PEMICU 1
BLOK 15
GADIS CANTIK GIGI BERLUBANG
Disusun Oleh :
Clara Natasya Manurung
200600088 (b)
Kelompok 9
Penyusun :
Cut Nurliza, drg., M.Kes.; Sp.KG(K),
Nurdiana, drg., Sp.PM;
Ariyani, drg., Sp.Pros(K)
Pertanyaan:
1. Jelaskan tatalaksana pemeriksaan dan diagnosis berdasarkan Mount & Home dan
ICDAS dari keluhan yang dirasakan pada pasien tersebut!
2. Jelaskan diagnosis kelainan pada lidah pasien tersebut!
3. Jelaskan etiologi dari keluhan yang dirasakan pada pasien tersebut!
4. Jelaskan bagaimana ergonomi yang baik untuk perawatan gigi 21 tersebut!
5. Jelaskan bagaimana prosedur penumpatan yang tepat pada kasus tersebut untuk
mendapatkan kembali kontur dan titik kontak yang baik!
6. Jelaskan bagaimana cara mengevaluasi bahwa restorasi gigi 21 tersebut telah
dilakukan penumpatan dengan benar!
7. Jelaskan bagaimana perawatan kelainan pada lidah pasien tersebut!
8. Jelaskan bagaimana prognosis dari kasus diatas!
9. Jelaskan prosedur yang harus dilakukan untuk mengembalikan oklusi setelah tindakan
restoratif!
10. Apakah kemungkinan yang dapat terjadi apabila oklusi pasien tidak harmonis setelah
tindakan restoratif?
Learning issue:
1. Kelainan struktur jaringan keras gigi
2. Tekhnik manipulasi bahan tumpatan
3. (IPM)
4. Ergonomi
5. Oklusi
PEMBAHASAN
1. Jelaskan tatalaksana pemeriksaan dan diagnosis berdasarkan Mount & Home
dan ICDAS dari keluhan yang dirasakan pada pasien tersebut!
Seorang perempuan berusia 21 tahun datang ke RSGM USU dengan keluhan ingin
memperbaiki gigi depan yang berlubang dan terasa ngilu ketika minum dingin. Dari
anamnesis diketahui rasa tidak nyaman sudah dirasakan 2 minggu. Pemeriksaan
objektif terlihat gigi 21 adanya karies dengan kedalaman mencapai dentin dalam pada
bagian mesial dan mencapai insisal. Pasien juga mengeluhkan adanya luka pada ujung
lidah akibat tergesek oleh gigi depan yang berlubang karena pasien sering meletakkan
lidahnya di daerah tersebut. Tes vitalitas dengan EPT (+), perkusi (-), palpasi (-).
Pemeriksaan saliva diketahui hidrasi saliva 40 detik, laju alir 4ml/5 menit, pH saliva
6,8. Lidah pasien juga menunjukkan adanya ulser, tunggal, bentuk tidak beraturan,
berbatas jelas, dan dikelilingi eritema difus. Pasien menggosok gigi 2 kali sehari dan
diet gula 1 kali sehari. Skema oklusi pasien multiprotected occlussion pada saat
pergerakan eksentrik ke anterior.
Berikut tatalaksana pemeriksaan dan diagnosis kelainan kasus, yakni:
1. Anamnesis
Wawancara medis bertujuan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari
pasien mengenai keadaan penyakitnya sebagai bagian dari proses untuk membuat
diagnosis dan merencanakan terapi. Dokter dapat memulai anamnesis dengan
pertanyaan terbuka yang memberikan kesempatan pada pasien untuk
menceritakan keluhan. Dua konsep agar tidak kehilangan arah ketika melakukan
anamnesis, yaitu the basic (fundamental) four dan the sacred seven. The basic
(fundamental) four terdiri atas riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan yang
lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat pribadi/sosial pasien. Sementara itu,
the sacred seven terdiri atas lokasi keluhan, bagaimana bentuk keluhan, perjalanan
penyakit sejak timbul keluhan pertama kali, beratnya keluhan, kapan mulai keluhan
pertama kali, faktor-faktor yang memperlambat atau mempercepat keluhan, terdapat
keluhan penyerta atau tidak.
- Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, status, agama, suku/ras,
pekerjaan dan pendidikan terakhir, nomor telepon, alamat, tinggi badan, dan
berat badan. Pada kasus, seorang perempuan yang berusia 21 tahun.
- Penilaian pasien secara umum
Hal-hal yang dinilai adalah status mental dan emosional, temperamen, sikap,
usia fisiologis, perubahan warna kulit pasien yang dapat menggambarkan
adanya penyakit, cara bernafas pasien, obesitas dan anggota gerak pasien.
Pengamatan ini dilakukan guna untuk mengetahui karakter dan tipe pasien yang
dihadapinya serta kemungkinan adanya penyakit atau kondisi sistemik yang
harus diungkapkan lebih lanjut dengan pemeriksaan subjektif.
- Riwayat medis pasien
Riwayat medis sekarang
Keluhan utama adalah alasan utama pasien mencari perawatan atau
konsultasi untuk mendapatkan suatu diagnosis yang tepat, biasanya rasa
sakit, pembengkakan, tidak berfungsi atau estetik, penyakit yang diderita
dan lokasinya. Keluhan utama dan analisis keluhan utama dalam the
sacred seven, kemudian diikuti kajian sistem yang relevan dengan
keluhan yang dihadapi pasien. Anamnesis secara sistematis dengan
menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu: lokasi (dimana?
menyebar atau tidak?); onset dan kronologis (kapan terjadinya? berapa
lama?); kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi?);
kualitas keluhan (rasa seperti apa?); faktor-faktor yang memperberat
keluhan; faktor-faktor yang meringankan keluhan; dan analisis sistem
yang menyertai keluhan utama. Pada kasus, pasien memiliki keluhan
ingin memperbaiki gigi depan yang berlubang dan terasa ngilu ketika
minum dingin, serta adanya luka pada ujung lidah yang sudah dirasakan
tidak nyaman selama 2 minggu.
Riwayat medis dahulu
Pasien ditanya mengenai penyakit-penyakit yang relevan dengan
keluhan yang dihadapi, riwayat perawatan yang lama, riwayat
pengobatan, riwayat kesehatan umum sebelum terjadinya sakit yang
sekarang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit
keturunan dari pihak keluarga atau riwayat penyakit yang menular.
Riwayat sosial dan ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur,
minum alkohol atau merokok, obat-obatan, aktivitas seksual).
Riwayat dental
Riwayat kesehatan gigi merupakan ringkasan dari penyakit gigi yang
pernah diderita pasien dan perawatan dental yang pernah dilakukan
pasien. Riwayat ini memberi informasi mengenai sikap pasien terhadap
kesehatan gigi, pemeliharaan, serta perawatannya. Pada kasus, pasien
memiliki keluhan dental berupa gigi 21 adanya karies dengan kedalaman
mencapai dentin dalam pada bagian mesial dan mencapai insisal.
2. Pemeriksaan klinis
Terdiri atas pemeriksaan ekstraoral dan intraoral.
Ekstraoral
Periksa bagian wajah dan leher (lesi/bengkak/asimetri), mata, bibir, sirkum
oral, TMJ, adan kelenjar limfa dengan palpasi. Hasil pemeriksaan ekstra oral
menyatakan dalam keadaan normal atau tidak ditemukan kelainan.
Intraoral
Pemeriksaan intra oral dilakukan dengan cara memeriksa keadaan mulut
secara menyeluruh untuk melihat kelainan mukosa labial, mukosa bukal, lidah,
dasar mulut, gingiva, palatum, orofaring, saliva, dan gigi geligi. Pada kasus
ditemukan kelainan gigi 21 adanya karies dengan kedalaman mencapai dentin
dalam pada bagian mesial dan mencapai insisal dan lidah pasien menunjukkan
adanya ulser, tunggal, bentuk tidak beraturan, berbatas jelas, dan dikelilingi
eritema difus.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti. Diperlukan
pemeriksaan radiografi. Prosedur ini biasanya dilakukan oleh dokter gigi dan ahli
bedah mulut untuk mengetahui keadaan gigi, tulang, dan jaringan halus
pembentuk gigi. Tes vitalitas dengan EPT (+), perkusi (-), palpasi (-).
Pemeriksaan saliva diketahui hidrasi saliva 40 detik, laju alir 4ml/5 menit, pH
saliva 6,8. Skema oklusi pasien multiprotected occlussion pada saat pergerakan
eksentrik ke anterior.
4. Diagnosis kerja
Berdasarkan skenario, pasien dapat didiagnosis mengalami karies dentin pada gigi
21 dan traumatic ulser pada lidah.
Klasifikasi Karies Menurut G. J. Mount and Hume berdasarkan lesi yang terjadi
pada permukaan gigi beserta ukuran kavitasnya, yang terdiri atas 3 site, yaitu :
a. Site 1: karies pada pit dan fissure di permukaan oklusal gigi anterior maupun
gigi posterior.
b. Site 2: karies pada permukaan aproksimal gigi anterior maupun posterior.
c. Site 3: karies pada 1/3 mahkota dilihat dari akar (servikal) sejajar dengan
gingival.
Pembagian 5 ukuran dari kemajuan proses terbentuknya lesi, yaitu :
a. Size 0: lesi paling awal yang diidentifikasi sebagai tahap awal dari
demineralisasi berupa white spot.
b. Size 1: kavitas permukaan minimal. Masih dapat disembuhkan dengan
peningkatan remineralisasi struktur gigi.
c. Size 2: kavitas yang sedikit melibatkan dentin. Kavitas yang terbentuk
berukuran sedang dan masih menyisakan struktur email yang didukung
dengan baik oleh dentin dan cukup kuat untuk menyokong restorasi.
d. Size 3: kavitas yang lebih luas dari size 2. Struktur gigi yang tersisa lemah dan
cusp atau sudut insisalnya telah rusak sehingga tidak dapat beroklusi dengan
baik dan kurang mampu menyokong restorasi.
e. Size 4: karies meluas dan hampir semua struktur gigi hilang seperti kehilangan
cusp lengkap atau sudut insisal. Karies hampir atau sudah mengenai pulpa.
Klasifikasi Karies Menurut ICDAS (International Caries Detection and
Assessment System) berdasarkan tingkat kedalaman karies tersebut. Menurut
ICDAS, karies terbagi menjadi 7, yaitu :
a. D0: gigi yang sehat
b. D1: dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.
c. D2: dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada
permukaan gigi.
d. D3: terdapat kerusakan email tanpa keterlibatan dentin (karies email).
e. D4: lesi email dalam. Tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah mencapai
bagian dentino enamel junction (DEJ).
f. D5: lesi telah mencapai dentin.
g. D6: lesi telah mencapai pulpa
Pada skenario disebutkan bahwa pasien mengalami test EPT (+) yang berarti gigi 21
pada pasien masih vital. Dengan demikian, kasus ini dapat diklasifikasikan sebagai
kasus D5 pada klasifikasi ICDAS dimana lesi karies telah mencapai dentin. Menurut
klasifikasi Hume and Mount, kasus ini termasuk size 2 yang berarti karies moderate
dengan rongga berukuran sedang dan masih ada struktur gigi yang cukup untuk
menjaga integritas mahkota yang tersisa dan menerima beban oklusif serta site 2
karena karies yang dialami pasien terjadi pada bagian mesial dan mencapai insisal dan
mengenai gigi tetangganya.
Referensi :
Soetjiningsih. Modul komunikasi pasien-dokter. Jakarta: EGC. 2008: 46-7.
Bower LM, Fox PC, Brennann MT. Burket’s oral medicine. 12 th ed.
Connecticut: PMPH-USA. 2015: 3-6.
Kurniasari, Dina. Profil tingkat kebersihan rongga mulut dan persentase
karies gigi pada lansia di Kabupaten Jember. Skripsi. Universitas Jember.
2018: 8-9.
b. Faktor Luar
Beberapa faktor luar individu penyebab terjadinya karies gigi, yaitu :
1) Jenis Kelamin
Karies gigi pada wanita lebih tinggi dibanding dengan pria.
2) Usia
3) Makanan
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut. Fungsi mekanis dari
makanan yang dimakan. Makanan merupakan penggosok gigi alami yang bersifat
membersihkan gigi. Makanan bersifat membersihkan gigi ini adalah apel, jambu
air, bengkuang, dan lain sebagainya.
Lidah
Ulkus traumatik pada pasien dengan permukaan gigi yang tajam akibat karies terjadi
karena trauma pada mukosa yang dapat menimbulkan luka. Trauma di rongga mulut
disebabkan oleh trauma fisik atau mekanik, termal dan kimia. Pada kasus, lesi di lidah
disebabkan trauma fisik atau mekanik akibat adanya permukaan gigi yang tajam
akibat karies. Ulser traumatik pada umumnya terjadi karena etiologi yang tidak
terduga. Ulser traumatik secara klinis dapat dibedakan menjadi ulser akut dan kronis.
Ulser akut biasanya terasa sakit, dan terdapat riwayat trauma. Bentuk ulser tidak
spesifik sangat tergantung dari penyebabnya dan memiliki dasar putih kekuningan
dibatasi margin eritema. Ulser traumatik akut memiliki gambaran lesi yang
menyerupai lesi stomatitis aftosa rekuren.
Referensi :
Listrianah L, Zainur RA, Hisata LS. Gambaran karies gigi molar pertama
permanen pada siswa–siswi Sekolah Dasar Negeri 13 Palembang tahun
2018. JPP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang) 2018; 13(2): 136-49.
Khairiati K, Martalinda W, Bakar A. Ulkus traumatikus disebabkan trauma
mekanik dari sayap gigi tiruan lengkap (Laporan kasus). B-Dent: Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah 2014; 1(2): 112-7.
Violeta BV, Hartomo BT. Tata laksana perawatan ulkus traumatik pada pasien
oklusi traumatik: Laporan kasus. e-GiGi 2020: 8(2): 86-92.
Umayah M, Sidiqa AN. Ulser Traumatik akibat rotasi dan migrasi
gigi. SONDE (Sound of Dentistry) 2021; 6(2): 1-7.
Apabila dokter gigi melakukan perawatan pada gigi 21, maka kursi dalam posisi
horizontal dengan posisi dokter gigi pada pukul 11.00(65° ) dan posisi asisten pada
pukul 02.30.
Desain Peralatan Ergonomis:
a. Operating stool adalah kursi yang digunakan oleh dokter gigi. Untuk pemilihan
operating stool yang baik pilih bentuk tempat duduk yang dapat membantu tubuh
dalam posisi yang benar dengan spinal yang tegak dan dekat dengan kursi gigi.
Bentuk sandaran yang mendukung punggung dapat menjaga otot punggung bagian
bawah agar tetap tegak dan lengkungannya dipertahankan. Selain itu, pilih kursi yang
memiliki sandaran lengan karena sandaran lengan dirancang untuk mengurangi
tekanan dan kelelahan pada otot-otot punggung bagian atas, leher dan bahu dengan
membentuk sudut tegak lurus terhadap siku lengan dokter gigi.
b. Dental Loupe adalah alat bantu lihat yang dapat memperbesar obyek yang dilihat
sehingga memungkinkan dokter gigi dapat duduk lebih nyaman dengan postur bahu
dan leher yang optimal. Pembesaran minimal dua kali sudah cukup menghasilkan
jarak pengelihatan yang baik dengan posisi pasien. Pembesaran yang lebih tinggi
ditambah dengan sistem pencahayaan yang baik dapat meningkatkan efisiensi
penglihatan yang lebih rinci dan tidak ada hambatan bayangan pada daerah operasi.
c. Dental Light ialah lampu sorot yang terdapat pada kursi praktik dokter gigi. Dental
light yang dianjurkan adalah yang tidak terlalu besar dan lebar, pilih yang sempit,
hanya terfokus pada mulut pasien dan tidak menghasilkan bayangan yang
mengganggu. Lebih dianjurkan menggunakan dental light dengan sensor, atau
monitor untuk lampu ditempatkan pada lokasi yang mudah dicapai tanpa harus
memegang tangkai lampu. Pada dental unit yang dirancang dengan sistem ergonomi,
tombol untuk menyalakan dan memadamkan dental light sudah menyatu pada meja
kursi dental dan pada assistant console, sehingga lebih mudah dijangkau dan operator
tidak perlu lagi menyentuh tombol dental light untuk mengatur posisinya.
Referensi :
Juliawati, Mita. Pentingnya faktor ergonomi dalam penerapan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja guna pencegahan nyeri punggung bawah
pada dokter gigi (studi pustaka). Jurnal Ilmiah Kedokteran Gigi Terpadu 2019;
5(1): 33 – 40.
Evaluasi yang dapat dilakukan dibagi menjadi dua cara, sebagai berikut :
• Evaluasi secara klinis, yaitu dengan menanyakan apakah ada keluhan dan melihat
langsung restorasi tersebut, apakah warna dan bentuk gigi tersebut sesuai dengan
warna dan bentuk gigi sekitarnya ataupun anatomi gigi manusia pada umumnya. Dari
evaluasi inilah kita dapat mengetahui restorasi tersebut apakah restorası estetik atau
tidak.
• Evaluasi secara radiografis, hal yang pertama kali diperlukan dalam evaluasi ini
ialah mengevaluasi terlebih dahulu mutu dari radiograf itu sendiri. Akan sulit
menginterpretasi bahan restorasi jika mutu radiograf buruk. Evaluasi Restorasi dengan
cara ini dilakukan setelah evaluasi restorasi secara klinis menimbang prinsip ALARA.
Evaluasi secara radiografis ini menitikberatkan pada beberapa poin restorasi indirect,
yaitu:
a. Radiodensitas : restorasi estetik umumnya bersifat radiolusen atau sedikit
radioopak, sehingga tidak semua elemen pada restorasi estetik dapat dievaluasi
dengan cara ini
b. Over/Under Contouring : apakah restorasi tersebut membentuk kontur yang sesuai
dengan anatomi gigi atau malah membentuk kontur yang berlebih atau bahkan
kurang dari kontur gigi yang direstorasi tersebut
c. Overhanging : kelebihan restorasi yang menimbulkan step pada sisi proksimal di
perbatasan gigi asli dengan restorasi yang datang mengakibatkan penyakit
periodontal
d. Adaptasi restorasi terhadap kavitas : perlu dievaluasi karena restorasi yang tidak
dapat beradaptasi dengan kavitas dapat menyisakan ruang untuk bakteri
membentuk karies sekunder yang sangat merugikan pasien.
Namun, sebaik apapun restorasi yang telah dilakukan oleh dokter gigi tetaplah harus
dilakukan kontrol untuk melihat adanya perubahan yang terjadi pada restorasi
komposit. Kebocoran tumpatan merupakan hal yang dapat ditemukan baik pada
restorasi yang telah lama maupun restorasi yang masih tergolong baru. Kebocoran
tersebut dapat mengakibatkan berbagai keadaan, seperti karies sekunder, diskolorasi
gigi, reaksi hipersensitif, bahkan dapat mempercepat kerusakan tumpatan itu sendiri.
Kegagalan restorasi resin komposit dapat disebabkan oleh perbedaan masing-masing
koefisien thermal ekspansi diantara resin komposit, dentin dan enamel, penggunaan
oklusi dan pengunyahan yang normal, dan kesulitan karena adanya kelembaban,
mikroflora yang ada, dan lingkungan mulut bersifat asam. Maka untuk mendeteksi
terjadinya kebocoran tumpatan pada restorasi resin komposit maka harus dilakukan
pemeriksaan klinis pada rongga mulut dengan cara pengamatan dan tes sensitivitas
dengan menggunakan sonde.
Referensi :
Triwardhani L, Mozartha M, Trisnawaty. Klinis restorasi resin komposit pada
kavitas klas i pasca penumpatan tiga tahun. Cakradonya Dent J 2014; 6(2):
678–744.
Mukuan T, Abidjulu J, Wicaksono DA. Gambaran kebocoran tepi tumpatan
pasca restorasi resin komposit pada mahasiswa program studi kedokteran gigi
angkatan 2005-2007. e-GIGI 2013; 1(2): 2005–10.
a. Oklusi Statik adalah hubungan gigi RA dan RB dalam keadaan tertutup atau
hubungan daerah kunyah gigi dalam keadaan tidak berfungsi (statik). Pada oklusi
statik, hubungan cusp fungsional posterior pada posisi cusp to fossa, pada
premolar posisi cusp to marginal ridge. Pada gigi anterior dapat dilihat jarak gigit
(overjet) dan tinggi gigit (overbite) dalam satuan mm. Overjet adalah jarak
horizontal antara incisal edge insisivus RA terhadap bidang labial insisivus
sentralis RB. Sedangkan overbite adalah jarak vertical antara incisal edge RB
sampai incisal edge RA.
b. Oklusi Dinamik adalah hubungan antara gigi RA dan RB pada saat seseorang
melakukan gerakan mandibular ke lateral (samping) atau ke belakang (antero-
posterior). Oklusi yang terjadi karena pergerakan mandibula disebut artikulasi.
Pada gerakan ke lateral akan ditemukan sisi kerja (working side) dengan adanya
kontak antara cusp bukal RA dan cusp molar RB dan sisi keseimbangan
(balancing side).Working side dalam oklusi dinamik digunakan sebagai panduan
oklusal (oclusal guidance) bukan pada balancing side.
c. Oklusi Sentrik : posisi kontak maksimal dari gigi pada waktu mandibula dalam
keadaan sentrik, yaitu kedua kondisi berada dalam posisi bilateralsimetris didalam
fossa nya. Sentris atau tidaknya posisi mandibular ini sangat ditentukan oleh
panduan yang diberikan oleh kontak antar gigi pada saat pertama berkontak.
Keadaan ini akan mudah berubah bila terdapat gigi supra posisi/ overhanging
restoration.
d. Relasi Sentrik : Hubungan mandibular terhadap maksila yang menunjukkan posisi
mandibula terletak 1-2 mm lebih ke belakang dari oklusi sentris (mandiibula
terletak paling posterior dari maksila) atau kondisi terletak paling distal dari fossa
glenoid. Tetapi masih dimungkinkan adanya gerakkan dalam arah lateral.Pada
keadaan kontak ini gigi dalam keadaan ICP (Intercuspal Contact Position) yaitu
kontak maksimal gigi dengan antagonisnya atau ICP berada pada posisi RCP
(Retruded Contact Position) yaitu kontak maksimal gigi pada saat mandibula
bergerak lebih ke posterior dari ICP, namun RB masih mampu bergerak terbatas
ke lateral.
Pentingnya bentuk gigi dan oklusi dalam melakukan restorasi gigi adalah meniru gigi
asli dalam hal : efisisensi mastikasi, estetik, fonetik, dan memelihara jaringan yang
ada. Teknik yang dilakukan pada saat melakukan restorasi sederhana adalah : Prinsip
EDEC ( Examine, Design, Execute, Check untuk direct dan indirect restoration.
Pada prinsip ini kita memfokuskan kepada hal hal seperti: apakah ada plunger cusp
atau gigi yang supra eruspi, apakah cusp pendukung malposisi atau fossa yang tidak
tepat. Pada kasus diatas akan dilakukan restorasi anterior yang memerlukan insisal
guidance agar diperiksa.
• D : Design
• E : Execute
Melakukan restorasi sesuai dengan design yang telah dibuat sampai mengontrol
pembuangan kontak proksimal. Usahakan pada saat merestorasi 33bagian aksial
jangan sampai over/under kontur.
• C : Check
Periksa oklusi yang terkait dengan seluruh gigi. Pemeriksaan oklusi dapat dilakukan
dengan cara:
• Kertas Artikulasi, kertas artikulasi yang lebih tipis memiliki keakuratan yang
lebih baik dibandingkan dengan kertas artikulasi yang tebal. Klinisi
memposisikan kertas artikulasi menggunakan forcep miller (Penjepit kertas
artikulasi) pada dataran oklusal pasien, lalu memposisikan pasien untuk
melakukan oklusi. Kemudian kertas artikulasi dikeluarkan untuk melihat tanda
yang tertinggal di permukaan oklusal gigi. Apabila terdapat tanda yang tertinggal
di permukaan oklusal gigi, maka dilakukan pengurangan oklusi gigi yang
bersangkutan menggunakan metode grinding. Gunakan kertas bertanda biru untuk
memeriksa oklusi dinamis/eksentrik dan gunakan kertas bertanda merah untuk
memeriksa oklusi statis/ sentrik.
• Shim Stock atau miller strip juga dapat membantu menentukan kontak oklusal
yang ada, letakkan shim stock pada daerah yang ingin di test dengan
menggunakan forcep. Instruksikan pasien untuk mengoklusikan gigi pada posisi
interkuspal maksimum. Cara ini disebut dengan “close and hold”. Klinisi menarik
shim stock diantara gigi yang sedang dioklusikan ke arah bukal. Klinisi
mengamati seberapa kuat gigi yang sedang dioklusikan tersebut menahan shim
stock pada saat shim stock ditarik ke arah bukal. Daerah yang menahan tersebut
menandakan bahwa daerah tersebut mengalami traumatik oklusi.
Referensi :
10. Apakah kemungkinan yang dapat terjadi apabila oklusi pasien tidak harmonis
setelah tindakan restoratif?
Oklusi pasien tidak harmonis setelah tindakan restoratif merupakan faktor paling
menguntungkan bagi retensi plak sehingga mempengaruhi kesehatan gusi, dimana
penumpukan plak akan mengakibatkan gusi mengalami gingivitis. Tepi tumpatan
berlebihan sering ditemukan dan berasal dari penggunaan matriks yang mengalami
kegagalan memoles bagian tepi gigi. Restorasi dengan kontur buruk, terutama
konturnya terlalu besar dan mahkota atau tumpatan terlalu cembung dapat
menghalangi sikat gigi yang efektif. Lokasi tepi tambalan terhadap tepi gingiva serta
kekasaran di area subgingival, mahkota, dan tambalan terlalu cembung, kontur
permukaan oklusal seperti ridge dan groove yang tidak baik menyebabkan plak
mudah terbentuk dan tertahan, serta bolus makanan terarah langsung ke proksimal
sehingga terjadi impaksi makanan.
Kontak oklusi yang tidak harmonis bisa menimbulkan masalah misalnya penyakit
periodontal atau gangguan fungsi sendi temporomandibula. Oklusi yang tidak
harmonis ini biasanya ditimbulkan oleh tumpatan yang overhanging. Tekanan
berlebih yang diterima oleh jaringan periodontal menyebabkan perubahan patologis
atau adaptif dari jaringan periodontal disebut dengan trauma oklusi. Trauma karena
oklusi merupakan salah satu rangsangan yang datang menimpa jaringan periodontal
yang berupa rangsang fisik dan mampu merusak jaringan periodontal. Oklusi
traumatik pada periodontal menyebabkan peningkatan mobilitas tetapi tidak
menyebabkan hilangnya perlekatan.
Referensi :
Riyanto A. Hubungan restorasi keliru, karies sekitar gusi, tumpukan sisa
makanan, dan crowded dengan gingivitis pada anak sekolah dasar. Media Publ
Promosi Kesehat Indonesia 2021; 4(3): 425–31.
Tulak FO. Peranan trauma oklusi terhadap terjadinya periodontitis. e-GIGI
2013; 1(2): 1–3.