Anda di halaman 1dari 13

PENATALAKSAAN DRY SOCKET dan OAC/OAF

DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN GIGI

Disajikan sebagai supplement Instruktur


SKILL LAB BLOK 21

Edwyn Saleh

BEDAH MULUT
PSPDG FKIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
DRY SOCKET

Dry socket juga disebut osteitis alveolar atau alveolitis. Pasca pencabutan gigi
terbentuk bekuan darah di tempat pencabutan, di mana bekuan ini terbentuk oleh
jaringan granulasi, dan akhirnya terjadi pembentukan tulang secara perlahan-lahan.
Bila bekuan darah ini rusak maka pemulihan akan terhambat dan menyebabkan
sindroma klinis yg disebut dry socket. Dry socket ini terjadi karena adanya perubahan
plasminogen menjadi plasmin yang menyebabkan fibrinolisis pada bekuan darah di
soket bekas pencabutan, biasanya terjadi pada hari ke 3-5 sesudah operasi.
Keluhannya utamanya adalah rasa kalit yang sangat luar biasa hebat. Pada
pemerikasaannya terlihat tulang alveolar yang tebuka, terselimuti kotoran dan
dikelilingi berbagai tingkatan peradangan dari gingiva. Kebersihan mulut kurang atau
buruk. Regio molar bawah adalah daerah yang sering terkena, khususnya alveolus
molar ketiga. (Pederson, 1996).

ETIOLOGI
Penyebab dry socket dan temuan yang konsisten adalah hilangnya bekuan
darah akibat lisis, mengelupas atau keduanya. dry socket ini biasanya disebabkan oleh
streptococcus, tetapi lisis bisa terjadi tanpa keterlibatan bakteri (Pederson, 1996).
Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada saat ekstraksi
(ekstraksi dengan komplikasi), dokter gigi yang kurang berhati-hati, penggunaan
kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid, dan suplai darah. Kurangnya irigasi saat
dokter gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket. Gerakan
menghisap dan menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera setelah
pencabutan dapat mengganggu dan merusak bekuan darah. Selain itu, kontaminasi
bakteri sering terjadi pada orang dengan kebersihan mulut yang buruk. Demikian juga
pasien yang menderita gingivitis, periodontitis, dan perikoronitis (Anonim. 2009).
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya Dry
Socket seperti : Usia, Jenis kelamin (Kontrasepsi, dan Kehamilan), Merokok, Trauma
bedah, Bakteri, Kondisi inflamasi marginal, Perikoronitis, Pulpitis / Inflamasi
Periapikal, Penggunaan Antibiotik Sistemik, Penggunaan Obat Kumur Chlorhexidine,
Hemostatik lokal, dan Teknik Anastesi (Tyas, 2012)
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya Dry Socket : (Andreasen
1997, Malaki 2004)

1. Usia
Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat hubungan
peningkatan terjadinya Dry Socket dengan peningkatan usia, menurut Malaki
penelitian yang dilakukan Mc Gregor terjadi peningkatan dari 2,7% pada
kelompok usia 15 – 19 Tahun sampai 8,6% pada kelompok usia 30 – 34
Tahun, dan turun lagi menjadi 2,9% pada usia 50 -54 Tahun, walaupun tidak
dijelaskan lebih rinci mengenai hubungan ini.
2. Jenis Kelamin dan Kontrasepsi
Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi
terjadinya Dry Socket yang menggambarkan pada wanita lebih besar
dibanding pada pria. Angka prevalensi pada wanita disebabkan 2 faktor,
pertama Dry Socket lebih sering ditemukan pada wanita yang sedang
mengalami menstruasi dan kedua kelihatannya ada hubungannya dengan pada
wanita yang menggunakan pil kontrasepsi, menurut Catellani yang pernah
melakukan penelitian hal ini ada pengaruhnya dengan efek dari hormon
oestrogen yang dapat menstimulasi fibrinolisis.
3. Merokok
Menurut beberapa penelitian merokok mempunyai hubungan korelasi
yang signifikan dengan terjadinya Dry Socket. Patogenesisnya adalah dengan
peningkatan aktifitas dari fibrinolisis pada waktu merokok. Menurut penelitian
yang dilakukan Meechan dan kawan – kawan pada orang yang merokok
setelah pencabutan gigi bahwa terjadi pengurangan pembekuan darah pada
socket secara signifikan pada orang yang merokok dibanding dengan bukan
perokok.
4. Trauma Bedah
Efek trauma sebagai faktor penyebab terhambatnya penyembuhan luka
setelah pencabutan gigi telah dikemukakan pertama kali oleh Alling dan Kerr
pada tahun1957. Efek panas yang ditimbulkan dari bur yang mengenai tulang
alveolar juga dapat mengganggu pembekuan darah yang akhirnya dapat
menimbulkan Dry Socket. Pada penelitian yang dilakukan secara klinis
menunjukkan bahwa pencabutan yang sulit atau seperti gigi yang patah pada
waktu pencabutan menunjukkan secara signifikan rata – rata jumlah yang
lebih tinggi untuk terjadinya Dry Socket dibanding pada pencabutan normal,
selain itu trauma jaringan lunak juga pada prosedur pencabutan gigi ada
hubungannya dengan terjadinya Dry Socket, ini disebabkan karena pada
trauma menimbulkan mediator - mediator peradangan.
Pengalaman operator merupakan faktor risiko terjadinya dry socket.
Kurangnya pengalaman ahli bedah bisa berhubungan dengan trauma yang
lebih besar selama ekstraksi, terutama bedah ekstraksi gigi molar ketiga
mandibula.
5. Bakteri
Keberadaan bakteri juga ada hubungannya dengan terjadinya Dry Socket,
ketika koagulasi yang terbentuk setelah pencabutan aliran saliva dengan
mudah memasuki lokasi bekas pencabutan, tempat inilah yang menjadi
persinggahan dari saliva sedangkan pada saliva terdapat bakteri. Selanjutnya
ada juga hubungan antara jumlah bakteri aerob dan anaerob yang ada sebelum
pencabutan yang nantinya akan berkembang pada koagulum yang nantinya
akan menimbulkan Dry Socket, dimana pasien yang mengalami Dry Socket
menunjukkan jumlah bakteri yang lebih banyak sebelum operasi daripada
pasien yang mengalami penyembuhan socket normal. Keterangan mengenai
fenomena ini faktanya bahwa beberapa tipe dari streptococcus dan
staphilococcus dalam penelitian ini dapat membuat fibrinolisis dari
pembekuan darah.
Sejauh ini tidak ada mikroorganisme yang spesifik yang dapat
menimbulkan Dry Socket, tetapi diperkirakan oleh para peneliti adalah
Treponema Denticola mempunyai pengaruh penting untuk terjadinya Dry
Socket.
6. Kondisi Inflamasi Marginal
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya Dry Socket
rendah bila terdapat periodontitis marginalis. Efek ini mempunyai alasan yang
jelas, karena pada kondisi ini jumlah trauma selama pencabutan berkurang
sekali.
7. Perikoronitis
Adanya perikoronitis (subakut dan kronis) pada beberapa penelitian
menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya Dry Socket ini diduga
karena pada daerah perikoronal merupakan tempat yang baik untuk beberapa
mikroorganisme.
8. Pulpitis / Inflamasi Periapikal
Hasil dari dua buah penelitian yang dilakukan terdapat hubungan yang
tidak bermakna / kecil terhadap terjadinya Dry Socket pada gigi Pulpitis yang
dilakukan pada pencabutan. Pada gigi dengan nekrosis pulpa disertai
periodontitis apikalis yang dilakukan pencabutan menunjukkan peningkatan
terjadinya Dry Socket dibanding dengan gigi yang vital.
9. Oral Kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi oral positif berkorelasi dengan kejadian dry
socket. Estrogen bisa berpengaruh dalam proses fibrinolitik. Hal ini diyakini
secara tidak langsung mengaktifkan sistem fibrinolisis (meningkatkan faktor
II, VII, VIII, X, dan plasminogen) sehingga meningkatkan lisis dari gumpalan
darah. Kemungkinan meningkatnya dry socket karena peningkatan dosis
estrogen dalam kontrasepsi oral. Untuk mengurangi risiko dry socket,siklus
hormonal harus dipertimbangkan ketika penjadwalan pencabutan gigi.
10. Teknik Anastesi
Penggunaan anastesi lokal lebih meningkatkan resiko terjadinya Dry
Socket dibanding dengan anastesi umum, jenis bahan anastesi lokal juga
berpengaruh dimana xylocaine lebih tinggi frekuensi terjadinya Dry Socket
dibanding dengan citanest dan teknik anastesi lokal seperti intraligamen /
perisemental teknik dapat meningkatkan resiko terjadinya Dry Socket.
11. Fisik dislodgement
Disebabkan oleh manipulasi atau tekanan negatif yang terjadi akibat
mengisap atau sedotan pada luka, sehingga merusak gumpalan darah.
GAMBARAN KLINIS
Daerah paska pencabutan yang mengalami dry socket awalnya terisi
oleh bekuan darah yang berwarna keabu-abuan yang kotor, kemudian bekuan ini
hilang dan meninggalkan soket tulang yang kosong (dry socket). Tulang terekspos
dan sangat sensitif. Penderita biasanya mengeluhkan sakit yang parah,dan dapat
timbul bau tak sedap. Hal ini dapat terjadi kurang dari 24 jam setelah gigi dicabut,
namun dapat juga terjadi 3-4 hari pasca pencabutan. Kadang-kadangdapat terjadi
pembengkakan dan limfadenopati.
Frekuensi dry socket lebih tinggi pada rahang bawah dan di gigi daerah
belakang (posterior). Dry socket dapat saja terjadi pada setiap pencabutan gigi tapi
lebih sering terjadi pada saat pencabutan gigi molar tiga impaksi.Kemungkinan
terjadinya dry socket paling besar pada kelompok umur 40 tahun (Wijay El. 2010).

1. Rasa Sakit
Pasien biasanya merasakan sakit pada hari ke 2 sampai dengan hari ke 5
setelah pencabutan dengan keluhan sakit yang hebat pada daerah bekas pencabutan
dan rasa sakitnya dapat menjalar sampai ke telinga pada sisi yang sama atau bagian
yang lain dari wajah tetapi tidak dengan tanda-tanda gejala dari infeksi seperti
demam, pembengkakan dan erithema. Kadang-kadang dijumpai lymphadenitis
regional, rasa sakit dirasakan berdenyut dan kadangkala juga rasa sakit tidak hilang
dengan obat-obatan analgesik.

2. Halitosis dan rasa tidak enak


Sisa-sisa makanan yang dapat menumpuk di dalam socket dapat menghasilkan
rasa yang tidak enak dan bau mulut.

3. Tanda Klinis
Secara keseluruhan gejalanya timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 5
setelah pencabutan gigi dan apabila tidak ditangani gejalanya akan berlanjut
sampai dengan hari ke 7 atau sampai hari ke 14. Menurut Dhusia tanda klinis yang
dapat dilihat seperti Bare bone dan margin gingiva.

4. Bare Bone
Pada pemeriksaan Probe Test dengan menggunakan sonde lurus, tanda yang
sangat khas sekali adalah rasa sakit sekali apabila sonde menyentuh bare bone.
Dimana awalnya terdapat gambaran bekuan darah yang berwarna abu – abu
kehitaman dan ketika bekuan darahnya hilang akhirnya terdapat jaringan granulasi
dari bone bare yang berwarna kuning keabu-abuan.
PATOFISIOLOGI
Dry Socket terjadi karena tingkat dari aktifitas dari fibrinolisis yang tinggi
pada daerah sekitar bekas pencabutan gigi karena adanya infeksi, inflamasi pada
daerah tulang tersebut. Pelepasan beberapa aktivator atau kinase seperti Bradykinin
dan Kininogen yang diaktivasi oleh beberapa rangsangan. Rangsangan itu dapat
berasal dari cairan tubuh atau timbul pada Plasma Precursor yang mana merupakan
Proaktivator, beberapa Aktivator dikeluarkan dari jaringan yang mengalami trauma
seperti : mukosa, periosteum dan bone marrow, lalu Plasminogen berubah menjadi
Plasmin oleh karena aktivator, hingga akhirnya Plasmin ini membuat Fibrin menjadi
pecah dan terjadi Dry Socket.
Menurut hasil studi yang ada, menunjukkan bahwa bakteri anaerob
Treponema Denticola yang merupakan habitat normal dalam rongga mulut dapat
merangsang aktivitas fibrinolitik karena kerja enzymnya seperti kerja Plasmin yang
dapat memecahkan bekuan darah yang pada akhirnya dapat terjadi Dry Socket,
organisme ini tidak menghasilkan pus, pembengkakan atau warna yang lebih merah
tetapi ketika terinfeksi bakteri anaerob yang lain akan menghasilkan bau busuk dan
rasa yang tidak enak. Menurut penelitian pada pemeriksaan kultur pada socket yang
terjadi Dry Socket menunjukkan infeksi campuran, dan bakteri Fusiform Bacilli
seringkali ditemukan. (Dhusia 2000).
PENATALAKSANAAN
1. Langkah Preventif (Dhusia, 2000)
a. Langkah sebelum operasi:
• Gunakan obat kumur antiseptik sebelum melakukan pencabutan.
• Gunakan antibiotik profilaksis.
b. Langkah sewaktu operasi:
• Perhatikan tindakan asepsis.
• Trauma jaringan lunak dan keras yang seminimal mungkin.
• Perhatikan kondisi tulang yang ada setelah dilakukan pencabutan, apakah ada
serpihan tulang, bagian tulang yang ekspose atau bagian tulang yang tajam.
• Irigasi dengan laurtan garam dan kuretase setelah dilakukan pencabutan.
• Apabila mungkin dilakukan penjahitan mukosa.
• Penggunan hemostatik lokal dilakukan karena beberapa faktor:
ü Dapat membantu koagulasi
ü Dapat mencegah pelepasan koagulum dari dinding socket
ü Membantu fungsi antibiotik dan antifibrinolitik
Ada 2 macam bahan hemostatik lokal yang dapat diserap:
ü Gelatin Sponge (Spongostan)
ü Oxidized Regenerated Cellulose (Surgicel)
Menurut penelitian keduanya dapat menurunkan terjadinya Dry Socket
karena fungsi dari hemostatik lokal tersebut.
c. Langkah setelah tindakan:
• Instruksikan pasien untuk mengigit tampon dengan betadine kurang lebih 1
jam, jangan berkumur-kumur, atau menghisap-hisap darah operasi , hindari
merokok.
• Menjaga kebersihan mulut dan menjaga luka dari iritasi mekanik seperti
mengunyah pada daerah sisi yang lain.
• Intake yang cukup, cairan, kalori dan protein.
• Penggunaan Antibiotik Sistemik. Bukti secara tidak langsung peranan bakteri
dalam proses terjadinya Dry Socket dalam penelitian ini menunjukkan
penggunaan antibiotik golongan Penicilin secara sistemik dapat mengurangi
terjadinya Dry Socket. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan
antibiotik golongan Penicilin sebelum pencabutan gigi yang mana efeknya
dapat ditemukan juga pada bekuan darah dalam socket. Akhirnya penggunan
antibiotik golongan Penicilin sebelum operasi dapat menurunkan jumlah
bakteri anaerob dan aerob pada sampel darah yang diambil sebelum 48 jam
setelah pencabutan gigi.
• Penggunaan Obat Kumur Chlorhexidine. Penggunaan anti mikroba lokal
dengan obat kumur seperti Chlorhexidine dapat mengontrol infeksi,
berkumur sebelum atau sesudah tindakan dengan 0,1 – 0,2 % Chlorhexidine
menunjukkan penurunan terjadinya frekuensi Dry Socket setelah
pengangkatan molar tiga. Kemungkinan terjadi karena pengurangan jumlah
bakteri aerob dan anaerob pada saliva setelah berkumur dengan
Chlorhexidine.

2. Manajemen Perawatan Dry Socket


Secara keseluruhan perawatan Dry Socket adalah secara paliatif yaitu : Terapi lokal
dan Terapi sistemik. (Dhusia 2000;Malaki 2004)
a. Terapi lokal
§ Pembuangan sisa-sisa jaringan nekrotik dari bekuan darah dengan
pengirigasian larutan garam hangat secara pelan-pelan.
§ Palpasi yang hati-hati dengan menggunakan aplikator kapas membantu
dalam menentukan sensitivitas.
§ Obat-obatan sedatif (alvogyl) dimasukkan ke dalam alveolus.
§ Alvogyl diganti sesudah 24-48 jam, kemudian diirigasi dan diperiksa lagi

Selain itu dapati digunakan campuran Zn oxide dan eugenol.


§ Zn oxide / eugenol, campuran ini diulas pada kassa lalu dimasukkan ke
dalam socket. Selain dapat meredakan rasa sakit, dapat juga merupakan
antimikroba yang luas, pada beberapa penelitian tindakan ini sangat efektif.
§ Campuran Zn oxide eugenol ini diganti tiap hari atau diganti 2 hari sekali
sampai dengan 3 – 6 hari atau sampai rasa sakitnya berkurang.
§ Setiap penggantian kassa socket selalu diirigasi dengan larutan garam.

b. Terapi Sistemik
§ Pemberian analgesik dan anti inflamasi untuk mengurangi rasa sakit dan
meminimalkan pembengkakan.
§ Penggunaan antibiotik spektrum luas dan untuk kuman anaerob seperti
metronidazole.
KESIMPULAN

1. Dry socket ini terjadi karena adanya perubahan plasminogen menjadi plasmin
yang menyebabkan fibrinolisis pada bekuan darah di soket bekas pencabutan,
biasanya terjadi pada hari ke 3-5 sesudah operasi.
2. Beberapa faktor penyebab dry socket antara lain : Pulpitis / Inflamasi
Periapikal, Perikoronitis, Kondisi Inflamasi Marginal, Bakteri, Trauma Bedah,
Merokok, Jenis Kelamin, Kontrasepsi, Usia, Teknik Anastesi, Fisik
dislodgement.
3. Gambaran klinis dry socket yaitu adanya rasa sakit yang hebat pada daerah
pencabutan/ operasi, Halitosis dengan rasa tidak enak di mulut, dan secara
klinis terlihat area jaringan granulasi dari bone bare yang berwarna kuning
keabu-abuan.
4. Patofisiologi dry Socket yaitu peningkatan aktifitas fibrinolisis yang tinggi
pada daerah sekitar bekas pencabutan gigi karena adanya infeksi, inflamasi
pada daerah tulang tersebut.
5. Pencegahan dry socket terdiri dari langkah sebelum operasi, sewaktu operasi,
dan setelah tindakan
6. Penatalaksanaan dry socket terdiri dari terapi lokal dan terapi sistemik
ORO ANTHRAL COMMUNICATION (OAC) dan
ORO ANTHRAL FISTULA (OAF)

Deffinisi
OroAntral Comunication (OAC) : Oroantral yang terjadi setelah pencabutan
gigi atau factor lainnya dan belum terdapat kelainan pada sinus maksilaris
serta belum terjadi epitelisasi. à akut

OroAntral Fistula (OAF) : adanya oroantral yang lama dan terjadi epitelisasi
pada diding saluran rongga serta terjadi kelainan pada sinus maksilaris karena
masuknya kuman-kuman rongga mulut kedalam rongga sinus dan menjadi
sinusitis. à kronis

Etiologi
1. Terjadinya accident pada penggunaan alat seperti bein, forceps ,
pemasangan implant yang menembus sinus ( iatrogenik).
2. Bersamaan dengan terjadinya fraktur maksila atau dentoalveoler
(trauma).
3. Bentuk dasar sinus yang melekuk sesuai dengan akar gigi (sinus
approximation, kelainan anatomis)
4. Adanya jaringan pathologis pada daerah periapikal gigi posterior
rahang atas (Inflamatory, infections,kista)
5. Pengaruh penyakit systemik (Paget’s diseases)

Gejala Umum
1. Bila berkumur sebagian air keluar melalui hidung
2. Pada nose proof terlihat adanya gelembung udara dari soket atau suara
kebocoran pada soket yang bisa didengar oleh pasien dan dokter
3. Pada pemeriksaan probe akan terasa menembus soket
4. Kadang kadang dijumpai perubahan suara pasien
Gejala Khusus
1. Pada OAC akut baik yang tanpa corpal maupun dengan corpal
memberikan gejala yang sama bila sinus maxillaris masih bersih
2. Pada OAF kronik dengan corpal biasannya supuratif ( sudah terjadi
proses sinusitis maxillaris ) à nose proof à keluar pus, dengan gejala
spesifik sbb :
a) Pasien mengeluh cephalgia, dan hidung terasa tersumbat dan
berbau bila membuang ingus
b) Kadang disertai demam dan terasa ada aliran pada saat
membungkuk pada daerah sinus
c) Kadang disertai pembengkakan pipi dan gigi Premolar dan
Molar, perkusi ++.

Pemeriksaan
“nose blowing test” yaitu penderita disuruh meniup kuat dengan hidung
tertutup mulut terbuka, bila sudah terjadi perforasi akan terdengar aliran
udara mendesis dan jika kaca mulut kering didekatkan pada lubang yang
terjadi akan buram karena aliran udara.

Penatalaksanaan
Secara Konservatif
1. Jika ukuran perforasi sinus kusaran < 2mm, maka soket dibuarkan saja
cukup di tunggu terjadi bloodclot, bisa ditambahakan agen pembekuan
darah (sponge gelatin), kemudian pasien diminta menggigit kapas sesuai
prosedur paska pencabutan.
2. Jika ukuran perforasi kisaran 2-6mm, maka soket di aplikasikan sponge
gelatin untuk menutup soket, kemudian dilakukan sutturing dengan figure
og eight untuk mempertahankan bloodclot
Secara operatif
Jika perforasi sinus > 6mm maka dilakukan tindakan penutupan soket dengan
bukal/palatal flap :
- Penutupan dengan mengurangi tulang alveolar pada bagian bukal dan
palatinal, selanjutnya mukoperiosteum bukal dan palatinal dijahit rapat
tanpa tarikan sehingga oro-antral fistula tertutup.
- Penutupan dengan mukoperiosteum flap dari bagian bukal yaitu
dengan mengurangi tulang alveolar bukal dan palatinal, buat flap
bagian bukal (insisi trapesium) dan flap ditarik menutupi oroantral
fistula dan dijahit dengan mukoperisteum flap bagian palatinal.
- Penutupan dengan mukoperioteal flap bagian palatinal yaitu
mengurangi tulang alveolar bukal dan palatinal, flap dari bagian
palatinal dirotasikan sedemikian rupa sehingga menutupi fistula dan
dijahit dengan mukoperiosteal flap bagian bukal.

Anjuran pada pasien dengan post perawatan OAC :


1. Gigit kapas lebih lama untuk mempertahankan bloodclot (bekuan darah)
2. Jangan banyak berkumur
3. Jangan menyedot2 bekas operasi
4. Hindari minum dengan sedotan
5. Hindara rangsangan untuk bersin, jika terasa akan bersin bisa diantisipasi
dengan menekan cuoing hidung ke atas.
6. Kontrol 1 minggu kemudian jika tidak ada gejala keluar air dari hidung,
tapi jika muncul sensasi keluar air dari hiding maka langung kembali ke
dokter gigi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2009. Alveolar Osteitis (Dry Socket). Diakses tanggal. 13/10/2012.


Online: http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/alveolar-osteitis-dry-
socket.pdf.
2. Andreasen, J.O, et all. 1997. Textbook and Color Atlas of Tooth Impactions.
Copenhagen : Mosby., h 452 – 460.
3. Dhusia Hemant. 2000. Dry Socket. Diakses tanggal. 13/10/2012. Online : http
://mediket 2000.com/associations/article.
4. Malaki Zainab. 2000. Dry Socket. Diakses tanggal. 13/10/2012. Online :
http://dental practice.uktrading.com/clinical/viewd.
5. Pederson, G W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. EGC. Penerbit Buku
Kedokteran. h.96-97.
6. Tyas. 2012. Alveolar osteitis: Suatu Tinjauan Komprehensif Konsep dan
Kontrovers diakses tanggal. 13/10/2012. Online:
http://www.scribd.com/doc/95116498/Dry-Soket-2-Terjemahan.
7. Wijay El. 2010. Komplikasi Peri Dan Pasca Operative. diakses tanggal.
13/10/2012. Online : http://www.scribd.com/doc/45565487/Komplikasi-Peri-
Dan-Pasca-Operative

Anda mungkin juga menyukai