Anda di halaman 1dari 25

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Macam-macam pemeriksaan dalam bidang Pedodonsia


Menurut ilmu kedokteran gigi, pedodonsia (pedodontics) adalah cabang ilmu
kedokteran gigi yang mencakup diagnosis, pencegahan, perawatan, pengobatan,
dan restorasi gigi anak-anak. Karena fokusnya ke anak-anak, maka dalam
pemeriksaannya dilakukan secara :
a.
b.
c.
d.
e.

Pelan dan hati-hati


Gerakan yang mudah
Melakukan tindakan tidak ragu-ragu
Penggunaan alat minimal
Penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti
Untuk macam-macam dari pemeriksaannya adalah sebagai berikut :

2.1.1

Pemeriksaan Darurat
Pemeriksaan darurat ialah pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang

datang dengan keluhan utama yang dirasakan yang sedang dalam keadaan akut,
pemeriksaan langsung ditujukan pada regio/gigi yang dikeluhkan, kemudian
ditentukan diagnosanya dan dirawat keluhan utama tersebut. Pemeriksaan lengkap
pada pasien ini dilakukan pada kunjungan berikutnya setelah keluhan utama dapat
diatasi.
2.1.2

Pemeriksaan Ulang (pemeriksaan berkala)


Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan

sebelumnya yang dilakukan 3 bulan/6 bulan/1 tahun sekali, tergantung keadaan


gigi pasien. Pemeriksaan ini dipakai untuk menilai :
a. Hasil perawatan yang telah dilakukan
b. Pemeliharaan kesehatan gigi
c. Mencatat perubahan yang terjadi

2.1.3 Pemeriksaan Lengkap

Prosedur yang dianjurkan pada pemeriksaan lengkap dilakukan pada


kunjungan pertama (jika mungkin), meliputi :
2.1.3.1 Pencatatan Riwayat
Riwayat ini memberikan informasi yang berguna dan merupakan dasar
dari rencana perawatan.
a. Sosial
Pemeriksaan sosial meliputi :

Nama (termasuk nama kecil).


Alamat, sekolah, kelas, saudara laki, perempuan, binatang peliharaan, kegiatan

yang disukai dirumah dan sekolah.


Pekerjaan ayah dan ibu.
Riwayat lain bila diperlukan,
Dokter yang merawat anak dapat diminta keterangan atau rujukan tentang
Riwayat Parental orang tua) untuk mendapatkan keterangan mengenai kelainan
herediter yang diderita anak, serta Riwayat pre natal (sebelum kelahiran) dan
natal (saat kelahiran) untuk mengetahui penyebab kelainan gigi (perubahan
warna, kelainan bentuk dan lain-lain)

b. Gigi
Yang termasuk disini adalah Keluhan, Riwayat kesehatan gigi sebelumnya,
Sikap anak terhadap setiap perawatan, dan Sikap orang tua terhadap perwatan
gigi.
Keluhan itu sendiri adalah keadaan /gejala yg diungkapkan pasien
sehubungan dengan keadaan abnormal yang sedang dialaminya. Pertanyaan
dilakukan secara terbuka, tidak sekedar memperoleh jawaban Ya dan Tidak .
Keluhan pertama diperlukan untuk mengidentifikasi masalah dengan tepat,
menentukan diagnosa dan melakukan perawatan selanjutnya

secara efisien.

c. Medis
Beberapa penyakit sistemik yang perlu ditanyakan kepada orang tua
pasien, misalnya penyakit jantung kongenital, demam rematik, kelainan darah,
penyakit saluran pernafasan, asma, hepatitis, ikhterus, alergi (penisilin, sulfa),
epilepsi, kelainan mental dan penyakit lain yang serius.

2.1.3.2 Pemeriksaan anak


a. Ekstra Oral : Penampilan umum, besar dan berat badan, Kulit, Mata, Bibir
b. Intra Oral

Jaringan lunak

: Bibir/ mukosa lunak, gingivitis, retraksi ginggiva, lidah,

sinus
Higiene mulut
Oklusi

: Adanya karang gigi dan frekuensi menggosok gigi sehari


: Garis median, Keadaan gigi geligi ( missal : protrusi),

relasi molar, keadaan gigi-gigi anterior ( missal : open bite, deep bite atau
cross bite)
2.1.3.3 Pemeriksaan tambahan
a. Penentuan vitalitas
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

Test termal Dingin dengan khlor etil, panas dengan gutta percha panas.
Test elektrik dengan dento test
Test perkusi dan Tes Durk

b. Ronsen foto
Untuk Mendeteksi dan melihat perluasan karies. Karies proksimal sering
dijumpai bila gigi molar sulung/tetap sudah mempunyai kontak sempurna (pada
gigi sulung, kontaknya merupakan kontak bidang dan gigi tetap kontak titik).
Oleh karena itu bila gigi sudah berkontak dengan sempurna sebaiknya
dilakukan pengambilan ronsen foto untuk mendeteksi karies yang sering tidak
terlihat dengan mata yang disebut dengan Hidden Caries (karies tersembunyi). Ini
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa.
Selain itu juga digunakan untuk melihat pertumbuhan dan posisi benih gigi
sulung/tetap serta melihat resobsi akar gigi sulung, ini berhubungan dengan
perawatan saluran akar.
c. Pemeriksaan bakteri
Dilakukan untuk mengetahui :

Aktifitas karies dengan Laktobasilus test atau Snyder test.

Sensitivitas test untuk membantu menentukan jenis antibiotik yang tepat.


Menilai sterilisasi saluran akar sesudah perawatan gigi tetap non vital.

d. Biopsi
Dilakukan bila dicurigai adanya pembengkakan yang mengarah ke kanker
atau tumor, sebaiknya biopsi dilakukan oleh dokter ahli dan dikirim ke bagian
Patologi Anatomi.
e. Studi model
Studi model yaitu model gigi yang dibuat dari gips, digunakan untuk :

Menjelaskan kepada orang tua tentang rencana perawatan yang akan

dilakukan (terutama berhubungan dengan perawatan orto)


Sebagai dokumentasi
Mengetahui dan menganalisa oklusi secara tepat.

2.2 Diagnosis
Suatu kesimpulan dari hasil pemeriksaan secara anamnesis, klinis, laboratoris
(rontgent foto) terhadap suatu kasus untuk direncanakan suatu perawatannya.
Riwayat

penyakit

(subjektif),

pemeriksaan

klinik

(objektif)

dan

laboratorium/tambahan (ronsen, test vitalitas, pemeriksaan bakteri, biopsi) adalah


faktor yang penting untuk membuat diagnosa. Dari beberapa fakta yang
terkumpul dapat ditegakkan diagnosa. Bila pada saat yang sama dijumpai lebih
dari satu penyakit, dokter gigi harus dapat membedakan atau memisahkan fakta
yang menunjukkan satu penyakit dengan penyakit lain sehingga perawatan dapat
dilakukan dengan tepat.

2.3 Rencana Perawatan Gigi dan Mulut Anak


Suksesnya suatu perawatan gigi tergantung pada ketepatan membuat diagnosa
dan rencana perawatan. Sebelum melaksanakan perawatan, ada 3 hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :

a. Perawatan yang mendesak


b. Urutan perawatan
c. Hasil perawatan yang akan dicapai
2.3.1 Kerangka rencana perawatan pedodontik
Pada saat ini banyak keluarga yang memiliki dokter keluarga atau dokter
khusus/spesialis. Hal ini akan memudahkan dokter gigi memperoleh informasi
mengenai riwayat kasus anak bila diperlukan. Jika orang tua kurang yakin
mengenai penyakit anaknya yang lampau (misal rematik fever) dan orang tua
hanya ingat anaknya pernah menderita suatu penyakit, maka dokter gigi dapat
meminta keterangan kepada dokter keluarga. Manifestasi penyakit sistemik sering
terlihat di rongga mulut, misalnya blood dycrasia. Oleh karena itu setiap
pemeriksaan harus selalu memeriksa seluruh jaringan mukosa dan memperhatikan
setiap perubahan yang terjadi.
Premedikasi seringkali dibutuhkan pada saat anak menderita pe- nyakit
tertentu yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Pemberian obat dalam
jangka panjang menunjukkan adanya penyakit sistemik yang diderita pasien dan
pemberian obat dalam waktu lama dapat menimbulkan efek samping. Misalnya
pemberian obat dilantin sodium pada penderita epilepsi dapat menyebabkan
gingiva hiperplasia. Dokter gigi juga dapat memberikan perawatan sistemik
terlebih dulu (pemberian resep/premedikasi) bila anak mempunyai keluhan
bengkak atau sakit. Dosis obat yang diberikan harus tepat, disesuaikan dengan
usia, berat badan atau petunjuk yang diberikan pabrik obat tersebut.

2.3.1.1 Perawatan persiapan


Dokter gigi mengajarkan kepada anak dan orang tua cara pemeliharaan
gigi di rumah serta melakukan oral profilaksis dengan cara memberikan contoh
kepada pasien.

Pada kunjungan berikutnya dievaluasi mengenai instruksi yang telah


diajarkan tersebut.
Pada anak yang menunjukkan karies yang aktif perlu diberikan diet
kontrol yaitu menghindari makanan yang menyebabkan karies dan menganjurkan
makanan yang baik. Sebagai perawatan permulaan untuk kasus ini setelah semua
jaringan karies dibuang, berikan eugenol fletcher. Bila dijumpai keadaan yang
memerlukan perawatan orto terutama kasus yang berat, sebaiknya dikonsultasikan
ke spesialis orto, juga bila diperlukan tindakan bedah mulut. Perawatan endodonsi
juga dilakukan pada tahap ini sehingga tahap ini disebut juga tahap awal atau
perawatan awal.
2.3.1.2 Perawatan korektif
Perawatan korektif disebut juga perawatan final atau akhir. Perawatan final
antara lain adalah pembuatan restorasi, protesa, pencabutan atau space maintainer.
Bila semua perawatan telah dilaksanakan dianjurkan untuk kembali tiga bulan
kemudian bagi anak dengan karies aktif dan enam bulan bagi anak lain.
Suatu rencana perawatan idealnya diberitahukan kepada orang tua pasien
dengan mempergunakan model ronsen dan alat bantu lain. Biaya perawatan perlu
dibicarakan untuk menghindari kesalah pahaman, jadi perlu diketahui latar
belakang orang tua misalnya pendidikan, sosial ekonomi dan pekerjaannya.
Perawatan sebaiknya segera dilaksanakan terutama pada pasien anak. Ada
kalanya rencana perawatan terpaksa dirubah, misalnya saat melakukan
penambalan gigi terjadi perforasi pada tanduk pulpa sehingga terpaksa dilakukan
pulpotomi vital atau pulp capping.

BAB 3. PEMBAHASAN

Pada scenario didapatkan data pasien seorang anak laki-laki bernama

Ucok yang berumur 7 tahun, datang ke klinik gigi dengan keluhan sakit pada gigi
geraham sulungnya. Menurut orang tuanya, Ucok adalah anak autis, meskipun
sering mengeluhkan giginya, namun susah sekali untuk diajak ke dokter gigi.
Setelah 2 kali pertemuan barulah Ucok mau membuka mulutnya. Hasil
pemeriksaan intraoral tampak hampir seluruh giginya mengalami karies. Gigi
molar 2 sulung bawah tampak kavitas besar. Pada pemeriksaan rontgen foto,
terlihat atap pulpa belum terbuka/perforasi. Sedangkan keempat gigi molar
permanen sudah erupsi.
3.1 Pemeriksaan, diagnosa dan

rencana perawatan dalam bidang

Pedodonsia pada kasus di skenario


3.1.1 Pemeriksaan
a. Riwayat dan Pemeriksaan Ekstra oral
Pada scenario, didapatkan hasil pencatatan riwayat dan pemeriksaan
ekstraoral pasien dengan keadaan umum pasien adalah anak usia tujuh tahun yang
mengalami autis. Pasien sering sekali mengeluhkan giginya sakit, namun susah
sekali untuk diajak ke dokter gigi. Setelah dua kali pertemuan barulah pasien mau
membuka mulutnya. Sikap kurang kooperatif seperti ini tentunya berhubungan
dengan keadaan umum yang dialami pasien, yaitu autis.
Autisme
Autisme itu sendiri adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks
dan berat, gejalanya mulai tampak pada usia kurang dari 3 tahun. Gangguan
perkembangan ini mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku.
Anak autistik tidak mempunyai banyak masalah medis yang perlu
dipertimbangkan, namun pada umumnya penanganan anak autistik lebih bersifat
multidisipliner karena banyaknya masalah yang didapatkan.
Anak autistik sering mempunyai tonus otot yang kurang, koordinasi yang
buruk, terus-menerus mengeluarkan air liur (drooling), tindakan gerak lutut yang
hiperaktif, sering disertai strabismus, dan 30% mengalami epilepsy. Anak autistik
mempunyai suatu kebiasaan yang teratur dan ketat, dan biasanya lebih menyukai
makanan lunak dan yang manis-manis. Karena koordinasi gerakan lidahnya yang

tidak teratur, maka sering makanannya ditahan, diemut, dan tidak langsung
ditelan.

Kebiasaan

ini

ditambah

mengkonsumsi

makanan

yang

manis

menyebabkan peningkatan kerusakan pada karies. Tingginya indeks def/DMF


pada anak autistik disebabkan karena besarnya lesi karies yang tidak terawat, dan
gigi yang hilang disebabkan karena kerusakan karies. Tinggi rata-rata penyakit
periodontal dikaitkan dengan status kebersihan mulutnya yang dipengaruhi oleh
ketidak mampuan merawat giginya sendiri dirumah serta ketergantungannya pada
orang tua untuk membersihkannya.
Oral habit yang merusak sering terjadi pada penderita autisme antara lain
bruxism, tongue thrusting, kebiasaan melukai diri sendiri seperti menggigit bibir
maupun gingiva, menggigit objek seperti puntung rokok atau pulpen. Pemberian
perintah kepada penderita dapat memberikan toleransi pada kebiasaan buruk
tersebut.
Pada penderita autisme terjadi pula gangguan mengunyah, yaitu
keterlambatan makan makanan kasar. Bila anak muntah akan terlihat
tumpahannya terdapat bentukan makanan masih utuh seperti semula. Hal ini
menunjukkan bahwa proses mengunyah makanan tersebut tidak sempurna.
Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkan kejadian tergigit
sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.
Selain karena kecacatan anak autistik menyebabkan keterbatasan, hal
tersebut dapat juga akibat kebiasaan makan yang tidak lancar, diet lunak yang
buruk dan serba manis. Peranan orang tua yang serba terbatas (baik dari tindakan
dan pengetahuan) memperburuk keadaan yang sudah kurang baik, sehingga lebih
memperburuk masalah kebersihan mulutnya. Oleh karena itu penting sekali
peranan dokter gigi untuk membantu membimbing untuk menjaga dan
memelihara kebersihan mulut anak autistik.
Kunjungan Pertama
Pada kunjungan ke dokter gigi, anak autis memerlukan waktu untuk
membiasakan diri agar dapat menerima lingkungan tempat praktik. Persiapan ini
memerlukan kerjasama dengan orang tua. Orang tua sebaiknya membuat janji
terlebih dulu dengan dokter gigi agar anak tidak perlu menunggu giliran

perawatan terlalu lama. Janji dibuat di pagi hari ketika anak dan dokter gigi belum
merasa lelah. Perawatan dilakukan dalam waktu singkat dan mengikutsertakan
orang tua untuk mendampingi anak. Staf perawat gigi yang membantu harus
terampil, ramah, dan sebaiknya sama pada setiap kunjungan berkaitan dengan
kelekatan anak autis pada rutinitas.
Sebelum perawatan dilakukan, dokter gigi sebaiknya memperkenalkan
orang tua dan anak pada lingkungan perawatan. Dokter gigi perlu berkonsultasi
dengan orang tua mengenai teknik melatih anak di rumah sebelum berobat, karena
Gangguan anak autis yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku
sering kali menjadi masalah untuk dilakukannya koordinasi dalam perawatan.
Oleh karena itu Kunjungan pertama ke dokter gigi bagi pasien merupakan hal
yang penting. Bila kunjungan pertama sudah berhasil dengan baik maka
kunjungan berikutnya akan merupakan kunjungan yang menyenangkan bagi anak
sebagai pasien dan dokter gigi yang merawatnya sehingga kunjungan pertama ini
sering disebut sebagai Kunci Keberhasilan perawatan dan merupakan dasar yang
nyata. Untuk mencapai tujuan ini perawatan harus dilangsungkan sedemikian rupa
sehingga merupakan pengalaman yang menyenangkan dan anak akan mengenali
dokter gigi dan lingkungannya.
Tujuan kunjungan pertama :
1. Menciptakan komunikasi dengan anak dan orang tua
2. Mendapatkan keterangan tentang riwayat pasien
3. Memeriksa anak dan untuk mendapatkan ronsen foto bila diperlukan.
4. Melakukan prosedur perawatan sederhana yaitu : Profilaksis dan Topikal
Aplikasi Fluor. Prosedur ini dapat dilakukan disamping prosedur non tra
matik lain.
5. Menjelaskan tujuan perawatan pada anak dan orang tua yaitu :
a. Tekankan perlunya tindakan pencegahan maupun operatif
b. Mintalah anak membawa sikat giginya pada kunjungan berikutnya.

10

c. Memberikan perkiraan jumlah kunjungan yang diperlukan untuk


d. Menyelesaikan perawatan.
Kunjungan pertama perawatan gigi pada penderita cacat harus diperiksa
dengan baik dan dinilai rasa kooperatifnya oleh dokter gigi. Pada kunjungan
pertama ini dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap riwayat medisnya,
pentingnya riwayat medis yang memperlihatkan pengalaman kesehatan yang lalu
dapat memberi jawaban terhadap ketidakjelasan keadaan saat tersebut.
Idealnya perawatan operatif yang meliputi injeksi atau preparasi tidak
dimulai pada kunjungan pertama, walaupun anak pernah mempunyai pengalaman
dengan dokter gigi lain, karena pada tahap ini anak berada pada situasi yang baru.
Sayangnya anak sering dibawa pertama kali ke dokter gigi dalam keadaan sakit,
sehingga prosedur pendahuluan yaitu memperkenalkan anak ke dokter gigi tidak
mungkin dilakukan. Prosedur yang ideal padakunjungan ini dapat diubah
misalnya pada anak yang datang berobat dalam keadaan sangat sakit, sehingga
untuk keadaan demikian harus segera dilakukan perawatan.
Tujuan yang mendasar dari kunjungan ini tidak boleh diabaikan. Bagi
orang dewasa bila ia merasa kurang senang pada satu dokter gigi ia akan pergi ke
dokter gigi lain, tetapi tidak demikian halnya dengan pasien anak, sekali ia
mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan akan sulit baginya untuk
membangun kepercayaan terhadap dokter gigi.
Alat bantu visual dapat digunakan untuk mempersiapkan anak mengingat
anak autis memiliki kesulitan berkomunikasi. Gambar atau objek tertentu (misal:
sikat dan pasta gigi) dapat digunakan untuk melatih anak melakukan sesuatu. Alat
elektronik seperti kamera digital dapat digunakan untuk menumbuhkan sikap
positif karena anak biasanya merasa senang dan tertarik pada gambar dirinya di
monitor kamera.
b. Pemeriksaan Intraoral dan Pemeriksaan Tambahan
Pada scenario adanya kavitas besar serta munculnya rasa dapat merupakan

11

suatu gejala yang mengarah pada diagnose pulpitis. Apalagi pada pemeriksaan
rontgen juga telah diperoleh foto yang menunjukkan atap pulpa belum perforasi.
Hal ini dapat menguatkan diagnosis mengarah pada Pulpitis Resversibel.

Tentunya sebelum mendiagnosis pulpitis reversible kita harus terlebih


dahulu melakukan pemeriksaan tanda vital yang berupa :
1. Test termal :
Dingin
Dengan khlor etil yang disemprotkan pada cotton pellet kemudian
ditekankan pada kavitas. Namun sebelumnya harus dilakukan pengeblokan
saliva agar hasil tes ini akurat. Prinsip kerja dari tes dingin ini adalah

rangsangan dingin menyebabkan kontraksi pulpa


Panas
Dengan gutta percha, udara panas atau burnisher. Tes panas ini dilakukan
pada servikal gigi karena apabila dilakkan di kavitas akan beresiko besar
menyebabkan vasodilatasi pulpa berlebih dan akan memperparah
kerusakan jaringan. Pada prinsipnya rangsangan ini menyebabkan ekspansi
pulpa.

2. Test perkusi dan Tes Tekanan


Uji ini digunakan untuk mengevaluasi status periodonsium sekitar gigi. Untuk
tes Perkusi, Terdapat dua metode perkusi yaitu: tes perkusi vertikal dan tes perkusi
horizontal. Jika tes perkusi vertikal positif berarti terdapat kelainan di daerah

12

periapikal, dan jika tes perkusi horizontal positif berarti terdapat kelainan di
periodonsium
Tes perkusi dilakukan dengan cara sebagai berikut ini.

Pukulan cepat dan tidak keras pada gigi, mula-mula memakai jari dengan
intensitas rendah kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan

tangkai suatu instrumen, untuk mengetahui apakah gigi terasa sakit


Gigi tetangga sebaiknya di perkusi lebih dahulu dan kemudian diikuti gigi

yang menjadi keluhan


Reaksi yang lebih valid didapat dari pergerakan tubuh pasien, reaksi
reflek, bahkan reaksi yang tidak bisa dikatakan
Untuk tes tekanan caranya hampir sama yang membedakan yaitu tes tekanan

ini dilakukan dengan menekan gigi, lama dan beban tekanan pada tes inilebih
besar, sehingga akan lebih menguatkan hasil pemeriksaan.
Nilai diagnostik pada pemeriksaan kedua tes ini adalah untuk mengetahui
apakah daerah atau jaringan apikal gigi mengalami inflamasi. Tes ini tidak
menunjukkan pulpa dalam keadaan vital atau nekrosis. Pada kasus gigi yang vital,
iritasi dapat terjadi oleh karena penempatan restorasi dan bruxism, dimana kondisi
ini menyebabakan iritasi pada ligamen periodontal. Pada kasus gigi yang nekrosis
jaringan nekrotik yang banyak didalam gigi akan terdorong keluar melewati
foramen periapikal menuju jaringan dibawah gigi yang menyebabkan rasa sakit
Perbedaan yang ada pada nyeri yang disebabkan oleh inflamasi periodonsium
besar kemungkinan berada dalam kisaran ringan sampai moderat. Inflamasi
periapikal merupakan kasus yang mungkin terjadi jika nyeri sangat tajam dan
menyebabkan respon penolakan
3. Test Kegoyangan : Untuk mengetahui derajat kerusakan jaringan periodontal.
Derajat 1: Kegoyangan yang sedikit lebih besar daripada normal
Derajat 2: kegoyangan gigi sekitar 1 mm
Derajat 3: Kegoyangan gigi lebih besar dari 1mm pada segala arah dan
atau gigi dapat ditekan kearah apical
Pada scenario, juga didapatkan pemeriksaan intraoral tampak hampir
seluruh giginya mengalami karies. Hal ini dicurigai sebagai tanda klinis rampant

13

karies. Apalagi melihat umur pasien yaitu tujuh tahun yang merupakan usia yang
umumnya terkena Rampant karis( anak-anak usia 4 8 tahun atau remaja usia 11
19 tahun)
Sedangkan keempat gigi molar permanen yang sudah erupsi secara
langsung mungkin tidak ada hubugannya dengan keluhan-keluhan pasien. Namun,
dengan keadaan gigi molar permanen sudah erupsi, tentunya menjadi
pertimbangan untuk rencana pencegahan ataupun perawatanya selanjutnya.
3.1.2 Diagnosa
a. Pulpitis Reversible
Definisi
Pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang
yang disebabkan oleh stimuli noksius, tetapi pulpa mampu kembali pada
keadaan tidak terinflamasi setelah stimuli ditiadakan. Rasa sakit yang
berlangsung sebentar dapat dihasilkan oleh stimuli termal pada pulpa yang
mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit hilang segera setelah stimuli

dihilangkan.
Histopatologi
Pulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi
ringan sampai sedang terbatas pada daerahh dimana tubuli dentin terlibat,
seperti misalnya karies dentin. Secara mikroskopis, terlihat dentin reparatif,
gangguan lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah, ekstravasasi
cairan edema, dan adanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis
kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol, dapat juga dilihat juga

sel inflamasi akut.


Etiologi
Pulpitis reversibel dapat disebabkan oleh apa saja yang mampu melukai
pulpa. Tegasnya, penyebabnya dapat salah satu yang tertulis berikut: trauma,
misalnya suatu pukulan atau hubungan oklusal yang terganggu; syok termal,
seperti yang ditimbulkan pada waktu melakukan preparasi kavitas dengan bur
tumpul, atau membiarkan bur terlalu lama berkontak dengan gigi, atau karena
panas yang berlebihan pada waktu memoles tumpatan; dehidrasi kavitas
dengan alcohol atau kloroform yang berlebihan, atau rangsangan pada leher

14

gigi yang dentinnya terbuka; penempatan tumpatan amalgam yang baru


berkontak, atau beroklusi dengan suatu restorasi emas; stimulus kimiawi,
misalnya dari bahan makanan manis atau asam atau dari iritasi tumpatan
silikat atau akrilik swa- polimerisasi; atau bakteri, misalnya dari karies.
Setelah insersi suatu restorasi, pasien sering mengeluh tentang sensittivitas
ringan terhadap perubahan temperatur, terutama dingin. Sensitivitas semacam
itu dapat berlangsung 2 sampai 3 hari atau seminggu bahkan lebih lama,
tetapi berangsurr-angsur akan hilang. Sensitivitas ini adalah gejala pulpitis

reversibel.
Gejala-gejala
Pulpitis reversibel simptomatik ditandai ditandai oleh rasa sakit tajam yang
hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin
daripada panas dan oleh udara dingin . tidak timbul dengan secara spontan
dan tidak berlanjut tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan. Perbedaan
klinis antara pulitis reversible dan irreversible adalah kuantitatif; rasa sakit
pulpitis irreversible lebih parah dan berlangsung lebih lama. Pada pulpitis
reversible,

penyebab rasa sakit umumnya peka terhadap suatu stimulus,

seperti air dingin atau aliran udara, sedangkan pada pulpitis irreversible, rasa
sakit dapat dating tanpa stimulus yang nayata. Pulpitis reversible
asimptomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi
normal kembali setelah karies dihilangkan dan menjadi normal kembali

setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik.


Diagnosis
Diagnosis berdasarkan suatu studi mengenai gejala pasien dan berdasarka tes
klinis. Rasa sakitnya tajam, berlangsung beberapa detik, dan umumnya
berhenti

bila stimulus dihilangkan. Dingin, manis, atau asam biasanya

menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit dapat menjadi kronis. Meskipun masingmasing paroksisme (serangan hebat) mungkin berlangsung sebentar,
parksisme dapat berlanjut berminggu-minggu atau bahkan berbulan0bulan.
Pulpa dapat sembuh sama sekali, atau rasa sakit dapat tiap kali dapat
belangsung lebih lama dan interval keringanan dapat menjadi lebih pende,
sampai akhirnya pulpa mati. Karena pulpa sensitif terhadap perubahan

15

temperature, terutama dingin, aplikasi dingin merupakan suatu cara yang


bagus untuk menemukan dan mendiagnosis gigi yang terlibat. Sebuah gigi
dengan pulpitis reversible secara normal bereaksi terhadap perkusi, palpasi,
dan mobilitas, dan pada pemeriiksaan radiografi jaringan periapikal adalah

normal.
Anamnesa
Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin, nyeri tajam singkat
tidak spontan, tidak terus menerus, dan rasa nyeri lama hilangnya setelah

rangsangan dihilangkan.
Pemeriksaan
1. Ekstra oral
: tidak ada pembengkakan
2. Intra oral
:
Karies mengenai dentin/karies profunda
Pulpa belum terbuka
Termis
:+
( bereaksi)
Perkusi/ Tekanan
:0
( tidak bereaksi)
Kegoyangan gigi
:0
( tidak bereaksi)

b. Rampant Karies
Rampan karies ialah suatu jenis karies yang proses terjadinya dan meluasnya
sangat cepat dan tiba-tiba. Rampan Karies terjadi kearena ketidak seimbangan
mineralisasi dalam waktu lama di dalam rongga mulut diakibatkan peningkatan
konsumsi karbohidrat atau mungkin karena berkurangnya fluoride. Rampan
Karies Juga dapat terjadi karena zat asam erosive. Konsentrasi asam yang tinggi
dapat cepat menyebabkan demineralisasi dan menyebabkan karies. Rampan karies
terjadi pada anak-anak pada umumnya.

Faktor etiologi
1. Konsumsi makanan.
Seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung
karbohidrat terutama diantara waktu makan. Waktu makan merupakan
factor yang dihubungkan dengan perkembangan rampan karies.
2. Saliva.
Berkurangnya sekresi serta kekentalan saliva. Saliva dapat menghambat
karies karena aksi buffer, kandungan bikarbonat, amoniak dan urea dalam
saliva dapat menetralkan penurunan pH yang terjadi saat gula

16

dimetabolisme bakteri plak. Kecepatan sekresi saliva berakibat pada


peningkatan pH dan kapasitas buffernya. Bila sekresi berkurang akan
terlihat peningkatan akumulasi plak sehingga jumlah mikroorganisme
(streptococus mutans) akan bertambah.
3. Faktor psikologis.
Pada umumnya dapat mengakibatkan timbulnya kebiasaan buruk dalam
makan atau memilih makanan. Stress juga dihubungkan sebagai penyebab
berkurangnya sekresi dan kekentalan saliva.
4. Faktor sistemik, misalnya penderita diabetes melitus.
5. Faktor turunan.
Orang tua yang peka terhadap karies akan mempunyai anak yang juga
peka terhadap karies. Hal ini disebabkan karena dalam keluarga
mempunyai pola kebiasan makan yang sama dan pemeliharaan kesehatan
gigi yang sama pula.
Gejala klinis
1. Deklasifikasi email pada gigi deciduas atau gigi permanent
2. Jaringan keras gigi yang terkena karies menjadi sangat lunak, berwarna
kuning muda atau merah muda (pink) bila dibandingkan dengan warna
karies kronis yang coklat tua
3. Multiple kavitas
4. Gigi terlihat coklat atau hitam
5. Lesi dapat bekembang dimana saja, sering pada permukaan yang biasanya
bebas dari karies
6. Pada umumnya yang terkena adalah anak-anak usia 4 8 tahun atau
remaja usia 11 19 tahun. Bila anak-anak usia 2 4 tahun sudah terserang
rampan karies pada gigi sulung, hal ini dihubungkan dengan enamel
hipoplasia dan kepekaan terhadap karies yang tinggi.

3.1.3 Rencana perawatan


Perawatan gigi dan mulut pada penderita autis dengan orang normal pada
dasarnya sama, hanya pendekatan dengan teknik yang dilakukan operator lebih
lama dan tergantung dari manifestasi atau karekteristiknya.
3.1.3.1 Rencana perawatan gigi pada pasien anak autis

17

Pada umumnya apabila pendekatan tidak bisa dilakukan maka tindakan


perawatan gigi di bawah anastesi umum dan ini merupakan salah satu pilihan
yang dapat dilakukan maka tindakan perawatan gigi dibawah anastesi umum, dan
ini merupakan salah satu teknik alternative yang digunakan oleh para dokter gigi
dalam menangani pasien dengan kondisi cacat.
1. Teknik TSD (Tell- Show-Do)
Teknik perawatan ini dapat dilakukan pada penderita autism yaitu salah satu
cara pendekatan yang bias dilakukan dengan membangun kepercayaan antara
dokter gigi dan pasien. Dengan kunjungan yang berulang dan pengenalan
terhadap peralatan kedokteran gigi, dapat memfamiliriasasi pasien terhadap
lingkungan. Hindari tindakan yang dapat menimbulkan rasa sakit pada
penderita cacat, terutama penderita cacat yang mengalami gangguan mental.
2. Reinforcement
Merupakan tindakan untuk menghargai prestasi yang telah dicapai, agar
prestasi tersebut diulang. Tindakan ini dapat dilakukan pada anak penderita
cacat fisik dan psikososial yang cenderung merasa terabaikan oleh lingkungan
sosialnya. Dengan menghargai prestasi yang telah dicapainya terhadap
apresiasi yang ditunjukkan terhadap perawatan giginya dapat meningkatkan
kekooperatifan pasien anak sehingga dapat memperlancar tindakan perawatan
yang akan dilakukan oleh dokter gigi. Bentuk imbalan dapat berupa materi
atau imbalan social misalnya dengan senyuman, belaian atau pujian.18
3. Desensitasi
Desensitasi adalah cara yang paling sering digunakan oleh psikolog untuk
mengatasi rasa takut. Desensitasi merupakan suatu cara yang dilakukan oleh
dokter gigi untuk menghilangkan kebiasaan respon takut dengan pertama kali
menghadirkan rangsangan yang menimbulkan suatu respon yang ringan.
Desensitasi meliputi: melatih pasien melemaskan otot, menyusun hierarki
rasa takut, dan mengerjakan berdasarkan hieraraki rasa takut.Ikatan antara
rangsangan dan rasa takut diperlemah perlahan-lahan dengan rileksasi rasa
takut dan relaksasi otot yang dalam hal adalah hal yang bertentangan dan
tidak akan terjadi bersama-sama.
4. Sedasi
Berbagai cara yang telah dikemukakan adalah yang paling sering diterapkan,

18

dan merupakan dasar modifikasi tingkah laku. Setelah dilakukan beberapa


kali kunjungan, mungkin anak masih merasa takut mengahadapi perawatan
gigi dan tidak kooperatif terhadap tindakan khusus, biasanya suntikan atau
bur. Pilihan lain untuk menghadapi kasus demikian, digunakan sedasi,
sehingga waktu pasien menghadapi menghadapi perawtan gigi telah rileks.
Golongan obat-obatan yang digunakan adalah sedasi-hipnotik, agen ansietas
dan narkotik. Sedasi dapat diberikan dengan cara: Oral, intra venous dan intra
muskuler serta inhalasi.
Untuk pertimbangannya dalam Tindakan Restorasi Gigi, anak autistik
tidak mempunyai manifestasi penyakit gigi langsung, dimana tindakan restorasi
gigi tidak jauh berbeda dari tindakan yang dilakukan terhadap orang normal.
Kondisi anak autistik tidak selalu memperlihatkan sifat pola tingkah laku yang
sesungguhnya, kemampuan psikomotorik untuk melakukan fisioterapi kebersihan
mulut maupun kapasitas intelektual untuk dapat mengerti kebutuhan menjaga
kebersihan mulutnya dapat menjadi kacau dan berlawanan. Maka perlu dilakukan
tindakan restorasi gigi. Restorasi gigi dapat memperbaiki kualitas hidup anak
autistik dengan membebaskan dan mencegah gigi dari infeksi peradangan, proses
mastikasi yang baik dan dapat makan dengan nyaman sehingga meningkatkan
daya psikologis melalui penampilan fasial yang estetik.
Pada saat tindakan restorasi gigi, anak autisme biasanya sangat terganggu
oleh suara handpiece, oleh karena itu sebaiknya dihindarkan dan dilakukan
dengan teknik ART (Atraumatic Restorative Treatment).
Teknik ART dilakukan tanpa merusak jaringan yaitu tanpa menggunakan
alat bur tetapi hanya memakai hand instrument. Teknik ini diindikasikan pada
karies enamel dan karies dentin sextan pada pit dan fissure yang dalam.
3.1.3.2 Pulpitis reversibel

19

Faktor pertimbangan khusus diperlukan pada saat memutuskan rencana


perawatan yang sesuai untuk gigi geligi sulung yaitu untuk mempertahankan
panjang lengkung rahang.
Untuk rencana perawatan pulpitis reversible pada kasusdi scenario adalah :
1. Menghilangkan penyebab
Bila dijumpai pulpitis reversibel, penghilangan stimulasi (jejas) biasanya
sudah cukup, begitu gejala telah reda, gigi harus dites vitalitasnya untuk
memastikan bahwa pulpitis tidak berlanjut.

2. Perawatan Endodonsia : Indirect Pulp Capping


Pada kasus di scenario didapatkan data bahwa terdapat kavitas namun
pulpa belum terbuka. Rencana perawatan dari kasus seperti ini adalah kaping
pulpa (pulp capping), suatu prosedur untuk mencegah terbukanya pulpa selama
pembuangan

dentin

yang

karies.

Pulp capping adalah aplikasi selapis atau lebih material pelindung atau
bahan untuk perawatan diatas pulpa yang terbuka, misalnya hidroksida kalsium
yang akan merangsang pembentukan dentin reparative . Tujuan dasarnya yaitu
untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan
periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat
diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Ini berarti bahwa tidak terdapat
lagi simtom, dapat berfungsi dengan baik dan tidak ada tanda-tanda patologis
yang lain.
Teknik pulp capping ini ada dua yaitu indirect pulp capping dan direct
pulp capping. Untuk kondisi di scenario, rencana perawatan mengarah ke indirect
pulp capping, yaitu istilah untuk menunjukan penempatan bahan adhesif di atas
sisa dentin karies. Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan karies dari tepi
kavitas dengan bor bundar kecepatan rendah. Lalu lakukan ekskavasi sampai
dasar pulpa, hilangkan dentin lunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar
pulpa.

20

Basis pelindung pulpa yang biasa dipakai yaitu zinc okside eugenol atau
dapat juga dipakai kalsium hidroksida yang diletakan di dasar kavitas. Apabila
pulpa tidak lagi mendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa akan
bereaksi secara fisiologis terhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin
sekunder. Agar perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari
inflamasi.
Biasanya bila prosedur indirect pulp capping tidak dilakukan dengan hatihat, atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi. Apabila hal ini
terjadi maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan direct pulp .
Direct Pulp Capping menunjukkan bahwa bahan diaplikasikan langsung
ke jaringan pulpa. Daerah yang terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh saliva,
kalsium hidroksida dapat ditempatkan di dekat pulpa dan selapis semen zinc
okside eugenol dapat diletakkan di atas seluruh lantai pulpa dan biarkan mengeras
untuk menghindari tekanan pada daerah perforasi bila gigi di restorasi. Pulpa
diharapkan tetap bebas dari gejala patologis dan akan lebih baik jika membentuk
dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa di sekitar daerah terbuka
tersebut harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan
3. Tumpatan
Pada kasus di scenario, setelah dilakukan kaping pulpa indirek, dilakukan
penumpatan dengan kombinasi Resin komposit dan Glass Ionomer. Seperti yang
sudah dijelaskan di atas, penggunaan kaping pulpa indirek ini selain
menghindarkan iritasi karena karies, juga sebagai basis agar tidak terjadi iritasi
karena bahan tumpatan. Komposit misalnya, bahan ini iritatif terhadap pula.
Kombinasi komposit dan GI dilakukan karena meskipun GI baik untuk
gigi anak sebagai bahan yang melepaskan ion Fluor, namun kurang kuat
menerima daya kunyah yang berlebih, sehingga diperlukan resin komposit untuk
menambah kekuatan sehingga menjadi bahan tumpatan yang cocok untuk kavitas
kelas I pada anak.
Selain untuk bahan tumpatan kelas I, bahan ini juga bisa digunakan untuk
kavitas kelas II pada gigi anak yang kooperatif. Selain itu untuk lesi

21

interproksimal kelas III pada gigi anterior, lesi kelas V pada permukaan fasial gigi
anterior, hilangnya sudut insisal gigi, fraktur gigi anterior, lesi oklusal dan
interproksimal gigi posterior kelas I dan II.
3.1.3.3 Rampant Karies
Rencana perawatan pada pada pasien penderita rampant karies lebih mengarah
ke perawatan preventive, hal ini dikarenakan rampant karies adalah jenis karies
yang pasif. Perawatan preventif ini harus dilakukan untuk mencegah karies pada
gigi permanennya bila nanti erupsi, yaitu berupa :
1. Dental Health Education (DHE), meliputi:
a. Penilaian diet dengan pembatasan konsumsi gula
b. Intruksi oral hygiene, misalnya dengan selalu menyikat gigi setiap
habis makan dan sebelum tidur.
2. Perawatan flour di rumah dan klinik gigi (TAF) dengan baik dengan
menggunakan pasta gigi berfluoride ataupun suplemen fluoride.
3. Pemberian fissure sealent pada gigi permanen-nya yang baru erupsi yang
mempunyai pit dan fissure yang dalam.
4. Evaluasi secara periodik setiap 3 bulan sampai diperoleh keadaan oral
higene yang baik dan diet yang sesuai dengan anjuran. Koreksi faktor
sistemik (bila ada), saliva (terutama bila berhubungan dengan stress) bila
perawatan yang telah dilakukan tidak berhasil.
3.2

Peran dokter gigi dalam menangani pasien pada kasus di skenario


Keberhasilan perawatan gigi pada anak penderita autisme memerlukan

hubungan kerjasama yang erat dengan pihak orang tua dengan operator. Tidak
terdapat ciri-ciri penyakit gigi dan mulut yang khas. Usahakan jangan sampai
anak autisme menunggu terlalu lama dalam kunjungan berobat serta rencanakan
kunjungan yang singkat. Biasakan menemui operator dan staf perawat gigi yang
sama dan menyenangkan.
Anak autisme juga dapat terganggu oleh suara handpiece, oleh karena itu
sebaiknya dihindarkan. Sensitivitas yang tinggi terhadap suara, cahaya, bau, dan
warna menghendaki perhatian yang khusus untuk mengurangi ataupun

22

menghindarkan stimulasi sensoris. Pengetahuan tentang fobia penderita autistik


misalnya pada cotton roll, bau yang menyengat dan aktivitas favorit seperti musik,
bermain air mungkin membuat tindakan preventif dan kuratif lebih mudah.
Peranan orang tua sangat penting untuk menjaga kebersihan mulut anak
autistik, agar tak terlalu banyak gigi yang rusak karena karies. Karies gigi
meningkat pada penderita autisme karena mereka sering mengkonsumsi makanan
yang lunak, lengket, dan yang manis. Mereka juga mempunyai oral habit yang
buruk, dan mereka juga sulit untuk menyikat dan membersihkan gigi mereka.
Berikut ini beberapa cara tips untuk tindakan pencegahan karies gigi terhadap
penderita autisme :
a. Merekomendasikan tindakan pencegahan dengan flouride dan sealants.
b. Memperingatkan pasien atau orang terdekatnya tentang obat yang mereduksi
saliva atau yang mengandung gula. Sarankan kepada pasien untuk lebih
banyak mengkonsumsi air, menghindari obat yang mengandung gula.
c. Menyarankan kepada orang terdekatnya untuk menawarkan makanan
kariogenik dan minuman alternatif sebagai hadiah.
d. Memberi semangat pada oral hygiene sehari-hari. Mintalah dengan sabar
kepada mereka untuk menunjukkan bagaimana mereka menyikat gigi, dan
diikuti dengan rekomendasi yang spesifik. Tunjukkan dengan gerakan tangan
kepada mereka cara yang baik menyikat gigi. Jika diperlukan, tunjukkan
kepada mereka dan orang terdekatnya cara lain yang lebih mudah dari
menyikat gigi dan membersihkan gigi dengan dental floss.
e. Beberapa dari mereka tidak dapat menyikat dan membersihkan gigi dengan
mandiri. Tekankan bahwa membersihkan mulut setiap hari adalah penting.
Pendekatan untuk perawatan gigi pada penderita autism berbeda-beda
bergantung dari manifestasi gangguan autisme yang ditimbulkan. pendekatan
perawatan gigi dan mulut anak autis dapat dilakukan dengan cara pendekatan nonfarmakologis dan farmakologis. Braff dan Nealon menyatakan bahwa perawatan
gigi pada anak penyandang autisme hanya dapat dilakukan dengan sedasi, Namun
menurut Nazif dan Ranalli teknik penanggulangan perilaku dengan teknik tellshow-do dan pemberian positive reinforcement sangat membantu. Weddell dkk
menyarankan menggunakan pedi-wrap atau papoose board untuk membantu

23

menenangkan anak.
Hubungan komunikasi penderita cacat-dokter gigi-orang tua, harus dijaga
dengan baik. Orang tua akan melindungi dan sayang terhadap anak cacatnya
hingga menjadi manja dan kurang disiplin sehingga menyulitkan kerjasama pada
perawatan giginya. Dokter gigi perlu bersikap tegas dan berani dalam bertindak,
supaya tercapai hasil yang baik. Sebaiknya berdiskusi masalah tingkah laku
penderita dengan orang tua, sebelum tindakan perawatan, supaya dapat dipahami
tindak-tanduk, aksi reaksi penderita cacat terhadap teknik penanganan kerja
dokter giginya.

24

BAB.4 KESIMPULAN

4.1 Macam-macam pemeriksaan dalam bidang Pedodonsia


a.Pemeriksaan Darurat
b. Pemeriksaan Ulang (pemeriksaan berkala)
c.Pemeriksaan Lengkap
Pencatatan Riwayat
1. Sosial
2. Gigi
3. Medis
Pemeriksaan anak
1. Ekstra Oral
2. Intra Oral
Pemeriksaan tambahan
1. Penentuan vitalitas
2. Ronsen foto
3. Pemeriksaan bakteri
4. Biopsi
5. Studi model
4.2 Diagnosis
Suatu kesimpulan dari hasil pemeriksaan secara anamnesis, klinis, laboratoris
(rontgent foto) terhadap suatu kasus untuk direncanakan suatu perawatannya.
4.3 Rencana Perawatan Gigi dan Mulut Anak
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Perawatan yang mendesak
b. Urutan perawatan
c. Hasil perawatan yang akan dicapai

DAFTAR PUSTAKA

25

1. Andlaw, R. J., dan W. P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd edition.


New York : Churchill Livingstone.
2. Baum, L., R. W. Philips., dan M. R. Lund. 1997. Buku Ajar Ilmu Kedokteran
Gigi. Diterjemahkan dari Textbook of Operative Dentistry oleh R. Tarigan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Cameron, A. C., dan R. P. Widmer. 2003. Handbook of Pediatric Dentistry.
St. Louis.The C. V. Mosby Company.
4. Fayol Hendri. Suwelo Is. Perawatan gigi pada anak penderira autism. J of oral
an maxillofacial. (2).2004.
5. Grosssman, L.I., dkk. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek Ed:11. Alih
Bahasa: Rafiah Abyono. Jakarta : EGC.
6. Hartini Soemartono,Sri. 2003. Penanggulangan anak takut dalam perawatan
gigi. J kedokteran gigi Universitas Indonesia. 10 (1).:35-40.
7. Kennedy, D. B. 1992. Konservasi Gigi Anak. Diterjemahkan dari Paediatric
Operative Dentistry oleh N. Sumawinata dan S. H. Sumartono. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Mason,
Donna.
Autism
dan

Kebutuhan

Kesehatan

Gigi.

http://www.artikelkesehatanindonesia.com/autisme/autism-dan-kebutuhankesehatan-gigi.html. 30 September 2011.


9. Partakusuma FB. Penanggulangan perilaku anak penyandang autisme dalam
kedokteran gigi. Dentika Dental Journal 2003; 8 (2):127-9.
10. Walton, R.E. dan Torabinejad M. 1998. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi
Ed:2. Alih Bahasa : Narlan Sumawinata dkk. Principle and Practice of
Endodontics. Jakarata : EGC.
11. Welbury, R. R. 2001. Paediatric Dentistry. 2nd edition. New York : Oxford
University Press.

Anda mungkin juga menyukai