Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN TUTORIAL

ILMU PENYAKIT MULUT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial

Blok Oral Diagnosa dan Rencana Perawatan

Pembimbing:
drg. Iin Eliana, M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok tutorial V

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER 
2013
Pembimbing : drg. Iin Eliana, M.Kes

Ketua : Sixtine Agustiana F. (111610101060)


(111610101060)

Scriber meja : Rifqi Afdila (111610101026)


(111610101026)

Scriber papan : Whylda Dyasti E.F. (111610101038)

Anggota :

1. Choiril Faizol Alam (111610101021)


(111610101021)
2. Eddy Yudha Y. (111610101022)
3. Ratih Delio R. (111610101040)
(111610101040)
4. Lulu Rosima P. (111610101041)
(111610101041)
5. Alindia destasari
destasari (111610101044)
(111610101044)
6. Chusna Sekar W. (111610101045)
7. Ria Anugrah P. (111610101052
(111610101052
8. Asri Dinar P. (111610101056)
9. Ayu Nurfitria S. (111610101058)
10. Ita Kurniawati (111610101092)
11. Dwi Sri Lestari (111610101094)
(111610101094)

2
KATA PENGANTAR 

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala

 bimbingan dan petunjukNya, serta berkat rahmat, nikmat, dan karuniaNya

sehingga kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan laporan tutorial oral

diagnosis penyakit mulut.


mulut. Laporan tutorial yang kami buat ini sebagai
sebagai salah satu

sarana untuk lebih mendalami materi tentang diagnosa pada bidang penyakit

mulut. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. drg. Iin Eliana, M.Kes yang telah memberi kami kesempatan untuk lebih

mendalami materi dengan pembuatan laporan tutorial ini.

2. Teman-teman Kelompok Tutorial V yang telah berperan aktif dalam

 pembuatan laporan tutorial ini.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini mengandung banyak 

kekurangan, baik dari segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami mohon

maaf jika ada kesalahan karena kami masih dalam proses pembelajaran. Kami

 juga berharap laporan tutorial yang telah kami buat ini dapat bermanfaat untuk 

 pendalaman pada blok oral diagnosa dan rencana perawatan pada penyakit

dentomaksilofasial ini.

Jember, 27 Maret 2013

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Ilmu Penyakit Mulut merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Gigi
yang mempelajari tentang berbagai kelainan atau penyakit yang ada di
rongga mulut dan dijaringan sekitarnya.
sekitarn ya.
Pada blok oral diagnosa dan rencana perawatan, kami akan
mempelajari cara pemeriksaan pasien secara inta oral dan ekstra oral untuk 
menegakkan diagnosa serta rencana perawatan. Penegakkan diagnosa
 berdasarkan analisis hasil pemeriksaan riwayat penyakit, temuan
laboratoris, radiografis dan temuan alat bantu yang lain, selain meneptakan
rencana perawatan kami juga menetapkan prognosis.
Pada tutorial minggu ke- tiga ini, kami mendapat skenario tentang
ilmu penyakit mulut, untuk hasil diskusi kelompok kami selanjutnya akan
kami bahan di bab pembahasan.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana prosedur diagnosis pada bidang penyakit mulut?
2. Apa diagnosis dan faktor etiologi pada
pada kasus skenario?
3. Bagaimana rencana perawatan dari kasus skenario?
4. Apa pemeriksaan penunjang dan bagaimana pembacaan hasil lab
nya?
5. Bagaimana prognosis dari kasus skenario?

4
1.3 Tujuan
1. Mampu memahami dan menjelaskan prosedur diagnosis pada
 bidang penyakit mulut.
2. Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis dan faktor etiologi
 pada kasus skenario.
3. Mampu memahami dan menjelaskan rencana perawatan dari kasus
skenario
4. Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang dan
 pembacaan hasil lab nya.
5. Mampu memahami dan menjelaskan prognosis dari kasus skenario

SKENARIO III
ILMU PENYAKIT MULUT
Pak Rizal, usia 50 tahun, datang dengan keluhan sariawan pada
lidah yang tidak sembuh- sembuh tanpa diketahui penyebabnya,
sejak satu bulan yang lalu. Sudah diobati dengan albothyl tapi ti dak 
ada perbaikan. Sebelumnya penderita sering sariawan dengan
lokasi berpindah2 tanpa diketahui penyebabnya, kadang muncul
saat penderita kurang istirahat, namun yang muncul kali ini paling
 parah.
Klinis:
- BMI : 17
- Lateral Lidah : ulser, single, diameter 15 mm, tengah putih, tepi
kemerahan, sakit
- Mukosa pipi ki/ka : garis putih, setinggi oklusal gigi, tidak dapat
dikerok, tidak sakit

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PROSEDUR DIAGNOSIS


2.1.1 Pemeriksaan Subyektif (Anamnesa)

Anamnesa merupakan percakapan profesional antara dokter dengan


 pasien yang nantinya digunakan untuk menegakkan sebuah diagnosa.
Saat anamnesa ini dokter membuat keadaan dimana pasien bisa
menyampaikan gangguan (penyakit) yang dialami. Yang harus
diperiksa saat anamnesa meliputi :

1. Data (Identitas) pribadi penderita

Meliputi :

a.  Nama
 b. Umur 
c. Jenis kelamin
d. Alamat
e.  Nomer telpon
f. Status perkawinan
g. Ras (suku bangsa)

2. Riwayat Kasus (klinis)

a. Keluhan.

Gaya penanyaan riwayat penyakit tergantung pada pribadi masing


 – masing klinisi, tetapi perlu diperhatikan bahwa dari awal
 pemeriksaan sudah harus ditentukan apakah seorang penderita
mempunyai lebih dari 1 keluhan.

6
Bila ada lebih dari 1 keluhan, keluhan utama harus ditangani
terlebih dahulu, diikuti dengan keluhan lainnya berurutan ke bawah
sesuai dengan tingkat keseriusannya. Ada beberapa pertanyaan
dasar yang harus diajukan untuk memastikan ciri – ciri keluhan :

1. Lokasi
2. Kapan pertama kali diketahui

3. Kapan kehadirannya

4. Faktor  – fakor yang mempercepat

5. Faktor  – faktor yang memperingan

 b. Rasa sakit


Dalam kasus rasa sakit yang perlu diperhatikan adalah sifat,
kehebatan, serta kapan terasanya. Pasien harus ditanya apakah rasa
sakit timbul seriap hari, dan bila demikian, bagaimana rasa sakit
 berubah dari waktu ke waktu dari bangun di pagi hari sampai
menjelang tidur dimalam hari.

c. Pembengkakan
Keberadaan dan keparahan pembengakakn yang terus menerus
dapat ditentukan oleh klinisi pada saat pemeriksaan. Dalam
sejumlah kondisi, pembengkakan mungkin episodik dan tidak ada
 pada saat pada pasien datang. Dalam keadaan demikian, pasien
harus ditanya untuk menggambarkan basarnya pembengkakan
misalnya apakah ukurannya sebesr kacang polong, jagung atau biji
kenari, waktu terjadinya serta kecepatan pertumbuhannya.
Kesadaran pasien akan pembengakakan itu harus dicatat.

d. Ulserasi/lesi
 bila pasien mengeluh tentang adanya luka di RM (ulserasi/lesi).
Selanjutnya pasien ditanya tentang

7
- asal usul ulser tersebut
- apakah ulserasai baru terjadi untuk pertama kalinya atau apakah
sebelumnya sudah pernah timbul
-perkembangannya
-gejala nya
-riwayat sebelumnya (apa sudah pernah mengalami/ kekambuhan).
Dalam kasus ulserasi yang berulang, informasi yang harus
didapatkan dalah mengenai
-lokasi
-jumlah
-frekuensi, serta
-lamanya (durasi luka).

3. Riwayat Medis (Kesehatan)


Dua alasan medis dalam pengambilan riwayat penyakit yang memadai
adalah, pertama, kesadaran akan adanya penyakit sistemik dan kedua
adanya persiapan untuk segala kemungkinan keadaan darurat medis
yang dapat timbul. Banyak kelainan rongga mulut yang merupakan
manifestasi penyakit sistemik. Selain faktor  – faktor diatas,
 pengambilan riwayat medis untuk alasan medikolegal sekarang
diwajibkan.

4. Riwayat Sosial (kebiasaan)


Dalam konteks riwayat sosial yang relevan pasien harus ditan ya
mengenai status perkawinan, pekerjaan sekarang dan dulu, kebiasaan
merokok, menggigit bibir, mengunyah sirih, jumlah alkhohol yang
diminum, penyalahgunaan obat – obatan perwatan sebelumnya yang
 berhubungan dengan kegelisahan dan depresi.

5. Riwayat keluarga

8
Dijumpai ada beberapa kasus penyakit yang merupakan penyakit
keturunan atau ada hubungannya dengan keluarga

6. Riwayat dental
Riwayat dental harus mencakup perincian pola pertumbuhan gigi, tipe
dan umur gigi palsu dan serta kapan dipakainya.
Rincian tiap setiap ortodonti lepasan atau cekat harus dicatat. Hal ini
sangat membantu dalam memastikan apakah keluhan itu ada
hubungannya dengan gigi sebelumnya.
Bagi pasien yang menggunakan protesa, pertanyaan mengenai
kebersihan protesa harus diajukan, termasuk rincian dari cair an yang
digunakan untuk membersihkan dan merendam protesa pada mal am
hari. Perlu juga diketahui apakah pasieen memeriksakan diri secara
teratur atau tidakkarena hal ini dapat memberikan persepektif tentang
arti kesehatan mulut bagi dirinya.

7. Obat yang sedang / telah dijalani


Obat yang sedang diminum (tidak lama digunakan, dalam kurun waktu
+/- 6bln terakhir), jenis, dosis, ada/ tidak kemajuan perawatan

2.1.2 Pemeriksaan Obyektif (Klinis)

Prinsip pemeriksaan obyektif (klinis):


-gunakan sumber cahaya yang baik agar diperoleh pemeriksaan visual
yang akurat
-gunakan pendekatan sistematis
-dokter gigi harus tahu struktur normal dari jaringan yang diperiksa
-data didapat dengan palpasi dan inspeksi
-pada struktur bilateral dibandingkan satu sisi dengan sisi lainnya
-gejala dicatat dengan hati – hati

9
Dokter gigi mempunyai kesempatan yang baik untuk mengamati
 pasien pada saat pencatatan riwayat klinis. Dengan cara ini, kelainan – 
kelainan dapat dilihat dengan jelas, misalnya kelumpuhan saraf 
kranial, pembengkakan wajah atau ruam – ruam kulit. Mengamati
frekuensi kedipan yang melebihi normal juga sangat berguna bagi
dokter, karena hal ini dapat mengindikasikan adanya xenophthalmia.
Apabila pasien jelas – jelas, ini mungkin menunjukkan adanya
kekacauan psikologis. Tak ada metode pemeriksaan klinis tertentu
yang bisa dianggap lebih benar, intinya semua pemeriksaan dilakukan
secara cermat. Pemeriksaan klinis dapat dibagi atas pemeriksaan
kesehatan umum dan pemeriksaan kesehatan rongga mulut dan
sekitarnya (intra oral dan ekstra oral). Pemeriksaan klinis ini bisa
dilakukan dengan cara : inspeksi/visual, palpasi, auskultasi dan
diaskopi

Selalu mulai dengan pemeriksaan ekstra oral kepala dan lehe r. Pada
 beberapa kasus, informasi klinis yang diperoleh sangat berharga dalam
menentukan etiologi dan perjalanan penyakit mulut pada pasien yang
mencari perawatan. Sebagai contoh, manifestasi oral utama si ndrom
hamartoma adalah adanya papiloma oral multipel. Pemeriksaan
histopatologi melalui spesimen biopsi pada pasien tersebut tidak 
menunjukkan perubahan karakteristik mikroskopik tertentu; meski
demikian, adanya trikolemoma yang dikaitkan dengan sindrom
tersebut dapat menegakkan diagnosis. Perubahan pigmentasi mukosa
rongga mulut (seperti yang terlihat pada insufisiensi korteks adrenal,
sebagai efek samping terapi minosiklin) memiliki kemiripan satu sama
lain di kulit kepala dan leher.
1. Pemeriksaan Kesehatan umum
Meliputi penampilan umum pasien, yaitu cara berjalan, adanya
deformitas fisik, dsb. Selain itu juga diperiksa tanda vital, meliputi
temperatur, denyut nadi, pernafasan, tekanan darah.

10
2. Pemeriksaan Kesehatan Rongga mulut dan sekitarnya
a. Pemeriksaan Ekstraoral
Meliputi Simetri wajah, tekstur kulit, mata, pergerakan
mata, hidung, TMJ, bibir, kelenjar limfe dan kelenjar saliva

Pemeriksaan ekstraoral dimulai dengan palpasi pada leher 


untuk pemeriksaan limpadenopati. Tata caranya dilakukan
dari belakang. Semua nodus submental, submandibular,
aurikular posterior dan servikal harus dipalpasi secara
 bergantian. Vertebra servikalis harus dipalpasi dan gerak 
leher harus diperiksa dalam gerakan lateral dan rotasi.
Kelenjar saliva parotis harus dipalpasi dan segala
 pembesaran atau pelunakan harus diperhatikan. Dalam
 pembesran parotis yang sejati ada defleksi ke arah luar dari
 bagian bawah lobus telingan bagian bawah lobus telinga;
 pendeteksian yang terbaik adalah dengan melihat wajah.
Condil mandibula harus dipalpasi dan pasien diminta untuk 
mengerak  – gerakkan rahang dalam jangkauan penuh,
termasuk membuka mulut secara maksimal dan melakukan
gerakan – gerakan lateral. Setiap pembatasan gerak dan
nyeri harus dicatat. Otot – otot lateralis dan masseter harus
dipalpasi dan dengan rahang dalam keadaan tertutub dan
dikeraskan oleh pasien, untuk menentukan bagian paling
tebal serta ada atau tidaknya tersa nyeri. Melakukan
tekanan pada daerah – daerah yang dikeluhkan sakit oleh
 penderita akan sangat membantu, seperti akan misalnya
 pada sinus maksilaris atau pada arteri – arteri temporal.
Adanya massa di leher bukan penemuan yang tidak umum,
terutama pada pasien-pasien dengan infeksi oral dan
malignansi lanjut. Limfonodi yang paling sering terlibat
adalah limfonodi leher anterior, meski limfonodi regional

11
lainnya dapat membesar juga. Limfadenopati sekunder 
karena infeksi biasanya mobile dan lunak, sedangkan
limfadenopati metastatik biasanya asimptomatik dan
terfiksir pada struktur di bawahnya; meski variasi-variasi
limfadenopati ditemukan sebagai penemuan subjektif 
maupun objektif Massa ekstraoral yang umum ditemukan
selanjutnya yang mungkin ditemukan melalui palpasi
adalah neoplasma glandula saliva. Neoplasma parotis,
secara khusus, paling baik dideteksi melalui palpasi kulit
 preaurikular Palpasi ekstraoral glandula submandibuler 
kadang kadang mengungkapkan pembesaran dan
 perlunakan; palpasi bimanual biasanya lebih efektif.

Pasien kadang melaporkan adanya nyeri dan disfungsi


TMJ. Etiologi ketidaknyamanan biasanya multifaktor dan
susah untuk dilokalisir. Krepitasi, clicking dan popping
 pada TMJ dapat dideteksi dengan cara meletakkan ujung
 jari kelingking pada meatus accusticus eksternus dan
menginstruksikan pasien supaya membuka dan menutup
mulut dan menggerakkan mandibula ke lateral kanan-kiri
 Nyeri wajak atipikal dapat karena penyebab selain
disfungsi TMJ (misalnya sindroma disfungsi nyeri
miofasial, distrofi simpatis refleks, tic douloureux dan
kondisi yang berkaitan). Diagnosis definitif kondisi
semacam itu kadang rumit, sulit dan memerlukan kerja
sama antara dokter, dokter gigi dan profesi kesehatan
lainnya – misalnya terapis.

 b. Pemeriksaan Intraoral


Klinisi harus menggunakan sarung tangan operasi untuk 
melakukan pemeriksaan intraoral. Bila pasien

12
menggunakan gigi palsu maka gigi palsu ini harus dilepas
dan diperiksa apakah ada bagian yang rusak atau adanya
debris. Selanjutnya mintalah pasien untuk 
memasangkannya kembali ke dalam mulut. Guna menilai
hubungannya dengan daerah abnomalitas mukosa.
Pemeriksaan intraoral yang sistemik harus dilakukan untuk 
memastikan bahwa tidak ada daerah dimulut yang terlewati.
Bagian dalam bibir, palatum keras dan lunak, mukosa
 bukal, dasar mulut, dan tepi dasar serta lateral dari lidah
 juga diperiksa. Tepi lateral lidah harus diperiksa dengan
 jalan ujung lidah dipegang dengan menggunakan sebuah
kasa. Jumlah gigi yang ada harus dicatat seiring dengan
evaluasi singkat mengenai distribusi karies atau restorasi
dan adanya kelainan periodontal termasuk goyangnya gigi
 – gigi.
Selama pemeriksaan, jumlah dan kekentalan saliva dapat
ditentukan. Cara penilaian yang sederhana adalah kaca
mulut harus mudah diangkat dari jaringan, ketika
ditempatkan pada mukosa bukal. Bila ada xerostomia, kaca
akan lengket pada mukosa. Orifice saluran kelnjar parotis
dan submandibularis hrus diidentifikasi. Pada individu yang
sehat, palpasi eksternal yang lembut pada kelenjar saliva
utama (mayor) seharusnya ,menambah aliran saliva jetrnih
dari saluran kelnjar liur yang bersangkutan. Palpasi
 bimanual pada kelnjar saliva submandibularis harus
dilakukan untuk menetukan ada atau tidaknya pembesaran
atau nyeri
Bibir diperiksa secara visual dan palpasi. Vermilion border 
seharusnya halus dan lembut Kerusakan aktinik pada bibir 
(actinic cheilitis), terutama pada bibir bawah bermanifestasi
 pada perubahan atrofi yang berkaitan dengan eritema atau

13
leukoplakia dengan penebalam epitelium. Kedua perubahan
ini sering ditemukan secara simultan pada area yang
 berdekatan dengan vermilion border. Maserasi dan cracking
 pada sudut mulut (angular chelitis) dianggap disebabkan
oleh:
• Infeksi lokal, ter utama melibatkan Candida albicans
• Defisiensi nutrisi, terutama vitamin B kompleks
• Penutupa n rahang berlebih; disebabkan karena
kehilangan gigi (bruxism, gigi, protesa usang)

Defisiensi nutrisi dan kehilangan vertikal dimensi


 berkontribusi terhadap angular cheilitis, sebagian besar 
kasus merespon baik pada agen-agen anti jamur, sering
tanpa intervensi tambahan.

Sama seperti pemeriksaan fisik lainnya, pemeriksaan pada


rongga mulut sebaiknya dilakukan secara seragam dan cara
yang konsisten. Pada beberapa individu, pemeriksaan
rongga mulut merupakan kecakapan klinis yang diperoleh
melalui repetisi. Hal yang memegang peran penting bagi
klinisi dalam memeriksan rongga mulut adalah
 pencahayaan yang cukup. Ruang praktik dilengkapi dengan
 peralatan sedemikian rupa; merskipun, klinisi yang tidak 
terbiasa menggunakan lampu pemeriksaan yang dipasang di
kepala, mungkin harus mengandalkan senter yang dipegang
tangan, ditunjang dengan pencahayaan ruangan sekitar.

Warna membran mukosa diperiksa dengan teliti. Mukosa


rongga mulut dideskripsikan sebagai warna pink-salmon;
meski variasi tertentu hadir karena adanya rasial
 pigmentasi, vaskularisasi dan keratinisasi. Sejumlah

14
 pigmentasi kutan muncul secara umum proporsional
dengan jumlah pigmentasi pada mukosa rongga mulut;
 perubahan warna pada mukosa rongga mulut yang tidak 
seharusnya dapat mengindikasikan penyakit sistemik. Bibir 
kemudian ditarik ke depan dan inspeksi mukosa labial.

Pada individu yang sehat, mukosa labial halus, lembut dan


terlumasi dengan baik oleh glandula saliva minor.
Kecemasan berkaitan dengan pemeriksaan dapat
mengakibatkan xerostomia sementara. Pada kasus
demikian, mukosa menjadi lengket ketika disentuh.
Glandula saliva minor pada bibir bawah biasanya dapat
dipalpasi. Bibir bawah kadang mengalami trauma yang
dapat menyebabkan luka pada duktus glandula sali va minor 
yang menyebabkan pembentukan mucocele.

Pemeriksaan mukosa bukal paling mudah dilakukan dengan


cara menginstruksikan pada pasien untuk membuka
mulutnya setengah, kemudian menarik mukosa bukal
dengan mirror atau tongue blade. Poplasi kulit berwarna
 biasanya mempunyai penampakan seperti susu pada
mukosa bukalnya yang hilang jika diregangkan.
Leukoedema ini merupakan variasi anatomis yang
menggambarkan hidrasi epitel mukosa bukal dan tidak 
memerlukan perawatan

Glandula sebacea ektopik (Fordyce granulr) ditemukan


 pada sebagian besar pasien dan nampak sebagai papula
 berwarna putih-kekuningan yang terletak bilateral pada
mukosa bukal. Kadang-kadang juga muncul pada mikosa
 bukal meskipun lebih jarang dijumpai. Rigi horisontal

15
sering dijumpai pada mukosa bukal setinggi interdigitasi
gigi geligi (linea alba) yang menunjukkan adanya
hiperkeratosis benigna sekunder terhadap iritasi jangka
 panjang ringan tonjol-tonjol gigi. Muara glandula parotis
(ductus Stensen) dapat ditemukan sebagai massa jaringan
lunak kecil pada mukosa bukal berdekatan dengan molar 
 pertama atas.

Saliva seharusnya mengalir dari saluran tersebut; meski


demikian, pemijatan glandula secara ekstraoral mungkin
 perlu. Saliva nampak jernih dan berair; pasien tidak 
merasakan adanya ketidaknyamanan dari prosedur tersebut.
Pada bibir, mukosa bukal juga seharusnya dilumasi dengan
saliva. Glandula saliva minor dan Fordyce granule dapat
 berupa tekstur granuler pada mukosa bukal. Kecuali lesi-
lesi Human Herpes Virus (HHV-tipe 1) rekuren – yang
terbatas pada mukosa terkeratinisasi, penyakit
vesikuloerosif paling sering melibatkan mukosa bukal.

Permukaan dorsal lidah paling mudah diinspeksi dengan


cara menginstruksikan pada pasien untuk menjulurkan lidah
ke arah kaudal (dagu). Alternatif lain yang dapat dilakukan
adalah dengan cara memegang dengan tangan dilapisi kasa
spon 2x2. Permukaan dorsal lidah dilapisi dengan papila
filiform – yang seperti rambut Tersebar diantara papilla
filiform adalah papilla fungiform yang berbentuk jamur,
dan tiap-tiapnya mengandung satu atau lebih kuncup rasa .

Papilla circumvallata terletak pada perbatasan dua-pertiga


anterior lidah dengan sepertiga posterior lidah. Papilla ini
 biasanya berjumlah 8-12 dan teratur pada pola bentuk V.

16
Seperti papilla fungiform, papilla circumvallata mempunyai
sejumlah kuncup rasa. Papilla filiform kadang-kadang
memanjang (hairy tongue) dan sisa makanan dapat
menyangkut padanya – hal ini dapat mengarah pada
halitosis. Papila memanjang dapat juga menyebabkan
sensasi pada palatum menjadi tidak nyaman dan dapat
mengacu pada perasaan ingin muntah. Pembentukan fis ur 
 pada permukaan dorsal lidah ditemukan pada anomali
trisomi 21; adanya fisur pada lidah tidak mempunyai
signifikansi klinis pada sebagian besar kasus.

Atropi permukaan dorsal lidah dapat disebabkan oleh


 beberapa hal. Defisiensi nutrisi – menurut sejarah – telah
dikaitkan dengan atrofi permukaan dorsal lidah; manifestasi
oral penyakit mukokutan juga sering menjadi penyebab
yang mendasari. Selain ketidaknyamanan, pasien kadang
melaporkan adanya perubahan sensasi rasa atau kehilangan
 persepsi rasa sama sekali.

Sisi lateral lidah dapat diperiksa dengan cara menjepit lidah


dengan kasa, menarik lidah dan kemudian memutarnya ke
lateral. Sisi lateral lidah tidak dilapisi dengan sejumlah
 papila. Mukosa lateral lidah lebih eritematus dan makin ke
 posterior, fisur-fisur vertikal makin jelas terlihat.
Sekumpulan jaringan berwarna dengan protuberansia dapat
ditemukan pada dasar lidah. Jaringan limfe accesori (tonsila
lingualis) adalah komponen dari cincin Waldeyer dan dapat
membesar jika terjadi infeksi ataupun inflamasi

Permukaan ventral lidah paling mudah diperiksan dengan


menginstruksikan pasien menyentuh langit-langit mulut

17
dengan lidahnya. Pembuluh darah sublingual biasanya
nampak jelas, terutama pada individu yang lebih tua. Plica
sublingualis – yang berbentuk daun pakis – dapat diinspeksi
dengan cara memanjangkan permukaan ventral lidah Dasar 
mulut, mirip dengan mukosa bukal, berwarna pink-salmon.
Muara glandula submandibular (ductus Wharton) tampak 
sebagai sepasang papila pada midline pada sisi lat eral
frenulum lingualis

Saliva biasanya menggenang pada dasar mulut. Saliva


tergenang ini dapat dihilangkan dengan mudah oleh kasa.
Palpasi bimanual glandula submandibula biasanya
memunculkan saliva dari ductus Wharton. Saliva yang
dihasilkan biasanya lebih kental dibandingkan saliva yang
dihasilkan glandula parotis karena persentase mukus yang
lebih tinggi.

Baik permukaan ventral alteral dan dasar mulut adalah


lokasi umum penemuan carcinoma sel skuamous. Dengan
alasan inilah, indeks kecurigaan terhadap lesi-lesi jaringan
lunak pada daerah ini harus ditekankan, termasuk adanya
 penampakan lesi merah atau putih yang tampak tidak 
 berbahaya. Kecuali didapatkan riwayat lesi dan bukti klinis
yang meyakinkan mengatakan sebaliknya, biopsi harus
didapatkan jika terdapat perubahan kronis dan
 pembentukan massa yang jelas untuk mengesampingkan
kemungkinan premalignansi ataupun malignansi.

Inspeksi visual langsung palatum durum dapat dicapai


dengan cara menggunakan mirror. Palatum durum, mirip
dengan gingiva cekar, dalam keadaan normal berwarna

18
kurang pink dibandingkan mukosa rongga mulut lainnya
karena adanya peningkatan keratinisasi Palatum durum dan
gingiva cekat hanyalah salah duanya mukosa yang biasanya
terlibat dalam infeksi virus herpes simpleks rekuren.
Palatum durum anterior dilapisi dengan rigi-rigi fibrous
atau disebut dengan rugae

Glandula saliva minor banyak terdapat di palatum durum;


karena hal inilah, neoplasma glandula saliva minor  – baik 
 benigna maupun maligna – mempunyai insidensi tinggi di
sini. Papilla incisivus terletak di posterior gigi incisivus
maksilla pada palatum durum. Struktur anatomis normal ini
tampak sebagai nodul kecil imobil yang terletak langsung
di bawah muara ductus nasopalatinal, dimana kumparan
neurovaskuler keluar dari maksila untuk mensupai mukosa
 palaum.

Lain halnya dengan palatum lunak, mukosanya tidak 


 berkeratin dan berwarna pink-salmon. Dapat diamati
dengan mudah melalui pemeriksaan langsung dengan cara
mnekan lidah dengan tongue blade dan menginstruksikan
 pasien untuk berkata “Ahhh” Deviasi palatum lunak pada
salah satu sisi dapat mengindikasikan masalah neurologis
ataupun neoplasma. Ketika lidah bagian posterior sudah
diturunkan dan pasien mengangkat palatum molle-nya,
orofaring juga mungkin terlihat. Hal ini kadang menjadi
sedikit rumit pada pasien yang mempunyai refleks muntah
 berlebihan; pada kasus demikian, refleks muntah dapat
ditekan dengan menggunakan anestesi lokal. Pilar tonsilar 
 biasanya terlihat dengan cara menggerakkan lidah ke lateral
dengan tongue blade.

19
Kripta tonsilar mempunyai vaskularisasi tinggi dan tampak 
lebih eritem dibandingkan dengan daerah sekitarnya.
Kadang ditemukan sel-sel epitel terdeskuamasi, sisa
makanan pada kripta tonsilar yang dapat menyebabkan
sensasi kasar-gatal pada kerongkongan dan halitosis.
Adenois (jaringan limfe pada posterior faring) tampak 
sebagai papula pucat ireguler. Jaringa ini mungkin
membesar dengan adanya inflamasi atau infeksi. Perubahan
faring tidak umum ditemukan – terutama karena infeksi
virus – misalnya herpangina, hand, foot, and mouth
disease).

Gingiva dapat diperiksa paling mudah dengan cara


menutup mulut sebagian dan bibir diretraksi dengan jari-
 jari, tongue blade atau lip retractor). Gingiva cekat
terkeratinisasi dan tampak lebih pucat daripada mukoa
lainnya Jaringan ini biasanya cekat, stipling dan melekat
erat pada tulang di bawahnya. Mukosa alveolar memanjang
dari gingiva cekat hingga vestibulum oris. Mukosa alveolar 
 – kontras dengan gingiva cekat – tidak terkeratinisasi dan
 berwarna lebih gelap (Image 20). Gingiva cekat biasanya
mengandung pigmen yang kadan berkorelasi dengan
 pigmentasi pada kulit lainnya; sedangkan mukosa alveolar 
 jarang terpigmentasi, meski pada orang kulit berwarna .

Perubahan tampilan klinis gingiva dapat menjadi indikator 


 penyakit lokal maupun sistemik. Penyebab paling umum
eritema pada gingiva adalah kebersihan mulut yang buruk.
Plak dan kalkulus menyebabkan gingivitis dan jika tidak 
dihilangkan dapat merudak struktur pendukung gigi.

20
Retendi plak dan kalkulus dapat pula menyebabkan lesi
gingiv reaktif seperti piogenik granuloma. Gingiva juga
kadang menjadi tempat inisiasi penyakit mukokutan – 
misalnya lichen planus, pemphigoid cicatrical, pemphigus
vulgaris. Gingiva juga kadang menjadi indikator i nfeksi
HIV dan indikator pertama imunosupresi.

Pemeriksaan gigi sebaikya menjadi tahap terakhir 


 pemeriksaan rongg mulut. Beberapa kelainan
 perkembangan gigi dapat nampak, misalnya anodonsia
 parsial (yang melibatkan gigi incisivus lateral maxilla), dan
supernumerari (mesiodens). Anodonsia dan gigi
supernumerari merupakan penemuan umum pada pasien
sindrom Gardner dan sindrom digital facial oral. Karies
 pada permukaan oklusal tampak sebagai lubang
diskolorisasi dan menunjukkan kebersihan mulut yang
 buruk. Karies interproksimal mungkin secara klinis tidak 
nampak jika tidak ditunjang dengan adanya radiografi.
Karies pada margin gingiva dapat menjadi manifestasi awal
xerostomia. Karies permukaan akar juga sering dijumpai
 pada pasien geriatri dengan resesi gingiva.

21
(Lewis & jordan, 2012 : 11)

22
2.2 Diagnosis dan faktor etiologi pada kasus skenario
a. Di bagian lateral lidah ditemukan ulser, single, diameter 15 mm, tengah
 putih, tepi kemerahan, sakit , diagnosa sementara : RAS (Recurent
Aphtous Stomatitis)
Diagnosis RAS berdasarkan pada penampilan klinis ulser serta riwayat
 penyakitnya. Perhatian harus khusus ditujukan pada umur terjadinya,
lokasi, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap hubungan dengan
kelainan pencernaan, haid, stress, serta makanan harus dicatat (Lewis &
Lamey , 1998).
Rekuren Aftosa Stomatitis (SAR) merupakan radang yang terjadi pada
mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat
 berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu dan dapat terjadi berulang-
ulang pada mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit. SAR 
dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam,
lidah, serta palatum dalam rongga mulut. Penyakit ini relatif ringan
karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular, namun RAS
sangat menganggu.

Klasifikasi

1. RAS Tipe Mayor


Stomatitis tipe mayor disebut juga Recurrent Scarring Aphthous
Ulser atau Periadenitis mucosa necrotica recurrens (penyakit Sulton).
Kira-kira berkisar 10-15% dari kasus SAR adalah stomatitis aftosa
tipe mayor. Pada stadium permulaan berupa nodul atau plak yang
kecil, lunak, merah dan sakit yang jika pecah akan menjadi ulser 
tunggal, berbentuk oval dan sangat sakit. Lesi lebih besar 1 cm dan
dapat mencapai hingga 5 cm. SAR tipe mayor dapat terjadi pada
 bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah
 berkeratin. Lesinya berupa ulser yang besar, dalam, serta bertumbuh
dengan lambat, biasanya terbentuk dengan tepi yang menonjol atau

23
meninggi, eritematous dan mengkilat, yang menunjukkan bahwa
terjadi edema. Lesi berbentuk kawah warna abu-abu dan keras jika
dipalpasi. Tipe ini sering diragukan dengan squamus karsinoma.
Masa penyembuhannya sekitar 3-6 minggu. Lesi yang sembuh akan
meninggalkan jaringan parut setelah sembuh dan jaringan parut
tersebut terjadi karena keparahan dan lamanya ulser.

Gambar 1. SAR tipe mayor 

Gambar 2. RAS mayor di buccal mucosa

24
Gambar 3. Scar yang timbul dari RAS mayor 

2. RAS Tipe Minor


Sebagian besar pasien (80%) menderita bentuk minor (MiRAS), yang
ditandai oleh ulser bulat atau oval, dangkal dengan diameter kurang
dari 5 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang erimatus (Gambar 1).
Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-
keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal, dan dasr mulut.
Ulserasi bias tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas
empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa
meninggalkan bekas (Lewis & Lamey , 1998).

25
Gambar 4. RAS tipe minor 

3. RAS Tipe Herpetiform


Stomatitis jenis ini terdapat hanya 5-10% dari semua kasus SAR.
 Nama “herpetiform” digunakan karena mirip dengan lesi intraoral
 pada infeksi virus herpes simplex primer (HSV), tetapi HSV tidak 
mempunyai peran etiologi pada stomatitis herpetiform atau dalam
setiap bentuk ulser SAR lainnya. Bentuk lesi ini ditandai dengan
ulser-ulser kecil, berbentuk bulat, sakit, penyebarannya luas, dan
dapat menyebar di rongga mulut. Seratus ulser kecil bisa muncul
 pada satu waktu, dengan diameter 1-3 mm, bila pecah satu per satu
ukuran lesi menjadi lebih besar. Ulser akan sembuh dalam waktu 10-
14 hari tanpa meninggalkan bekas ulserasi herpetiformis. Istilah
„herpetiformis‟ digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi
herpetiformis (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil-kecil pada satu
waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-
virus herpes ini tidak mempunyai peran etiologi pada ulserasi
herpetiformis atau dalam setiap bentuk ulserasi aphtosa.

26
Gambar 5. SAR Tipe Herpetiform

Etiologi
Etiologi dan patogenesis RAS belum diketahui pasti. Ulser pada RAS
 bukan oleh karena satu faktor saja (multifaktorial) tetapi dalam
lingkungan yang memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Faktor-
faktor ini terdiri dari trauma, stres, hormonal, genetik, merokok, alergi,
dan infeksi mikroorganisme atau faktor imunologi .
Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat bicara, kebiasaan buruk 
(brukism), atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau
minuman yang terlalu panas. Trauma bukan merupakan f aktor yang

27
 berhubungan dengan berkembangnya RAS pada semua penderita tetapi
trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung
Pada beberapa wanita mengalami rekurensi RAS setiap bulan yang
 berhubungan dengan perubahan hormon, selalu ditandai dengan
 peningkatan kadar progesteron saat fase luteal siklus menstruasinya. Pada
wanit sekelompok RAS sering terlihat di masa pra menstrual bahkan
 banyak mengalami berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan
dengan faktor homonal antara lain hormon estrogen dan progesteron
(Lewis & Lamey , 1998).
Beberapa mikroorganisme di dalam rongga mulut diduga juga berperan
 penting dalam patogenesis RAS, terutama golongan Streptococcus.
Berdasar penelitian terdahulu, kecenderungan lebih besar untuk terjadi
reaksi hypersensitivitas tipe lambat terhadap Streptococcus sanguis
diantara pasien RAS

Tabel Faktor etiologi stomatitis apthosa rekuren

Faktor Predisposisi Fakta

Defisiensi Adanya defisiensi zat besi, asam folat, vitamin B12,

atau B kompleks

Psikologis Meningkatnya insiden stomatitis pada populasi

mahasiswa menjelang ujian

Trauma Terbentuknya ulser pada daerah-daerah setelah

 bekas terjadinya luka penetrasi

Endokrin Terbentuknya stomatitis pada fase luteal dari siklus

haid pada beberapa penderita wanita

Alergi Kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa

 jenis makanan dan timbulnya ulser 

28
Merokok Pembentukan stomatitis pada perokok yang

dahulunya bebas simtom, ketika kebiasaan merokok 

dihentikan

Herediter Meningkatnya insiden pada anak-anak yang kedua

orantuanya menderita stomatitis, kesamaan yang

tinggi pada anak kembar 

Inunologi Fakta bertentangan, tetapi beberapa informasi

mengenai kadar imunoglobulin abnormal

Sumber : Lewis MAO, Lamey PJ. Tinjauan klinis penyakit mulut. Jakarta: Wid ya

Medika; 1998. p.48

Dari skenario didapatkan BMI penderita 17, BMI (body mass index) atau IMT

(indeks masa tubuh) adalah indikator status gizi untuk mengukur berat badan

normal orang dewasa. Pengukuran dengan membandingkan berat badan (dalam

kilogram) dengan tinggi badan (dalam meter) .

29
Dari klasifikasi ini, BMI penderita, yaitu 17, tergolong underweight. BMI

underweight (dibawah normal), sehingga dapat disimpulkan penderita kura ng gizi.

Oleh karena itu RAS yang terjadi pada penderita kemungkinan besar karena

defisiensi nutrisi, seperti Adanya defisiensi zat besi, asam folat, vitamin B12, atau

B kompleks

Faktor Etiologi Berdasarkan Defisiensi Nutrisi

Defisiensi hematinic (besi, asam folat, vitamin B1, B2, B6, B12) kemungkinan

dua kali lebih besar terkena SAR dibandingkan orang yang sehat. Pada penelitan

di Jepang ditemukan adanya hubungan SAR dengan menurunnya asupan makanan

yang mengandung zat besi dan vitamin B1. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak 

dilakukan pengujian hubungan antara asupan makanan dengan fakta-fakt a

defisiensi haematologi.

Pada penelitian yang baru-baru ini dilakukan di India dilaporkan adanya korelasi

antara konsentrasi nitrat dalam air minum dengan timbulnya SAR, nitrat

mengakibatkan meningkatnya aktivitas cytochrome B5 reductase dalam darah dan

kerentanan terjadinya recurrent stomatitis. Penjelasan dari teori ini berhubungan

dengan adanya kelebihan oksidasi NADH yang mendukung timbulnya inflamasi

 pada mukosa mulut.

30
Defisiensi vitamin B1, B2, dan B6 telah ditemukan pada 28% pasien yang

menderita SAR. Defisiensi vitamin tersebut menyebabkan menurunnya kualitas

mukosa sehingga bakteri mudah melekat pada mukosa, dan menurunnya sintesis

 protein sehingga menghambat metabolisme sel.

 b. Di mukosa pipi kiri kanan ditemukan garis putih, setinggi oklusal gigi,
tidak dapat dikerok, tidak sakit  Linea alba

 Linea alba merupakan variasi dari struktur dan penampakan dari mukosa rongga
normal. Lesi ini merupakan bentuk umum dari hiperkeratosisfisiologis yang
merupakan kondisi yang terdiri dari penebalan pada epitel mukosa sebagai respon
terhadap friksi atau gesekan secara berulang. Lineaalba merupakan garis putih
keabu-abuan yang terjadi di sepanjang mukosa bukal pada ketinggian occlusal 
 plane.
Lesi ini merupakan penemuan lazim, dan biasanya dihubungkan dengan tekanan,
iritasi friksional, atau suckingtrauma dari permukaan fasial gigi-geligi.
Coleman (1993) menyatakan bahwa linea alba dapat terjadi karena chronic
chewing  serta  sucking  pada pipi yang pada akhirnya menghasilkan lapisan tipis
 putih pada mukosa bukal.

31
Kelihatannya, linea alba tidak ada hubungannya dengan cusp yang kasar atau

horizontal overlap yang gigi-geligi yang tidak mencukupi.Apabila terdapat pada

suatu mukosa bukal, linea alba (garis putih) merupakan garis putih atau putih

keabu-abuan yang menonjol dan memanjang dari komisura bibir sampai dengan

daerah molar. Lesi ini memiliki demarkasi yang baik terhadap mukosa bukal

 berwarna kemerahan yang ada di sekitarnya, lunak dan lembut dengan batas yang

relatif sulit dibedakan. Biasanya lineaalba terjadi secara bilateral. Khususnya

 pada pagi hari, area ini akan terlihat sedikit terangkat dan menunjukkan indentasi

gigi-geligi. Linea alba tidak memiliki tanda-tanda patologis. Lesi ini benar-benar 

 jinak. Oleh karena itu, tidak diperlukan perawatan untuk lesi ini. Garis putih ini

dapat menghilang secara spontan pada sebagian orang.

2.3 Rencana perawatan dari kasus skenario.


Prinsip terapi pengobatan:
1. Kausatif (menghilangkan penyebab utama)
2. Simptomatif (menghilangkan gejala, misal nyeri)
3. Suportif (pendukung suatu terapi,untuk meningkatkan daya tahan tubuh)
4. Paliatif (meredakan gejala tapi tidak menyebabkan)

Perawatan pada penyakit – penyakit mulut secara garis besar adalah sebagai


 berikut:

 Terapi dengan memberikan obat – obatan seperti antifungal, antibiotik,


antiinflamasi, analgetik, anastetik topikal
 Pemberian komunikasi, informasi dan edukasi kepada pasien terkait
dengan penyakit yang dideritanya
 Terapi invasif seperti eksisi dan insisi
 Peningkatan sistem imun tubuh dengan edukasi misalnya cara/kiat
mendapatkan asupan nutrisi yang baik 

32
 Terapi rehabilitatif 
 Terapi psikologis (seringkali bekerja sama dengan psikolog atau psikiater)

Diagnosa sementara dari kasus di skenario adalag RAS dan linea alba
 buccalis. Untuk Linea alba jika tidak parah dan tidak mengganggu pasien
tidak perlu di terapi, Untuk RAS berikut terrapi yang sering digunakan

Tabel Terapi yang digunakan untuk stomatitis aptosa rekren (RAS)

Vitamin

Thiamin

Pyridoxine

Obat Kumur 

Klorexidin glukonat

Benzydamine hydrocloride

Carbenoxolone disodium

Kortikosteroid topikal

Hidrokortison hemisuksinat

Triamnicolone acetonide

Fluocinonide

Betamethasone sodium phospat

Bethametasone valerate

Beclomethasone dipropionate

Flumethasone pivalate

Antimikroba

Tetrasiklin secara topikal

Imunomodulator 

Levamisole

Faktor transfer 

Colchicine

33
Gammaglobulin

Dapsone

Thalimode

Lail lain

Inhibitor monoamin oksidase

Cromoglycate

Sumber : Lewis MAO, Lamey PJ. Tinjauan klinis penyakit mulut. Jakarta: Widya

Medika; 1998. p.49

Tidak semua obat diatas harus kita berikan untuk pasien RAS,kita harus

mampu memilah- milah obat mana yang harus segera diberikan kepada

 pasien, ini tergantung kondisi pasien. Pada kasus di skenario, berikut rencana

 perawatan yang yang kami berikan:

a. Pemberian vitamin B kompleks


 b. Hentikan penggunaan albothyl yang terlalu sering
c. Instruksi istirahat cukup dan perbaikan gizi, agar BMI menjadi normal
d. Pemberian steroid topikal untuk menurunkan keradangan. S
Setelah keradangan sembuh, rasa sakit dari ulser pun akan berangsur 
menghilang, sehingga tidak perlu diberikan obat penghilang rasa sakit.

2.4 Pemeriksaan penunjang dan pembacaan hasil pemeriksaan


Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan untuk menegakan diagnosis
suatu penyakit mulut :

a. Pemeriksaan darah (hematologis)


Berbagai macam tes darah sangat berguna dalam mendiagnosa penyakit
orofasial. Pemeriksaan yang biasa dialkukan adalah pemriksaan hitung
darah lengkap, film darah, zat besi, vitamin b12, asam folat, laju endap

34
eritrosit, clotting screen, kelainan sel sabit.
Pembacaan hasil pemeriksaan hematologis

lewis, 1998

Pengujian Peningkatan kadar Penurunan kadar

Jumlah sel darah putih Kehamilan, infeksi, Awal leukimia, reaksi


leukimia obat, idiopatik,
 beberapa infeksi,
 penyakit sumsum
tulang

Jumlah sel darh merah Polisitemia anemia

Rata- rata volume sel Def b12, folat, Kekurangan zat besi,

(MCV) alkoholisme, thalasemia


 penyakithati

Rata- rata sel hb (MCH) Anemia pernisiosa Def zat besi, thalasemia

Keping keping darah Mieloproliteratif Reaksi obat,leukimia,


infeksi idiopatik 

b. Pemeriksaan biokimia
Pada pemeriksaan biokimia yang diperiksa adalah
- kadar glukosa dalam plasama darah
- kortisol
- profil
- hormon pertumbuhan
- tiroid

35
c. Pemeriksaan imunologis
-imunoglobulin
-autoantibodi
-faktor antinukleardan reumatoid
-komplemen
d. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus. Kultur 
 bakteri tidak secara rutin dilakukan pada lesi-lesi ronga mulut karena
masalah kontaminasi silang. Kultur virus dilakukan dengan frekuensi
yang lebih, terutama pada pasien imunosupresi dengan dugaan lesi oral
yang disebabkan oleh virus. Tes Tzanck  – digunakan untuk melihat
adanya akantolisis pada penyakit virus (misalnya herpes labialis) dan
 penyakit mukokutan autoimun (pemphigus vulgaris) biasanya digunakan.
Kedua tes sayangnya memerlukan lesi yang intak yang kadang susah
didapatkan pada kasus, antigen virus spesifik dapat juga dideteksu pada
spesimen biopsi menggunakan teknik imunohistokimia yang
 bervariasi.Infeksi jamur juga merupakan penemuan umum pada rongga
mulut. Jamur yang biasa ditemukan di ronggamulut adalah candida
albicans.

e. Pemeriksaan histopatologi
-biopsi
-sitologi

f. Teknik imaging
-radiografi
-CT
-MRI
-Skening isotropik 

Pada kasus di skenario, pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan

36
untuk pasien berusia 50 tahun dengan diagnosa sementara RAS adalah
 biopsi. Martin S Greenberg menyebutkan dalam bukunya burket‟s oral
medicine, untuk dianosa sementara RAS, jika kondisi ulser memburuk 
atau pada penderita diatas usia 50 tahun, bisa dilakukan biopsi untuk 
membedakan dengan penyakit lain, atau jika mungkin berubah menjadi
suatu keganasan.

2.5 Bagaimana prognosis dari kasus skenario?


Prognosis untuk penyembuhan stomatitis didasarkan pada penyebab masala h.
Banyak faktor lokal yang bisa dimodifikasi, diobati atau dihindari. Penyebab
infeksi dari stomatitis biasanya bisa ditangani oleh obat, atau jika disebabkan
oleh obat tertentu, bisa diatasi dengan mengganti agen pemicu. Stomatitis
yang disebabkan oleh pengiritasi local bisa dicegah melalui kesehatan mulut
yang baik, pemeriksaan regular ke dokter gigi, dan kebiasan makan dengan
 baik. Masalah-masalah dengan stomatitis yang disebabkan oleh penyakit
sistemik bisa diminimalisir dengan kesehatan mulut yang baik dan mengikuti
terapi medis yang diresepkan dokter.
Prognosis bisa baik, sedamg, atau buruk, tergantung dari :
a. Keadaan OH,semakin baik keadaan OH seseorang,maka semakin cepat
terjadinya penyembuha
 b. diameter ulkus,ulkus dengan diameter kecil lebih cepat sembuh
dibandongkan dengan ulkus berdiameter lebih besa.
c. Lokasi ulkus,ulkus yang terjadi pada mukosa bergerak lebih lama sembuh
dibandingkan pada mukos tak bergerak 
d. Pengobatan,pengobatan yang cepat dan berkelanjutan akan mempercepat
terjadinya penyembuhan RAS
e.  Nutrisi,kurangnya salah satu zat yang berperan penting dalam proses
 penyembuhan seperti protein dan vitamin C

37
f. Mental dan fisik,karena salah satu penyebab RAS adalah stress,maka
upaya untuk mengurangi frekuensi kekambuhannya maka pasien harus
 bermental sehat yang didukung dengan keadaan fisik yang sehat pula
g. Kooperatif ari pihak pasien, mau atau tidak mengikuti terapi

38
BAB III

KESIMPULAN

1. Prosedur diagnosis di bidang penyakit mulut


a. Pemeriksaan Subyektif (anamnesa)
1. Data (identitas) pribadi penderita
2. Riwayat kasus
 b. Pemeriksaan Obyektif (klinis)
1. Pemeriksaan kesehatan umum
2. Pemeriksaan kesehatan rongga mulut dan sekitarnya
a. Pemeriksaan ekstra oral
 b. Pemeriksaan intra oral

2. Diagnosis dari kasus di skenario adlah RAS (recurrent aphtous stomatitis )

dan linea alba buccalis

3. Rencana perawatan pada kasus di skenario

a. Pemberian vitamin B kompleks


 b. Hentikan penggunaan albothyl yang terlalu sering
c. Instruksi istirahat cukup dan perbaikan gizi, agar BMI menjadi normal
d. Pemberian steroid topikal untuk menurunkan keradangan. Setelah
keradangan sembuh, rasa sakit dari ulser pun akan berangsur 
menghilang, sehingga tidak perlu diberikan obat penghilang rasa sakit.

4. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan dibidang penyakit mulut

antara lain

a. Pemeriksaan hematologi

 b. Pemeriksaan biokimia

c. imunologi

d. mikrobio

e. histopatologi

39
f. imaging

Spesifik untuk kasus di skenario, pemeriksaan penunjang yang bisa

dilakukan untuk pasien dengan diagnosa sementara RAS adalah

histopatologi (biopsi)

5. Prognosis pasien bisa dilihat dari beberapa faktor, seperti letak ulser, OH,

nutrisi dan kooperatif 

40
DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, Martin & Michael Glick. 2008.  Burket’s Oral Medicine Diagnosis &

Treatment eleventh edition. USA : BC Decker Inc

Laskaris, george. 2003. Color atlas of oral disease third edition. Athens, Greece :

Litsas Medical Publication

Lewis, Michael A O & Lamey PH. 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mukut ed 1.
Widya medika
Lewis, Michael & richard jordan. 2012. A colour handbook oral medicine second

edion. USA: Manson Publishing Ltd

41

Anda mungkin juga menyukai