Anda di halaman 1dari 19

TUGAS INDIVIDU

PEMICU 1
BLOK 15
GADIS CANTIK GIGI BERLUBANG

Disusun Oleh :
Clara Natasya Manurung
200600088 (b)
Kelompok 9

Penyusun :
Cut Nurliza, drg., M.Kes.; Sp.KG(K),
Nurdiana, drg., Sp.PM;
Ariyani, drg., Sp.Pros(K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
PEMICU 1
Nama Pemicu : Gadis Cantik Gigi Berlubang
Penyusun : Cut Nurliza, drg., M.Kes.; Sp.KG(K), Nurdiana, drg., Sp.PM;
Ariyani, drg., Sp.Pros(K)
Hari/ Tanggal : Senin, 12 September 2022
Waktu : 14.00-16.00
Seorang perempuan berusia 21 tahun datang ke RSGM USU dengan keluhan ingin
memperbaiki gigi depan yang berlubang dan terasa ngilu ketika minum dingin. Dari
anamnesis diketahui rasa tidak nyaman sudah dirasakan 2 minggu. Pemeriksaan objektif
terlihat gigi 21 adanya karies dengan kedalaman mencapai dentin dalam pada bagian mesial
dan mencapai insisal. Pasien juga mengeluhkan adanya luka pada ujung lidah akibat tergesek
oleh gigi depan yang berlubang karena pasien sering meletakkan lidahnya di daerah tersebut.
Tes vitalitas dengan EPT (+), perkusi (-), palpasi (-). Pemeriksaan saliva diketahui hidrasi
saliva 40 detik, laju alir 4ml/5 menit, pH saliva 6,8. Lidah pasien juga menunjukkan adanya
ulser, tunggal, bentuk tidak beraturan, berbatas jelas, dan dikelilingi eritema difus. Pasien
menggosok gigi 2 kali sehari dan diet gula 1 kali sehari. Skema oklusi pasien multiprotected
occlussion pada saat pergerakan eksentrik ke anterior.

Pertanyaan:
1. Jelaskan tatalaksana pemeriksaan dan diagnosis berdasarkan Mount & Home dan
ICDAS dari keluhan yang dirasakan pada pasien tersebut!
2. Jelaskan diagnosis kelainan pada lidah pasien tersebut!
3. Jelaskan etiologi dari keluhan yang dirasakan pada pasien tersebut!
4. Jelaskan bagaimana ergonomi yang baik untuk perawatan gigi 21 tersebut!
5. Jelaskan bagaimana prosedur penumpatan yang tepat pada kasus tersebut untuk
mendapatkan kembali kontur dan titik kontak yang baik!
6. Jelaskan bagaimana cara mengevaluasi bahwa restorasi gigi 21 tersebut telah
dilakukan penumpatan dengan benar!
7. Jelaskan bagaimana perawatan kelainan pada lidah pasien tersebut!
8. Jelaskan bagaimana prognosis dari kasus diatas!
9. Jelaskan prosedur yang harus dilakukan untuk mengembalikan oklusi setelah tindakan
restoratif!
10. Apakah kemungkinan yang dapat terjadi apabila oklusi pasien tidak harmonis setelah
tindakan restoratif?
Learning issue:
1. Kelainan struktur jaringan keras gigi
2. Tekhnik manipulasi bahan tumpatan
3. (IPM)
4. Ergonomi
5. Oklusi
PEMBAHASAN
1. Jelaskan tatalaksana pemeriksaan dan diagnosis berdasarkan Mount & Home
dan ICDAS dari keluhan yang dirasakan pada pasien tersebut!
Seorang perempuan berusia 21 tahun datang ke RSGM USU dengan keluhan ingin
memperbaiki gigi depan yang berlubang dan terasa ngilu ketika minum dingin. Dari
anamnesis diketahui rasa tidak nyaman sudah dirasakan 2 minggu. Pemeriksaan
objektif terlihat gigi 21 adanya karies dengan kedalaman mencapai dentin dalam pada
bagian mesial dan mencapai insisal. Pasien juga mengeluhkan adanya luka pada ujung
lidah akibat tergesek oleh gigi depan yang berlubang karena pasien sering meletakkan
lidahnya di daerah tersebut. Tes vitalitas dengan EPT (+), perkusi (-), palpasi (-).
Pemeriksaan saliva diketahui hidrasi saliva 40 detik, laju alir 4ml/5 menit, pH saliva
6,8. Lidah pasien juga menunjukkan adanya ulser, tunggal, bentuk tidak beraturan,
berbatas jelas, dan dikelilingi eritema difus. Pasien menggosok gigi 2 kali sehari dan
diet gula 1 kali sehari. Skema oklusi pasien multiprotected occlussion pada saat
pergerakan eksentrik ke anterior.
Berikut tatalaksana pemeriksaan dan diagnosis kelainan kasus, yakni:
1. Anamnesis
Wawancara medis bertujuan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari
pasien mengenai keadaan penyakitnya sebagai bagian dari proses untuk membuat
diagnosis dan merencanakan terapi. Dokter dapat memulai anamnesis dengan
pertanyaan terbuka yang memberikan kesempatan pada pasien untuk
menceritakan keluhan. Dua konsep agar tidak kehilangan arah ketika melakukan
anamnesis, yaitu the basic (fundamental) four dan the sacred seven. The basic
(fundamental) four terdiri atas riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan yang
lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat pribadi/sosial pasien. Sementara itu,
the sacred seven terdiri atas lokasi keluhan, bagaimana bentuk keluhan, perjalanan
penyakit sejak timbul keluhan pertama kali, beratnya keluhan, kapan mulai keluhan
pertama kali, faktor-faktor yang memperlambat atau mempercepat keluhan, terdapat
keluhan penyerta atau tidak.
- Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, status, agama, suku/ras,
pekerjaan dan pendidikan terakhir, nomor telepon, alamat, tinggi badan, dan
berat badan. Pada kasus, seorang perempuan yang berusia 21 tahun.
- Penilaian pasien secara umum
Hal-hal yang dinilai adalah status mental dan emosional, temperamen, sikap,
usia fisiologis, perubahan warna kulit pasien yang dapat menggambarkan
adanya penyakit, cara bernafas pasien, obesitas dan anggota gerak pasien.
Pengamatan ini dilakukan guna untuk mengetahui karakter dan tipe pasien yang
dihadapinya serta kemungkinan adanya penyakit atau kondisi sistemik yang
harus diungkapkan lebih lanjut dengan pemeriksaan subjektif.
- Riwayat medis pasien
 Riwayat medis sekarang
Keluhan utama adalah alasan utama pasien mencari perawatan atau
konsultasi untuk mendapatkan suatu diagnosis yang tepat, biasanya rasa
sakit, pembengkakan, tidak berfungsi atau estetik, penyakit yang diderita
dan lokasinya. Keluhan utama dan analisis keluhan utama dalam the
sacred seven, kemudian diikuti kajian sistem yang relevan dengan
keluhan yang dihadapi pasien. Anamnesis secara sistematis dengan
menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu: lokasi (dimana?
menyebar atau tidak?); onset dan kronologis (kapan terjadinya? berapa
lama?); kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi?);
kualitas keluhan (rasa seperti apa?); faktor-faktor yang memperberat
keluhan; faktor-faktor yang meringankan keluhan; dan analisis sistem
yang menyertai keluhan utama. Pada kasus, pasien memiliki keluhan
ingin memperbaiki gigi depan yang berlubang dan terasa ngilu ketika
minum dingin, serta adanya luka pada ujung lidah yang sudah dirasakan
tidak nyaman selama 2 minggu.
 Riwayat medis dahulu
Pasien ditanya mengenai penyakit-penyakit yang relevan dengan
keluhan yang dihadapi, riwayat perawatan yang lama, riwayat
pengobatan, riwayat kesehatan umum sebelum terjadinya sakit yang
sekarang.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit
keturunan dari pihak keluarga atau riwayat penyakit yang menular.
 Riwayat sosial dan ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur,
minum alkohol atau merokok, obat-obatan, aktivitas seksual).
 Riwayat dental
Riwayat kesehatan gigi merupakan ringkasan dari penyakit gigi yang
pernah diderita pasien dan perawatan dental yang pernah dilakukan
pasien. Riwayat ini memberi informasi mengenai sikap pasien terhadap
kesehatan gigi, pemeliharaan, serta perawatannya. Pada kasus, pasien
memiliki keluhan dental berupa gigi 21 adanya karies dengan kedalaman
mencapai dentin dalam pada bagian mesial dan mencapai insisal.
2. Pemeriksaan klinis
Terdiri atas pemeriksaan ekstraoral dan intraoral.
 Ekstraoral
Periksa bagian wajah dan leher (lesi/bengkak/asimetri), mata, bibir, sirkum
oral, TMJ, adan kelenjar limfa dengan palpasi. Hasil pemeriksaan ekstra oral
menyatakan dalam keadaan normal atau tidak ditemukan kelainan.
 Intraoral
Pemeriksaan intra oral dilakukan dengan cara memeriksa keadaan mulut
secara menyeluruh untuk melihat kelainan mukosa labial, mukosa bukal, lidah,
dasar mulut, gingiva, palatum, orofaring, saliva, dan gigi geligi. Pada kasus
ditemukan kelainan gigi 21 adanya karies dengan kedalaman mencapai dentin
dalam pada bagian mesial dan mencapai insisal dan lidah pasien menunjukkan
adanya ulser, tunggal, bentuk tidak beraturan, berbatas jelas, dan dikelilingi
eritema difus.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti. Diperlukan
pemeriksaan radiografi. Prosedur ini biasanya dilakukan oleh dokter gigi dan ahli
bedah mulut untuk mengetahui keadaan gigi, tulang, dan jaringan halus
pembentuk gigi. Tes vitalitas dengan EPT (+), perkusi (-), palpasi (-).
Pemeriksaan saliva diketahui hidrasi saliva 40 detik, laju alir 4ml/5 menit, pH
saliva 6,8. Skema oklusi pasien multiprotected occlussion pada saat pergerakan
eksentrik ke anterior.
4. Diagnosis kerja
Berdasarkan skenario, pasien dapat didiagnosis mengalami karies dentin pada gigi
21 dan traumatic ulser pada lidah.

Klasifikasi Karies Menurut G. J. Mount and Hume berdasarkan lesi yang terjadi
pada permukaan gigi beserta ukuran kavitasnya, yang terdiri atas 3 site, yaitu :
a. Site 1: karies pada pit dan fissure di permukaan oklusal gigi anterior maupun
gigi posterior.
b. Site 2: karies pada permukaan aproksimal gigi anterior maupun posterior.
c. Site 3: karies pada 1/3 mahkota dilihat dari akar (servikal) sejajar dengan
gingival.
Pembagian 5 ukuran dari kemajuan proses terbentuknya lesi, yaitu :
a. Size 0: lesi paling awal yang diidentifikasi sebagai tahap awal dari
demineralisasi berupa white spot.
b. Size 1: kavitas permukaan minimal. Masih dapat disembuhkan dengan
peningkatan remineralisasi struktur gigi.
c. Size 2: kavitas yang sedikit melibatkan dentin. Kavitas yang terbentuk
berukuran sedang dan masih menyisakan struktur email yang didukung
dengan baik oleh dentin dan cukup kuat untuk menyokong restorasi.
d. Size 3: kavitas yang lebih luas dari size 2. Struktur gigi yang tersisa lemah dan
cusp atau sudut insisalnya telah rusak sehingga tidak dapat beroklusi dengan
baik dan kurang mampu menyokong restorasi.
e. Size 4: karies meluas dan hampir semua struktur gigi hilang seperti kehilangan
cusp lengkap atau sudut insisal. Karies hampir atau sudah mengenai pulpa.
Klasifikasi Karies Menurut ICDAS (International Caries Detection and
Assessment System) berdasarkan tingkat kedalaman karies tersebut. Menurut
ICDAS, karies terbagi menjadi 7, yaitu :
a. D0: gigi yang sehat
b. D1: dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.
c. D2: dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada
permukaan gigi.
d. D3: terdapat kerusakan email tanpa keterlibatan dentin (karies email).
e. D4: lesi email dalam. Tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah mencapai
bagian dentino enamel junction (DEJ).
f. D5: lesi telah mencapai dentin.
g. D6: lesi telah mencapai pulpa

Pada skenario disebutkan bahwa pasien mengalami test EPT (+) yang berarti gigi 21
pada pasien masih vital. Dengan demikian, kasus ini dapat diklasifikasikan sebagai
kasus D5 pada klasifikasi ICDAS dimana lesi karies telah mencapai dentin. Menurut
klasifikasi Hume and Mount, kasus ini termasuk size 2 yang berarti karies moderate
dengan rongga berukuran sedang dan masih ada struktur gigi yang cukup untuk
menjaga integritas mahkota yang tersisa dan menerima beban oklusif serta site 2
karena karies yang dialami pasien terjadi pada bagian mesial dan mencapai insisal dan
mengenai gigi tetangganya.

Referensi :
 Soetjiningsih. Modul komunikasi pasien-dokter. Jakarta: EGC. 2008: 46-7.
 Bower LM, Fox PC, Brennann MT. Burket’s oral medicine. 12 th ed.
Connecticut: PMPH-USA. 2015: 3-6.
 Kurniasari, Dina. Profil tingkat kebersihan rongga mulut dan persentase
karies gigi pada lansia di Kabupaten Jember. Skripsi. Universitas Jember.
2018: 8-9.

2. Jelaskan diagnosis kelainan pada lidah pasien tersebut!


Penegakan diagnosis dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan intraoral dan
eksraoral, gambaran klinis dari lesi dan mengidentifikasi faktor etiologi trauma. Dari
anamnesa diketahui mengeluhkan adanya luka pada ujung lidah akibat tergesek oleh
gigi depan yang berlubang karena pasien sering meletakkan lidahnya di daerah
tersebut. Lidah pasien menunjukkan adanya ulser, tunggal, bentuk tidak beraturan,
berbatas jelas, dan dikelilingi eritema difus. Lesi pada lidah disebabkan oleh trauma
karena pasien sering meletakkan lidahnya di daerah gigi depan yang berlubang.
Diagnosa yang ditegakkan adalah ulkus traumatikus et causa permukaan gigi yang
tajam akibat karies. Ulser di dalam rongga mulut yang disebabkan karena trauma
disebut dengan ulser traumatik. Ulser traumatik adalah manifestasi rongga mulut yang
menyebabkan kehilangan lapisan terluar dari kulit atau mukosa akibat trauma.
Gambaran klinis ulser traumatik bentuknya tidak spesifik tergantung pada etiologinya,
tetapi pada umumnya margin ulser ireguler, permukaan ditutupi pseudomembran,
ukuran lesi biasanya 1-8 mm, selain itu ukuran lesi juga dapat bervariasi dan
tergantung trauma yang menjadi penyebab. Bagian tengah ulkus berwarna kuning ke
abu-abuan atau putih keabu-abuan dengan bagian pinggir terdapat kemerahan.
Permukaan lesi halus dan pada palpasi lunak serta bentuk lesi tidak teratur. Ulser
traumatik lebih sering terjadi pada mukosa bukal (42%), lidah (25%), dan mukosa
labial bawah (9%). Dengan demikian, berdasarkan lokasi, bentuk, dan karakteristik
lesi pada kasus ini berserta hasil anamnesis mendalam yang dilakukan menyokong
diagnosis ulkus traumatik et causa permukaan gigi yang tajam akibat karies.
Referensi :

 Khairiati K, Martalinda W, Bakar A. Ulkus traumatikus disebabkan trauma


mekanik dari sayap gigi tiruan lengkap (Laporan kasus). B-Dent: Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah 2014; 1(2): 112-7.
 Violeta BV, Hartomo BT. Tata laksana perawatan ulkus traumatik pada pasien
oklusi traumatik: Laporan kasus. e-GiGi 2020: 8(2): 86-92.
 Umayah M, Sidiqa AN. Ulser Traumatik akibat rotasi dan migrasi
gigi. SONDE (Sound of Dentistry) 2021; 6(2): 1-7.

3. Jelaskan etiologi dari keluhan yang dirasakan pada pasien tersebut!


Gigi 21
Faktor penyebab karies gigi terdiri dari penyebab dalam individu dan penyebab luar
individu. Faktor dalam penyebab karies gigi adalah faktor di dalam mulut yang
berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies gigi antara lain host,
mikroorganisme, substrat , dan waktu. Sedangkan faktor luar individu adalah status
ekonomi, keluarga, pekerjaan, fasilitas kesehatan gigi dan pendidikan kesehatan gigi
yang pernah diterima.
a. Faktor Dalam
1) Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan faktor paling penting dalam proses awal terjadinya
karies. Mikroorganisme memfermentasi karbohidrat untuk memproduksi asam.
Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri produk-produknya, yang
terbentuk pada semua permukaan gigi. Asam terbentuk dari hasil fermentasi
sakar diet oleh bakteri di dalam plak gigi. Sumber utamanya adalah glukosa
yang masuk dalam plak gigi, sedangkan kuantitatif, sumber utama glukosa
adalah sukrosa. Penyebab utama terbentuknya asam tadi adalah S.Mutans
serotipe c yang terdapat di dalam plak karena kuman ini memetabolisme
sukrosa menjadi asam lebih cepat dibandingkan kuman lain.
2) Host
Terbentuknya karies gigi diawali dengan terdapatnya plak yang mengandung
bakteri pada gigi. Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan
plak sangat memungkinkan diserang karies.
3) Substrat
Penelitian menunjukkan bahwa makanan dan minuman yang bersifat fermentasi
karbohidrat lebih signifikan memproduksi asam, diikuti oleh demineralisasi
email. Produksi polisakarida ekstraseluler dari sukrosa lebih cepat dibandingkan
dengan glukosa, fruktosa, dan laktosa.
4) Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama
berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri
dari saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi
dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan
demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan
penyakit ini.

b. Faktor Luar
Beberapa faktor luar individu penyebab terjadinya karies gigi, yaitu :
1) Jenis Kelamin
Karies gigi pada wanita lebih tinggi dibanding dengan pria.
2) Usia
3) Makanan
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut. Fungsi mekanis dari
makanan yang dimakan. Makanan merupakan penggosok gigi alami yang bersifat
membersihkan gigi. Makanan bersifat membersihkan gigi ini adalah apel, jambu
air, bengkuang, dan lain sebagainya.
Lidah
Ulkus traumatik pada pasien dengan permukaan gigi yang tajam akibat karies terjadi
karena trauma pada mukosa yang dapat menimbulkan luka. Trauma di rongga mulut
disebabkan oleh trauma fisik atau mekanik, termal dan kimia. Pada kasus, lesi di lidah
disebabkan trauma fisik atau mekanik akibat adanya permukaan gigi yang tajam
akibat karies. Ulser traumatik pada umumnya terjadi karena etiologi yang tidak
terduga. Ulser traumatik secara klinis dapat dibedakan menjadi ulser akut dan kronis.
Ulser akut biasanya terasa sakit, dan terdapat riwayat trauma. Bentuk ulser tidak
spesifik sangat tergantung dari penyebabnya dan memiliki dasar putih kekuningan
dibatasi margin eritema. Ulser traumatik akut memiliki gambaran lesi yang
menyerupai lesi stomatitis aftosa rekuren.
Referensi :

 Listrianah L, Zainur RA, Hisata LS. Gambaran karies gigi molar pertama
permanen pada siswa–siswi Sekolah Dasar Negeri 13 Palembang tahun
2018. JPP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang) 2018; 13(2): 136-49.
 Khairiati K, Martalinda W, Bakar A. Ulkus traumatikus disebabkan trauma
mekanik dari sayap gigi tiruan lengkap (Laporan kasus). B-Dent: Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah 2014; 1(2): 112-7.
 Violeta BV, Hartomo BT. Tata laksana perawatan ulkus traumatik pada pasien
oklusi traumatik: Laporan kasus. e-GiGi 2020: 8(2): 86-92.
 Umayah M, Sidiqa AN. Ulser Traumatik akibat rotasi dan migrasi
gigi. SONDE (Sound of Dentistry) 2021; 6(2): 1-7.

4. Jelaskan bagaimana ergonomi yang baik untuk perawatan gigi 21 tersebut!


Four-handed dentistry merupakan teknik yang digunakan dalam kedokteran gigi
dimana dokter gigi dan perawat gigi secara bersama melakukan tindakan perawatan
kepada pasien. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses pekerjaan dan
mengurangi kelelahan untuk tenaga medis gigi serta pasien, memperpendek waktu
perawatan gigi yang diberikan kepada pasien dan meningkatkan kualitas pekerjaan.
Konsep four-handed dentistry diharapkan dapat mencegah terjadinya pergerakan yang
menegangkan otot. Agar penerapan konsep four handed dentistry berjalan dengan
baik, dibutuhkan kerja sama yang baik antara dokter gigi dan asisten dokter gigi.
Masing-masing operator harus saling bertanggung jawab dan menyadari kebutuhan
satu sama lain. Prinsip dalam four-handed dentistry adalah:
a. Dokter gigi diharapkan melatih asisten sehingga tidak perlu melakukan pergerakan
yang tidak efisien. Misalnya mengambil tang atau alat pencabutan gigi di daerah yang
jauh dari jangkauannya.
b. Asisten yang membantu dokter gigi harus mempunyai pengetahuan dan
keterampilan dalam menangani peralatan. Terlatih untuk mengikuti setiap prosedur
perawatan yang dilakukan dokter gigi.
c. Asisten harus lebih sering menangani peralatan misalnya saliva ejector, suction
pump, handpiece dan bor, sehingga dokter gigi idak perlu melakukannya sendiri.
Idealnya penanganan peralatan yang dilakukan asisten adalah 80 – 90% dari waktu
kerja, sehingga dokter gigi hanya berkonsentrasi pada perawatan pasien.
d. Letak peralatan yang harus ditangani asisten lebih banyak berada pada sisi asisten
untuk memudahkan pemindahan alat ke dokter gigi. Posisi alat harus berada di depan
asisten dan jangan di samping asisten, agar tidak perlu melakukan pergerakan tubuh
memutar.
e. Asisten juga harus berada di daerah yang bebas agar mudah memindahkan alat.
Alat yang dipindahkan sebaiknya melewati batas dagu pasien. Bidang perawatan
(operatory-field) dibentuk sedemikian rupa sehingga terdapat ruang bebas, baik bagi
asisten, dokter gigi dan pasien. Kondisi seperti ini menyebabkan pasien tidak merasa
terkurung oleh dokter gigi maupun asisten. Biasanya ruangan dalam four-handed
dentistry dibagi atas empat daerah aktivitas (zona) berdasarkan arah jarum jam, yaitu
daerah operator pada posisi arah jarum jam 7-12, daerah asisten berada pada posisi
arah jarum jam 2-4, daerah statis (untuk instrument dan bahan) berada pada posisi
arah jarum jam 12-1, dan daerah transfer berada pada posisi arah jarum jam 4-7.

Apabila dokter gigi melakukan perawatan pada gigi 21, maka kursi dalam posisi
horizontal dengan posisi dokter gigi pada pukul 11.00(65° ) dan posisi asisten pada
pukul 02.30.
Desain Peralatan Ergonomis:
a. Operating stool adalah kursi yang digunakan oleh dokter gigi. Untuk pemilihan
operating stool yang baik pilih bentuk tempat duduk yang dapat membantu tubuh
dalam posisi yang benar dengan spinal yang tegak dan dekat dengan kursi gigi.
Bentuk sandaran yang mendukung punggung dapat menjaga otot punggung bagian
bawah agar tetap tegak dan lengkungannya dipertahankan. Selain itu, pilih kursi yang
memiliki sandaran lengan karena sandaran lengan dirancang untuk mengurangi
tekanan dan kelelahan pada otot-otot punggung bagian atas, leher dan bahu dengan
membentuk sudut tegak lurus terhadap siku lengan dokter gigi.
b. Dental Loupe adalah alat bantu lihat yang dapat memperbesar obyek yang dilihat
sehingga memungkinkan dokter gigi dapat duduk lebih nyaman dengan postur bahu
dan leher yang optimal. Pembesaran minimal dua kali sudah cukup menghasilkan
jarak pengelihatan yang baik dengan posisi pasien. Pembesaran yang lebih tinggi
ditambah dengan sistem pencahayaan yang baik dapat meningkatkan efisiensi
penglihatan yang lebih rinci dan tidak ada hambatan bayangan pada daerah operasi.
c. Dental Light ialah lampu sorot yang terdapat pada kursi praktik dokter gigi. Dental
light yang dianjurkan adalah yang tidak terlalu besar dan lebar, pilih yang sempit,
hanya terfokus pada mulut pasien dan tidak menghasilkan bayangan yang
mengganggu. Lebih dianjurkan menggunakan dental light dengan sensor, atau
monitor untuk lampu ditempatkan pada lokasi yang mudah dicapai tanpa harus
memegang tangkai lampu. Pada dental unit yang dirancang dengan sistem ergonomi,
tombol untuk menyalakan dan memadamkan dental light sudah menyatu pada meja
kursi dental dan pada assistant console, sehingga lebih mudah dijangkau dan operator
tidak perlu lagi menyentuh tombol dental light untuk mengatur posisinya.
Referensi :
 Juliawati, Mita. Pentingnya faktor ergonomi dalam penerapan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja guna pencegahan nyeri punggung bawah
pada dokter gigi (studi pustaka). Jurnal Ilmiah Kedokteran Gigi Terpadu 2019;
5(1): 33 – 40.

5. Jelaskan bagaimana prosedur penumpatan yang tepat pada kasus tersebut


untuk mendapatkan kembali kontur dan titik kontak yang baik!
Bahan Resin Komposit (RK) dengan bahan bonding generasi VII (no rinse):
1. Persiapan alat dan bahan, serta pencocokan warna gigi dengan shade guide
(Vivadent Ivoclar®).
2. Pembersihan gigi dari debris dan kalkulus dengan alat skeling, kemudian diakhiri
dengan brush/sikat
3. Bentuk outline form untuk melakukan mendapatkan retensi dan resistensi yang
optimal pada tumpatan
4. Lakukan preparasi gigi 21 dengan bur dengan tujuan membuang seluruh jaringan
karies dan memastikan tidak ada jaringan karies yang tertinggal. Jaringan lunak
dan warna coklat kehitaman harus dibuang sampai gigi terlihat putih bersih).
Warna hitam yang menunjukkan proses karies terhenti tidak perlu diangkat jika
tidak mengganggu estetik.
5. Jaringan email yang tidak di dukung dentin harus dihilangkan.
6. Isolasi daerah sekitar gigi agar tidak dibasahi saliva karena dapat mengganggu
penglihatan. Beberapa metode tepat digunakan untuk mengisolasi daerah kerja
yaitu saliva ejector, gulungan kapas atau cotton roll, dan isolator karet atau rubber
dam.
7. Keringkan sampai keadaan lembab/moist (tidak boleh sampai kering
sekali/berubah warna kusam/doff).
8. Oleskan bonding/adhesive generasi VII, kemudian dan dikeringkan dengan
semprotan udara (tidak langsung dekat kavitas), dilakukan penyinaran dengan
light curing unit selama 10- 20 detik
9. Dilanjutkan dengan pengaplikasian komposit pasta warna secara merata pada
bagian palatal terlebih dahulu sehingga cangkang enamel palatal terbentuk dan
disinar selama 20 detik. Setelah itu, dilakukan pembentukan dinding proksimal
dengan bantuan matriks milar. Terakhir, dilakukan pembentukan bagian dalam
gigi, bagian insisal dan bagian luar gigi. Bentuk tumpatan sesuai anatomi gigi.
Penumpatan bahan restorasi resin komposit dilakukan dengan teknik inkremental
layer by layer) dengan ketebalan maksimal 2 mm dan disinar 20 detik pada setiap
layer. Restorasi dan adaptasi tepi restorasi diperiksa dan dirapikan, juga
kesesuaian warna dan bentuk.
10. Dilakukan cek oklusi dengan articulating paper, lalu lakukan polishing.
11. Terakhir dilakukan KIE pada pasien agar kontrol 1 minggu kemudian.
Referensi :

 Sidiartha IGAFN, Sutela IGMY. Penatalaksanaan restorasi komposit kelas IV


dan pasak richmond pasca perawatan saluran akar. Interdental: Jurnal
Kedokteran Gigi 2020; 16(1): 8-11.
 Sidiartha IGAFN, Handayani DM. Restorasi komposit kelas IV dan mahkota
Richmond pasca perawatan saluran akar. Bali Dental Journal 2020; 4(2): 64-7.
 Prisinda D, Marshaliana CL. Penatalaksanaan hipokasifikasi email dengan
restorasi komposit kelas IV pada gigi anterior rahang atas. Jurnal Material
Kedokteran Gigi 2016; 5(1): 1-6.
 Dewanto Iwan, Sudono, Sarti DK, dkk. Panduan praktis klinik bagi dokter
gigi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014: 52-3

6. Jelaskan bagaimana cara mengevaluasi bahwa restorasi gigi 21 tersebut telah


dilakukan penumpatan dengan benar!
Setiap setelah melakukan penumpatan, kita perlu mengecek:
• Tekstur permukaan tumpatan (halus atau setara dengan gigi sebelahnya)
• Perbatasan antara tumpatan dengan gigi asli (over hanging dan under contour)
• Struktur anatomis tumpatan pada gigi (over under contour)
• Fokus pada kegagalan yang sering terjadi pada restorasi resin komposit ialah
adhesi pada marginal restorasi yang sering menghilang.
Faktor-faktor dalam pengevaluasian tersebut dirangkum menurut The united States
Public Health Services (USPHS).

Evaluasi yang dapat dilakukan dibagi menjadi dua cara, sebagai berikut :
• Evaluasi secara klinis, yaitu dengan menanyakan apakah ada keluhan dan melihat
langsung restorasi tersebut, apakah warna dan bentuk gigi tersebut sesuai dengan
warna dan bentuk gigi sekitarnya ataupun anatomi gigi manusia pada umumnya. Dari
evaluasi inilah kita dapat mengetahui restorasi tersebut apakah restorası estetik atau
tidak.
• Evaluasi secara radiografis, hal yang pertama kali diperlukan dalam evaluasi ini
ialah mengevaluasi terlebih dahulu mutu dari radiograf itu sendiri. Akan sulit
menginterpretasi bahan restorasi jika mutu radiograf buruk. Evaluasi Restorasi dengan
cara ini dilakukan setelah evaluasi restorasi secara klinis menimbang prinsip ALARA.
Evaluasi secara radiografis ini menitikberatkan pada beberapa poin restorasi indirect,
yaitu:
a. Radiodensitas : restorasi estetik umumnya bersifat radiolusen atau sedikit
radioopak, sehingga tidak semua elemen pada restorasi estetik dapat dievaluasi
dengan cara ini
b. Over/Under Contouring : apakah restorasi tersebut membentuk kontur yang sesuai
dengan anatomi gigi atau malah membentuk kontur yang berlebih atau bahkan
kurang dari kontur gigi yang direstorasi tersebut
c. Overhanging : kelebihan restorasi yang menimbulkan step pada sisi proksimal di
perbatasan gigi asli dengan restorasi yang datang mengakibatkan penyakit
periodontal
d. Adaptasi restorasi terhadap kavitas : perlu dievaluasi karena restorasi yang tidak
dapat beradaptasi dengan kavitas dapat menyisakan ruang untuk bakteri
membentuk karies sekunder yang sangat merugikan pasien.
Namun, sebaik apapun restorasi yang telah dilakukan oleh dokter gigi tetaplah harus
dilakukan kontrol untuk melihat adanya perubahan yang terjadi pada restorasi
komposit. Kebocoran tumpatan merupakan hal yang dapat ditemukan baik pada
restorasi yang telah lama maupun restorasi yang masih tergolong baru. Kebocoran
tersebut dapat mengakibatkan berbagai keadaan, seperti karies sekunder, diskolorasi
gigi, reaksi hipersensitif, bahkan dapat mempercepat kerusakan tumpatan itu sendiri.
Kegagalan restorasi resin komposit dapat disebabkan oleh perbedaan masing-masing
koefisien thermal ekspansi diantara resin komposit, dentin dan enamel, penggunaan
oklusi dan pengunyahan yang normal, dan kesulitan karena adanya kelembaban,
mikroflora yang ada, dan lingkungan mulut bersifat asam. Maka untuk mendeteksi
terjadinya kebocoran tumpatan pada restorasi resin komposit maka harus dilakukan
pemeriksaan klinis pada rongga mulut dengan cara pengamatan dan tes sensitivitas
dengan menggunakan sonde.
Referensi :
 Triwardhani L, Mozartha M, Trisnawaty. Klinis restorasi resin komposit pada
kavitas klas i pasca penumpatan tiga tahun. Cakradonya Dent J 2014; 6(2):
678–744.
 Mukuan T, Abidjulu J, Wicaksono DA. Gambaran kebocoran tepi tumpatan
pasca restorasi resin komposit pada mahasiswa program studi kedokteran gigi
angkatan 2005-2007. e-GIGI 2013; 1(2): 2005–10.

7. Jelaskan bagaimana perawatan kelainan pada lidah pasien tersebut!


Prinsip perawatan ulser traumatik adalah menghilangkan penyebab trauma,
menghilangkan nyeri dan membantu penyembuhan lesi dengan pemberian obat
antiinflamasi, seperti kortikosteroid secara topikal dan intralesional juga anastetikum
lokal. Ulser traumatik tidak dapat disembuhkan jika etiologinya tidak dihilangkan.
Oleh karena itu observasi perawatan perlu dilakukan dalam kurun 1 bulan. Hal ini
diperlukan dengan tujuan untuk meninjau pasien terhadap perbaikan dan respon
pengobatan.
Lesi ulkus traumatik dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 10 hingga 14 hari
apabila iritan atau penyebab dihilangkan karena dalam rentang waktu tersebut akan
terjadi proses keratinisasi dan pembaharuan sel-sel epitel mukosa oral.
Pemilihan perawatan pada kasus ini meliputi pemberian terapi medikamentosa berupa
1. Kenalog mengandung Triamcinolone acetonide. Pemilihan triamcinolone
acetonide dikarenakan obat ini merupakan kortikosteroid sintetik yang
mempunyai efek mengurangi tanda dan gejala inflamasi pada mukosa oral.
Kenalog merupakan obat topikal yang berfungsi sebagai antiinflamasi yaitu
meredakan peradangan yang berhubungan dengan lesi inflamasi oral dan lesi
ulseratif oral yang diakibatkan trauma, serta dapat mengurangi rasa sakit.
Penggunaan salep ataupun gel triamcinolone acetonide dilakukan dengan
mengoleskannya pada ulkus yang telah dikeringkan sesaat setelah makan setiap 8
jam sekali selama 5 hari.
2. Pemberian vitamin C 500 mg sebanyak 10 tablet diminum 1 kali sehari setelah
makan. Salah satu fungsi vitamin C adalah pembentukan kolagen. Kolagen
merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur di semua
jaringan ikat sehingga vitamin C berperan dalam penyembuhan luka. Selain itu,
vitamin C berfungsi mencegah infeksi karena dapat meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Pemberian triamcinolone acetonide 0,1% dan
multivitamin efektif mengurangi rasa nyeri dan menyembuhkan ulkus pada hari
ke 14.
3. Terapi berupa pemberian obat kumur antiseptik seperti povidoniodine 1% atau
chlorhexidine gluconate 0,2%.
4. Pemberian Dental Health Education yang bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai penyakit yang diderita yaitu ulkus traumatikus.
5. Terapi suportif dapat dilakukan dengan cara diet lunak. Pasien dianjurkan untuk
rutin mengonsumsi sayur dan buah-buahan untuk mencegah terjadinya luka serta
mempercepat penyembuhan.
6. Pada setiap ulkus yang menetap melebihi 2 minggu, harus dilakukan tindakan
biopsi untuk menentukan apakah ulkus tersebut merupakan suatu keganasan.
Penggunaan triamcinolone acetonide 0,1% secara topikal pada rongga mulut
memiliki efek menghilangkan pembengkakan dan mengurangi rasa nyeri.
Referensi :
 Khairiati K, Martalinda W, Bakar A. Ulkus traumatikus disebabkan trauma
mekanik dari sayap gigi tiruan lengkap (Laporan kasus). B-Dent: Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah 2014; 1(2): 112-7.
 Violeta BV, Hartomo BT. Tata laksana perawatan ulkus traumatik pada pasien
oklusi traumatik: Laporan kasus. e-GiGi 2020; 8(2): 86-92.
 Umayah M, Sidiqa AN. Ulser traumatik akibat rotasi dan migrasi
gigi. SONDE (Sound of Dentistry) 2021; 6(2): 1-7.

8. Jelaskan bagaimana prognosis dari kasus diatas!


Gigi 21
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, prognosis pasien dalam kasus di atas
adalah baik. Dalam menilai prognosis ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk
menentukan apakah prognosis dari keadaan pasien baik atau buruk, yaitu:
• Keparahan kerusakan yang terjadi pada jaringan keras mahkota seperti luasnya
lesi karies. Pada kasus ini, karies pada gigi 21 kedalamannya belum mencapai
pulpa dan masih menyisakan email gigi. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan
pendukung gigi cukup sehat.
• Kekooperatifan pasien juga menjadi faktor prognosisnya baik. Pasien yang
kooperatif akan lebih memudahkan dalam memberi edukasi dan melakukan
rencana perawatan karena akan lebih mudah untuk diajak kerjasama dengan
baik. Hal ini ditunjukkan oleh pasien yang meminta untuk merawat giginya
dengan tumpatan, bukan dengan meminta dicabut.
• Penyakit sistemik, keadaan sistemik pasien biasanya sangat berpengaruh pada
prognosa perawatan yang dilakukan. Penyakit sistemik yang diderita pasien
menyulitkan dalam melakukan perawatan dan berbeda dengan pasien dengan
keadaan tanpa penyakit sistemik yang prognosa nya biasanya lebih baik. Dalam
kasus ini, pasien tidak memiliki penyakit sistemik
• Umur, pasien merupakan seorang perempuan berusia 21 tahun sehingga umur
pasien masih tergolong muda.
b) Prognosis kelainan lidah (traumatik ulser)
Prognosis traumatik ulser baik apabila pasien patuh dalam melakukan instruksi yang
diberikan oleh dokter gigi yaitu merestorasi gigi 21 pasien, mengonsumsi obat yang
diberi dokter untuk memepercepat penyembuhan luka pada lidah serta control
periodic selama 6 bulan.
Referensi :
 Dewanto Iwan, Sudono, Sarti DK, dkk. Panduan praktis klinik bagi dokter
gigi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014: 52-3.

9. Jelaskan prosedur yaang harus dilakukan umtuk mengembalikan oklusi setelah


tindakan restoratif!
Secara teoritis, oklusi didefinisikan sebagai kontak gigi dengan gigi antagonis pada
saat rahang tertutup (hubungan rahang statis) dan pada saat rahang bergerak
(hubungan rahang dinamis). Pemeriksaan oklusi untuk mendapatkan hubungan yang
dinamis dapat dilakukan dengan pemeriksaan:

a. Oklusi Statik adalah hubungan gigi RA dan RB dalam keadaan tertutup atau
hubungan daerah kunyah gigi dalam keadaan tidak berfungsi (statik). Pada oklusi
statik, hubungan cusp fungsional posterior pada posisi cusp to fossa, pada
premolar posisi cusp to marginal ridge. Pada gigi anterior dapat dilihat jarak gigit
(overjet) dan tinggi gigit (overbite) dalam satuan mm. Overjet adalah jarak
horizontal antara incisal edge insisivus RA terhadap bidang labial insisivus
sentralis RB. Sedangkan overbite adalah jarak vertical antara incisal edge RB
sampai incisal edge RA.
b. Oklusi Dinamik adalah hubungan antara gigi RA dan RB pada saat seseorang
melakukan gerakan mandibular ke lateral (samping) atau ke belakang (antero-
posterior). Oklusi yang terjadi karena pergerakan mandibula disebut artikulasi.
Pada gerakan ke lateral akan ditemukan sisi kerja (working side) dengan adanya
kontak antara cusp bukal RA dan cusp molar RB dan sisi keseimbangan
(balancing side).Working side dalam oklusi dinamik digunakan sebagai panduan
oklusal (oclusal guidance) bukan pada balancing side.
c. Oklusi Sentrik : posisi kontak maksimal dari gigi pada waktu mandibula dalam
keadaan sentrik, yaitu kedua kondisi berada dalam posisi bilateralsimetris didalam
fossa nya. Sentris atau tidaknya posisi mandibular ini sangat ditentukan oleh
panduan yang diberikan oleh kontak antar gigi pada saat pertama berkontak.
Keadaan ini akan mudah berubah bila terdapat gigi supra posisi/ overhanging
restoration.
d. Relasi Sentrik : Hubungan mandibular terhadap maksila yang menunjukkan posisi
mandibula terletak 1-2 mm lebih ke belakang dari oklusi sentris (mandiibula
terletak paling posterior dari maksila) atau kondisi terletak paling distal dari fossa
glenoid. Tetapi masih dimungkinkan adanya gerakkan dalam arah lateral.Pada
keadaan kontak ini gigi dalam keadaan ICP (Intercuspal Contact Position) yaitu
kontak maksimal gigi dengan antagonisnya atau ICP berada pada posisi RCP
(Retruded Contact Position) yaitu kontak maksimal gigi pada saat mandibula
bergerak lebih ke posterior dari ICP, namun RB masih mampu bergerak terbatas
ke lateral.

Pentingnya bentuk gigi dan oklusi dalam melakukan restorasi gigi adalah meniru gigi
asli dalam hal : efisisensi mastikasi, estetik, fonetik, dan memelihara jaringan yang
ada. Teknik yang dilakukan pada saat melakukan restorasi sederhana adalah : Prinsip
EDEC ( Examine, Design, Execute, Check untuk direct dan indirect restoration.

• E : Examine (Memeriksa oklusi statis dan dinamis)

Pada prinsip ini kita memfokuskan kepada hal hal seperti: apakah ada plunger cusp
atau gigi yang supra eruspi, apakah cusp pendukung malposisi atau fossa yang tidak
tepat. Pada kasus diatas akan dilakukan restorasi anterior yang memerlukan insisal
guidance agar diperiksa.
• D : Design

Visualisasikan design preparasi kavitas setelah dilakukan pemeriksaan. Tandai design


yang akan dipreparasi dan yang tidak boleh dipreparasi.

• E : Execute

Melakukan restorasi sesuai dengan design yang telah dibuat sampai mengontrol
pembuangan kontak proksimal. Usahakan pada saat merestorasi 33bagian aksial
jangan sampai over/under kontur.

• C : Check

Periksa oklusi yang terkait dengan seluruh gigi. Pemeriksaan oklusi dapat dilakukan
dengan cara:

• Kertas Artikulasi, kertas artikulasi yang lebih tipis memiliki keakuratan yang
lebih baik dibandingkan dengan kertas artikulasi yang tebal. Klinisi
memposisikan kertas artikulasi menggunakan forcep miller (Penjepit kertas
artikulasi) pada dataran oklusal pasien, lalu memposisikan pasien untuk
melakukan oklusi. Kemudian kertas artikulasi dikeluarkan untuk melihat tanda
yang tertinggal di permukaan oklusal gigi. Apabila terdapat tanda yang tertinggal
di permukaan oklusal gigi, maka dilakukan pengurangan oklusi gigi yang
bersangkutan menggunakan metode grinding. Gunakan kertas bertanda biru untuk
memeriksa oklusi dinamis/eksentrik dan gunakan kertas bertanda merah untuk
memeriksa oklusi statis/ sentrik.
• Shim Stock atau miller strip juga dapat membantu menentukan kontak oklusal
yang ada, letakkan shim stock pada daerah yang ingin di test dengan
menggunakan forcep. Instruksikan pasien untuk mengoklusikan gigi pada posisi
interkuspal maksimum. Cara ini disebut dengan “close and hold”. Klinisi menarik
shim stock diantara gigi yang sedang dioklusikan ke arah bukal. Klinisi
mengamati seberapa kuat gigi yang sedang dioklusikan tersebut menahan shim
stock pada saat shim stock ditarik ke arah bukal. Daerah yang menahan tersebut
menandakan bahwa daerah tersebut mengalami traumatik oklusi.
Referensi :

 Felim, J. Hubungan derajat keparahan kelainan periodontal dengan traumatik


oklusi pada pemakai gigi tiruan sebagian lepasan di RSGM USU. PRIMER
(Prima Medical Journal) 2018; 3(2): 24-34.
 Thomson H. Oklusi. Ed.2. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 2007.

10. Apakah kemungkinan yang dapat terjadi apabila oklusi pasien tidak harmonis
setelah tindakan restoratif?
Oklusi pasien tidak harmonis setelah tindakan restoratif merupakan faktor paling
menguntungkan bagi retensi plak sehingga mempengaruhi kesehatan gusi, dimana
penumpukan plak akan mengakibatkan gusi mengalami gingivitis. Tepi tumpatan
berlebihan sering ditemukan dan berasal dari penggunaan matriks yang mengalami
kegagalan memoles bagian tepi gigi. Restorasi dengan kontur buruk, terutama
konturnya terlalu besar dan mahkota atau tumpatan terlalu cembung dapat
menghalangi sikat gigi yang efektif. Lokasi tepi tambalan terhadap tepi gingiva serta
kekasaran di area subgingival, mahkota, dan tambalan terlalu cembung, kontur
permukaan oklusal seperti ridge dan groove yang tidak baik menyebabkan plak
mudah terbentuk dan tertahan, serta bolus makanan terarah langsung ke proksimal
sehingga terjadi impaksi makanan.
Kontak oklusi yang tidak harmonis bisa menimbulkan masalah misalnya penyakit
periodontal atau gangguan fungsi sendi temporomandibula. Oklusi yang tidak
harmonis ini biasanya ditimbulkan oleh tumpatan yang overhanging. Tekanan
berlebih yang diterima oleh jaringan periodontal menyebabkan perubahan patologis
atau adaptif dari jaringan periodontal disebut dengan trauma oklusi. Trauma karena
oklusi merupakan salah satu rangsangan yang datang menimpa jaringan periodontal
yang berupa rangsang fisik dan mampu merusak jaringan periodontal. Oklusi
traumatik pada periodontal menyebabkan peningkatan mobilitas tetapi tidak
menyebabkan hilangnya perlekatan.

Referensi :
 Riyanto A. Hubungan restorasi keliru, karies sekitar gusi, tumpukan sisa
makanan, dan crowded dengan gingivitis pada anak sekolah dasar. Media Publ
Promosi Kesehat Indonesia 2021; 4(3): 425–31.
 Tulak FO. Peranan trauma oklusi terhadap terjadinya periodontitis. e-GIGI
2013; 1(2): 1–3.

Anda mungkin juga menyukai