensi.

Klasifikasi Hipertensi

Pertimbangan Dental Pasien Hipertensi

Sebelum melakukan tindakan invasif, perlu bagi dokter gigi untuk

mengukur teanan darah pasien untuk mengidentifiksi apakah pasien

menderita hipertensi atau tidak. Pasien dengan tekanan darah normal

(< 120 sistoik dan <80 diastoik) dan pasien pre hipertensi (120-

139/80/89 mmHg) dapat menerima semua tindakan perawatan dental


serta dapat diberikan anastesi lokal dengan kandungan epneprin

1:100.000

Ada dua strategi dalam perawatan gigi pada pasien hipetensi yaitu

strategi preventif dan kuratif. Pada strategi preventif meliputi semua

tindakan untuk mengontrol tekanan darah pasien selama periode

perawatan dan semua tindakan preventif dalam bidang kedokteran

gigi sendiri (yang meliputi kontrol plak, fluoridasi, dll). Tindakan

preventif yang efektif untuk mengontrol tensi pasien meliputi kontrol

kecemasan dan stress, pemilihan anastesi, bahan anastesi dan kontrol

sakit setelah tindakan selesai.

Pasien dengan hipertensi derajat 1 dan 2, perlu menjadi pertimbangan

bagi dokter gigi. Tekanan darah mereka akan semakin meningkat apabila
tingkat kecemasan meeka terhadap perawatan yang akan dilakukan

meningkat.dokter gigi bisa menunda perawatan sampai tekanan

darahnya normal. Untuk pasien yang memiliki tekanan darah .180/110,

tidak ada perawatan invasif yang bisa dilakukan sampai tekanan

darahnya normal. Walaupun ada perawatan emergensi, konsultasikan

kepada dokter terlebih dahulu untuk mengontrol tekanan darah pasien

tersebut. Perlu untuk memberikan atibiotik profilakss sebelum

melakukan perawatan untuk mencegah terjadinya bakterimia.

7. PENATALAKSANAAN

a. Anestesi

Anestesi yang digunakan berupa anestesi lokal, blok mandibula dan

infiltrasi di bukal. Anestesi lokal dilakukan pada pasien dewasa muda ini

oleh karena memiliki keadaan umum baik, keadaan mental yang baik

dan sikap kooperatif. Pada penggunaan anestesi lokal ini jarang terjadi

pendarahan karena terdapat vasokontriktor.

b. Teknik Operasi

Membuat insisi untuk pembuatan flep dengan blade no.15.

c. Prosedur Insisi
Pada daerah distal molar kedua sampai ke ramus dilakukan insisi

horizontal tegak lurus pada pinggir oklusal tulang alveolar dan ramus.

Kemudian dari distal molar kedua dilakukan insisi semivertikal sebelah

mesial molar kedua sampai ke forniks kira-kira mencapai apeks molar

kesatu. Setelh kedua insisi dibuat dengan baik sampai ke tulang, maka

flep mukoperiosteal dibuka dengan rasparatorium, kemudian ditarik ke

arah bukal. Setelah flep dibuka maka akan tampak tulang yang menutupi

gigi.

3. Pengambilan Tulang

Tulang yang menutui gigi harus dibuang dengan menggunakan bur bulat

dan tajam. Bur besar dengan nomor 3-5 digunakan untuk mengurangi

tulang bagian distal. Bur yang kecil digunakan untuk mengurangi tulang

penghlan di bagian lingual dan bukal, sambil dilakukan irigasi untuk

mengurangi panas yang terjadi pada saat mengebor agar tidak terjadi

nekrosis tulang. Setelaah pengurangan tulang dirasa cukup, maka

selanjutnya gigi molar ketiga dicongkel dengan menggunakan bein, dan

gigi dikeluarkan utuh dengan menggunakan tang.

4. Pembersihan Luka dan Penutupan Luka dengan Penjahitan

Setelah gigi dikeluarkan, soket gigi dibersihkan dari sisa-sisa tulang

bekas pengeboran. Folikel dan sisa organ enamel dibuang karena jika

masih tertinggal dapat menyebabkan kista residual. Tepi tulang yang

runcing dihaluskan dengan bone-file. Kemudian dibersihkan dengan


semprotan air garam fisiologis 0,9% agar pecahan partikel-partikel tulang

dapat keluar semua, selanjutnya dihisap dengan suction. Flap

dikembalikan pada tempatnya kemudian dijahit dengan teknik

interupted.

5. Instruksi Pasca Perawatan

Pasien diberikan obat antibiotik, analgetik, anti-inflamasi, vitamin

(sebagai tambahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh), dan

diinstruksikan untuk mengkonsumsi susu berkalsium tinggi untuk

mempercepat remodeling tulang. Pasien juga diinstruksikan supaya tidak

boleh berkumur-kumur dan harus tetap menggigit tampon selama 24 jam,

bila masih terdapat perdarahan tampon harus diganti dengan tangan

bersih. Pasien ahrus beristirahat yang cukup, dan tidak boleh makan dan

minum yang panas. Pasien juga harrus makan makanan yang lunak dan

bergizi. Pasien diminta untuk kontrol tiga hari kemudian untuk kontrol

pertama untuk dilakukan pembersihan luka dengan air garam fisiologis,

dan tujuh hari kemudian untuk kontrol kedua untuk membuka jahitan.
DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos FD. Oral Surgery. In: Fragiskos FD,Surgical Extraction of Impacted teeth.

Verlag BerlinHeidelberg, Springer 2007. p. 121-177

Pell GJ, Gregory BT., 1993. Impacted mandibular third molars; classification and

modified technique for removal. Dent Dig.

Ruslin, M., Odontektomi: Penatalaksanaan Gigi Impaksi. Departemen Bedah Mulut

dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin. Makassar

Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC.

Pranjoto EH, Sjamsudin J. Perawatan gigi impaksi anterior rahang atas pada remaja.

Dent J, Vol. 38. No. 3. Juli September 2005: 142-45.

Anda mungkin juga menyukai