Anda di halaman 1dari 13

TUGAS INDIVIDU

OBSERVASI DAN ASISTENSI RAWAT JALAN UPU


BIDANG ILMU KONSERVASI GIGI
RESTORASI KOMPOSIT KELAS III PADA GIGI 12

Nama DPJP:
drg. Yon Triono, MM.

Disusun Oleh:
Hanifah Tantri
G4B022011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI
PURWOKERTO

2022
LAPORAN KASUS
1. Anamnesis
a. Chief of complain :
Seorang pasien laki-laki usia 25 tahun datang ke RSGMP Unsoed dengan
keluhan gigi depan atasnya berlubang
b. Present Illness : 
Pasien terkadang merasakan nyeri.
c. Past Medical History : 
Pasien tidak memiliki Riwayat penyakit.
d. Past Dental History : 
Pasien pernah datang ke dokter gigi sebelumnya namun hanya untuk
rontgen.
e. Family History : 
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga.
f. Social History : 
Pasien tidak memiliki Riwayat buruk.
2. Pemeriksaan Ekstraoral
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital: 
1) Tekanan Darah :  130/75 mmHg
2) Suhu Tubuh      :  36℃
3) Denyut Nadi     :  76x/menit
4) Pernapasan        :  15x/menit
b. Berat badan : 53 kg, Tinggi badan : 160 cm
c. Kesadaran Pasien: Compos mentis
d. Wajah pasien: simetris ,tidak terdapat pembengkakan pada wajah pasien.
e. Assesment nyeri: 0, tidak terdapat nyeri.
f. Pemeriksaan TMJ, limfonodi dan pemeriksaan buka tutup mulut pada
pasien tidak dilakukan.

1
3. Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan intraoral menunjukkan terdapat karies sedalam dentin pada gigi
12 pada bagian distal dan belum mengenai incisal edge. Tes vitalitas gigi 12
(+), perkusi (-) dan palpasi (-).
4. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan penunjang radiografi periapical.
5. Diagnosis
Pulpitis reversibel gigi 12, ICD-10 K04.01 karies kedalaman dentin.
6. Diagnosis Banding
Pulpitis irreversible dan nekrosis pulpa
7. Rencana Perawatan
Informed consent, pemeriksaan radiografi periapikal, restorasi komposit gigi
12, pulp capping, perawatan endodontik seperti perawatan saluran akar, kontrol
dan KIE.

8. Tindakan
a. Informed consent
b. Restorasi komposit gigi 12
c. KIE

2
A. Skema Analisis Kasus

ANAMNESA:
Pasien laki-laki usia (25 tahun) datang ingin dilakukan penambalan pada gigi
depan atasnya (12). Pasien merasa nyeri ketika pada saat tertentu. Pasien
pernah datang ke RSGM untuk foto radiografi. Pasien tidak memiliki
kebiasaan buruk.

RIWAYAT SISTEMIK: PEMERIKSAAN PENUNJANG:


Pasien tidak memiliki penyakit sistemik dan
Dilakukan pemeriksaan radiografi
penyakit keturunan
periapikal pada pasien.

PEMERIKSAAN
EO: Pemeriksaan tekanan, suhu tubuh, laju pernapasan dan denyut nadi pasien normal, kesadaran
pasien composmentis, wajah pasien simetris, assessment nyeri 0, tidak dilakukan pemeriksaan TMJ,
limfonodi dan pemeriksaan buka tutup mulut pada pasien.
IO: Terdapat kavitas karies mencapai dentin namun belum mengenai incisal gigi 12, palpasi (-),
perkusi (-) dan vitalitas (+).

DIAGNOSIS Pulpitis reversibel gigi 22 (K04.01)


DIAGNOSIS BANDING
Pulpitis irreversible dan nekrosis pulpa

RENCANA PERAWATAN
Informed consent, pemeriksaan radiografi periapikal, restorasi komposit gigi
12, pulp capping, perawatan saluran akar, kontrol dan KIE.

TINDAKAN
Informed consent
Restorasi komposit kelas III
KIE

3
B. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis suatu kelainan dalam rongga mulut perlu
dilakukan anamnesis terlebih dahulu. Tujuan dari anamnesis adalah
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang keluhan penderita dan
sekaligus membangun kepercayaan antara dokter gigi dan pasien sehingga
dokter giginya dapat mengetahui harapan yang diinginkan oleh pasien
(Apriasari, 2019).
Anamnesis meliputi (Apriasari, 2019) :
1. Identitas penderita meliputi, nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,
alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
2. Keluhan yang diderita saat ini (chief of complain dan present illness),
meliputi, what – apa yang dirasakan? when – kapan kelainan tersebut timbul?
where – dimana lokasi kelainan/lesi tersebut (semakin membesar, semakin
sakit, dll).
3. Riwayat kesehatan umum (past medical history) meliputi, penyakit
penyakit yang pernah diderita dan pengobatan yang pernah didapat, misalnya
3 tahun yang lalu didiagnosis menderita diabetes mellitus dan hipertensi dan
hingga kini masih terus mengkonsumsi obat-obatan untuk menurunkan kadar
gula darahnya dan anti hipertensi.
4. Riwayat kesehatan gigi sebelumnya (past dental history) meliputi, status
kebersihan gigi dan jaringan pendukung gigi, hal ini sekaligus melihat
motivasi penderita dalam melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulutnya,
10 yang sedikit banyak akan mempengaruhi kepatuhan penderita dalam hal
pemakaian obat-obatan yang diberikan.
5. Riwayat keluarga (family history). Hal ini terutama diperlukan pada
kelainan/ lesi dalam mulut yang berhubungan dengan faktor keturunan seperti
kanker, stomatitis aftosa rekuren, penyakit sistemik tertentu, dan lain-lain.
6. Riwayat sosial (social history). Hal ini berguna untuk dapat mengetahui
profil kehidupan penderita sehari-hari, seperti kebiasaan makan, kebiasaan
merokok , atau kebiasaan buruk lainnya yang mungkin dapat mempunyai
hubungan dengan terjadinya kelainan/lesi pada penderita. Semua faktor

4
tersebut harus secara baik dapat ditarik dari anamnesis (tanya jawab dokter
gigi dengan pasien) yang secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi ketepatan diagnosis dari kelainan/lesi di dalam rongga mulut
penderita.
Berdasarkan pemeriksaan subjektif pada kasus yaitu pasien datang dengan
keluhan gigi depan atas berlubang dan ingin dilakukan perawatan, pasien
tidak memiliki riwayat penyakit sistemik, pasien tidak memiliki riwayat
penyakit keturunan, pasien tidak memiliki kebiasaan buruk.
Pasien terlihat gugup karena akan dilakukan tindakan dan dokter
melakukan komunikasi yang lebih hangat sehingga pasien lebih rileks dan
lebih siap untuk dilakukan tindakan restorasi kelas III gigi 12. Edukasi untuk
psikologi pasien-dokter sudah mulai dibangun untuk menenangkan pasien
dan memberikan informasi tentang prosedur tata laksana yang akan
dilakukan.
C. Riwayat Sistemik
Saat assesmen ditanyakan mengenai penyakit penyakit yang pernah
diderita dan pengobatan yang pernah didapat, misalnya 3 tahun yang lalu
didiagnosis menderita diabetes mellitus dan hipertensi dan hingga kini masih
terus mengkonsumsi obatobatan untuk menurunkan kadar gula darahnya dan
anti hipertensi. Hasil dari pendalaman mengenai riwayat penyakit pasien
yaitu pasien tidak memiliki riwayat kesehatan maupun penyakit keturunan.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan
radiografi bertujuan untuk membantu mengevaluasi kondisi karies gigi, letak akar terhadap
struktur jaringan vital (saraf atau sinus maksilaris), kondisi tulang sekitar akar, dan sebagai
petunjuk keberadaan lesi periapikal seperti granuloma periapikal atau kista radikular yang
sering menyertai. Pemeriksaan radiografi yang dapat dilakukan yaitu radiografi periapikal
atau panoramik (Whaites dan Drage, 2013).

5
Gambar 1. Pemeriksaan radiografi pasien.
E. Pemeriksaan Ekstraoral
Pemeriksaan ekstra oral yaitu dilihat dari kepala, muka, leher, mata, bibir,
kelenjar limfonodi, temporomandibular joint, otot-otot ekstra oral dan perlu
diamati: apakah ada perubahan warna, tekstur, pembengkakan, kelainan/lesi
dan rasa sakit pada tempat-tempat tersebut. Berdasarkan pemeriksaan ekstra
oral pada kasus yaitu, tanda-tanda vital dalam keadaan normal, kesadaran
pasien compos mentis, wajah pasien simetris, TMJ normal, Limfonodi
normal.
Pemeriksaan nadi pasien 76x/menit yang menandakan normal. Pemerikaan
tekanan darah pasien 130/75 mmHg yang menandakan pasien termasuk
dalam fase II hipertensi. Namun, tekanan darah tersebut termasuk dalam batas
normal pasien. Pemeriksaan laju pernapasan 15x/menit menandakan normal.
Berat badan pasien 54 kg dan tinggi badan 160 berdasarkan indeks BMI
termasuk normal. Assesment nyeri pada pasien tidak terdapat nyeri.

Gambar 2. Skala Pengukuran Nyeri

F. Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan intra oral meliputi, vitalitas gigi, mobilitas gigi, mukosa pipi,
mukosa bibir, lidah, dasar mulut, punggung dan dasar lidah, palatum keras
dan lunak, kelenjar liur, aliran saliva, gingival, dan gigi-geligi dengan cara
menginstruksikan pasien untuk membuka mulut dan melepaskan denture (bila
ada), raba dengan cara palpasi dan kemudian catat semua perubahan mukosa
mulut dalam hal: warna, ukuran (adanya pembengkakan), tekstur,
kekenyalan, dan adanya lesi.
Hasil pemeriksaan odontogram terdapat karies dengan kedalaman dentin
pada gigi 12. Dokter tidak melakukan pemeriksaan mukosa mulut pada pasien.
Hasil pemeriksaan gigi yang akan dilakukan penambalan gigi 12. Dokter
melakukan perkusi (-) yang menandakan tidak terdapat kelaianan pada

6
jaringan periodontal, palpasi (-) yang menandakan tidak ditemukan kelainan
pada mukosa dan tes vitalitas menggunakan tes dingin (Chlor etil) (+)
menandakan gigi vital.
G. Diagnosis
Penegakkan diagnosis harus dilakukan dengan menyeluruh dan terstruktur
mulai dari anamnesa hingga dilakukan pemeriksaan penunjang. Diagnosa
yang tepat akan mempermudah dalam penanganan keluhan yang dialami
pasien (Allison dkk., 2020; Diana dkk., 2020). Berdasarkan kasus pasien
mengeluhkan giginya yang berlubang, pemeriksaan intraoral telah dilakukan
dan terdapat kavitas pada gigi 12 dengan kedalaman mencapai dentin. Sesuai
dengan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis pada kasus ini
adalah pulpitis reversible. Pulpitis reversible merupakan inflamasi ringan
yang sering disebabkan oleh karies gigi dimana adanya penetrasi bakteri ke
dalam enamel dan dentin sehingga akan memicu respon inflamasi pada pulpa.
Pulpitis reversible biasanya ditandai dengan rasa nyeri yang tidak spontan,
respon sensitif terhadap tes dingin dan panas jika dibandingkan dengan gigi
sehat, serta rasa nyeri yang muncul tidak lebih dari 30 detik akan mereda
setelah stimulasi dihilangkan (nyeri tajam dan berlangsung sesaat), rasa sakit
sulit terlokalisir, pada gambaran radiografi periradikular terlihat normal, dan
gigi masih normal saat diperkusi kecuali jika terdapat trauma pada bagian
oklusal (Diana dkk., 2020; Kartinawanti dkk., 2021).
Diagnosis banding yang perlu diamati dalam kasus ini yaitu pulpitis
irreversible dan nekrosis pulpa. Pulpitis irreversible merupakan kelanjutan
dari pulpitis reversible yang tidak dilakukan perawatan atau gagal dalam
perawatan. Pulpitis irreversible biasanya didapati pada kavitas yang sudah
mendekati pulpa atau bahkan sudah mencapai pulpa. pulpitis irreversible
merupakan inflamai pulpa akut dimana terjadi vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskular sehingga terjadi peningkatan inflamasi yang signifikan
dan biasanya ditandai dengan nyeri spontan dengan intensitas sedang hingga
berat dan terkadang menyebabkan pasien sulit tidur. Pulpitis irreversible yang
simtomatik ditandai dengan adanya karies dalam hingga menyebabkan pulpa
terbuka. Nekrosis pulpa merupakan keadaan terjadinya kematian pulpa, aliran

7
pembuluh darah sudah tidak ada serta syaraf pulpa sudah tidak berfungsi
kembali, biasanya gigi tidak merespon rangsangan, tidak bergejala, jika
dilakukan inspeksi biasanya terdapat kavitas yang sudah melibatkan pulpa
dan disertai perubahan warna gigi, pada pemeriksaan objektif didapatkan
hasil yang negatif pada perkusi, palpasi, vitalitas. Pada gambaran
histologisnya didapatkan jaringann pulpa yang nekrotik dan pada gambaran
radiolusen terdapat area radiolusen di daerah periapikal. Etiologi nekrosis
pulpa yaitu karies atau non karies (fraktur) yang tidak mendapat perawatan.
invasi bakteri ke dalam pulpa menyebabkan peradangan pulpa, infeksi dan
akhirnya nekrosis (Diana dkk., 2020; Kartinawanti dkk., 2021).

Gambar 3. (A) Gambaran pulpa sehat, (B) Pulpitis reversible dengan gejala nyeri tajam
dan berlangsung sesaat, (C) Pulpitis irreversible dengan gejala nyeri yang menetap, (D)
Nekrosis pulpa yang dapat menyebabkan periodontitis apikal (Virdee dkk., 2015).

H. Rencana Perawatan
Pilihan perawatan pada pasien harus mempertimbangkan beberapa aspek
diantaranya seperti kondisi dan keinginan pasien yang dapat diketahui dari
pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif. Berdasarkan hasil
pemeriksaan objektif menunjukan kavitas kelas III dengan kedalaman karies
mencapai dentin pada proksimal gigi anterior (gigi 12) yang belum
melibatkan insisal (Iriantoro, 2018). Pada kasus ini digunakan restorasi
komposit karena resin komposit memiliki ketersediaan berbagai warna yang
sesuai untuk enamel dan dentin, mudah dalam pengaplikasian, compressive
strength lebih baik dari gic, dan biokompatibilitas baik (Sakaguchi dan
Powers, 2012).
I. Tindakan Perawatan
1) Informed consent,

8
Informed consent dilakukan untuk mengetahui persetujuan pasien untuk
tindakan yang akan dilakukan. Tindakan perawatan yang akan dilakukan pada
pasien adalah restorasi kelas III pada gigi 12 menggunakan komposit.
2) Preparasi kavitas Preparasi kavitas harus sesuai dengan 7 prinsip
preparasi gigi, preparasi dilakukan sesuai langkah-langkah berikut ini (Baum,
et al., 2017).
a) Outline form Outline form dilakukan dengan membuat batasan
kavitas yang akan direstorasi dengan membentuk tepi marginal dari
preparasi. Hal yang perlu diperhatikan pada tahapan outline form yaitu
membuang seluruh jaringan karies dengan kedalaman preparasi 1,5-2 mm.
Pada tahapan ini dilakukan menggunakan round bur No. ½.
b) Resistance form Resistance form dilakukan dengan tujuan supaya
restoraasi kuat menahan beban kunyah dan tidak mudah pecah. Pada
tahapan ini dilakukan menggunakan fissure bur untuk membuat dasar
kavitas yang rata dan tegak lurus dengan sumbu gigi. Ketebalan restorasi
harus adekuat, untuk restorasi komposit biasanya membutuhkan ketebalan
minimal 2,5 mm.
c) Retention form Retention form dilakukan dengan tujuan supaya
restorasi tidak mudah lepas dan tahan terhadap pergeseran gaya dorong
dan gaya angkat. Dinding yang mengelilingi kavitas dibuat tegak lurus
dengan dasar kavitas dan pada bagian proksimal kavitas harus melebar ke
bawah. Pada preparasi kelas III diberikan tambahan bevel untuk membuka
enamel rods. Bevel dibuat disepanjang margin enamel membentuk sudut
45º terhadap dinding eksternal dengan lebar 0,5-2 mm.
d) Convenience form Convenience form dilakukan dengan tujuan untuk
membentuk kavitas yang memudahkan operator agar instrument mudah
masuk dan mudah dijangkau saat dilakukan restorasi.
e) Removal of caries Removal of caries dilakukan dengan membuang
semua jaringan karies yang masih tersisa dan email yang tidak didukung
oleh dentin yang sehat. Setelah selesai dilakukan preparasi harus diperiksa
kembali untuk memastikan seluruh jaringan karies telah hilang.

9
f) Finishing the enamel wall and margin Finishing the enamel wall and
margin dilakukan dengan tujuan untuk menghaluskan margin dan
menyelesaikan preparasi. Pada tahapan ini dinding kavitas dibuat halus
dan rata. Penghalusan dinding kavitas dapat dilakukan menggunakan
inverted bur.
g) Toilet of cavity Toilet of cavity dilakukan pada tahapan akhir dari
preparasi sebelum kavitas ditumpat. Kavitas dibersihkan dengan lembut
dengan menggunakan cotton pellet basah dan diikuti dengan pengeringan
permukaan dengan cotton pellet yang kering atau bisa menggunakan
threeway syringe. Bahan yang digunakan yaitu chlorhexidine digluconate
2% yang diaplikasikan menggunakan microbrush sebagai antimikroba dan
supaya tidak ada sisa debris, saliva ataupun darah yang berada pada
kavitas.

Gambar 4. Preparasi kavitas kelas III

3) Pengaplikasian etsa dan bonding


Mengaplikasikan etsa yang mengandung asam fosfat 37%. Etsa diaplikasikan
menggunakan mikrobrush dan dilakukan pada enamel terlebih dahulu ditunggu
selama 5 detik kemudian dilakukan pengaplikasian pada dentin selama 15 detik.
Total pengaplikasian etsa selama 20 detik, kemudian etsa dibilas dan dikeringkan.
Setelah diaplikasikan etsa, selanjutnya diaplikasikan bonding menggunakan
mikrobrush lalu diangin-anginkan kemudian di light cure selama sekitar 20 detik.
4) Restorasi Gigi
Restorasi gigi 21 dilakukan menggunakan komposit dimulai dari sisi palatal
kemudian di light cure selama 20 detik dan restorasi diulangi hingga seluruh
kavitas terisi oleh bahan restorasi komposit. Setelah semua kavitas tertutup oleh
komposit kemudian dilakukan light cure lagi selama 20 detik.
5) Tahap finishing dan polishing

10
Tahap finishing dilakukan menggunakan bur stone putih berbentuk kuncup
dengan cara dilakukan penekanan intermitten pada gigi dengan menggunakan
kecepatan yang rendah, selanjutnya tahap polishing dilakukan dengan twist rubber
dengan tekanan ringan dan kecepatan yang rendah.
J. KIE
Memberikan instruksi pada pasien untuk selalu menjaga kebersihan
rongga mulut dan edukasikan cara menyikat gigi yang baik dan benar, dengan
menyikat gigi minimal 2x sehari pagi setelah makan dan malam sebelum
tidur, selanjutnya memberikan instruksi untuk memperbanyak mengonsumsi
makanan yang bergizi dan tidak berisiko tinggi menyebabkan terjadinya
karies seperti buah dan sayur. dan memberikan instruksi untuk selalu kontrol
kesehatan gigi dan mulut setiap 6 bulan sekali.
K. Kesimpulan
Berdasarkan Klasifikasi G.V Black Karies Kelas III merupakan karies
yang terjadi pada bagian proksimal gigi anterior, pada kasus yang telah
dibahas diatas didapatkan pasien mengeluhkan giginya yang berlubang,
pemeriksaan intraoral telah dilakukan dan terdapat kavitas pada gigi 12
dengan kedalaman mencapai dentin. Sesuai dengan hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan, diagnosis pada kasus ini adalah pulpitis reversible.
berdasarkan hasil observasi UPU RSGM tersebut dapat disimpulkan bahwa
dokter gigi memberikan perawatan yang tepat yaitu dilakukan perawatan
restorasi komposit kelas III dengan mempertimbangkan beberapa aspek
diantaranya seperti kondisi gigi dan keinginan pasien yang dapat diketahui
dari pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif. Pemilihan bahan
restorasi yang diberikan sesuai dengan indikasi yaitu komposit memiliki sifat
tahan terhadap beban kunyah yang besar dan memiliki nilai estetik yang
bagus sehingga cocok digunakan untuk restorasi kelas III (Iriantoro, 2018).
L. Saran
Pada perawatan restorasi gigi anterior pemilihan warna bahan restorasi
harus diperhatikan dan mempertimbangkan nilai estetis untuk mencegah
terjadinya perbedaan warna antara gigi tetangganya. Selanjutnya sebelum
dilakukan preparasi gigi harus mempertimbangkan beberapa faktor antara lain

11
luasnya karies, keadaan status gingiva, keterlibatan pulpa, dukungan tulang
dan tingkat estetika. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa radiografi periapikal untuk mengevaluasi kedalaman karies dan untuk
menilai ada tidaknya lesi pada periapikal.
DAFTAR PUSTAKA

Baum, L., Phillips, R.W., Lund, M., R. 2017. Buku Ajar Ilmu Konservasi
Gigi.
Dewiyani, S. 2017. Restorasi gigi anterior menggunakan teknik direct
komposit.
Diana S., Erlita I. 2020. Prevalence of Disease in the Conservative
Dentistry Department of Gusti hasan Aman Dental Hospital banjarmasin in
2015- 2018. DENTINO. 5(2): 201-204
Iriantoro, D.N.D. Dewi, C. Fitriani, D. 2018. Klasifikasi pada Penyakit
Dental Caries Menggunakan Gabungan K-Nearest Neighbor dan Algoritme
Genetika. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer.
2(8): 2926-32.
Kartinawanti A.T., Asy’ari A.K. 2021. Penyakit pulpa dan perawatan
saluran akar satu kali kunjungan: Literature review. Jurnal Ilmu Kedokteran
Gigi. 4(2):64-72.
Rachmawati, R., Mardiyantoro, F., Silviana, N.M., Nugraeni, Y., dan
Amran, A.J., 2020. Buku Ajar: Nyeri Intraoral. UB Press. Malang.
Virdee S.S., Seymour D., Bhakta S. 2015. Effective anaesthesia of the
acutely inflamed pulp: part 1. the acutely inflamed pulp. British Dental
Journal. 219(8):385-390.
Whaites, E. dan Drage, N. 2013. Essentials of Dental Radiography and
Radiology 5th Edition. Elsevier. Spain.

12

Anda mungkin juga menyukai