Anda di halaman 1dari 3

JAWABAN PBL 3 TAMBAHAN BY MANDA

1. Trauma Triad terdiri dari "When, Where, and How".


- When (kapan): interval waktu antara cedera dan perawatan mungkin secara signifikan
mempengaruhi prognosis untuk kasus pulpa terbuka, displacement, dan jenis cedera avulsi.
- Where (dimana): lokasi/ tempat terjadinya cedera. Tempat cedera memiliki dampak
mediko-legal jika kecelakaan telah terjadi di tempat kerja. Tergantung pada kebersihan luka,
dokter juga dapat mempertimbangkan perlindungan terhadap tetanus.
- How (bagaimana): dapat memberikan indikasi cedera yang menyertai seperti cedera
jaringan lunak sekunder akibat trauma.

2. Pemeriksaan tekanan darah:


Tekanan darah harus diukur terlebih dahulu. Tekanan darah perlu dikontrol sebelum
melakukan pencabutan gigi untuk menghindari masalah-masalah sirkulasi yang tidak
terduga. Pasien dengan tekanan darah antara 140-160/90-95 mmHg memerlukan perawatan
tindakan bedah mulut dengan hati-hati sedangkan pasien dengan tekanan darah antara 160-
190/95-110 mmHg perlu diberikan premedikasi setengah sampai satu jam sebelum
melakukan pencabutan gigi dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan spesialis jantung
dan spesialis penyakit dalam. Apabila tekanan darah pasien masih tinggi setelah diberi
premedikasi misalnya > 180/110 mmHg maka pencabutan gigi harus ditunda, kemudian
dirujuk ke dokter spesialis jantung untuk melakukan perawatan yang lebih lanjut.

3. Acid Etch Splint


Teknik fiksasi acid etch resin merupakan salah satu metode stabilisasi gigi dengan trauma
ataupun kelainan periodontal yang efektif. Teknik ini memerlukan material restorative,
isolasi injury yang adekuat dan kondisi permukaan yang kering sehingga memungkinkan
pengaplikasian splint resin komposit. Tipe splinting ini biasanya digunakan pada kasus
trauma dentoalveolar, luxation injuries, fraktur akar, autotransplantation dan fraktur
alveolar
 Kelebihan teknik fiksasi acid etch resin antara lain:
 Relatif mudah penggunaannya
 Memberikan estetik yang baik
 Metode splinting ini bersifat biokompatibel dan tidak menyebabkan inflamasi pada
gingiva karena splint diletakkan jauh dari jaringan periodontal.
 Prosedur splinting sederhana dan efisien.
 Splinting dengan teknik ini tidak membutuhkan anestesi dan memberikan
perawatan definitif pada pasien

 Kelemahan teknik ini adalah apabila menggunakan material akrilik dapat mudah fraktur karena
akrilik bersifat brittle ketika terkena tekanan pengunyahan.
4. Klasifikasi dentoalveolar (menurut Andreasen):
a. Crown infraction
b. Fraktur mahkota sederhana (fraktur enamel; dentin dan pulpa tidak terbuka)
c. Fraktur mahkota kompleks (fraktur enamel; dentin dan pulpa terbuka)
d. Fraktur mahkota-akar sederhana (fraktur pada enamel dan akar; dentin, cementum, dan
pulpa tidak terbuka)
e. Fraktur mahkota-akar kompleks (fraktur pada enamel dan akar; dentin, cementum, dan
pulpa terbuka)
f. Fraktur akar

 Klasifikasi fraktur dentoalveolar pada jaringan periodontal:


a. Concussion
b. Subluxation
c. Extrusive
d. Lateral luxation
e. Intrusive luxation
f. Avulsion

Anda mungkin juga menyukai