Anda di halaman 1dari 8

SKENARIO II

Diagnosis BM-Prosto

Pasien perempuan usia 57 tahun datang ke Bagian Bedah Mulut RSGM FKG Unej
dengan keluhan bengkak dan sakit pada pipi kiri atas sejak 2 hari yang lalu dan pasien
mempunyai riwayat diabetes melitus. Setelah dilakukan pemeriksaan subyektif, obyektif dan
pemeriksaan penunjang, dokter gigi mendiagnosis Fossa Canina Abscess et Causa 23, 24
Gangren Radic, dan gigi 25 dan 26 sisa akar. Selanjutnya dokter gigi merencanakan tahapan
perawatan; medikasi, ektraksi dan rujukan ke bagian prostodonsia.

Kata Sulit

1. Diabetes melitus
- Suatu penyakit atau gangguan metabolism kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolism karbohidrat, lipid, dan protein sebagau akibat insufisiensi fungsi
insulin
- Penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula atau glukosa di dalam
darah
2. Fossa Canina Abscess et Causa
- Sekumpulan pus dalam suatu rongga patologis yang dibatasi oleh membrane
semu pyogenik di dalam fossa canina
- Merupakan infeksi odontogenic yang dapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam jiwa
3. Gangren Radic
- Suatu keadaan dimana gigi sudah tinggal akarnya atau mahkota gigi sudah
hilang sampai batas garis servikal

Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemeriksaan subyektif, obyektif, dan penunjang pada skenario?


a. Pemeriksaan subyektif, merupakan pemeriksaan berdasarkan atas keluhan
penderita atau anamnesis
- Pengenalan diri  mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan melakukan
kontak mata dengan pasien
- Menanyakan identitas pasien  nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat
tinggal, golongan darah, status pernikahan, pekerjaan, kebangsaan/suku dan
nomor telepon pasien
- Menanyakan keluhan utama saat ini (Chief Complaint)  keluhan saat pasien
datang atau keluhan yang membuat pasien datang menemui dokter gigi
- Present illness  kronologis dari keluhan utama yang berhubungan dengan
gejala-gejala. Biasanya ditanyakan kapan mulai sakit, bagaimana rasa sakitnya
- Riwayat penyakit dahulu (past history)  terdiri dari Past Dental History (PDH)
yaitu riwayat dental sebelumnya dan Past Medical History (PMH) yaitu riwayat
medis sebelumnya
- Riwayat penyakit keluarga (family history)  berkaitan dengan problem
herediter yang berkaitan dengan riwayat penyakit keluarga

b. Pemeriksaan obyektif
- Pemeriksaan keadaan umum pasien  kondisi fisik, tanda vital (tekanan
darah, respirasi, nadi, temperatur)

- Inspeksi  uji klinis paling sederhana yaitu pemeriksaan berdasarkan


penglihatan
- Sondasi  pemeriksaan dengan sonde tanpa tekanan untuk mengetahui adanya
karies atau tidak, kedalaman dari karies, adanya reaksi pulpa atau tidak, adanya
perforasi atau tidak
- Termis  aplikasi dingin dan panas pada gigi untuk menentukan sensitivitas
terhadap perubahan termal
- Perkusi  menentukan adanya peradangan pada jaringan penyangga gigi
- Tes mobilitas  pemeriksaan dengan menggerakkan gigi ke arah lateral dengan
jari, pinset atau tangkai dua instrument kea rah bukolingual untuk menentukan
apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya
- Palpasi

- Pemeriksaan ekstra oral  bentuk muka atau wajah, bentuk bibir, sendi
rahang, pemeriksaan limfonodi, pemeriksaan otot mastikasi, pemeriksaan TMJ
- Pemeriksaan intra oral  memeriksa keadaan mulut secara menyeluruh untuk
melihat kelainan mukosa dari pipi, bibir, palatum, gusi dan gigi

2. Bagaimana prognosis kasus pada skenario?


- Berdasarkan skenario, secara umum abses prognosisnya baik untuk resolusi
abses yang kecil setelah pecah. Jika gejalanya membaik, kecil kemungkinan
infeksi semakin memburuk. Abses yang lebih besar membutuhkan perawatan
medis segera, dan seringkali membutuhkan drainase serta pemberian antibiotic.
Penyebaran infeksi ke fossa canina biasanya berasal dari caninus rahang atas
atau gigi premolar atas, sering terlihat di atas otot businator. Pembengkakan ini
menghilangkan lipatan nasolabial. Ruang ini berada di dekat kelopak mata
bawah,dan karena itu manajemen dini sangat penting untuk menghindari infeksi
sirkum orbital. Ada risiko penyebaran ke kranial, melalui sudut eksternal vena,
yang kemudian menjadi thrombus. Pasien wajib untuk melakukan perawatan
tindak lanjut dengan dokter gigi untuk menilai kembali infeksi dan untuk
merawat gigi yang bermasalah.
- Sedangkan, untuk gigi 24, 25, 26 termasuk kedalam hopeless prognosis. Hal ini
karena hal tersebut sesuai dengan cirinya yang meliputi satu/beberapa hal-hal
sebagai berikut: kehilangan tulang yang cepat, daerahnya tidak dapat dilakukan
pemeliharaan, indikasi pencabutan, terdapat faktor sistemik/ lingkungan yang
tidak terkontrol. Selain itu, prognosis dapat memberi gambaran sangat buruk,
sehingga ekstraksi dan penggantian gigi dengan implan gigi harus dilakukan
sesegera mungkin untuk mempertahankan tulang sebanyak mungkin untuk
mendukung implan.
- Selain itu, adanya kelainan sistemik berupa diabetes milletus juga dapat
memperburuk prognosis dari pasien. Namun, jika diabetes milletus masih
terkontrol maka prognosis masih lebih baik, dan jika diabetes tidak terkontrol
masih perlu dipertimbangkan lagi perawatan yang akan dilakukan pada pasien.
Untuk mencegah komplikasi yang mungkin saja terjadi sebelum, saat dan setelah
dilakukan perawatan maka rujukan kepada dokter penyakit dalam mungkin perlu
dilakukan.
3. Bagaimana hubungan diabetes melitus dengan kasus pada skenario?
4. Bagaimana rencana perawatan (termasuk ekstraksi berarti) dan medikasi untuk
kasus pada skenario?
a. Ekstraksi
- Teknik yang digunakan dalam pencabutan gigi dengan kondisi sisa akar hampir
sama dengan teknik pencabutan pada gigi geligi biasanya. Perbedaannya yaitu
hanya pada pemilihan dalam penggunaan forcep dimana pada gigi dengan
kondisi sisa akar menggunakan forcep (tang) yang memiliki beak tertutup serta
penggunaan elevator yang sering kali digunakan.
- Faktor sistemik dari pasien juga merupakan kontraindikasi yang perlu
dipertimbangkan secara khusus untuk dilakukannya ekstraksi gigi. Ekstrasi bisa
dilakukan dengan persyaratan bahwa pasien sudah berada dalam pengawasan
dokter ahli dan penyakit yang menyertainya bisa dikontrol dengan baik. Diabetes
yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan terapi antibiotic profilaktik untuk
pembedahan rongga mulut. Setelah di ekstraksi, dapat diindikasikan memakai
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL) atau Gigi Tiruan Jembatan (GTJ).

b. Medikasi
- Pada pasien, dapat diberikan antibiotic berupa amoksisilin yaitu penisilin
spectrum luas. Penisilin memiliki potensi menjadi agen lini pertama dalam
pengobatan infeksi odontogenic
- Analgesic dapat diberikan untuk menghilangkan rasa sakit sementara pada
gangrene radix

Learning Objective

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan subyektif,


obyektif dan penunjang
Jawab :
a. Pemeriksaan subyektif
Pemeriksaan subyektif merupakan interview atau anamnese. Menurut Potter
dan Perry (1997), wawancara adalah suatu pola dalam memulai komunikasi
dengan tujuan spesifik dan terarah dalam area tertentu. Wawancara dapat
dilakukan dengan pasien secara langsung atau dengan orang terdekat pasien
apabila pasien tersebut tidak dapat berkomunikasi langsung dengan kita
contohnya pasien anak-anak.
 Identitas pasien, terdiri dari :
- Nama : harus ditulis secara lengkap dengan gelar bila ada,
dapat diberi sebutan seperti nyonya, bapak atau anak
- Tempat/tanggal lahir (umur) : berisi tempat dan tanggal lahir
pasien beserta umur yang ditulis dalam tahun
- Nomor kartu identitas : seperti KTP atau SIM
- Jenis kelamin pasien : L/P *coret yang tidak perlu
- Suku/ras
- Pekerjaan : ditulis pekerjaan dari pasien atau nama sekolah
apabila pasien masih berstatus sebagai pelajar
- Alamat rumah : ditulis sesuai dengan alamat pada KTP, jika
pasien berasal dari luar kota maka ditulis alamat sementara
- Nomor telepon
- Keluarga yang dapat dihubungi
 Keluhan utama
- Keluhan utama adalah symptom subjektif atau masalah yang
diutarakan pasien dengan kata-kata sendiri yang berhubungan
dengan kondisi yang membuat pasien pergi ke dokter gigi atau
berobat.
- Keluhan utama merupakan riwayat kronologis perkembangan
keluhan pasien
 Keluhan tambahan
- Keluhan tambahan yaitu mengumpulkan informasi terhadap
keluhan lain yang dirasakan oleh pasien terkait dengan masalah
kesehatan gigi dan mulut
 Riwayat penyakit
Pasien dapat diminta untuk menceritakan asal usul dari lesi yaitu kapan
pertama kali muncul, bagaimana perkembangannya, bagaimana
gejalanya, bagaimana riwayat penyakit sebelummya atau
kekambuhannya dan bagaimana riwayat pengobatannya
 Keadaan kesehatan umum
Dapat menanyakan keadaan kesehatan umum dari pasien meliputi
golongan darah, ada atau tidaknya penyakit sistemik yang diderita oleh
pasien, riwayat alergi terhadap obat atau makanan tertentu,
memeriksakan tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan pernafasan
dari pasien
 Riwayat penyakit gigi
Menggali pengetahuan, pengalaman dan perilaku pasien tentang
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan. Pertanyaan
yang dapat diajukan meliputi bagaimana cara menyikat gigi yang baik
dan benar, kapan waktu menyikat gigi dan bagaimana cara memelihara
kesehatan gigi selain dengan menyikat gigi

Sumber : Gultom, Erni dan Laut, Deru Merah. 2018. Konsep Dasar
Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut II dan III. Kementrian
Kesehatan republik Indonesia.

b. Pemeriksaan obyektif
Dapat dibagi menjadi :
 Pemeriksaan ekstraoral
- Pemeriksaan wajah
Memeriksa wajah pasien dilakukan dengan posisi pasoen
duduk atau berdiri lalu pasien dapat duduk dengan relaks serta
menghadap ke depan lalu dapat diamati dengan cara
membandingkan sisi muka pasien sebelah kiri dan kanan
apakah simetris atau tidak
- Pemeriksaan leher
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi.
- Pemeriksaan kelenjar saliva
Meliputi pemeriksaan palpasi pada kelenjar saliva yang dapat
dipalpasi secara ekstra oral yaitu pada kelenjar parotis dan
kelenjar submandibular. Palpasi pada kelenjar parotis dan
submandibular dapat menggunakan teknik bilateral lalu
diperiksa apakah terdapat pembesaran atau pelunakan serta
apakah terdapat rasa nyeri saat dilakukannya pemeriksaan.
- Pemeriksaan TMJ
Dapat dilakukan dengan cara look, feel, dan move. Apabila
terdapat kemerahan atau pembengkakan diatas TMJ dapat di
palpasi secara lembut dan ditanyakan apakah sakit atau tidak.
Kemudian pasien diminta untuk membuka dan menutup mulut
apakah terdengar bunyi krepitasi atau clicking. Apabila tidak
ada pembengkakan, tidak sakit, dan tidak terdapat adanya bunyi
tersebut maka dapat dikatakan normal
 Pemeriksaan intraoral
- Pemeriksaan karies
- Lakukan asepsis dan isolasi daerah kerja dengan
menggunakan cotton roll pada regio gigi yang diperiksa
dan saliva ejector.
- Kavitas dibersihkan dengan ekskavator sampai bersih
- Irigasi kavitas dengan syringe berisi aquadest dteril dan
H2O2 secara bergantian diakhiri dengan aquadest steril.
- Keringkan kavitas dengan cotton roll yang dipotong
kecil, cotton pellet, atau air syringe (semprotan udara).
- Masukkan probe ke dalam kavitas dengan menandai
berapa mm masuknya probe ke dalam kavitas, lalu
setarakan dengan ketebalan lapisan enamel dan dentin
pada gigi yang diperiksa
- Tes vitalitas
Meliputi tes termis atau aplikasi dingin dan panas pada gigi
yang berguna untuk menentukan sensitivitas terhadap
perubahan termal, tes kavitas, tes jarum dan tes elektris. Suatu
respon terhadap panas dan dingin menunjukkan pulpa vital
tanpa memperhatikan apakah pulpa tersebut normal atau
abnormal. Jika pulpa tidak merespon terhadap panas dan dingin
biasanya menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikal

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiografi dilakukan sebagai penunjang dikarenakan gambaran
radiografi menyediakan informasi yang penting dalam mendiagnosis suatu
penyakit periodontal karena radiograf juga dapat menampilkan gambaran yang
tidak terlihat pada pemeriksaan klinis seperti panjang akar dan tinggi tulang
yang tersisa.

Sumber : Saputri, Dewi. 2018. Gambaran Radiografi pada Penyakit


Periodontal. J Syiah Kuala Dent Soc. 3(1): 16-21.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis yang sesuai dengan


scenario
- Prognosis pada pasien dipengaruhi oleh kondisi medis dari pasien. Sesuai
dengan scenario, pasien dengan kondisi buruk serta didukung oleh kelainan
sistemik yaitu mengidap diabetes melitus. Pada pasien DM, dapat terjadi
penurunan fungsi respon imun yang mengakibatkan dapat lebih mudah terkena
berbagai macam infeksi. Pada pasien DM pula terjadi penurunan respon imun
dan peningkatan risiko komplikasi vascular dan episode infeksi.
- Prognosis pada pasien sesuai dengan kenario dapat dikatakan baik apabila
kadar dari diabetes melitus yang diderita terkontrol sehingga perawatan dapat
dilaksanakan tanpa adanya hambatan
- Tetapi, prognosis pasien juga dapat dikatakan buruk jika diabetes melitusnya
tidak terkontrol dan menyebabkan progresifitas dari infeksi menjadi
meningkat, penyebaran dari abses yang terus bertambah dan dapat terjadi
komplikasi saat pre maupun pasca perawatan

Sumber : Novialdi, Yolazenia. 2013. Penatalaksanaan Abses Submandibula


pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosa yang sesuai dengan


scenario

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perawatan yang sesuai dengan


skenario

Anda mungkin juga menyukai