Anda di halaman 1dari 9

E

MAKALAH DISKUSI INTEGRASI


MODUL 4.14
SEMINAR I (B) Penatalaksanaan Kelainan Jaringan Penyangga Mulut

Disusun oleh:
KELOMPOK E
(040001500082) Iga Eldita (040001500093) Jonathan Morgan
(040001500083) Imammuddin (040001500094) Josephine Kartika
(040001500084) Indah Mutia Sari (040001500095) Julian Sebastian
(040001500085) Indah Serafika (040001500096) Karen Averil
(040001500086) Izhairy Nurfadillah (040001500097) Karina Natalie
(040001500087) Jackson (040001500098) Kezia Nugrahini
(040001500088) James Sebastian (040001500099) Khansa Nabila
(040001500089) Jane Djajadi (040001500100) Kirana Virysia
(040001500090) Jeni Afifah (040001500091) Jessica Mathonie
(040001500092) Johanes Budiman (040001500158) Steward

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS TRISAKTI
SEMESTER GENAP
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya, kami,

kelompok E, dapat menyelesaikan makalah yang membahas mengenai Penatalaksanaan

Kelainan Jaringan Penyangga Mulut ini tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan

kepada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Trisakti, sebagai bagian dari persyaratan

untuk memperoleh nilai dalam Modul 414.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah

membantu dan membuka wawasan kami, sehingga kami dapat mengaplikasikan mata

kuliah tersebut ke dalam kehidupan kami sehari-hari. Kami juga mengucapkan terima kasih

kepada teman-teman mahasiswa yang sudah memberi kontribusi baik langsung maupun

tidak langsung dalam pembuatan makalah ini

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu

kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna

menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, 20 Juni 2017

Kelompok E
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan pendukung gigi, yaitu
gingiva/gusi serta jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan
tulang penyangga gigi yaitu tulang alveolar. Penyakit periodontal merupakan salah satu
penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan manusia, sehingga kebanyakan masyarakat
menerima keadaan ini sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Namun studi etiologi,
pencegahan dan perawatan penyakit periodontal menunjukkan bahwa penyakit ini dapat
dicegah. Penyakit yang paling sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan
periodontitis.

Menjaga oral hygiene/kebersihan mulut merupakan obat pencegah yang paling efektif
yaitu melalui pembersihan dan eliminasi faktor lokal seperti plak dengan gosok gigi dan
dengan scalling untuk meghilangkan kalkulus/karang gigi. Kalkulus merupakan deposit keras
yang berasal dari plak yang mengalami kalsifikasi biasanya terdapat di servikal/leher gigi dan
dapat menjadi iritan kronis terhadap gusi sehingga mengakibatkan peradangan. Disamping itu
pencegahan penyakit periodontal dapat dilakukan dengan menghilangkan kebiasaan buruk
seperti bruxism, bernapas melalui mulut serta mengkoreksi kondisi gigi yang mengalami
trauma oklusal karena malposisi, yaitu posisi gigi yang salah maupun gigi yang terpendam.

Pada makalah ini akan membahas skenario berikut:


Seorang pasien laki-laki usia 40 tahun datang ke RSGM Usakti dengan keluhan gigi kanan
belakang bawah terasa ngilu kalau minum es. Gusi gigi depan bawah membesar. Gigi 36
karies media oklusal mesial, vital gigi 46 vital tanpa karies gingiva warna merah kebinan
udematus,palpasi tidak sakit, poket periodontal 6 mm bagian mesial dan distal, 4mm bagian
bukal dan lingual, furkasi probe masuk 5mm, tidak temhus, kalau minum es ngilu. Gingiva
43- 33 warna merah pucat, fibrotik, poket rata- 3-4 mm, probing tidak mudah berdarah, gigi
42-32 karies servikal, vital. Radiografis 46 radiolusen horizontal dan radiolusen daerah
furkasi, 43-33 radioluscn tulang alveolar arah horisontal. Interdental hygiene Index 40 % dan
Papilla Bleeding Index = 2.

1.2 Rumusan Masalah

1. Kelaianan apa yang terjadi pada gigi 46?


2. Mengapa gigi 46 tanpa karies tetapi ngilu kalau minum es dan bagaiman mekanisme
terjadinya rasa ngilu tersebut?
3. Gigi 36 mau dibuatkan mahkota porselen, apa yang dimaksud Biological width?
4. Tindakan bedah apa yang tepat untuk gigi 43- 33, apa indikasinya dan jelaskan
prosedurnya!
5. Mengapa pada tindakan perawatan Sdr. juga digunakan pek periodontal. Apa
alasannya?
6. Apa dignosis kasus tersebut?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui kelainan pada kasus.
2. Menegtehui mekanisme terjadinya ngilu.
3. Dapat menentukan tindakan bedah pada kasus.
4. Mengerti mengenai biological width.
5. Mengerti mengenai pengunaan peg periodontal.
6. Dapat menentukan diagnosis pada kasus.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kelainan Pada Gigi 46


Dalam skenario disebutkan bahwa pasien mengeluh pada gigi kanan belakang bawah
terasa ngilu saat minum es, dan pada pemeriksaan klinis pada gigi 46 ditemukan bahwa
gigi masih vital, tanpa karies dengan gingiva berwarna merah kebiruan, udematus, dan
saat dipalpasi tidak sakit. Poket yang terjadi pada gigi 46 berupa poket periodontal yang
pada bagian mesial dan distal memiliki kedalaman 6 mm sedangkan pada bagian bukal
dan lingual memiliki kedalaman 4 mm, serta pada pemeriksaan furkasi dengan probe
ditemukan keterlibatan furkasi sebesar 5 mm dan tidak tembus sehingga dapat
diperkirakan terjadinya resesi gingiva yang disebabkan oleh poket periodontal yang
mengakibatkan marginal gingiva ikut bermigrasi ke arah apikal. Pada pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiografi pada gigi 46 ditemukan radiolusen horizontal dan
radiolusen pada daerah furkasi. Dari keluhan pasien, pemeriksaan klinis, serta
pemeriksaan penunjang dapat dikatakan bahwa kelainan apda gigi 46 pasien adalah
keterlibatan furkasi klas II (F2) menurut Glickmann/ cul-de-sac kserta hipersensitif
dentin.
Menurut Laksono B.D., keterlibatan furkasi atau furcation involvement adalah
kelanjutan penyakit periodontal yang melibatkan daerah furkasi (percabangan) akar gigi
dan etiologi primer dari keterlibatan furkasi adalah plak/bakteri dan proses inflamasi yang
lama. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah anatomi akar gigi, pertumbuhan yang
anomali, karies, serta kematian pulpa. Klasifikasi keterlibatan furkasi menurut Glickmann
(1958) dibagi menjadi 4 kelas: Kelas I (F1) furkasi/incipient adalah lesi furkasi awal yang
hanya mengenai jaringan lunak sehingga pada radiografi belum ditemukan perubahan dan
pada pemeriksaan dengan probe dapat masuk < 3 mm; (2)Kelas II (F2) furkasi/cul-de-sac
terjadi kerusakan tulang sebagian dengan keterlibatan furkasi > 3 mm dan pada radiografi
ditemukan kerusakan tulang vertikal; (3)Kelas III (F3) furkasi/through-and-through
merupakan kerusakan tulang total dan furkasi terbuka, di mana lesi telah masuk ke furkasi
dan tembus ke furkasi lingual, dan; (4)Kelas IV (F4) furkasi terjadi bentuk kerusakan lesi
through-and-through, tulang interdental rusak, resesi gingiva, dan furkasi terbuka.
Hipersensitif dentin adalah kondisi gigi yang relatif umum pada gigi permanen yang
disebabkan oleh dentin yang terpapar akibat hilangnya enamel atau sementum.
Manifestasi dari hipersensitif dentin dapat dibagi secara fisik dan psikologis yaitu tidak
nyaman bagi pasien dan dapat didefinisikan sebagai nyeri akut durasi pendek yang
disebabkan oleh terbukanya tubulus dentin pada permukaan dentin. Diagnosa dari suatu
hipersensitif dentin berdasarkan jenis nyeri (tajam, singkat, dan muncul hanya jika ada
stimulus), subjektif (ngilu karena panas/dingin, asam/manis, udara), dan secara objektif
oleh dokter gigi yang memeriksa(tes dengan air spray/water spray dan sondasi), serta
yang paling penting adalah tidak adanya karies atau abrasi maupun abfraksi.

2.2 Alasan Ngilu Kalau Minum Es Pada Gigi 46 Tanpa Karies Dan Mekanismenya
Dalam skenario dijelaskan bahwa pada gigi 46 vital dan tidak ada karies, tetapi pasien
mengeluh mengenai ngilu saat minum es. Ini menunjukkan bahwa gigi 46 pasien
mengalami hipersensitif dentin yang disebabkan oleh resesi gingiva sehingga dentin
menjadi terbuka. Menurut Boby (2016), resesi gingiva adalah bergeraknya tepi gingiva ke
arah apikal melewati batas sementum enamel disertai tersingkapnya permukaan akar gigi.
Resesi gingiva merupakan suatu kondisi tereksposnya akar gigi sehingga menimbulkan
masalah bagi pasien seperti rasa ngilu terhadap makanan dan minuman panas dan dingin
atau makanan manis serta estetik. Dalam skenario, resesi diakibatkan oleh karena adanya
kehilangan perlekatan pada gigi 46 dengan poket periodontal pada bagian mesial dan
distal memiliki kedalaman 6 mm sedangkan pada bagian bukal dan lingual memiliki
kedalaman 4 mm dan sudah terjadi kerusakan tulang, sehingga gingiva yang melekat akan
mengikuti pola kerusakan tulang tersebut, sehingga terjadi resesi gingiva. Etiologi dari
terbukanya dentin adalah: (1)Kehilangan email akibat abrasi, erosi, atrisi; (2)Kehilangan
sementum yang berhubungan dengan resesi gusi akibat menyikat gigi (metode, tekanan,
jenis), kebiasaan buruk (stres, diet), malposisi gigi, pencabutan gigi tetangga, perlekatan
frenulum, frenestrasi/dehisensi, maupun pemolesan restorasi bagian marginal;
(3)Periodontitis kronis yang berhubungan dengan resesi, dan; (4)Perawatn periodontal
(skeling, penghalusan akar, dan surgery). Mekanisme dari terjadinya ngilu saat minum es
adalah dari stimulus thermal pada dentin terbuka (akar gigi yang telah ter-exposed akibat
resesi gingiva) mengakibatkan peningkatan pergerakan (kontraksi) dari cairan tubulus
dentin sehingga akan menimbulkan aspirasi sel-sel odontoblas yang berfungsi untuk
meneruskan rangsang menuju serabut saraf A-delta sehingga terjadi persepsi nyeri.
Serabut saraf A-delta menghasilkan nyeri yang cepat, tajam, dan terlokalisasi.

2.3 Definisi Biological Width Serta Hubungannya Dengan Gigi 36 Yang Ingin Dibuat
Mahkota Porselen
Biological width terdapat pada daerah servikal gigi dan didefinisikan sebagai dimensi
fisiologik dari junctional epithelium dan perlekatan jaringan ikat atau jarak antara dasar
sulkus dengan crest tulang alveolar. Rata-rata dimensi dari junctional epithelium adalah
0,97 mm dan perlekatan jaringan ikat 1,07 mm. Penjumlahan dari dimensi junctional
epithelium dan perlekatan jaringan ikat adalah 2,04 mm yang disebut dengan biological
width. Dalam skenario disebutkan bahwa gigi 36 ingin dibuat mahkota porselen, agar
tercipta biological width yang adekuat dan tidak terganggu sebaiknya terdapat paling
sedikit 3 mm antara marginal gingiva dengan crest tulang alveolar dan jika ingin
ditempatkan mahkota porselen hanya boleh maksimum 0,5 mm dari margin restorasi yang
masuk ke dalam sulkus Dalam pelaksanaannya, prosedur yang melewati biological width
dapat berakibat pada inflamasi gingiva, pembentukan poket, sampai alveolar bone loss.

2.4 Tindakan Bedah Yang Tepat Untuk Gigi 43-33 Beserta Indikasi Dan Prosedurnya
Dalam skenario disebutkan bahwa pada pemeriksaan klinis ditemukan gingiva 43-33
merah pucat, fibrotik, dengan poket rata-rata 3-4 mm, probing tidak mudah berdarah dan
pada gigi 42-32 terdapat karies servikal dan gigi geligi tersebut masih vital. Tindakan
bedah yang dapat dilakukan pada gingiva 43-33 adalah gingivektomi. Dalam DocDoc
(2016), gingivektomi adalah prosedur bedah untuk mengangkat gingiva atau jaringan
gusi. Indikasi dari gingivektomi adalah jaringan yang fibrotik, poket periodontal 3-5 mm,
gingival enlargement, topografi gingiva yang tidak simetris atau tidak estetik, poket
supraboni (tapi attached gingiva harus lebar), dan crown lengthening. Dalam skenario
diketahui bahwa pada gingiva 43-33 karena terdapat jaringan yang fibrotik, poket rata-
rata 3-4 mm dengan kerusakan tulang arah horizontal (poket supraboni) yang merupakan
indikasi dari dilakukannya gingivektomi.
Prosedur dalam melakukan bedah gingivektomi pada gingiva 43-33 adalah: (1)Cek
keadaan umum pasien (tekanan darah); (2)Asepsis dengan povidon iodine 10%;
(3)Anastesi lokal dan infiltrasi pada setiap papil agar konsistensi lebih keras sehingga
lebih mudah dilakukan pembedahan; (4)Menandai setiap poket di bagian interdental papil
dengan menggunakan pocket marker dengan dibuat titik-titik perdarahan (3 titik untuk
setiap papil: mesial, distal, tengah); (5)Melakukan uninterrupted bevel incision dengan
pisau Kirkland 1 mm lebih apikal dari garis imajiner yang dibentuk oleh titik-titik
perdarahan; (6)Melakukan insisi kedua dengan pisau orban untuk membebaskan
interdental yang telah diinsisi pertama kali oleh pisau Kirkland; (7)Melakukan prosedur
skeling, penghalusan akar, dan irigasi H2O2 3%; (8)Gingivoplasti untuk rekonturing
gingiva dengan electrocauter/bone file; (9)Memasang periodontal pek pada luka terbuka
oleh karena prosedur bedah gingivektomi, dan; (10)Meminta pasien untuk kembali
setelah 7 hari untuk membuka periodontal pek dan dilakukan penambalan pada karies
servikal 42-32.

2.5 Alasan Penggunaan Pek Periodontal Dalam Perawatan


Periodontal pek/periodontal dressings adalah bahan yang sering digunakan untuk
membalut/membungkus luka bedah setelah dilakukannya prosedur bedah periodontal.
Periodontal pek tidak mengandung bahan yang dapat memacu penyembuhan melainkan
hanya membantu penyembuhan karena salah satu fungsinya yaitu melindungi luka.
Alasan dari penggunaan periodontal pek pada kasus ini adalah untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya infeksi dan perdarahan pasca bedah, membantu penyembuhan
dengan cara melindungi luka bedah dari trauma sewaktu proses mastikasi, serta mencegah
timbulnya nyeri yang dipicu oleh berkontaknya luka bedah dengan lidah atau makanan
sewaktu proses mastikasi.

2.6 Diagnosis Kasus


Diagnosis dari kasus pada pasien laki-laki usia 40 tahun adalah periodontitis kronis tipe
localized disebabkan oleh plak dan kalkulus yang diperberat oleh keterlibatan furkasi
kelas II (F2) pada gigi 46 dan disertai gingival enlargement pada gingiva 43-33.
Periodontitis dapat diketahui melalui tanda-tanda klinis terjadinya inflamasi pada gingiva
(perubahan warna, kontur, konsistensi, dan bleeding on probing), terbentuknya poket
periodontal, kehilangan perlekatan (clinical attachment loss), dan kerusakan attachment
apparatus (sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar). Dalam skenario
didapatkan dari pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang mengenai tanda-tanda
klinis terjadinya inflamasi gingiva bahwa pada gingiva 46 berwarna merah kebiruan,
udematus, palpasi tidak sakit, poket periodontal yang pada bagian mesial dan distal
memiliki kedalaman 6 mm sedangkan pada bagian bukal dan lingual memiliki kedalaman
4 mm, dan kerusakan attachment apparatus. Kerusakan attachment apparatus dapat dilihat
dari pemeriksaan radiografi pada gigi 46 pasien berupa radiolusen horizontal dan
radiolusen daerah furkasi. Periodontitis kronis dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis
yakni tipe generalized dan localized berdasarkan banyaknya gigi yang terjadi kehilangan
perlekatan dan resorbsi tulang. Pada periodontitis kronis tipe generalized, kehilangan
perlekatan dan resorbsi tulang yang terjadi meliputi lebih dari 30% jumlah gigi.
Sedangkan periodontitis kronis tipe localized kehilangan perlekatan dan resorbsi tulang
yang terjadi meliputi kurang dari 30% dari jumlah gigi pada pasien. Dalam skenario, gigi
yang terkena periodontitis kronis adalah gigi 46, 43-33 yang merupakan localized karena
meliputi kurang dari 30% jumlah gigi. Keterlibatan furkasi pada gigi 46 dapat dilihat dari
pemeriksaan klinis pada gigi pasien yaitu saat di-probing 5 mm pada daerah furkasi dan
tidak tembus yang menunjukkan keterlibatan furkasi pada gigi 46 adalah kelas II (F2)
furkasi. Gingival enlargement/gingival overgrowth pada pasien dapat diketahui dari
pemeriksaan klinis pasien pada gingiva 43-33 yang berwarna merah pucat, konsistensi
fibrotik, dan poket rata-rata 3-4 mm.
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Laksono, Bambang Dwi. "Furcation Involvement and Treatment." Niemiec/Veterinary


Periodontology. Web. 20 June 2017.
"PROSES TERJADINYA HIPERSENSITIF DENTIN." Universitas Sumatera Utara. Web.
20 June 2017.
Boby. "Menguak Resesi Gingiva." NETRALITAS.com. Dental Tooth Planet, 9 Aug. 2016.
Web. 20 June 2017. <http://www.netralitas.com/kesehatan/read/8091/menguak-resesi-
gingiva>.
"Apa Itu Gingivektomi: Gambaran Umum, Manfaat, Dan Hasil Yang Diharapkan." DocDoc
Pte Ltd., 2016. Web. 20 June 2017.
<https://www.docdoc.com/id/info/procedure/gingivectomy>.

Soeprapto, Andrianto, Drg. PEDOMAN DAN TATALAKSANA PRAKTIK


KEDOKTERAN GIGI. Ed. Y. Edwin Wijaya. Vol. 2. Yogyakarta: STPI Bina Insan Mulia,
2017. Print.

Anda mungkin juga menyukai