Anda di halaman 1dari 26

TUGAS INDIVIDU

PEMICU 3
BLOK 15
GIGI DEPAN YANG KEROPOS

Disusun Oleh :
Clara Natasya Manurung
200600088 (B)
Kelompok 9

Penyusun :
Ami Angela Harahap, drg., Sp,.KGA., M.Sc;

Nurdiana, drg., Sp.PM;

Dewi Kartika, drg., MDSc.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
PEMICU 3
Nama Pemicu : Gigi depan yang keropos
Penyusun : Ami Angela Harahap, drg., Sp,.KGA., M.Sc; Nurdiana, drg., Sp.PM; Dewi
Kartika, drg., MDSc.
Hari / tanggal : Senin, 19 September 2022
Jam : 14.00-16.00
Seorang anak perempuan berusia 7 tahun diantar oleh Ibunya ke RSGM FKG USU untuk
memeriksakan gigi belakang kiri atas yang berlubang besar. Ibu mengatakan dari mulut anak
juga tercium bau yang tidak enak. Ibu mengatakan bahwa kunjungan ini merupakan
kunjungan pertama ke dokter gigi. Hasil pemeriksaan diperoleh berat badan anak 19 kg dan
tinggi badan 118 cm. Anak suka mengemil makanan coklat dan wafer dengan frekuensi 4 kali
sehari disertai minum teh dalam kemasan dan tidak suka makan sayur ataupun buah. Riwayat
kebersihan rongga mulut, anak tidak mempunyai sikat gigi sendiri, menggunakan sikat gigi
dewasa serta memakai pasta gigi pepsodent ibu. Sikat gigi dilakukan hanya pada waktu
mandi sore. Pemeriksaan objektif diperoleh indeks skor plak sebesar 1,83 serta nilai 0 pada
skor kalkulus. Lidah menunjukkan lapisan putih yang dapat dikerok dan tidak meninggalkan
daerah eritema. Karies mencapai pulpa pada gigi 54, 65, 74. Gigi 65 dan 74 tidak dapat
direstorasi kembali; karies mencapai dentin pada gigi 52, 51, 61, 62, 63, 64, 75, 84; karies
mencapai enamel pada gigi 53, serta gigi 85 radiks. Anak kooperatif pada waktu dilakukan
pemeriksaan. Kondisi rongga mulut anak, dapat dilihat pada gambar klinis dan radiografi
panoramik.
Pertanyaan :
1. Sebutkan jenis pemeriksaan yang dilakukan pada anak, serta sebutkan alasannya!
2. Jelaskan faktor-faktor penyebab, mengapa anak mengalami kasus diatas!
3. Sebutkan pemeriksaan objektif (beserta instrument dan bahan)dan pemeriksaan
penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis!
4. Jelaskan interpretasi radiografi panoramik pada kasus di atas?
5. Jelaskan jenis pemeriksaan radiografi yang tepat sesuai dengan kasus di atas.
6. Jelaskan indikasi pasien anak dapat dilakukan pemeriksaan radiografi panoramik
7. Sebutkan diagnosis kelainan lidah pada anak dan rencana perawatan kelainan lidah
pada
8. Sebutkan diagnosis dan seluruh rencana perawatan (RPA dan RPF) yang akan
dilakukan pada anak
9. Sebutkan prosedur kerja restorasi gigi 61 dan gigi 63 (mencakup ergonomi kerja)
10. Sebutkan kapan dilakukan kontrol berkala pada anak dan jelaskan alasannya!
Learning Issue:
- Karies
- Radiologi
- Oral medicine
PEMBAHASAN
1. Sebutkan jenis pemeriksaan yang dilakukan pada anak, serta sebutkan
alasannya!
Pemeriksaan subjektif adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara tanya jawab
berdasarkan keluhan pasien menggunakan bahasa komunikasi yang sederhana dan
mudah dimengerti. Pemeriksaan subyektif adalah pemeriksaan berdasarkan atas
keluhan penderita. Jika penderitanya adalah anak kecil, maka harus didapat
kepercayaan anak tersebut terhadap pemeriksa. Pemeriksa seakan-akan ikut
merasakan hal-hal yang diderita pasien dan memberi kesempatan penderita
mengemukakan keluhan-keluhannya. Kadang-kadang dalam melakukan wawancara
dengan anak kecil sulit dilakukan, sehingga pemeriksa perlu melakukan wawancara
dengan salah satu keluarganya. Keadaan ini disebut allo anamnesis. Bila wawancara
dilakukan terhadap penderita sendiri, keadaan ini disebut auto anamnesis.
Tujuan pemeriksaan subyektif adalah untuk membantu menegakkan diagnosa, contoh:
1. Rasa sakit yang mungkin dijelaskan dengan menetap, sangat sakit pada waktu
malam, lebih sakit sesudah makan atau gigi peka terhadap panas/dingin dapat
membantu menetapkan diagnosis dengan menunjukkan apakah itu berasal dari
inflamasi jaringan pulpa atau jaringan periapikal.
2. Lama rasa sakit, sakit yang hanya dirasakan pada waktu gigi dirangsang
biasanya menunjukkan pulpitis reversibel. Sakit yang terus menerus
menunjukkan pulpa yang ireversibel.
Pemeriksaan subyektif terdiri dari
a. Identitas pasien
Data tentang identitas pasien yang harus Anda kumpulkan adalah nama,
tempat/tanggal lahir, nomor kartu identitas (KTP, SIM), jenis kelamin,
suku/ras, pekerjaan, alamat rumah, nomor telepon, serta keluarga yang dapat
dihubungi.
 Nama : Untuk mengenal pasien dan lebih akrab dengan pasien, serta agar
kartu status tidak mudah tertukar
 Umur : Untuk menentukan rencana perawatan
 No identitas : Untuk mengetahu legalitas pasien
 Jenis kelamin : Untuk menetukan jenis perawatan
 Pekerjaan : Untuk mengetahui kondisi status sosial pasien
 Alamat : Untuk mengetahui kondisi status sosial pasien
 Telepon : Untuk memudahkan dalam menghubungi dan komunikasi
dengan pasien
b. Keluhan utama
Chief Complaint atau keluhan utama adalah alasan pasien untuk dilakukan
pemeriksaan. Keluhan utama adalah simptom subjektif atau masalah yang
diutarakan pasien dengan kata sendiri yang berhubungan dengan kondisi yang
membuat pasien pergi berobat.
Beberapa pertanyaan berikut dapat anda gunakan sebagai penuntun anda
menggali keluhan pasien:
 Sakit pada waktu kapan
 Apakah ada hubungan dengan makan yang manis, asam, panas dan dingin
 Sakitnya terus menerus atau tidak
 Apakah masih dapat dengan tepat menunjukkan gigi mana yang sakit
 Timbulnya spontan atau sakit bila kemasukan makanan
 Sakit bila bersentuhan dengan gigi lain
 Sakitnya menyebar atau tidak
c. Present illnes
Yang dimaksud dengan Present Illness adalah kronologis dari keluhan utama
yang berhubungan dengan gejala-gejala, mulai sejak timbulnya sampai pada
waktu riwayat ini dicatat oleh pemeriksa. Pertanyaan yang diajukan harus
dipilih sehingga memperoleh jawaban yang relevan (berkaitan erat dengan
keluhan utama). Dengan demikian Present Illness akan menyangkut seluruh
detail dari keluhan utama sehingga waktu yang cukup dan pertanyaan yang
hati-hati harus diperoleh/dilakukan agar tidak dijumpai kekeliruan.
d. Riwayat medik
Menanyakan keadaan kesehatan umum pasien, yang meliputi golongan darah,
ada/tidaknya pasien menderita penyakit jantung, diabetes, haemofilia,
hepatitis, gastritis. Apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap
makanan/obat tertentu.
e. Riwayat dental
Pasien ditanya apakah pernah memeriksakan giginya, apakah ada komplikasi
pada waktu pencabutan. Hal ini dapat memberikan ramalan-ramalan
penyembuhan atau tindakan yang akan diberikan dan ini sangat berharga
untuk informasi diagnostik. Yang perlu diingat mengenai perawatan masa
lampau, jangan diarahkan bahwa penderita merupakan korban dari yang
merawat masa lampau.
f. Riwayat keluarga
Harus ditanyakan keadaan kesehatan umum keluarga adalah apakah ada
riwayat penyakit mental, riwayat penyakit sistemik keluarga, riwayat masalah-
masalah gigi keluarga
g. Riwayat sosial pasien
Ditanyakan mengenai kondisi lingkungan penderita, kebiasaan-kebiasaan
buruk penderita yang berhubungan dengan kondisi giginya.
Pemeriksaan objektif berupa data pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral
yang meliputi pemeriksaan jaringan keras gigi dan pemeriksaan mukosa mulut.
Pemeriksaan obyektif adalah pemeriksaan yang dilakukan operator pada obyek
dengan keadaan-keadaan sebagaimana adanya, tidak ada pengaruh perasaan. Tujuan
pemeriksaan obyektif adalah untuk mengidentifikasi kelainan yang ada pada gigi dan
mulut. Pemeriksaan Obyektif terdiri dari :
1. Pemeriksaan Ekstraoral
Pemeriksaan dari bagian tubuh penderita di luar mulut yaitu pada daerah muka,
kepala, leher. Cara pemeriksaan ekstra oral :
a. Membandingkan sisi muka penderita sebelah kiri dengan sebelah kanan, simetris
atau tidak.
b. Memeriksa pembengkakan dengan palpasi atau meraba, yaitu meraba kelenjar,
misalnya kelenjar submandibula yaitu dengan cara penderita duduk pada posisi
tegak, pandangan mata ke depan posisi operator di belakang pasien. Dalam
keadaan normal akan teraba lunak dan tidak sakit, kadang-kadang tidak teraba.
Bila terdapat keradangan akut, maka kelenjar akan teraba lunak dan sakit. Jika
teraba keras dan tidak sakit berarti ada keradangan kronis, tetapi bila teraba keras
dan sakit berarti ada keradangan kronis eksaserbasi akut
c. Meraba pada daerah pembengkakan dengan menggunakan punggung tangan,
untuk mengetahui suhu di daerah pembengkakan tersebut.
2. Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan intra oral yaitu pemeriksaan dari bagian rongga mulut yang meliputi
mukosa dan gigi. Pemeriksaan intra oral dilakukan dengan cara memeriksa keadaan
mulut secara menyeluruh untuk melihat kelainan mukosa dari pipi, bibir, lidah,
palatum, gusi dan gigi. Cara pemeriksaan gigi geligi dimulai dari kuadran kanan atas
kemudian kiri atas, kiri bawah dan terakhir kuadran kanan bawah.
Macam-Macam Cara Pemeriksaan Obyektif
1. Inspeksi
Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan.
Pemeriksa menggunakan mata dan kaca mulut. Gigi geligi harus diperiksa di bawah
sinar terang dan dalam keadaan kering. Pemeriksaan inspeksi pada jaringan keras dan
lunak yang cermat mengandalkan pada pemeriksaan warna, kontur dan konsistensi.
Pada jaringan lunak, seperti gusi, penyimpangan dari warna merah muda dapat
dengan mudah dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur yang timbul
dengan pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak, fluktuan atau seperti
bunga karang yang berbeda dengan jaringan normal, sehat dan kuat adalah indikasi
dari keadaan patologik
2. Membau
Pengertian pemeriksaan dengan membau adalah pemeriksaan dengan menggunakan
indra penciuman. Proses terjadinya bau (halitosis) : Sisa makanan yang tertinggal di
dalam kavitas/sela-sela gigi bila tidak dibersihkan akan diubah menjadi gas-gas yang
berbau seperti NH3, H2S oleh bakteri an aerob. Halitosis dapat disebabkan faktor
patologis (Kelainan rongga mulut), yaitu karena oral hygiene buruk, plak gigi, karies,
gingivitis.
3. Probing / Sondasi
Guna pemeriksaan dengan sonde untuk mengetahui :
a. Ada karies atau tidak
Bila akan memeriksa adanya karies, sonde digoreskan pada gigi, bila sonde
tersangkut berarti ada karies.
b. Kedalaman karies
c. Ada reaksi dari pulpa atau tidak
Sonde digoreskan pada dasar kavita tanpa tekanan, harus hati-hati jangan sampai
terjadi perforasi. Bila ada keluhan sakit berarti gigi vital. Bila tidak ada keluhan
sama sekali berarti non vital.
d. Ada perforasi atau tidak
Bila dilakukan sondasi dan sonde masuk ke dalam ruang pulpa berarti sudah
perforasi.
4. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba.
Guna pemeriksaan dengan palpasi :
a. Mengeta hui yang akut dan kronis, misalnya infeksi pada kelenjar submandibula.
Pada yang akut, saat palpasi akan terasa sakit, sedang yang kronis tidak
terasa sakit tetapi terasa seperti ada biji.
b. Mengetahui suhu di daerah yang sakit. Misalnya: pada abses, suhu jaringan
setempat terasa panas.
c. Mengetahui keras lunaknya suatu pembengkakan. Misalnya: pada abses yang
sudah matang, pada palpasi terasa lunak.
d. Mengetahui lokasi pembengkakan.
e. Mengetahui adanya fraktur, misalnya : fraktur tulang alveolar
5. Termis
Tes ini meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan sensitivitas
terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tes sensitivitas, tetapi
tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnostik yang berbeda. Suatu respon
terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa memperhatikan apakah pulpa itu
normal atau abnormal. Suatu respon abnormal terhadap panas biasanya
menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikal yang memerlukan perawatan
endodontik. Perbedaan diagnostik lain terdapat antara tes panas dan dingin. Bila
timbul respon terhadap dingin, pasien dengan cepat dapat menunjukkan gigi yang
merasa sakit. Respon panas, yang dirasakan oleh pasien dapat terbatas atau
menyebar (difus), dan kadang-kadang dirasakan di tempat lain. Hasil tes termis
harus berkorelasi dengan hasil tes lainnya untuk menjamin keabsahan.
6. Tes Vitalitas
Untuk melakukan tes vitalitas dari gigi digunakan alat yang disebut vitalitester.
Tujuannya adalah untuk merangsang respon pulpa dengan menggunakan arus listrik
yang makin meningkat pada gigi. Suatu respon positif merupakan suatu indikasi
vitalitas dan membantu dalam menentukan normal atau tidak normalnya pulpa
tersebut. Tidak adanya respon terhadap stimulus listrik dapat merupakan indikasi
adanya nekrosis pulpa.
7. Perkusi
Uji ini dapat digunakan untuk menentukan adanya peradangan pada jaringan
penyangga gigi. Gigi diberi ketukan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan jari
dengan intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan
tangkai instrument, untuk menentukan apakah gigi terasa sakit. Suatu respon sensitif
yang berbeda dari gigi di sebelahnya, biasanya menunjukkan adanya periodontitis.
Tes ini membantu menguatkan adanya periodontitis.
8. Rontgen Foto
Pemeriksaan rontgen foto ialah suatu pemeriksaan dengan menggunakan X-ray. Alat
ini memungkinkan pemeriksaan visual struktur mulut yang tidak mungkin dapat
dilihat dengan mata telanjang. Tanpa alat ini tidak mungkin dilakukan diagnosis,
seleksi kasus, perawatan, dan evaluasi penyembuhan luka. Untuk dapat menggunakan
radiograf dengan tepat, seorang pemeriksa harus mempunyai pengetahuan dan
ketrampilan yang diperlukan untuk dapat memberikan interpretasi secara tepat.
Diperlukan suatu pengertian seksama tentang anatomi normal dan anomalinya
yang mendasarinya dan perubahan yang dapat timbul yang disebabkan oleh
ketuaan, trauma, penyakit dan penyembuhan. Dengan demikian, baru bayangan
hitam-putih berdimensi dua yang diproses pada film ini mempunyai arti.
Kelainan-kelainan yang dapat dilihat dengan rontgen foto, yaitu:
 Hubungan antara benih gigi permanen dan gigi sulung
 Adanya gigi yang belum tumbuh (ada atau tidaknya benih)
 Adanya sisa akar
 Adanya caries aproksimal
 Adanya abses, granuloma, kista
 Posisi gigi Molar 3 yang impaks
 Tumpatan yang over hanging
9. Tekanan
Prosedur pemeriksaan dengan tekanan: menyiapkan alat (tangkai instrumen) yang
dibungkus isolator karet, kain kasa atau kapas. Caranya : Pegang tangkai instrumen,
ditekankan pada gigi yang memberikan keluhan. Bisa juga penderita disurah
menggigit tangkai instrumen yang sudah dibungkus/membuka menutup mulut
sehingga gigi beroklusi atas bawah. Bila memberikan reaksi berarti sudah terjadi
periodontitis. Kegunaan pemeriksaan dengan tekanan selain untuk mengetahui
kelainan pada jaringan penyangga gigi juga untuk mengetahui adanya keretakan gigi.
10. Tes Mobilitas
Tes mobilitas ialah pemeriksaan dengan menggerakkan gigi ke arah lateral
(menggoyangkan gigi). Tujuan tes ini adalah untuk menentukan apakah gigi terikat
kuat atau longgar pada alveolusnya. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi
periodontium; makin besar gerakannya, makin jelek status periodontalnya
11. Tes Kavitas
Tes ini memungkinkan seseorang menentukan vitalitas pulpa. Tes ini dilakukan bila
cara diagnosis lain telah gagal. Tes kavitas dilakukan dengan mengebor melalui
pertemuan email dentin gigi tanpa anestesi. Pengeboran dilakukan dengan kecepatan
rendah dan tanpa air pendingin. Sensitivitas atau nyeri yang dirasakan oleh pasien
merupakan suatu petunjuk vitalitas pulpa. Bila tidak dirasakan sakit, preparasi
kavitas boleh dilanjutkan sampai kamar pulpa dicapai. Bila seluruh pulpa
nekrotik, dapat dilanjutkan perawatan endodontik tanpa rasa sakit dan pada banyak
kasus tanpa anestesi.
Referensi :
 Kristiani A, Koswara N, Anggrawati H, dkk. Buku ajar ilmu penyakit gigi dan
mulut. Politeknik Kesehatan Tasikmalaya. 2010: 9-25.
 Gultom E, Laut DM. Konsep dasar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan
mulut II & III. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018: 3-20.

2. Jelaskan faktor-faktor penyebab, mengapa anak mengalami kasus diatas!


Faktor-faktor penyebab pasien mengalami karies adalah:
a. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat berperan menyebabkan karies. Streptococcus mutans dan
Lactobacillus merupakan 2 dari 500 bakteri yang terdapat pada plak gigi dan
merupakan bakteri utama penyebab terjadinya karies. Bakteri yang kariogenik
tersebut akan memfermentasi sukrosa menjadi asam laktat yang sangat kuat
sehingga mampu menyebabkan demineralisasi
b. Waktu
Karies merupakan penyakit yang berkembangnya lambat dan keaktifannya
berjalan bertahap serta merupakan proses dinamis yang ditandai oleh periode
demineralisasi dan remineralisasi.
c. Oral higiene anak
Tingkat kebersihan gigi dan mulut dapat dilihat dari proses terbentuknya plak.
Plak merupakan faktor penyebab utama terjadinya karies dan penyakit
periodontal. Insidens karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak
secara mekanis dari permukaan gigi. Namun pada pasien tersebut, anak tidak
memiliki tingkat kebersihan oral yang baik.
d. Frekuensi dan waktu menggosok gigi, serta pemilihan sikat gigi
Kebiasaan menggosok gigi yang baik dapat turut mencegah karies. Kebiasaan
menggosok gigi yang baik merupakan cara paling efektif untuk mencegah karies
gigi. Menggosok gigi dapat menghilangkan plak atau deposit bakteri lunak yang
melekat pada gigi yang menyebabkan karies gigi. Diketahui pasien hanya
menyikat gigi selama sekali dalam sehari yaitu hanya di sore hari ketika mandi
dan anak tidak mempunyai sikat gigi sendiri, menggunakan sikat gigi dewasa serta
memakai pasta pepsodent ibu. Seharusnya, frekuensi menyikat gigi yang efektif
dilakukan sebanyak dua kali sehari. Sikat gigi yang tidak sesuai ukurannya akan
membuat proses pembersihan mekanis pada anak tidak efektif.
e. Nutrisi serta diet pada anak
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada
sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali
seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat,
maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi
asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit
setelah makan. Diantara waktu makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan
membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan dan minuman yang
mengandung karbohidrat sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak akan
mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna
sehingga terjadi karies. Pada skenario diketahui bahwa anak suka mengemil
makanan coklat dan wafer dengan frekuensi 4 kali sehari disertai minum teh
dalam kemasan serta tidak suka mengonsumsi buah serta sayur. Hal ini tentunya
meningkatkan resiko terjadinya karies pada anak.
f. Usia
Usia turut berperan dalam kejadian karies. Pada usia 6-12 tahun terjadi pergantian
gigi dan tumbuhnya gigi baru. Anak juga memasuki usia sekolah mempunyai
resiko mengalami karies makin tinggi. Banyaknya jajanan dan keinginan anak
akan konsumsi jenis makanan dan minuman yang manis akan menambah
prevalensi kemungkinan terjadinya karies. Pada umumnya anak usia prasekolah
tersebut mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan yang manis atau yang
mengandung gula murni seperti permen, cokelat, wafer.
g. Jenis kelamin
Pasien pada kasus di atas berjenis kelamin perempuan. Prevalensi karies gigi pada
anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini
disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat
dibandingkan anak laki-laki, sehingga gigi anak perempuan lebih lama di dalam
rongga mulut dan lebih lama berhubungan dengan faktor-faktor langsung
terjadinya karies, yang antara lain gigi dan saliva, mikroorganisme, makanan dan
waktu.
h. Kunjungan ke dokter gigi
Diketahui pasien pada kasus di atas baru melakukan kunjungan ke dokter gigi
sekali. Kunjungan ke dokter gigi secara rutin minimal 6 bulan sekali disarankan
untuk tindakan pencegahan karies. Kunjungan ke dokter gigi dimaksudkan untuk
memantau kesehatan gigi dan mulut anak dari tahun ke tahun. Jika pasien kerap
melakukan kunjungan ke dokter gigi dari usia sedini mungkin maka orangtua akan
tahu kondisi kesehatan gigi anaknya terutama karies sehingga dapat dilakukan
pencegahan semaksimal mungkin.
i. Kurangnya pengetahuan orangtua
Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku
yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Anak
usia 7 tahun memiliki kegemaran untuk makan makanan yang manis, sedangkan
orang tua kurang akan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut jarang
mempedulikan kebiasaan untuk menyikat gigi dan membatasi konsumsi makanan
atau minuman yang manis. Sehingga, anak akan beresiko besar terkena karies.
Lidah
 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya coated tongue adalah kebersihan
mulut yang buruk, status periodontal, karakteristik saliva, perubahan kebiasaan
makan, usia. Kebersihan rongga mulut yang buruk disebabkan oleh kurangnya

pembersihan mekanis dengan cara menyikat gigi dan menggunakan tongue scrape
yang bertujuan untuk menghilangkan sel keratin dipermukaan lidah. Pasien pada
kasus diketahui tidak rutin melakukan sikat gigi, hanya menyikat gigi sekali dalam
sehari sewaktu mandi sore. Pemeriksaan objektif diperoleh indeks skor plak sebesar
1,83. Penilaian keseluruhan untuk mengetahui kriteria baik, sedang atau buruk indeks
plak gigi adalah skor 0,1-1,0 (baik), 1.1-2.0 (sedang) dan 2.0-3.0 (buruk).
Disimpulkan bahwa indeks skor plak pasien sedang. Dalam hal ini terdapat plak
dalam rongga mulut pasien yang keberadaanya dapat menyebabkan terjadinya coated
tongue.
Referensi :
 Pintauli, S, Taizo H. Penyakit Periodontal: Pengukuran Risiko dan Evaluasi:
Menuju Gigi dan Mulut Sehat. Medan: USU Press, 2019: 29-35.
 Welbury Richard, Duggal Monty, Hosey MT. 2005. Paediatric Dentistry. 3rd
ed. New York: Oxford University Press. Hal: 107.
 Sibarani MR. Karies: Etiologi, karakteristik klinis dan tatalaksana. Majalah
Kedokteran UKI 2014; 30(1): 14-22.
 Nissa IC, Hadi S, Marjianto A. SLR: karies pada anak sekolah dasar ditinjau
dari perilaku menggosok gigi di indonesia. Jurnal Ilmiah Keperawatan Gigi
2021; 2(3): 500-17.
 Putri DAK. Hubungan kebiasaan menyikat gigi dengan kejadian karies gigi
pada anak SD Di SDN Jatiwarna III Kota Bekasi. Afiat 2019; 5(01): 1-8.
 Kiswaluyo, K. Hubungan karies gigi dengan umur dan jenis kelamin siswa
sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Kaliwates dan Puskesmas Wuluhan
Kabupaten Jember. STOMATOGNATIC-Jurnal Kedokteran Gigi 2015; 7(1):
26-30.
 Sabirin, Indah Puti R, Mega Zhafarina. Coated tongue treatment using tongue
scraper all over the surface of tongue dorsum (perawatan coated tongue
menggunakan tongue scraper pada seluruh permukaan dorsum lidah). J Health
and Dental Sciences 2022: 177-184.

3. Sebutkan pemeriksaan objektif (beserta instrument dan bahan) dan


pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis!
Pemeriksaan objektif berupa data pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral
yang meliputi pemeriksaan jaringan keras gigi dan pemeriksaan mukosa mulut.
Berdasarkan skenario, pada pemeriksaan objektif diperoleh indeks skor plak sebesar
1,83 serta nilai 0 pada skor kalkulus. Lidah menunjukkan lapisan putih yang dapat
dikerok dan tidak meninggalkan daerah eritema. Karies mencapai pulpa pada gigi 54,
65, 74. Gigi 65 dan 74 tidak dapat direstorasi kembali; karies mencapai dentin pada
gigi 52, 51, 61, 62, 63, 64, 75, 84; karies mencapai enamel pada gigi 53, serta gigi 85
radiks.
Pemeriksaan objektif dibagi menjadi 2, sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Ekstraoral
Dilihat apakah ada pembengkakan di rahang bawah daerah submandibular atau
mandibular. Apakah ada perubahan warna, fistel, atau pembengkakan kelenjar
limfe.
2. Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan intraoral meliputi jaringan lunak atau gingiva, lidah, bibir apa
kemerahan, pembengkakan fistel. Perubahan warna, kontur, tekstur dan lesi-lesi
jaringan keras (gigi) meliputi apakah ada perubahan warna gigi, kedalaman
karies, kebersihan mulut, derajat mobility.
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan intra oral adalah:
o Kaca mulut yang berfungsi sebagai rafraktor dan untuk menyikap pipi
o Sonde yaitu untuk menentukan adanya karies atau tidak, dalamnya karies,
melihat pulpa terbuka atau tidak dan memberikan rangsang pada pulpa
o Excavator yaitu untuk membersihkan karies agar pandangan lebih jelas
o Pinset , yang digunakan untuk menjepit kapas. Gagangnya kadang2
digunakan untuk membantu menarik pipi.
Pemeriksaan objektif lainnya, sebagai berikut :
1. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mengetuk bagian
gigi yang dilakukan dengan cara menggunakan tungkai kaca mulut , diketok
giginya tanpa tekanan. Pengetukan dimulai dari sebelah gigi yg bersangkutan,
kemudian gigi itu sendiri lalu gigi sebelah lainnya. Respon yang positif
menandakan adanya inflamasi periodonsium. Bedakan intensitas rasa sakit
dengan melakukan perkusi gigi tetangganya yang normal.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara perabaan terhadap
bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan, misalnya: perabaan pada kelenjar
lymph yang diduga adanya radang atau pembengkakan. Palpasi dilakukan jika
dicuragai ada pembengkakan, dapat terjadi intraoral atau ekstraoral. Palpasi juga
dapat dilakukan dengan tekanan ringan pada mukosa sejajar dengan apeks gigi.
Guna menentukan adanya proses inflamasi yang sudah sampai ke periapikal. Jika
positif, maka inflamasi sudah mencapai tulang dan mukosa regio apikal gigi.
3. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara melihat bagian
gigi yang akan diperiksa melalui pengamatan, hasil data yang diperoleh misalnya:
terlihat lubang di bagian oklusal.
4. Sondasi
Sondasi adalah pemeriksaan gigi dengan memakai sonde, untuk melihat ada
tidaknya karies, kedalaman karies sera vitalitas gigi.
5. Tes mobiliti
Mobiliti berguna untuk melihat derajat kegoyangan gigi. Pemeriksaan mobilitas
dapat dilakukan dengan memegang gigi secara kuat menggunakan 2 handle
instrument logam (kaca mulut) lalu digerakkan arah fasial-lingual, atau dengan 1
handle instrument logam (kaca mulut) dan jari, digerakkan arah fasial-lingual.
6. Tes vitalitas
Tes vitalitas baik secara termis maupun elektris sedikit manfaatnya dan diragukan
pada gigi sulung dalam memberi gambaran tentang tingkat keradangan pulpa
karena anak belum dapat membedakan rangsangan ditambah adanya rasa takut
dari si anak
a. Tes termis
Tes termis adalah pemeriksaan vitalitas gigi dengan menggunakan
chlorethyl, dengan cara menyemprotkan chlorethyl pada kapas kecil, dan
secara perlahan dimasukkan kedalam lobang gigi. Tes termis merupakan
salah satu cara untuk mengevaluasi keadaan pulpa. Sakit yang tidak hilang
setelah rangsangan termal merupakan indikasi keadaan patologi pulpa yang
irreversible. Tes termis dapat dilakukan dengan gutta percha panas atau
dengan chlor-etil
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan radiografi yaitu foto bitewing, periapical, dan panoramic diperlukan
untuk membantu menegakkan diagnosa dalam mempertimbangkan jenis
perawatan yang harus diberikan antara lain memberi evaluasi masalah :
a. Perluasan karies dan kedekatannya dengan pulpa
b. Keadaan restorasi yang ada
c. Ukuran dari keadaan ruang pulpa : dentin sekunder, kalsifikasi, resorpsi
interna
d. Akar : bentuk, resorpsi interna
e. Apeks : tingkat resorpsi, resorpsi patologis, resorpsi yang terlambat
f. Tulang: melihat adanya rarefaction pada daerah periapical atau bifurkasi,
kehilangan lamina dura, keadaan membrane periodontal
Referensi :
 Achmad, Muh Harun. Karies dan perawatan pulpa pada gigi anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2015: 65-70.
 Gultom E, Laut DM. Konsep dasar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan
mulut II & III. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018: 3-20.
 Karmawati IA, Pudentiana, Yulita I. Konsep dasar pelayanan asuhan
keperawatan gigi dan mulut. 2019: 19-25.

4. Jelaskan interpretasi radiografi panoramik pada kasus di atas?


Untuk menginterpretasi radiografi panoramik maka dibagi area menjadi 5 daerah
utama yaitu:
1) Area 1 (gigi geligi)
 Missing teeth/ agenesis: tidak terdapat kehilangan gigi pada pasien.
 Persistensi: tidak terdapat gigi yang persistensi, pada gigi pasien terdapat
benih gigi permanen yang belum erupsi disebabkan karena umur pasien masih
7 tahun. Gigi permanen pasien yang telah erupsi adalah gigi 71, 72, 81, 82
dan ini merupakan hal yang normal karena gigi insisivus erupsi saat anak
berusia 7-8 tahun.
 Impaksi/agenesi: pada gigi tersebut tidak ditemukan adanya impaksi.
 Kondisi mahkota-akar: terdapat radiolusen pada bagian mahkota gigi 54, 53,
52, 51, 61, 62, 63, 64, 65, 75, 74, 73, 72, 71, 81, 82, 83 dan 84. Terdapat
resorbsi akar pada gigi 55, 54, 53, 52, 51, 61, 62, 63, 64, 65, 75, 74, 73, 63, 64
dan 65.
 Kondisi alveolar crest- furkasi: resorbsi pada regio 1, 2, 3, 4.
 Kondisi periapikal: terdapat benih gigi pada gigi 55, 54, 53, 52, 51, 61, 62, 63,
64, 65, 75, 74, 73, 63, 64 dan 65.
2) Area 2 (maksila-sinus-nasal)
 Perluasan sinus maksilaris dekstra dari anterior gigi 51 sampai posterior gigi
55.
 Perluasan sinus maksilaris sinistra dari anterior gigi 61 sampai posterior gigi
65.
3) Area 3 (mandibula)
 Kanalis mandibula tidak terlihat jelas
4) Area 4 (TMJ)
 Bentuk kondilus-fossa-eminensia: bentuk kondilus tidak simetris, kondilus
dextra lebih membulat dibanding kondilus sinistra yang kemungkinan dapat
terjadi karena adanya pergerakan dari pasien.
 Posisi kondilus: posisinya simetris berada pada fossa glenoidalis.
5) Area 5 (ramus-os. Vertebrae)
 Kesan: terdapat kelainan pada regio 1,2,3,4
 Suspek radiodiagnosis:
- Karies mencapai pulpa pada gigi 54, 65, 74.
- Karies yang meliputi lebih dari 2 permukaan gigi pada gigi 65, 74.
- Karies mencapai dentin pada gigi 52, 51, 61, 62, 63, 64, 75, 84.
Referensi :

 Boel, Trelia. Dental Radiografi Prinsip dan Teknik: Radiografi Ekstraoral.


Medan: USU Press, 2021: 53-57.

5. Jelaskan jenis pemeriksaan radiografi yang tepat sesuai dengan kasus di atas.
Dokter gigi dapat membuat penilaian awal dan rekomendasi untuk radiografi
yang diperlukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan riwayat medis dari gigi secara
komprehensif. Pedoman pemilihan harus digunakan ketika membuat keputusan
tentang jenis teknik, frekuensi, dan kuantitas radiografi gigi yang akan dilakukan
untuk orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Pedoman yang dikeluarkan tahun 2012
oleh American Dental Association (ADA), Organisasi FDA (Food and Drug &
Administration) Amerika Serikat, dan beberapa organisasi dental lainnya mengenai
pemeriksaan radiografi kedokteran gigi bahwa: rekomendasi untuk seleksi pasien dan
limitasi paparan radiasi harus digunakan ketika meresepkan radiografi gigi dan ketika
mereka berfungsi sebagai bantuan untuk membatasi jumlah eksposur radiografi.
Pedoman pemilihan dapat dilakukan setelah riwayat medis dan pemeriksaan klinis
menyeluruh dilakukan. Untuk anak-anak, frekuensi radiografi tergantung pada
beberapa faktor, termasuk status gigi, risiko karies, dan penilaian pertumbuhan dan
perkembangan. Pemeriksaan radiografi pada anak-anak dilakukan jika anak
mengalami sakit gigi, muncul masalah pertumbuhan dan perkembangan, atau
dicurigai adanya patologi. Dokter gigi harus menentukan teknik radiografi yang
diperlukan secara diagnostik berdasarkan prinsip ALARA / ALADA.
Kata bitewing berasal dari teknik pengambilan radiografi yang meminta
pasien untuk mengigit (bite) semacam sayap (wing) kecil yang dilekatkan pada film
intraoral. Radiografi ini pertama kali diperkenalkan oleh Raper pada tahun 1925.
Teknik bitewing digunakan untuk memeriksa interproksimal gigi dan permukaan gigi
yang meliputi crown dari maksila dan mandibular, daerah interproksimal dan crest
alveolar dalam film yang sama yang secara klinis tidak dapat dideteksi. Radiografi
bitewing (interproksimal) digunakan untuk mengevaluasi puncak tulang
interproksimal selama pemeriksaan periodontal dan rencana perawatan.
Prinsip pada teknik bitewing, sebagai berikut :
 Film ditempatkan di dalam mulut sejajar dengan permukaan mahkota gigi
maksila dan mandibula.
 Kemudian, film distabilkan dengan menyuruh pasien menggigit bitewing tab atau
bitewing film holder
 Sinar-x diarahkan menembus kontak dari gigi dengan angulasi vertikal +5º
sampai +10º
Film dapat diposisikan secara horizontal atau vertikal tergantung pada daerah yang
akan dilakukan pengambilan radiografi. Pengambilan secara vertikal biasa digunakan
untuk mendeteksi kehilangan tulang sedangkan pengambilan secara horizontal biasa
digunakan untuk melihat mahkota, puncak alveolar, kavitas dan keberhasilan dari
hasil perawatan.
Keuntungan dari teknik bitewing adalah
 Dengan satu film dapat dipakai untuk memeriksa gigi-gigi pada rahang atas dan
rahang bawah sekaligus
 Dapat digunakan untuk melihat garis dari CEJ (cementoenamel junction) pada
satu gigi ke CEJ gigi tetangganya dalam satu film yang sama, sama halnya
dengan jarak dari puncak ke tulang interproksimal yang ada
 Memberikan informasi status pasien periodontal. Ketinggian dari tepi
interproksimal tulang alveolar sampai cemento-enamel junction relatif dapat
diamati. Deposit kalkulus subgingival juga dapat dideteksi
 Mendeteksi karies yang tidak bias terdeteksi dengan cara lain, memperkirakan
perluasan karies, serta memantau progresi karies
Walaupun demikian, hasil dari bitewing radiografi pada diagnosis penyakit
periodontal hanya terbatas pada bagian mahkota akar gigi yang diamati, dan terbatas
pada regio molar-premolar.
Referensi :
 Sukmana, Indra Bayu. Radiografi di bidang kedokteran gigi. 2019: 19-22.
 Masyrifah, Nurul. Prinsip interpretasi radiografi panoramik pada fraktur
mandibula. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin. 2011: 22.
 Boel, Trelia. Dental Radiografi Prinsip dan Teknik: Radiografi Ekstraoral.
Medan: USU Press, 2021: 23-57.

6. Jelaskan indikasi pasien anak dapat dilakukan pemeriksaan radiografi


panoramik
Radiografi yang tepat sesuai dengan kasus di atas adalah radiografi panoramik atau
orthopanthography / OPG. Panoramic imaging adalah suatu teknik yang
menghasilkan sebuah gambaran tomografi dari struktur wajah meliputi lengkung
maksila dan mandibular, gigi, struktur pendukung, serta berguna untuk mendeteksi
pola kehilangan tulang secara umum. Satu gambar yang memperlihatkan gambaran
struktur wajah meliputi lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah serta jaringan
sekitarnya. Pada pembuatan radiografi ini, kontak oklusi pasien dalam keadaan edge
to edge. Teknik radiografi ini dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola
erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan
mengevaluasi trauma. Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya
secara keseluruhan dalam satu rontgen foto, untuk menentukan urutan erupsi gigi, dll.

a. Gambar meliputi tulang wajah dan gigi


Radiografi panoramik merupakan hasil radiografi ekstraoral yang dapat
menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur fasial termasuk mandibula
dan maksila beserta pendukungnya. Pada skenario pasien mengalami karies di
beberapa regio sehingga membutuhkan radiografi yang dapat merepresentasikan
regio gigi yang lebih luas. Karies gigi dan penyakit periodontal lazim terjadi pada
populasi dewasa dan anak-anak. Karies terjadi akibat interaksi kompleks antara
bakteri, biofilm, dan berbagai faktor pejamu. Sebagai lesi karies berkembang, ada
tingkat yang lebih besar dari erosi gigi dan/atau kavitasi, yang akan menjadi
semakin terlihat pada radiografi panoramik.
b. Evaluasi terhadap terhadap erupsi gigi permanen
Pasien merupakan anak berusia 7 tahun. Radiografi ini diperlukan juga untuk
mengetahui keadaan gigi pasien yang belum maupun yang telah erupsi untuk
melihat apakah ada kelainan pada benih gigi pasien. Mixed dentition merupakan
periode gigi-geligi bercampur dan merupakan masa transisi dari gigi desidui
tanggal yang secara berurutan diikuti dengan erupsi gigi penggantinya yaitu gigi
permanen. Fase gigi bercampur terjadi pada anak usia 6-12 tahun, diawali dengan
erupsinya gigi permanen pertama, biasanya adalah gigi insisivus sentralis atau
molar satu mandibula.
c. Keadaan umum mulut pasien anak
Dapat menilai keadaan gigi anak apabila mulutnya kecil, tidak bisa membuka
mulut lengkung palatal rendah, adanya tori, pasien dengan mukosa sensitif atau
refleks muntah yang tinggi.
d. Pasien yang kurang kooperatif
Paparan gambar panoramik lebih dapat diterima pasien karena tidak ada
ketidaknyamanan yang terlibat. Pantomografi praktis menghilangkan masalah
pasien anak-anak yang ketakutan atau tidak kooperatif sehingga mengurangi
kecemasan pada anak yang menolak untuk dilakukan pengambilan foto intraoral.
Referensi :

 Swenson, D.W et al. Pediatric Panoramic Radiography: Techniques, Artifacts,


and Interpretation. RadioGraphics 2021; 41(2): 595-608.
 Boel, Trelia. Dental Radiografi Prinsip dan Teknik: Radiografi Ekstraoral.
Medan: USU Press, 2021: 23-57.
 Sukmana, Indra Bayu. Radiografi di bidang kedokteran gigi. 2019: 19-22.
 Himammi AN, Hartomo BT. Kegunaan radiografi panoramik pada masa mixed
dentition. Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia (JRDI) 2021; 5(1): 39-
43.

7. Sebutkan diagnosis kelainan lidah pada anak dan rencana perawatan kelainan
lidah pada
Diagnosis lesi dapat disimpulkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Kelainan lidah pada anak adalah coated tongue. Coated tongue adalah suatu
keadaan dimana permukaan lidah terlihat berwarna putih atau berwarna lain yang
merupakan tumpukan dari debris, sisa-sisa makanan dan mikroorganisme yang
terdapat pada permukaan dorsal lidah. Kondisi coated tongue yaitu kondisi klinis yang
terjadi pada bagian permukaan lidah yang ditutupi oleh suatu selaput pseudomembran
yang terjadi akibat penumpukan debris atau sisa makanan, sel-sel keratin yang tidak
terdeskuamasi, dan dapat ditemukan adanya mikroorganisme seperti bakteri maupun
jamur. Coated tongue ditandai dengan adanya lapisan berwarna putih, coklat
kekuningan, atau kehitaman pada permukaan lidah. Coated tongue terbentuk dari
puing-puing yang terdiri dari bakteri pada permukaan dorsal lidah, sejumlah besar sel
epitel deskuamasi yang berasal dari mukosa mulut, leukosit dari kantong periodontal,
dan metabolit darah, dan berbagai nutrisi yang berbeda.
Coated tongue terdiri dari bakteri; banyak sel epitel deskuamasi yang berasal
dari mukosa mulut, leukosit dari poket periodontal, metabolit darah, dan berbagai
nutrisi. Pembentukan coated tongue pada lidah berkaitan erat dengan multiplikasi sel
epitel dan jumlah desmosom serta granula pelapis membran. Beberapa organisme
dapat ditemukan di dalam rongga mulut, terutama di lidah. Jamur dan bakteri di lidah
berhubungan dengan berbagai perawatan gigi dan mulut dan masalah kesehatan
umum. Selain itu, bakteri perusak menghasilkan Volatile Sulphur Compound (VSC)
di bagian dorsum sehingga menyebabkan halitosis. Semakin banyak lapisan tebal plak
putih yang ada pada dorsum lidah akan mengakibatkan peningkatan halitosis.
Berbagai bakteri yang ditemukan di rongga mulut antara lain Porphyromonas
gingivalis, Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia, Treponema denticola,
dan Tannerella forsythia. Bakteri ini berhubungan dengan halitosis intraoral. Pada
coated tongue, mikroorganisme, terutama bakteri anaerob, tumbuh berlebihan karena
potensi oksigen yang rendah akibat morfologi permukaan lidah, seperti kekasaran,
papila, dan celah-celah samar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
coated tongue adalah kebersihan mulut yang buruk, status periodontal, karakteristik
saliva, perubahan kebiasaan makan, usia.
Gomez mengklasifikasikan dan menggambarkan lapisan pada permukaan
dorsal lidah berdasarkan perubahan warna yang terdiri dari empat skor. Skor 0 bila
lapisan tidak berwarna, skor 1 bila lapisan berwarna putih, skor 2 bila lapisan
berwarna kuning, skor 3 bila lapisan lidah berwarna coklat, dan skor 4 diberikan
ketika lapisan berwarna hitam. Skala Miyazaki dimaksudkan untuk distribusi lapisan
pada permukaan dorsum lidah. Skor 0 diberikan jika lapisan tidak terlihat, skor 1
diberikan jika kurang dari sepertiga permukaan belakang tertutup, skor 2 jika kurang
dari dua pertiga permukaan belakang tertutup, dan skor dari 3 diberikan ketika lapisan
lidah ditutupi oleh plak lebih dari dua pertiga permukaan dorsum lidah.
Rencana perawatan untuk kondisi coated tongue ditekankan pada pemberian
OHI (Oral Hygiene Instruction) untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut dengan
memberikan komunikasi dan edukasi pasien untuk menyikat lidah menggunakan
tongue scraper dua kali sehari setelah menyikat gigi efektif untuk mengurangi lidah
berlapis dan halitosis pada pasien, serta penggunaan obat kumur chlorhexidine 0,2%
sebagai antiseptik yang bekerja dengan membunuh dan mencegah pertumbuhan
bakteri, jamur, dan virus. Lidah dibersihkan dengan lembut dan menyeluruh dari
posterior ke arah anterior lidah. Penggunaan tongue scraper setiap hari secara teratur
mengurangi lapisan plak putih pada dorsum lidah, yang dapat menyebabkan bau
mulut, halitosis, dan masalah lainnya. Menghilangkan sisa-sisa makanan di lidah
menggunakan pengikis lidah membuat taste buds lebih berfungsi dalam food taste
buds. Selanjutnya, pasien diobservasi selama satu minggu dan lima minggu untuk
melihat perkembangan lesi plak putih pada lidah.
Referensi :
 Sabirin, Indah Puti R, Mega Zhafarina. Coated tongue treatment using tongue
scraper all over the surface of tongue dorsum (perawatan coated tongue
menggunakan tongue scraper pada seluruh permukaan dorsum lidah). J Health
and Dental Sciences 2022: 177-184.
 Ayu Asih P, Apriasari ML, Kaidah S. Gambaran klinis kelainan mukosa
rongga mulut pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera
Banjarbaru. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi 2014; 2(1): 7-12.
 Nuraeny, N. Edukasi dan evaluasi terhadap kondisi coated tongue bagi kader
kesehatan Puskesmas Ujung Berung Indah. J Pengabdian Kepada Masyarakat
2017; 1(1): 24-27.
8. Sebutkan diagnosis dan seluruh rencana perawatan (RPA dan RPF) yang akan
dilakukan pada anak
Lidah
- Diagnosis : Coated tongue
- Rencana perawatan awal (RPA) : Observasi
- Rencana perawatan final (RPF) : Penggunaan tongue scraper/pembersih lidah
yang bertujuan untuk menghilangkan sel keratin di permukaan lidah, disamping
debris/sisa makanan yang menempel
Gigi
a. Gigi 54
- Diagnosis: Karies pulpa (K3)
- RPA : formokresol, perawatan saluran akar, restorasi GIC
- RPF : SSC (Stainless steel crown)
b. Gigi 65,74
- Diagnosis: Karies mencapai pulpa tidak dapat dilakukan restorasi (K3)
- RPA : Ekstraksi
- RPF : Pemasangan space maintainer
Space maintainer merupakan piranti yang digunakan untuk menjaga ruang akibat
kehilangan dini gigi sulung, alat ini dipasang diantara dua gigi. Fungsi dari space
maintener adalah mencegah pergeseran dari gigi keruang yang terjadi akibat
pencabutan dini, mencegah ekstrusi gigi antagonis dari gigi yang dicabut dini,
memperbaiki fungsi pengunyahan, memperbaiki fungsi estetik dan fungsi berbicara
setelah pencabutan dini. Penggunaan space maintener paling sering dilakukan pada
kehilangan gigi molar sulung rahang bawah maupun rahang atas, baik unilateral
maupun bilateral.
c. Gigi 52,51,61,62,63
- Diagnosis: Karies dentin (K2)
- RPA : Membersihkan jaringan karies, kemudian letakkan Zinc oxide
eugenol semen
Di kavitas yang sudah bersih dan kering, selanjutnya lakukan tindakan restorasi
- RPF : Restorasi kompomer
Kompomer merupakan komosit berbasis polimer yang dimodifikasi agar memiliki
karakteristik melepas fluoride. Kompomer umunya digunakan pada bagian dengan
tekanan rendah seperti pada preparasi kavitas Kelas III atau V sebagai alternatif GIC
atau resin-based komposit.
d. Gigi 64,75,84
- Diagnosis: Karies dentin (K2)
- RPA : Membersihkan jaringan karies
Di kavitas yang sudah bersih dan kering, selanjutnya lakukan tindakan restorasi
- RPF : Restorasi GIC
Semen glass ionomer (GIC) digunakan untuk restorasi pada gigi sulung: preparasi
gigi kelas I-VI, rampant, dan nursing bottle caries.
e. Gigi 53
- Diagnosis: Karies enamel (K1)
- RPA : Membersihkan jaringan karies, remineralisasi
Di kavitas yang sudah bersih dan kering, selanjutnya lakukan tindakan restorasi
- RPF : Restorasi kompomer
Kompomer merupakan komosit berbasis polimer yang dimodifikasi agar memiliki
karakteristik melepas fluoride. Kompomer umunya digunakan pada bagian dengan
tekanan rendah seperti pada preparasi kavitas Kelas III atau V sebagai alternatif GIC
atau resin-based komposit.
f. Gigi 85
- Diagnosis: Radiks
- RPA : Ekstraksi
- RPF : Pemasangan space maintainer
Space maintainer merupakan piranti yang digunakan untuk menjaga ruang akibat
kehilangan dini gigi sulung, alat ini dipasang diantara dua gigi. Fungsi dari space
maintener adalah mencegah pergeseran dari gigi keruang yang terjadi akibat
pencabutan dini, mencegah ekstrusi gigi antagonis dari gigi yang dicabut dini,
memperbaiki fungsi pengunyahan, memperbaiki fungsi estetik dan fungsi berbicara
setelah pencabutan dini. Penggunaan space maintener paling sering dilakukan pada
kehilangan gigi molar sulung rahang bawah maupun rahang atas, baik unilateral
maupun bilateral.
Referensi :
 Bjorndal, L et al. Manajemen of Deep Caries and Exposed Pulp. International
Endodondik Journal 2019; 52(949-955.
 Achmad, Harun. Karies dan Perawatan Pulpa pada Gigi Anak: Karies pada
Anak. Sagung Seto, 2015:74-98.
 Fajriani. Penatalaksanaan space maintainer pada anak. Jurnal PDGI Makassar
2016: 2-4.

9. Sebutkan prosedur kerja restorasi gigi 61 dan gigi 63 (mencakup ergonomi


kerja)
Peralatan dan bahan :
- Dental unit lengkap
- Alat pemeriksaan standar
- Set alat ART
- Enamel Access Cutter, hatchet, carver, excavator spoon besar, sedang dan
kecil
- Bor untuk preparasi
- Bahan tumpat tergantung letak dan macam giginya (GIC)
- Bahan pelapis dentin / bahan pulp capping,
- Alat poles,
- Larutan fluor.
Prosedur karies dentin dengan bahan tumpat Glass ionomer Cement (GIC):
1. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alat skeling manual, diakhiri
dengan brush/sikat, menghasilkan outline form untuk melakukan tumpatan yang
mempunyai retensi dan resistensi yang optimal;
2. Bersihkan jaringan infeksi (jaringan lunak dan warna coklat/hitam harus dibuang
sampai gigi terlihat putih bersih);
3. Jaringan email yang tidak di dukung dentin harus dihilangkan;
4. Keringkan kavitas dengan kapas kecil;
5. Oleskan dentin conditioner (10% asam poliakrilat) untuk menghilangkan smear
layer sehingga meningkatkan adesi;
6. Cuci/bilas dengan air dan kavitas dalam keadaan lembab agar reaksi pengerasan
GIC terjadi (pertukaran ion butuh air). Jika kering, GIC akan mengambil air dari
tubuli dentin (sensitivitas paska penumpatan);
7. Isolasi daerah sekitar gigi;
8. Aduk bahan GIC sesuai dengan panduan pabrik (rasio powder terhadap liquid
harus tepat, dan cara mengaduk harus sampai homogen);
9. Aplikasikan bahan yang telah diaduk pada kavitas;
10. Bentuk tumpatan sesuai anatomi gigi;
11. Aplikasi bahan lalu diamkan selama 1-2 menit sampai setting time selesai;
12. Rapikan tepi-tepi kavitas, cek gigitan dengan gigi antagonis
menggunakancarticulating paper;
13. Di bagian oklusal dapat di bantu dengan celluloid strip atau tekan dengan jari
menggunakan sarung tangan;
14. Aplikasikan varnish cocoa butter untuk mencegah water in/water out
15. Pemolesan dengan menggunakan enhance setelah 1x24 jam dalam keadaan basah
16. Melakukan DHE, edukasi pasien tentang cara menggosok gigi, pemilihan sikat
gigi dan pastanya. Edukasi pasien untuk pengaturan diet
Ergonomi adalah terciptanya sistem kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi
manusia. Pada dasarnya kondisi yang ergonomic sangat menguntungkan sebab dapat
mencegah gangguan muskulo skeletal dan dapat mengurangi kesalahan yang
mengakibatkan cedera pada para pekerja.
Kriteria postur tubuh yang ergonomi berdasarkan test of visual perception, sebagai
berikut :
1. Sudut antara paha dan betis harus membentuk sudut yang besarnya 110º atau
lebih
2. Dokter gigi harus simetris ke depan dan punggung sejauh mungkin dari sandaran
tempat duduk, atau badan dimiringkan ke depan maksimal hingga 10-20º, hindari
memutar dan miring condong ke samping
3. Kepala dokter gigi dapat dimiringkan ke depan hingga 25º
4. Pedal drive harus diposisikan/ditempatkan dekat dengan salah satu kaki
5. Lengan diangkat hingga 10-25º dari sumbu horisontal
6. Jarak antara area kerja (mulut pasien) ke mata (atau kacamata pelindung) adalah
35-40 cm
7. Instrument harus diposisikan dengan area penglihatan dari dokter gigi pada jarak
antara 20-25 cm
8. Lampu dari dental chair harus diposisikan di atas kepala dokter gigi sebelum dan
saat dokter gigi bekerja, sehingga cahaya yang dihasilkan terpancar lurus searah
pandangan langsung ke dokter gigi

Four-handed dentistry merupakan teknik yang digunakan dalam kedokteran gigi


dimana dokter gigi dan perawat gigi secara bersama melakukan tindakan perawatan
kepada pasien. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses pekerjaan dan
mengurangi kelelahan untuk tenaga medis gigi serta pasien, memperpendek waktu
perawatan gigi yang diberikan kepada pasien dan meningkatkan kualitas pekerjaan.
Konsep four-handed dentistry diharapkan dapat mencegah terjadinya pergerakan yang
menegangkan otot. Agar penerapan konsep four handed dentistry berjalan dengan
baik, dibutuhkan kerja sama yang baik antara dokter gigi dan asisten dokter gigi.
Masing-masing operator harus saling bertanggung jawab dan menyadari kebutuhan
satu sama lain. Prinsip dalam four-handed dentistry adalah:
a. Dokter gigi diharapkan melatih asisten sehingga tidak perlu melakukan
pergerakan yang tidak efisien.
b. Asisten yang membantu dokter gigi harus mempunyai pengetahuan dan
keterampilan dalam menangani peralatan. Terlatih untuk mengikuti setiap
prosedur perawatan yang dilakukan dokter gigi.
c. Asisten harus lebih sering menangani peralatan misalnya saliva ejector, suction
pump, handpiece dan bor, sehingga dokter gigi tidak perlu melakukannya sendiri.
Idealnya penanganan peralatan yang dilakukan asisten adalah 80 – 90% dari
waktu kerja, sehingga dokter gigi hanya berkonsentrasi pada perawatan pasien.
d. Letak peralatan yang harus ditangani asisten lebih banyak berada pada sisi asisten
untuk memudahkan pemindahan alat ke dokter gigi. Posisi alat harus berada di
depan asisten dan jangan di samping asisten, agar tidak perlu melakukan
pergerakan tubuh memutar.
e. Asisten juga harus berada di daerah yang bebas agar mudah memindahkan alat.
Alat yang dipindahkan sebaiknya melewati batas dagu pasien. Bidang perawatan
(operatory-field) dibentuk sedemikian rupa sehingga terdapat ruang bebas, baik
bagi asisten, dokter gigi dan pasien. Kondisi seperti ini menyebabkan pasien tidak
merasa terkurung oleh dokter gigi maupun asisten. Biasanya ruangan dalam four-
handed dentistry dibagi atas empat daerah aktivitas (zona) berdasarkan arah jarum
jam, yaitu daerah operator pada posisi arah jarum jam 7-12, daerah asisten berada
pada posisi arah jarum jam 2-4, daerah statis (untuk instrument dan bahan) berada
pada posisi arah jarum jam 12-1, dan daerah transfer berada pada posisi arah
jarum jam 4-7.

Apabila dokter gigi melakukan perawatan pada gigi 61 dan 63, maka kursi dalam
posisi horizontal dengan posisi dokter gigi pada pukul 11.00 (65 ° ) dan posisi asisten
pada pukul 02.30.
Referensi :
 Dewanto Iwan, Sudono, Sarti DK, dkk. Panduan praktis klinik bagi dokter
gigi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014: 52-3.
 Windi, Windi, and Rasmidar Samad. Penerapan postur tubuh yang ergonomis
oleh mahasiswa tahap profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin selama prosedur perawatan (Application of ergonomic posture by
clinical dental students of Faculty of Dentistry Hasanuddin University during
treatment procedure). Journal of Dentomaxillofacial Science 2015; 14(1): 32-
7.
 Juliawati, Mita. Pentingnya faktor ergonomi dalam penerapan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja guna pencegahan nyeri punggung bawah
pada dokter gigi (studi pustaka). Jurnal Ilmiah Kedokteran Gigi Terpadu 2019;
5(1): 33-40.
 Soeprapto A. Pedoman dan tatalaksana praktik kedokteran gigi. Yogyakarta.
Jembatan Merah. 2017: 55.

10. Sebutkan kapan dilakukan kontrol berkala pada anak dan jelaskan alasannya!
Kunjungan rutin ke dokter gigi mempunyai korelasi yang sangat erat dengan perilaku
sehari-hari seseorang dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya. Seseorang yang
rajin berkunjung ke dokter gigi mempunyai korelasi erat dengan angka kejadian
karies. Makin tinggi angka kunjungan ke dokter gigi maka makin baik kondisi gigi
geliginya. Orang yang tidak datang ke dokter gigi makin buruk kondisi rongga
mulutnya.
Pada kasus di atas diketahui pasien anak berusia 7 tahun. Adapun temuan klinis pada
anak yang sesuai dengan parameter di atas adalah:
a) Pasien mengonsumsi makanan manis seperti wafer, coklat, dan minuman teh
kemasan sebanyak 4 kali dalam sehari  risiko tinggi.
b) Pasien memiliki lesi interproksimal yang lebih dari 1  risiko tinggi.
c) Terjadi defek pada enamel pasien  risiko tinggi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pasien anak pada kasus memiliki risiko karies yang
tinggi.
Pasien memiliki risiko karies tinggi dan dari tabel di atas disimpulkan bahwa waktu
yang tepat untuk melakukan kunjungan ke dokter gigi adalah tiap 3 bulan sekali.
Intervensi perawatan yang diberikan perawatan topikal fluor setiap tiga bulan sekali
dan konseling kepada pasien.
Tindakan kedokteran gigi yang dapat dilakukan pada anak usia 6-12 tahun, sebagai
berikut:
o Lengkapi pemeriksaan mulut klinis dengan alat diagnostik tambahan (misalnya,
radiografi yang ditentukan oleh riwayat anak, temuan klinis, dan kerentanan
terhadap penyakit mulut) untuk menilai pertumbuhan dan perkembangan mulut,
patologi, dan/atau cedera; memberikan diagnosis
o Lengkapi penilaian risiko karies
o Kaji status fluoride pasien dan berikan konseling orang tua, berikan pengobatan
fluoride topikal setiap enam bulan atau seperti yang ditunjukkan oleh kebutuhan
individu anak atau status risiko/kerentanan terhadap karies
o Memberikan penyuluhan kebersihan gigi dan mulut kepada orang tua, termasuk
implikasinya terhadap kesehatan gigi dan mulut
o Bersihkan gigi dan hilangkan noda atau deposit supra dan subgingiva sesuai
indikasi
o Kaji kesesuaian praktik pemberian makan, memberikan konseling diet yang
berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut
o Memberikan perawatan yang diperlukan dan/atau rujukan yang tepat untuk
penyakit atau cedera mulut.
o Tentukan interval untuk evaluasi ulang periodik.
Ada berbagai alasan mengapa penting untuk membawa anak Anda ke dokter gigi
untuk pemeriksaan rutin, sebagai berikut :
1. Mencegah maloklusi
Gigi sulung akan berfungsi sebagai dasar dari gigi permanen kita. Jika
mengabaikan kesehatan mulut anak, ini dapat menyebabkan masalah keselarasan
karena gigi permanen tidak akan memiliki ruang yang cukup untuk tumbuh. Jika
hal ini ditemukan pada tahap awal, akan mudah bagi dokter gigi untuk
memperbaiki posisi gigi yang tidak tepat dan mencegah maloklusi.
2. Bantu anak memahami pentingnya kebersihan mulut yang baik
Mendidik anak tentang pentingnya kebersihan mulut yang baik harus dimulai
sejak usia dini. Disarankan untuk membawa anak ke klinik gigi terdekat setelah
mereka berusia 2 tahun. Dokter gigi anak akan membantu memilih sikat gigi yang
ditujukan untuk gusi lembut mereka. Kepalanya juga harus lebih kecil karena
cocok untuk mulutnya yang lebih kecil. Dengan membawa mereka ke dokter gigi
secara teratur, anak akan mengembangkan sikap yang baik terhadap pemeriksaan
gigi dan perawatan mulut.
3. Bantu anak mempelajari pentingnya mengurangi asupan gula
Anak-anak menyukai cokelat dan permen. Tidak mungkin meyakinkan mereka
untuk mengurangi asupan junk food dan gula. Untungnya, ketika membawa anak
ke dokter gigi anak, mereka akan belajar tentang bagaimana hal itu dapat
mempengaruhi perkembangan gigi mereka. Perhatikan bahwa mereka kemudian
akan mencoba meminimalkan asupan junk food. Membawa mereka ke dokter gigi
adalah kesempatan yang baik untuk mendiskusikan bagaimana diet dapat
mempengaruhi kesehatan mulut mereka.
4. Mengembangkan sikap positif terhadap kunjungan ke dokter gigi
Dokter gigi anak yang akan memberi tahu harus membawa anak untuk
pemeriksaan setidaknya setahun sekali. Anak harus membiasakan diri
mengunjungi dokter gigi secara rutin dan memahami betapa pentingnya memiliki
gigi yang sehat. Semakin banyak anak mengunjungi dokter gigi, semakin mereka
terbiasa dengan praktik ini dan menjadi normal. Kekhawatiran mereka berkurang
dan mereka mengerti bahwa mengunjungi dokter gigi adalah untuk memastikan
kesehatan gigi mereka baik-baik saja. Mengunjungi dokter gigi juga dapat
membantu memahami dan mendapat informasi tentang kesehatan mulut anak
sehingga dapat memantau kondisi kesehatan gigi mereka dan mewaspadai tanda-
tanda yang terkait dengan masalah gigi.
5. Masalah mulut dapat ditangani dengan cepat
Ketika gigi anak diperiksa secara teratur, setiap masalah yang mulai muncul dapat
dihentikan jejaknya dan dapat dicegah agar tidak bertambah parah. Ini
menghemat uang dan waktu dalam jangka panjang. Kadang-kadang masalah
mungkin timbul dari kebersihan gigi yang tidak tepat, diet dan ini dapat
dihentikan dan diselesaikan dalam waktu yang baik, jika terdeteksi cukup dini.

Referensi :

 Pratamawari DNP, Hadid AM. Hubungan self-rated oral health terhadap


indeks kunjungan rutin pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut ke dokter
gigi. ODONTO: Dental Journal 2019; 6; 6-11.
 American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD). Guideline on caries-risk
assessment and management for infants, children, and adolescents. Review
Council on Clinical Affairs 2014; 38(6): 142-9.
 American Academy of Pediatric Dentistry. Periodicity of examination,
preventive dental services, anticipatory guidance/counseling, and oral
treatment for infants, children, and adolescents. Pediatr Dent 2018; 40(6): 194-
204.

Anda mungkin juga menyukai